Gambaran Penderita Mastoiditis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012-2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Mastoiditis merupakan suatu proses inflamasi dari air cells pada mastoid.

Insidensi mastoiditis bervariasi di tiap negara. Tergantung dari kondisi sosioekonomi
penduduk seperti lingkungan kumuh, status kesehatan, tingkat ekonomi penduduk
yang rendah, dan kesejahteraan serta penggunaan antibiotik dalam pengobatan
penyakit telinga tengah (Minovi dan Dazert, 2014).
Sejak terapi antibiotik mulai dikenal pada tahun 1940-an, insidensi mastoiditis
akut telah jauh berkurang. Cochrane review mendapati bahwa pemberian antibiotik
memiliki peran penting dalam menurunkan kejadian mastoiditis pada populasi yang
berisiko (Minovi dan Dazert, 2014). Pada negara yang banyak menggunakan
antibiotik untuk pengobatan otitis media (> 96%), insidensi mastoiditis jauh lebih
rendah, yaitu sekitar 1.2 -2.0 / 100.000. Seperti di Australia yang hanya di bawah 2 /
100.000 / tahun. Sedangkan di negara yang terbatas menggunakan antibiotik dalam
menangani kasus otitis media didapati insidensi yang lebih tinggi, seperti di Belanda
sebesar 3,8 / 100.000 (McMullan, 2009).

Saat ini mastoiditis akut tergolong jarang di negara – negara industri (Isaacs,
2007). Di Amerika Serikat dan negara maju lain, insidensi mastoiditis cukup rendah,
sekitar 0,004%, dan lebih tinggi di negara-negara berkembang. (Psarommatis, et al.,
2012; Palma, et al., 2013). Penelitian dengan metode systematic review

Universitas Sumatera Utara

2

memperkirakan insidensi mastoiditis sebanyak 1 per 1000 anak dengan otitis media
yang tidak ditangani (Isaacs, 2007).
Untuk insidensi terjadinya komplikasi, penelitian skala besar telah
menunjukkan bahwa komplikasi intrakranial berkurang dari 2.3% menjadi 0.24 %.
Total insidensi dari komplikasi mastoiditis berkisar antara 7% hingga 35%, dimana
pembentukan abses subperiosteal tercatat sebagai komplikasi yang terbesar (Minovi
dan Dazert, 2014).
Meskipun penelitian-penelitian terdahulu menyatakan insidensi mastoiditis
berkurang, menurut Minovi dan Dazert (2014) dalam penelitiannya telah terjadi
peningkatan insidensi dalam beberapa tahun terakhir. Insidensi saat ini berkisar
antara 1,2-6,1 per 100.000 penduduk di negara-negara maju. Perkembangan serius

lebih sering muncul pada anak-anak. Peningkatan tersebut juga didukung oleh The
Italian Society for Pediatric Infectious Diseases, yang dalam penelitiannya mendapati
bahwa terjadi peningkatan jumlah mastoiditis akut setiap tahun dalam beberapa tahun
terakhir (tahun 2012 dan 2013) pada anak umur ≥ 4 tahun dan terjadi komplikasi
7.6% dan sekuele sebesar 1.4% (Marchisio, et al., 2014). Halgrimson et al (2014)
juga melaporkan dalam penelitiannya telah terjadi peningkatan insidensi mastoiditis
pada tahun 2008 menjadi 12 / 100.000 orang per tahun, dimana sebelumnya pada
tahun 2001 sempat menurun menjadi 4.5 / 100.000 orang per tahun.
Meningkatnya insidensi diduga berhubungan dengan terbatasnya penggunaan
terapi antibiotik untuk kasus otitis media akut, dosis yang tidak memadai, pilihan
antibiotik, dan meningkatnya resistensi bakteri. (Minovi dan Dazert, 2014). Faktor
lain adalah seringnya anak yang dititipkan di day-care centers sehingga
menyebabkan peningkatan infeksi saluran napas atas yang berdampak terjadinya
otitis media akut, yang merupakan salah satu penyakit yang mendasari terjadinya
mastoiditis. Hal ini dikemukakan oleh Groth et al (2012) yang meneliti hubungan
usia dengan terjadinya mastoiditis akut pada anak-anak Swedia usia 0 sampai 16
tahun. Insidensi tertinggi mastoiditis akut terdapat pada usia sekitar 2 tahun.

Universitas Sumatera Utara


3

Sedangkan menurut Spiro, dan Arnold (2011) rata-rata umur yang terkena adalah 32
bulan, namun berbeda dengan penelitian US yang melaporkan bahwa rata-rata umur
yang terkena adalah 12 bulan.
Perihal terkaitnya usia dengan terjadinya mastoiditis akut juga dilaporkan oleh
Norwegian National Registry Study yang melaporkan insidensi mastoiditis pada
anak-anak di bawah usia 2 tahun berkisar 13,5-16,8 per 100.000 dan untuk yang
berusia 2-16 tahun insidensinya sebesar 4,3-7,1 per 100.000 (Kvaerner, Bentdal, dan
Karevold, 2007). Sedangkan menurut Home dalam penelitiannya, insidensi
mastoiditis di Greenland, Denmark berkisar 1.4 % untuk keseluruhan populasi
Greenlad dan 7.4% untuk anak berusia 0 – 10 tahun (Home, Jensen dan Brofeldt,
2010).
Belum ada data pasti tentang angka insidensi mastoiditis di Asia begitu juga
dengan negara Indonesia. Insidensi mastoiditis akut akibat OMA pada anak kurang
dari 14 tahun adalah 1,2- 4,2 per 100.000 orang per tahun pada negara berkembang
(Home, Jensen, dan Brofeldt, 2010). Negara Indonesia merupakan negara
berkembang yang masih rentan dan berisiko tinggi terhadap penyakit ini. Hal tersebut
didukung oleh Kemenkes RI (2010) yang menyatakan penyakit telinga dan prosesus
mastoid menempati urutan kesepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di

Rumah Sakit Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, oleh sebab itulah perlu dilakukan penelitian
tentang gambaran penderita mastoiditis di RSUP H. Adam Malik, Medan.

1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran penderita mastoiditis di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2012-2014?

Universitas Sumatera Utara

4

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran penderita mastoiditis di RSUP H. Adam Malik Medan

tahun 2012-2014
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1.

Mengetahui proporsi penderita mastoiditis menurut kelompok usia di
RSUP H. Adam Malik Medan

2.

Mengetahui proporsi penderita mastoiditis menurut jenis kelamin di
RSUP H. Adam Malik Medan

3.

Mengetahui proporsi penderita mastoiditis menurut keluhan utama di
RSUP H. Adam Malik Medan

4.


Mengetahui distribusi telinga yang terinfeksi mastoiditis di RSUP H.
Adam Malik Medan

5.

Mengetahui tipe mastoiditis penderita mastoiditis di RSUP H. Adam
Malik Medan

6.

Mengetahui jenis perforasi membran timpani penderita mastoiditis di
RSUP H. Adam Malik Medan.

7.

Mengetahui jenis terapi untuk penderita mastoiditis di RSUP H. Adam
Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang gambaran penderita mastoiditis di RSUP H.
Adam Malik Medan
1.4.2. Bagi Tenaga Medis dan Peneliti Lainnya
Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian lebih dalam yang berhubungan dengan penyakit
mastoiditis
1.4.3. Bagi Peneliti
1. Menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam bidang penelitian
kesehatan
2. Menambah pengetahuan tentang penyakit mastoiditis
3. Sebagai sarana bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh
dari penulisan karya tulis ilmiah ini di lapangan kelak


Universitas Sumatera Utara