T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Bagito” Dibalik Kebijakan Raskin: Studi Program Raskin di Kecamatan Boyolali T2 BAB IV

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Penelitian
Lokasi Penelitian
Kecamatan Boyolali merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Boyolali yang terdiri dari 3 (tiga) kelurahan dan 6 (enam)
desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 sebanyak 68.806 jiwa
dan 23.451 rumah tangga. Jumlah rumah tangga penerima beras
miskin pada tahun 2017 sebanyak 1.882 rumah tangga.
Kecamatan Boyolali memiliki batas – batas wilayah sebagai
berikut
- Sebelah Utara
: Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.
- Sebelah Timur
: Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.
- Sebelah Selatan
: Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.
- Sebelah Barat
: Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo dan
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
Kecamatan Boyolali merupakan wilayah yang dekat dengan pusat

pemerintahan. Sampai dengan tahun 2014 Kelurahan Siswodipuran
Kecamatan Boyolali merupakan pusat pemerintahan Kabupaten
Boyolali sebelum berpindah ke wilayah Kelurahan Kemiri, Kecamatan
Mojosongo pada tahun 2015.
Keluarga Penerima Manfaat
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban
pengeluaran para Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KPM) dalam
memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan
akses masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan
kebutuhan pangan pokok sebagai salah satu hak dasarnya.
Daftar Penerima Manfaat (DPM) di desa/kelurahan yang menjadi
dasar Penyaluran di desa/ kelurahan disebut DPM-1. Daftar ini telah
25

mengakomodir hasil perubahan KPM melalui mekanisme
Musyawarah di desa/kelurahan, jika diperlukan pemutakhiran yang
ditetapkan dalam pagu beras bantuan, untuk Kecamatan Boyolali
banyaknya pagu bantuan setiap desa/kelurahan seperti pada tabel
berikut :

Tabel 4.1. Banyaknya Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT) dan KPM
di Kecamatan Boyolali Tahun 2017
No

Desa/Kelurahan

(1)
(2)
01 Pulisen
02 Siswodipuran
03 Banaran
04 Winong
05 Penggung
06 Kiringan
07 Karanggeneng
08 Mudal
09 Kebonbimo
*)Keluarga Penerima Manfaat

Rukun Warga

(RW)
(3)
13
17
10
21
12
13
14
8
6

Rukun
Tetangga (RT)
(4)
71
74
50
59
60

53
62
38
23

KPM*
2017
(5)
147
112
191
265
349
212
293
236
77

Mekanisme Penyaluran Raskin
Penyaluran beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan

rendah telah dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun
1998. Program ini pada awalnya disebut dengan Operasi Pasar Khusus
(OPK) yang dilaksanakan sebagai program darurat untuk merespon
krisis ekonomi yang terjadi pada saat itu. Pada perkembangannya,
program beras bersubsidi diperluas fungsinya sebagai bagian dari
program perlindungan sosial yang bertujuan untuk mengurangi beban
pengeluaran masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan
hak dasar berupa kebutuhan pangan pokok dan dikenal dengan
sebutan Raskin/Rastra.
Manfaat Program Raskin/Rastra antara lain adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan ketahanan pangan di tingkat KPM, sekaligus sebagai
mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
2. Peningkatan akses pangan baik secara fisik (beras tersedia di TD),
maupun ekonomi (harga jual yang terjangkau) kepada KPM.
26

Dalam pelaksanaan Program Raskin/Rastra diperlukan panduan
pelaksanaan kegiatan yang sistematis yang dijadikan pedoman
berbagai pihak baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa/kelurahan maupun pihak lain yang terkait dalam

pelaksanaan Program Raskin/Rastra tahun 2017 adalah :
a. Penetapan Pagu Raskin/Rastra Nasional
Pagu Nasional merupakan besaran jumlah Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) yang menerima atau jumlah beras yang
dialokasikan untuk KPM secara nasional. Pagu Nasional
merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan
DPR yang dituangkan dalam Undang-Undang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
b. Penetapan Pagu Provinsi
Pagu Provinsi merupakan besaran jumlah Keluarga Sasaran
Penerima Manfaat (KPM) yang menerima atau jumlah beras yang
dialokasikan untuk KPM di setiap provinsi, yang ditetapkan oleh
Menteri Sosial.
c. Penetapan Pagu Kabupaten/Kota
Pagu untuk setiap kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur
dengan mengacu pada pagu Kabupaten/Kota yang disampaikan
oleh Menteri Sosial pada waktu penetapan pagu provinsi.
d. Penetapan Pagu Kecamatan dan Desa/Kelurahan
Pagu Kecamatan dan desa/kelurahan/ pemerintahan setingkat
merupakan besaran jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

yang menerima di setiap kecamatan dan desa/kelurahan atau
jumlah beras yang dialokasikan untuk KPM di setiap kecamatan
dan desa/kelurahan. Pagu untuk setiap kecamatan dan
desa/kelurahan ditetapkan oleh Bupati/ Walikota.
e. Pelaksanaan Penyaluran Beras Sampai Titik Distribusi (TD)
1. Pelaksanaan penyaluran beras sampai TD menjadi tugas dan
tanggung jawab Perum BULOG.
2. Berdasarkan Pagu Raskin, Bupati/Walikota/Ketua Tim
Koordinasi Kabupaten/Kota atau Pejabat yang ditunjuk oleh
27

Bupati/Walikota menerbitkan Surat Permintaan Alokasi (SPA)
kepada Perum BULOG.
3. Berdasarkan SPA, Perum BULOG menerbitkan SPPB/ DO
beras untuk masing-masing kecamatan atau desa/ kelurahan.
4.
5.

6.


7.

Sesuai dengan SPPB/DO maka Perum BULOG menyalurkan
beras sampai ke TD.
Penyaluran beras dari TD ke TB sampai KPM menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/
kota).
Pelaksanaan penyaluran beras dari TB kepada KPM dilakukan
oleh Pelaksana Distribusi dengan menyerahkan beras kepada
KPM sebanyak 15 kg/KPM/bulan, selama 12 kali dalam
setahun, atau sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat.
Harga Tebus Rastra (HTR) sebesar Rp.1.600,00/kg atau sesuai
dengan kebijakan Pemerintah Pusat di TD.

BAGITO dalam Implementasi Raskin
Penyaluran beras miskin sejatinya merupakan program
pemerintah untuk mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia
yang masih relatif tinggi diatas 10%1. Pemerintah selalu berupaya
menurunkan tingkat kemiskinan tersebut melalaui berbagai program
bantuan yang salah satunya adalah program bantuan beras untuk

rakyat miskin.
Kecamatan Boyolali yang terdiri dari tiga kelurahan dan enam
desa merupakan wilayah ibukota Kabupaten Boyolali dengan
kepadatan penduduk pada tahun 2015 sebanya 2.343 jiwa/km2 dengan
jumlah rumah tangga sebanyak 20.961, mendapatkan alokasi jumlah
penerima raskin di tahun 2017 sesuai DPM baru dari pemerintah
sebanyak 1.882 rumah tangga atau sekitar 8,97 % rumah tangga.

Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai
27,76 juta orang (10,70 persen), berkurang sebesar 0,25 juta orang dibandingkan
dengan kondisi Maret 2016 yang sebesar 28,01 juta orang (10,86 persen).
1

28

Pelaksanaan penyaluran raskin pada masing-masing wilayah
memiliki strategi dan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisi
kewilayahannya yang berbeda, untuk tiga wilayah perkotaan2
melakukan penyaluran raskin kepada rumah tangga sesuai dengan

daftar DPM yang diterima dari pusat, sesuai dengan Pedoman Umum
pelaksanaan penyaluran raskin. Jika ada yang sudah meninggal dan di
rumah tersebut tidak ada yang menggantikan baru dialihkan ke
rumah tangga lainnya dengan berita acara penggantian dari RT
setempat.
BAGITO di daerah perkotaan bisa di hilangkan dikarenakan
adanya pengertian warga yang tidak menerima bahwa mereka yang
tidak terdaftar dalam daftar penerima manfaat tidak memiliki hak
untuk menerima bantuan beras bersubsidi. Kesadaran yang ada pada
warga tersebut tidak lepas dari peran aparat pemerintah
desa/kelurahan yang melakukan pendekatan, sosialisasi serta
memberikan pahaman kepada warganya tentang makna dari bantuan
beras bersubsidi dari pemerintah, niat yang baik tentunya harus
diikuti dengan kepatuhan terhadap peraturan yang ada, sehingga tidak
menimbulkan gejolak yang bisa merusak kerukunan antar warga.
Pelaksanaan distribusi beras bersubsidi sesuai dengan daftar yang
ada di DPM dengan tegas dilaksanakan di tiga kelurahan perkotaan, di
wilayah Kecamatan Boyolali yang lain tidak dengan tegas menyatakan
semua wilayah di desanya tidak dilakukan pembagian beras merata,
bisa juga dilakukan secara bergiliran (BAGILIR), kebijakan

selanjutnya diserahkan kepada warga RT setempat seperti yang
disampaikan oleh Lurah Winong Bp. Surono seperti berikut :
“Awal jadi kades tahun 2007 ada pembagian beras secara merata
(BAGITO) namun setelah diberi penjelasan oleh kades, tidak ada
lagi pembagian secara merata, karena dirasa tidak tepat sasaran. Ada
masyarakat yang “legowo” ada yang tidak, kalau pihak desa
keputusan akhir diserahkan ke masyarakat”.
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (wikipedia :
diakses pada 1 juli 2017)
2

29

Untuk Desa Karanggeneng berbeda dengan wilayah lainnya. Di
desa ini sebagian besar dilakukan pembagian beras subsidi secara
merata, walaupun ada sebagian kecil yang diberikan sesuai dengan
warga yang ada di daftar penerima manfaat khususnya untuk wilayah
perumahan. Walaupun BAGITO tidak dibenarkan namun hal ini tetap
dilakukan untuk meredam gesekan antar warga masyarakat
dikarenakan menurut Bp. Abdul rahman, modin Desa Karanggeneng,
faktor yang mendorong terjadinya bagito lebih karena faktor iri hati,
perbedaan tingkat ekonomi antar masyarakat pedesaan sangat tipis.
Tidak ada faktor kebersamaan dan semangat saling berbagi untuk
masalah bantuan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa ada praktek BAGITO dalam
implementasi raskin di Kecamatan Boyolali walaupun tidak merata di
semua wilayah. Keputusan pelaksanaan BAGITO maupun BAGILIR
diserahkan pada hasil musyawarah tingkat RT. Bagi penerima beras
yang namanya ada dalam DPM, sebagian menerima keputusan yang
diambil namun ada yang dengan terpaksa menerima keputusan
tersebut seperti disampaikan oleh Bp. Sukarnen :
“Mau bagaimana lagi, daripada ada suara-suara yang tidak
mengenakkan dan sudah diputuskan dalam musyawarah RT, ya
sudah dibagi rata saja”.(Karanggeneng, 09 Mei 2017).”

Sehingga menurut Bp. Abdul rahman, Semangat kebersamaan,
saling berbagi dan tenggang rasa untuk masalah bantuan ekonomi
yang diberikan gratis tidak terlihat secara nyata di masyarakat
khususnya di wilayah Kecamatan Boyolali.

Pembahasan Hasil Penelitian
Kebijakan mengurangi angka kemiskinan dengan pemberian beras
miskin yang dilakukan pemerintah kepada warga miskin adalah
kebijakan substantif, yaitu jenis kebijakan yang menyatakan apa yang
akan dilakukan pemerintah atas masalah tertentu. Kebijakan beras
untuk orang miskin adalah kebijakan material yang sengaja dibuat
untuk memberikan keuntungan sumberdaya yang kongkrit pada
30

kelompok tertentu. Kebijakan prosedural bersifat lebih teknis, tentang
standard dan prosedur seperti kriteria masyarakat yang berhak
menerima beras
Implementasi program raskin di Kecamatan Boyolali di beberapa
desa/kelurahan sudah melaksanakan pendistribusian beras sesuai
kebijakan pemerintah dengan mematuhi standart dan prosedur yang
telah ditetapkan seperti dalam pedoman umum pelaksanaan seperti
yang disampaikan Bp. Eko Susilo Kadus IV Desa Kiringan :
“Setiap DPM dibuatkan “girik” dan beras diambil sendiri-sendiri di
kantor desa. Secara keseluruhan data tersebut sebenarnya sudah
sesuai sasaran, penerima raskin memang orang miskin namun
sebenarnya ada yang lebih miskin lagi yang tidak mendapatkan.
Jadi secara umum tepat sasaran DPM adalah rumah tangga miskin”.
(Kiringan, 08 Mei 2017).

Meskipun sudah ada petunjuk pelaksanaan dari pemerintah
namun masih ada desa yang melakukan kebijakan lokal. Lingkup
kebijakan bersifat lokal atau ada di tingkat daerah, yang sifatya teknis
dan erat kaitannya dengan isu-isu lokal, kebijakannya dapat
merupakan turunan (teknis atau implementatif) dari kebijakan yang
ada di atasnya (LAN, 2015), dengan melakukan pembagian merata
(bagito) untuk menghindari gejolak dan menjaga kondisi yang
kondusif di masyarakat seperti yang disampaikan Modin Desa
Karanggeneng, Bp. Abdul rahman berikut :
“Kondisi sekarang kondusif dikarenakan semua tidak bisa berbuat
banyak, mau mengusulkan revisi ataupun merubahnya juga diluar
kewenangan pihak desa, jadi ya diterima apa adanya. Akhirnya ya
gimana lagi ya BAGITO padahal dibagi roto tidak boleh. Hampir
semua beras dibagi, kecuali di wilayah perumahan dan ini sudah
dilakukan sejak pertama kali turun beras. Tetapi dahulu dari
3000an KK yang ada di karanggeneng ini yang dapat beras sebanyak
800an jadi tidak banyak gejolak namun lama- lama jatahnya
menjadi turun hingga tinggal 200an KK inilah yang menimbulkan
gejolak sehingga diambil langkah kebijakan oleh masing-masing RT
untuk dibagi ke sesama”. (Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Pembahasan terhadap implementasi “BAGITO” dibalik kebijakan
Raskin akan difokuskan pada aktor, lingkungan dan isi kebijakan
dengan acuan Teori Dunn. Masing-masing bagian ini akan dibahas
31

berdasarkan fenomena penelitian yang diamati ditinjau dari tiga
perspektif, yaitu perspektif kepatuhan, perspektif kelancaran dan
perspektif kepuasan. Proses analisis terhadap fenomena pengamatan
dilakukan dengan proses triangulasi baik dari sumber informasi
maupun isi informasi.

Perspektif Kepatuhan
Keberhasilan suatu program juga dipengaruhi oleh seberapa besar
kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor
yang terlibat dalam implementasi kebijakan, kepatuhan pegawai
pelaksana lapangan terhadap peraturan yang ada serta usaha-usaha
yang dilakukan oleh para pejabat atasan kepatuhan dari pejabat
ditingkat
lebih
rendah
dalam
mengubah
perilaku
masyarakat/kelompok sasaran.
Penetapan DPM
Selama ini penetapan Daftar Penerima Manfaat (DPM) merupakan
kewenangan Tim Nasional Percepatan Penganggulangan Kemiskinan
(TNP2K) pusat. Dengan dikeluarkannya penetapan DPM tersebut dan
dengan penerima manfaat yang baru untuk setiap periode,
menimbulkan persoalan baru bagi aparat kelurahan. Hal ini
dikarenakan masih ada warga yang tergolong miskin tidak terdaftar
dalam DPM serta berkurangnya pagu penerima manfaat bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Jika dilihat dari pernyataannya maka pihak desa khususnya
perangkat desa maka lebih senang jika bantuan subsidi beras tersebut
dihapuskan. Di wilayah Kecamatan Boyolali hanya ada satu desa yang
jumlah penerima manfaatnya mengalami penambahan, namun tetap
saja perubahan dan penambahan tersebut menimbulkan permasalahan
tersendiri.
Dari hal tersebut diatas terlihat bahwa untuk setiap perubahan
daftar penerima manfaat baik penambahan maupun pengurangan
jumlah yang dikeluarkan pemerintah pusat tetap akan menyisakan
permasalahan yang harus dihadapi dan dipecahkan oleh aparat
32

desa/kelurahan, namun para aktor pelaksana lapangan tidak bisa
berbuat banyak dan patuh terhadap keputusan yang telah ditetapkan
pemerintah pusat.
Pelaksanaan Penyaluran
Penyaluran beras bersubsidi ini sesuai pedoman umum seharusnya
dilakukan setiap bulan, namun untuk tahun 2017 pelaksanaannya
terlambat. Pelaksanaan penyaluran rastra (istilah baru untuk raskin)
pada awal tahun 2017 dirapel selama tiga bulan hal ini dikarenakan
keputusan pemerintah sebagai payung hukum baru keluar pada 9
Maret 2017.
Tata cara penyaluran untuk pengambilan beras tersebut
menggunakan kartu penerima manfaat berupa “girik” (sebutan
masyarakat untuk kartu tersebut) yang dibagikan setiap akan turun
bantuan subsidi beras sebagai kartu kendali bahwa yang bersangkutan
telah mendapatkan beras dan beras diambil sendiri-sendiri di kantor
Desa. Girik ini juga sebagai penanda dan kartu kendali bila ada
kebijakan dari RT yang melakukan penggantian penerima manfaat,
bahwa benar adanya, hak penerima beras telah dialihkan ke warga
yang lain atas musyawarah RT.
Berbeda lagi dengan kebijakan yang dilakukan Desa Mudal yang
mengirim langsung beras tersebut sampai tingkat RT dengan alasan
jarak penerima dengan kantor kelurahan relatif jauh, Sedangkan
untuk Desa Karanggeneng pengambilan dilakukan oleh pihak RT
dikarenakan beras yang seharusnya diterimakan sebanyak 15
kg/penerima subsidi namun dibagi rata.
Dari hal tersebut diatas terlihat bahwa tidak adanya keseragaman
tentang tata cara penyaluran beras ke penerima subsidi, para aktor
pelaksana lapangan di desa/kelurahan memiliki tata cara tersendiri
dalam penyaluran beras bersubsidi untuk disampaikan ke rumah
tangga penerima manfaat. Kontrol bahwa penerima manfaat adalah
mereka yang ada di dalam daftar tidak dimiliki oleh dua desa tersebut,
ada ketidak patuhan aktor pelaksana lapangan terhadap peraturan
pelaksanaan pembagian raskin yang mensyaratkan pembagian
tersebut harus tepat jumlah dan tepat sasaran.
33

Kualitas Beras
Kualitas beras subsidi tidak tertuang secara khusus dalam
pedoman umum subsidi pangan sehingga tidak ada aturan baku
mengenai standart minimal kualitas beras, beras yang diterima
terkadang berkualitas buruk dikarenakan masa simpan yang lama. Hal
tersebut membuat para penerima terkadang enggan menerima raskin,
seharusnya pengecekan dilakukan dengan teliti agar beras yang
diterima benar-benar berkualitas baik karena sesuai ketentuan jika
beras berkualitas buruk maka pihak kelurahan/desa wajib
mengembalikan beras melalui satker raskin/rastra ke BULOG dan
akan ditukar dengan beras yang bermutu baik. Berikut pendapat
Kepala Desa Winong Bp. Surono mengenai kualitas beras:
“Banyak penerima raskin yang berasnya dijual ataupun ditukar
dengan kualitas beras yang lebih baik”. (Winong, 03 Mei 2017).

Menurut Pendapat dari Bp. Abdul rahman modin Desa
Karanggeneng yang memiliki pengalaman dalam penanganan secara
langsung dan bersentuhan dengan raskin sejak awal mula adanya
raskin berpendapat :
“Kalau saya tidak cocok dengan program raskin, karena beras yang
dibagikan ke masyarakat miskin tersebut rata-rata kualitasnya
jelek.”(Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Dari peryataan di atas dapat disimpulkan bahwa BULOG sebagai
lembaga penyedia beras raskin, sesuai dengan pedoman umum raskin
melakukan penjaminan kualitas beras yang disalurkan sesuai prinsip
6T, yaitu tepat kualitas. Rumah tangga penerima manfaat enggan
melakukan penukaran ke BULOG dikarenakan apapun kualitas beras
yang diterima tujuannya adalah untuk dijual kembali sehingga
mendapatkan keuntungan dari selisih harga pasaran beras.
Ketepatan Sasaran
Tujuan dari pemberian bantuan beras adalah meringankan beban
pengeluaran rumah tangga penerima manfaat dalam mencukupi
kebutuhan pangan beras melalui penyaluran beras bersubsidi dengan
alokasi 15 kg/KK miskin/bulan.
34

Untuk mendapatkan daftar nama Rumah tangga Sasaran
pemerintah melakukan pemutakhiran data setiap tiga tahun sekali,
dan terakhir dilakukan di tahun 2015 dengan Pemutakhiran Basis
Data Terpadu 2015 (PBDT 2015). Tujuan utama kegiatan PBDT 2015
adalah untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota
rumah tangga BDT kondisi tahun 2015 sebagai data dan informasi
yang mutakhir.
Mekanisme pelaksanaan PBDT 2015 berbeda dengan tiga kegiatan
sebelumnya3 yaitu dengan adanya keterlibatan masyarakat melalui
kegiatan Forum Konsultasi Publik (FKP). FKP merupakan forum
diskusi antar perangkat daerah dan tokoh masyarakat di tingkat
desa/kelurahan yang bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan
rumah tangga dalam BDT.
Forum Konsultasi Publik (FKP) adalah forum pertemuan untuk
bertanya-jawab
bersama
dengan
publik/masyarakat.
Agar
konsultasinya efektif dan efisien maka konsultasi hanya melibatkan
tokoh yang mewakili masyarakat, seperti ketua komunitas, Kepala
Dusun, Ketua RW, Ketua RT atau Ketua SLS atau tokoh yang
mewakili. FKP dilaksanakan pada tingkat desa/kelurahan dengan
mengundang perwakilan masyarakat dari wilayah setingkat di bawah
desa/kelurahan.
Namun pada kenyataannya masih saja ada warga miskin yang
tidak menerima jatah beras bersubsidi seperti yang disampaikan oleh
Kadus II Desa Kiringan Bp. Eko Susilo sebagai berikut :
“Secara keseluruhan data tersebut sebenarnya sudah sesuai sasaran,
penerima raskin memang orang miskin namun sebenarnya ada
yang lebih miskin lagi yang tidak mendapatkan. Jadi secara umum
tepat sasaran, DPM adalah rumah tangga miskin. Contohnya adalah
ada rumahtangga sama-sama tidak mampu tapi yang satu muda
Kegiatan serupa pernah dilaksanakan oleh Pemerintah sebanyak tiga kali dengan
nama yang berbeda, yaitu Pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 (PSE 2005),
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008 dan PPLS 2011. Data tersebut
digunakan untuk menyusun rumah tangga sasaran penerima BLT (Bantuan Langsung
Tunai), Bantuan Langsung Subsidi Masyarakat (BLSM), Program Keluarga Harapan
(PKH), Program pembagian beras untuk penduduk miskin (Raskin), Program
Simpanan Keluarga Sejahtera 2015, Program Indonesia Pintar, Program Indonesia
Sehat, Penerima Bantuan Iuran (PBI) 2014-2015, dan sebagainya.

3

35

yang satunya tua, kalau logika cara berpikir saya kan yang tua yang
mendapatkan bantuan tetapi di DPM yang muda yang keluar
namanya. Karena yang muda masih kuat kerja nguli tapi yang tua
sudah tidak mampu lagi. Di kiringan jujur warga mampu tapi dapat
beras tidak ada, semuanya yang dapat warga tidak mampu hanya
kurang pas saja”. (Kiringan, 08 Mei 2017).

Sama halnya yang terjadi di Desa Penggung menurut penuturan
Bp. Slamet Winarno :
“Sebenarnya mereka yang menerima memang termasuk golongan
miskin cuman memang ada yang lebih miskin namun tidak
mendapatkan beras” (Penggung, 09 Mei 2017).

Dari keterangan diatas maka pemerintah sebagai penyedia data
telah berusaha untuk melakukan pemutakhiran dan peningkatkan
kualitas data sehingga rumah tangga penerima raskin sesuai dengan
sasaran adalah mereka yang benar-benar membutuhkan, walaupun
oleh aparat kelurahan dan masyarakat akurasinya masih dirasakan
kurang dikarenakan masih adanya warga miskin yang seharusnya
lebih berhak menerima namun masih terlewat (undercoverage).

Perspektif Kelancaran
Kekuasaan dan kepentingan yang dimiliki dari sebuah
implementasi yang ada diharapkan mampu mewujudkan kehendak
dan harapan rakyat. Strategi implementasi akan dapat mencapai
keberhasilan dalam pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan.
Pembayaran
Harga tebus bantuan beras subsidi sesuai ketentuan pedoman
umum subsidi pangan sebesar Rp. 1.600.00/kg sampai dengan titik
distribusi dan dilakukan secara tunai. Pelaksana distribusi di
kelurahan/desa langsung menyetor uang tebus kepada Perum BULOG
setempat sebelum jadwal waktu pengiriman bantuan beras ke titik
distribusi di kantor kelurahan/desa.
Strategi pembayaran yang diambil oleh masing-masing
desa/kelurahan berbeda, ada beberapa desa/kelurahan melakukan
36

strategi untuk pengambilan pertama penerima bantuan membayar
double, karena sebelum pengambilan beras di gudang bulog,
pembayaran harus lunas terlebih dahulu. Sehingga nanti untuk
pengambilan terakhir di bulan desember tidak membayar.
Kebijakan yang dilakukan di Kelurahan Pulisen dan Desa
Winong memang berbeda dengan wilayah lainnya di Kecamatan
Boyolali yang memberikan dana talangan untuk dibayarkan ke Perum
BULOG. Dana untuk pengambilan beras ke BULOG ditomboki pihak
kelurahan terlebih dahulu, setelah beras sampai kelurahan baru warga
membayar beras tersebut pada saat pengambilan.
Berbeda lagi dengan kebijakan yang dilakukan Desa Mudal
yang melakukan “jemput bola” dimana petugas berkeliling untuk
mengumpulkan bukti tanda terima serta uang pengganti setelah beras
tersebut diterima oleh penerima manfaat seperti diutarakan Modin
Desa Mudal Bp. Mahmudi sebagai berikut :
“Namun disisi lain pihak desa kesulitan dalam mengumpulkan
bukti penerimaan/ tanda tangan dan juga dalam mengumpulkan
uang pengganti beras, bila belum terkumpul sampai dengan
turunnya lagi beras miskin maka pengurus/ desa harus nombok
duluan dengan rata-rata menunggak selama satu putaran”(Mudal,
08 Mei 2017).

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa berbagai upaya dan strategi
diterapkan untuk mengatasi permasalahan pembayaran beras di
wilayah kerja masing demi kelancaran penyaluran beras, baik di
wilayah tersebut melakukan BAGITO maupun yang diberikan sesuai
dengan yang ada di daftar penerima bantuan subsidi beras.
Pengaduan
Pengaduan tentang pelaksanaan Program Rastra ditangani secara
berjenjang untuk diselesaikan mulai dari tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan Pusat sesuai dengan materi pengaduan dan wewenang
yang dimilikinya. Ditetapkan batas waktu tertentu (diatur dalam
pedoman khusus Kemendagri) untuk menyelesaikan setiap langkah
dalam proses penanganan pengaduan. Unit Pengaduan di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat membuat laporan secara berkala
37

tentang pengaduan yang diterima, tindak lanjut dan rekomendasi
untuk perbaikan Program Rastra (Pedum Rastra, 2017 : 48).
Di semua desa/kelurahan di Kecamatan Boyolali semua pengaduan
ditampung dan ditangani oleh perangkat desa/kelurahan yang
langsung menangani raskin, materi pengaduan apa saja yang terkait
dengan raskin terutama menyangkut enam indikator raskin, namun
pengaduan tersebut tidak ada yang bersifat resmi secara tertulis ke
kelurahan tetapi pengaduan mereka hanya bersifat lisan tidak tertulis.
Penyelesaian Masalah
Langkah dan tindakan yang diambil oleh sebagian besar aparat
desa/kelurahan hampir semuanya seragam dengan memberikan
pengertian dan penjelasan kepada warga yang melakukan pengaduan
ke desa/kelurahan. Pada umumnya pengaduan untuk awal tahun 2017
dikarenakan adanya perubahan daftar penerima biasanya pengaduan
dikarenakan pada tahun sebelumnya mendapatkan beras subsidi
namun pada tahun ini tidak mendapatkan beras subsidi, dan telah
ditangani oleh aparat desa/kelurahan dengan memberikan keterangan
dan penjelasan terkait daftar penerima yang baru seperti yang
disampaikan Modin Desa Winong sebagai berikut :
“Protes secara lisan adalah hal biasa, namun setelah dijelaskan dari
masing perangkat desa , kadus menjelaskan ke masyarakat secara
langsung kepada yang merasa berhak tetapi tidak menerima. Secara
umum dari desa sebenarnya menghendaki bila ada perubahan DPM dari
pusat diberi waktu untuk bisa melakukan klarifikasi ke masyarakat
bawah siapa saja yang sebenarnya berhak mendapatkan, tidak tau-tau
sudah ditetapkan DPMnya sehingga mau nggak mau ya dilaksanakan
sesuai pagu dan penerima yang ada di daftar dan itu yang bisa
disampaikan ke masyarakat”(Winong, 03 Mei 2017).

Menanggapi protes/keluhan masyarakat terkait dengan raskin,
aparat kelurahan telah menanggapi dengan arif, menerangkan apa
yang menjadi kewenangan aparat desa/kelurahan. Hal ini sesuai
dengan toeri dalam Wahab (2000) tentang ukuran keberhasilan dan
efektifitas implementasi kebijakan juga dilihat dari upaya dalam
38

menanggulangi permasalahan yang terjadi oleh pejabat-pejabat
dilapangan.
Pemecahan masalahan untuk beberapa kasus yang mendasar
terkait kehendak pembagian secara merata telah disikapi oleh pejabat
di lapangan dengan berusaha memberikan pemahaman bahwasanya
raskin tersebut tidak boleh dibagi merata sesuai pedum raskin yang
telah ditetapkan pemerintah pusat. Sikap yang diambil oleh aparat
desa adalah mengembalikan keputusan akhir ke warga masyarakat
dengan musyawarah dan kesepekatan warga hasil rapat tingkat RT,
baik yang melakukan BAGITO maupun yang diterimakan utuh sesuai
dengan DPM, yang terpenting bagi petugas adalah tidak ada
permasalahan di lapangan dan program raskin tersebut berjalan
dengan lancar.

Perspektif Kepuasan
Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang
memuaskan semua pihak, terutama kelompok penerima manfaat yang
diharapkan. Rakyat sebagai penerima manfaat seharusnya mampu
menjadi partner dari pemerintah karena pada dasarnya program yang
dilakukan adalah demi kepentingan rakyat, sehingga rakyat disini
diharapkan dapat seiring sejalan dengan pemerintah. Kelompok
sasaran diharapkan dapat berperan aktif terhadap program yang
dijalankan pemerintah, karena hal ini akan sangat mempengaruhi
pelaksanaan program dari pemerintah.
Pembagian beras secara merata “Bagito”
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban
pengeluaran para Keluarga sasaran Penerima Manfaat (KPM) dalam
memenuhi kebutuhan pangan (Pedum Rastra, 2017:4). Jadi kalau
berpedoman pada peraturan tersebut beras bersubsidi hanya
diterimakan kepada masyarakat yang ada di Daftar Penerima Manfaat
(DPM) dan tidak diperkenankan melakukan pembagian beras kepada
masyarakat diluar daftar tersebut.
39

Pada beberapa kasus ada pergeseran penerima dikarenakan si
penerima sudah meninggal, digeser berdasarkan usulan dari RT. Bisa
juga yang ada di DPM sudah lebih mampu pada pelaksanaan lapangan
kelurahan menyerahkan sepenuhnya ke pihak RT yang penting RT
berani bertindak untuk mengganti orang tersebut. Jadi kebijakan
sepenuhnya diserahkan ke RT yang dianggap lebih mengetahui,
namun demikian penggantian tersebut telah sesuai prosedur yang ada
dan ada berita acara dari pihak RT untuk penggantian orang tersebut
dan pihak yang diganti sudah “legowo”.
Pelaksanaan distribusi beras bersubsidi sesuai dengan daftar yang
ada di DPM dengan tegas dilaksanakan di tiga kelurahan perkotaan
dan satu desa di wilayah Kecamatan Boyolali, wilayah yang lain tidak
dengan tegas menyatakan semua wilayah di desanya tidak dilakukan
pembagian beras merata, bisa juga dilakukan secara bergiliran
(BAGILIR), kebijakan selanjutnya diserahkan kepada warga RT
setempat dan masing-masing pihak merasa puas dengan keputusan
yang diambil.
Untuk Desa Karanggeneng berbeda dengan wilayah lainnya. Di
desa ini sebagian besar dilakukan pembagian beras subsidi secara
merata (BAGITO), walaupun ada sebagian kecil yang diberikan sesuai
dengan warga yang ada di daftar penerima manfaat, seperti dituturkan
oleh Bp Abdul rahman berikut ini :
“Kondisi sekarang kondusif dikarenakan semua tidak bisa berbuat
banyak, mau mengusulkan revisi ataupun merubahnya juga diluar
kewenangan pihak desa, jadi ya diterima apa adanya. Akhirnya ya
gimana lagi ya BAGITO padahal dibagi roto tidak boleh. Hampir
semua beras dibagi, kecuali di wilayah perumahan. Dan ini sudah
dilakukan sejak pertama kali turun beras” (Karanggeneng, 09 Mei
2017).

Masih menurut penuturan Bp. Abdul rahman, faktor yang
mendorong terjadinya bagito dikarenakan faktor iri hati dan
perbedaan antar mereka secara kasat mata sangat tipis, yang satu
mendapatkan dan yang lain tidak mendapatkan, sehingga
menimbulkan iri hati.

40

Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan penilaian
terhadap adanya BAGITO dalam implementasi raskin. Sebagian aparat
kurang setuju karena menganggap bagito maupun bagilir tidak sesuai
dengan pedoman umum pelaksanaan raskin. Sebagian aparat lainnya
setuju sepanjang pelaksanaannya bisa memberikan rasa puas bagi
semua pihak.
Evaluasi Penentuan KPM
Seperti halnya penetapan DPM yang didalamnya merupakan
daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam satu wilayah,
merupakan kewenangan pusat, daerah tidak diberikan kesempatan
untuk meneliti dan melakukan verifikasi lapangan terkait kebenaran
dan ketepatan penerima bantuan subsidi beras tersebut
Proses pendataan juga tidak kalah penting dalam tahapan
pengumpulan informasi yang akan dijadikan acuan oleh pemerintah
pusat dalam menetapkan Keluarga Penerima Manfaat seperti halnya
yang disampaikan Bp. Gatot berikut :
“Proses pendataan yang harus lebih jeli. Dikarenakan ada ketua RT
yang mengusulkan seluruh warga RT untuk di data sebagai
penerima raskin. Sehingga proses verifikasinya yang harus lebih jeli
dilapangan. Tidak mau menyaring terlebih dulu, semua proses
diserahkan pada saat penyaringan/verifikasi lapangan oleh petugas
pendata” (Pulisen, 27 April 2017).

Beberapa desa sudah memiliki rangking KK miskin dengan
persepsi kemiskinan menurut masyarakat. Masing masing RT
memiliki data kriteria miskin menurut persepsi mereka, harapan
warga data tersebut bisa disandingkan dengan data dari pusat
kemudian dari hasil musyawarah tersebut dihasilkan data kombinasi
yang ditetapkan sebagai data DPM, misal satu RT tersebut
mendapatkan 10 ruta miskin maka pihak RT akan bermusyawarah
untuk mengkombinasikan data tersebut sehingga didapat 10 nama
sesuai urutan RT tersebut. Kalau hal tersebut diterapkan pihak RT
maupun pihak desa akan aman, yang penting daftar tersebut
berdasarkan rapat RT/ warga.

41

Ada perbedaan persepsi antara data lapangan hasil survei oleh
petugas dan persepsi miskin menurut masyarakat. Misalkan ada yang
secara fisik rumah jelek lantai tanah dinding kayu namun masih
mampu dan memiliki pekerjaan walaupun hasilnya sedikit ataupun
memiliki aset, sementara yang satunya kondisi rumah secara fisik
lebih bagus lantai ubin dan dinding tembok namun sudah tua dan
tidak mampu bekerja, ada juga yang rumahnya bagus tetapi
peninggalan orang tua. Kalau data tidak dikombinasikan untuk
mencari sasaran yang tepat, harus ada penyamaan persepsi dan sudut
pandang. Ketika satu warga satu RT tersebut duduk bersama dan
menentukan urutan dari yang paling miskin itulah yang mendekati
kebenaran, melakukan perangkingan terlebih duhulu.
Untuk penentuan kemiskinan menurut persepsi masyarakat
sangat dipengaruhi keadaan lingkungan, sebagai gambaran bahwa
yang paling miskin di lingkungan perumahan dengan ukuran miskin
di lingkungan perkampungan ukurannya sudah lain sehingga kalau
ditentukan pihak RT masing-masing akan menjadi bias, dikarenakan
berbeda ukuran.
Penelitian ini menunjukkan adanya kekurang puasan terhadap
tahapan penentuan Keluarga Penerima Manfaat dalam implementasi
raskin. Sebagian aparat dan masyarakat kurang setuju karena
menganggap penentuan Keluarga Penerima Manfaat dilakukan secara
sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan aparat
desa/kelurahan dan masyarakat. Sebagian aparat lainnya setuju
sepanjang pelaksanaannya bisa memberikan rasa puas bagi semua
pihak, kekurang puasan yang dirasakan oleh masyarakat bisa diatasi
dengan memberikan pengertian dan pemahaman mengenai maksud
dan tujuan raskin.
Peran Aparat Desa/Kelurahan
Peran dan keaktifan aparat dalam memberikan pelayanan kepada
warga terutama warga yang berhak menerima bantuan beras
bersubsidi sangatlah penting, namun disisi lain berdasarkan hasil
wawancara ternyata ada kelelahan dan keengganan melanjutkan
42

program tersebut kalau bukan dikarenakan tugas dan kewajiban yang
melekat pada jabatan mereka.
Sebagian aparat kelurahan menilai bahwa penghentian program
bantuan raskin tidak akan membuat masyarakat diwilayahnya
menjadi sengsara. Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan
penilaian terhadap keberadaan Raskin. Sebagian aparat lainnya setuju
sepanjang pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat
penerima terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai
keberadaan program tidak memengaruhi etos kerja sebagai aparat
petugas lapangan. Sebagian aparat kurang setuju karena menganggap
Raskin sebagai “program yang hanya memberi ikan, bukannya kail”.
Seperti yang disampaikan Bp. Abdul rahman modin Desa
Karanggeneng yang memiliki pengalaman dalam penanganan secara
langsung dan bersentuhan dengan raskin sejak awal mula adanya
raskin berpendapat:
“Kalau saya tidak cocok dengan program raskin, karena beras yang
dibagikan ke masyarakat miskin tersebut rata-rata kualitasnya jelek.
Jadi tetap kedepan dirubah pola bantuannya, ibarat tidak dikasih
ikan tapi dikasih kail. Karena kalau tetap dilanjutkan tetap aparat
paling bawah yang menjadi korban, menjadi tumpuan dan umpatan
dari yang tidak menerima, secara kasat mata perbedaan antara yang
menerima dan tidak menerima hanya tipis. Gejolaknya lebih
kentara pada saat ada gerakan gotong royong masyarakat desa,
hingga ada yang mengatakan “yang melakukan gotong royong yang
menerima bantuan beras saja” sementara yang tidak menerima
bantuan enggan untuk melakukan kegiatan gotong royong. Ibarat
kucing sepuluh di lempar ikan asin satu, ya pasti saling berebut”
(Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Pelajaran yang cukup berharga bagi pemerintah dalam
menghentikan pelaksanakan program bantuan untuk rakyat miskin,
salah satunya dapat dilihat antara lain pada saat pemerintah
memutuskan untuk menghentikan program Bantuan Langsung Tunai
(BLT), adanya BLT membuat masyarakat menjadi gempar dan suasana
menjadi tidak kondusif namun setelah dihilangkan masyarakat diam
dan kembali tenang, juga tidak ada yang menanyakan maupun protes
terhadap penghentian program tersebut.
43

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20