Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga Berencana
2.1.1. Definisi Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari
kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3)
mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak dalam keluarga
(Hartanto, 2004).
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga
kecil bahagian dan sejahtera (Juliantoro, 2000).
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun
swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter
praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.
Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR,

implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom

Universitas Sumatera Utara

dapatdiperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa.
Pelayanan kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan
pelayanan AKDR, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan terlatih dan berkompeten.
2.1.2. Tujuan KB
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini
bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran
dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana.
Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan
pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.
Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan dalam
bidang KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan,
pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi,
pelembagaan dan pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan

keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut
terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan
pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB,
penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan
pelaksanaan program di lapangan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Visi dan Misi KB
Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional
adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang
berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu
misinya kedalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi (BKKBN, 2011).

2.2. Kontrasepsi
2.2.1 Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah

terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan
(konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya
guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut
kebutuhan, efek samping dan cara penggunaan sederhana, dapat diterima pasangan
suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya
(Prawiroharjo, 2006).
Dahulu kala pada abad sebelum Masehi, Hipocrates pernah menganjurkan
wanita-wanita yang terlambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras
atau olah raga lebih berat lagi agar mereka mendapat haid lagi. Ada yang mengatakan
bahwa abortus atau pengguguran kandungan mungkin merupakan alat kontrasepsi

Universitas Sumatera Utara

tertua di dunia ini, tetapi abortus ini oleh pandangan agama apa pun tidak dibenarkan
dan di anggap berdosa bagi mereka yang melakukan tindakan pengguguran ini,
bahkan undang-undang di beberapa negara pun menganggap bahwa perbuatan ini
adalah ilegal dan bagi pelakunya dikenakan sanksi hukum (Hellboy, 2008).
2.2.2. Jenis-jenis Kontrasepsi
Memilih alat


kontrasepsi berdasarkan pertimbangan sebagai berikut

(Yuwielueninet, 2008):
a. Efektifitasnya tinggi
b. Tidak menimbulkan efek samping
c. Daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan
d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual
e. Mudah digunakan
f. Harganya terjangkau
Hampir semua pasangan suami-istri memerlukan perencanaan kehamilan dan
sekaligus membatasi jumlah anak. Karena itu, kontrasepsi dibutuhkan. Alasan
penggunaan kontrasepsi bisa macam-macam, dari menunda kehamilan, menjarangkan
jarak kehamilan, sampai menyetop kehamilan, masing-masing pasangan punya
alasan. Mungkin karena urusan sekolah, pekerjaan, usia, kesehatan dan segala
macam. Bisa juga karena sudah memiliki anak dan hendak menunda kehamilan
berikutnya. Atau, ingin berhenti karena anak sudah banyak.

Universitas Sumatera Utara

Seperti kita tahu, ada begitu banyak alat kontrasepsi. Secara garis besar,

kontrasepsi itu dibagi dalam tiga bagian besar yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal,
dan kontrasepsi mantap (Yuwielueninet, 2008).
a. Kontrasepsi Mekanik
Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung. Maksudnya,
kontrasepsi ini mencegah bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada
beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini, yaitu kondom dan
diafragma.
1) Kondom
Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan digunakan
direndam dulu. Kemudian terbuat dari linen. Kini kondom terbuat dari bahan karet
yang tipis dan elastis. Bentuknya seperti kantong. Fungsi kondom sebenarnya untuk
menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam vagina. Perlindungan tersebut
efektif 90 persen. Terlebih jika dipakai bersama dengan spermisida (pembunuh
sperma). Rata-rata, dari 100 pasangan dalam setahun, sekitar 4 wanita yang hamil.
Kondom harganya murah, mudah didapat, tidak perlu resep dokter, tidak perlu
pengawasan dan juga bisa mencegah penularan penyakit kelamin. Tapi tidak selalu
cocok terutama jika pemakai alergi terhadap bahan karet. Dan mungkin saja terjadi
kebocoran, karena bahannya yang sangat tipis.
2) Diafragma
Kontrasepsi wanita yang mirip kondom. Bentuknya seperti topi yang menutupi

mulut rahim. Terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi ini dimasukkan ke

Universitas Sumatera Utara

dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah masuknya sperma ke dalam
rahim. Diafragma digunakan jika akan berhubungan seksual. Setelah itu bisa dilepas
lagi atau tetap pada tempatnya. Karena bahannya lebih tebal dari kondom, kontrasepsi
ini tidak mungkin bocor.
3) Alat Kontrasepsi dalam Rahim
Alat kontrasepsi dalam rahim/AKDR/IUD lebih dikenal dengan nama spiral.
Berbentuk alat kecil dan banyak macamnya. Ada yang terbuat dari plastik seperti
bentuk huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam tembaga berbentuk
seperti angka tujuh (Copper Seven) dan mirip huruf T (Copper T). Selain itu, ada
berbentuk sepatu kuda (Multiload). Yang paling terkenal Copper T dan Multiload.
Kontrasepsi tersebut jadi pilihan karena kenyamanannya. Modifikasi terbaru Copper
T, yaitu Nova T memiliki keunggulan lebih lembut. Alat kontrasepsi ini dimasukkan
ke dalam rahim oleh dokter dengan bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan
menimbulkan reaksi yang dapat mencegah bersarangnya sel telur yang telah dibuahi
di dalam rahim. Alat ini bisa bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun, tergantung
jenisnya dan dapat dibuka sebelum waktunya jika ingin hamil lagi.

Sebagai pemakai, bisa dilakukan pemeriksaan sendiri keberadaan alat
tersebut. Caranya dengan meraba benang alat kontrasepsi tersebut di mulut rahim.
Seandainya Anda sudah melakukan pemasangan kontrasepsi ini, jangan lupa
melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 minggu sekali, 1-2 bulan sekali, atau
setiap enam bulan sampai satu tahun setelah pemasangan. Pemakaian kontrasepsi
tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus berlangsung sampai menjelang

Universitas Sumatera Utara

menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus
diganti. Yang perlu diingat kontrasepsi ini bukanlah alat yang sempurna. Masih ada
kekurangannya. Misalnya, kehamilan bisa tetap terjadi, perdarahan, atau infeksi.
Mungkin akibat benang dari alat tersebut dapat merangsang mulut rahim sehingga
menimbulkan perlukaan dan mengganggu dalam hubungan seksual. Pemakaian
AKDR juga membuat kita lebih mudah keputihan. Karena itu sebaiknya kontrasepsi
ini tidak digunakan jika terdapat infeksi genetalia atau perdarahan yang tidak jelas.
Keuntungannya, alat ini bisa dipakai untuk jangka panjang. Bahkan sama sekali tidak
mengganggu produksi ASI, jika ibu sedang menyusui. Efektifitas pemakaian
kontrasepsi dalam rahim ini, dari seribu pasangan, sekitar 5 wanita dalam setahun
akan hamil.

4) Spermisida
Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan sampai
membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet, atau
aerosol. Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini dimasukkan ke dalam vagina.
Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual dapat dilakukan. Penggunaan
spermisida ini kurang efektif bila tidak dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom
atau diafragma. Dari 100 pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi
karena sering salah dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan.
Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan spermasida. Keluhannya,
tidak enak dan timbul alergi. Selain itu, pemakaiannya agak merepotkan menjelang
hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai kepuasan (Prawirohardjo, 2006).

Universitas Sumatera Utara

b. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi
estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk pil,
suntikan, atau susuk (Prawirohardjo, 2006). Pada prinsipnya, mekanisme kerja
hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur,
mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus sperma, membuat lapisan

dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuhnya hasil konsepsi, saluran
telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu saat bertemunya sperma dan sel
telur.
1) Pil atau Tablet
Pil bertujuan meningkatkan efektifitas, mengurangi efek samping, dan
meminimalkan keluhan. Sebagian besar wanita dapat menerima kontrasepsi ini tanpa
kesulitan. Di Indonesia, jenis ini menduduki jumlah kedua terbanyak dipakai setelah
suntikan. Pil ini tersedia dalam berbagai variasi. Ada yang hanya mengandung
hormon progesteron saja, ada pula kombinasi antara hormon progesteron dan
estrogen. Cara menggunakannya, diminum setiap hari secara teratur. Ada dua cara
meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem 22/21. Untuk sistem 28, pil diminum terus
tanpa pernah berhenti (21 tablet pil kombinasi dan 7 tablet plasebo). Sedangkan
sistem 22/21, minum pil terus-menerus, kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk
mendapat kesempatan menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan haid
(sekuensial).

Universitas Sumatera Utara

Pada


setiap

pil

terdapat

perbandingan

kekuatan

estrogenik

atau

progesterogenik, melalui penilaian pola menstruasi. Wanita yang menstruasi kurang
dari 4 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi. Sedangkan wanita
dengan haid lebih dari 6 hari memerlukan pil dengan efek estrogen rendah. Sifat khas
kontrasepsi hormonal yang berkomponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung,
tegang, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat
menstruasi, Sedangkan yang berkomponen progesteron menyebabkan payudara

tegang, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering.
Penggunaan pil secara teratur dan dalam waktu panjang dapat menekan fungsi
ovarium. Kerugian lainnya, mungkin berat badan bertambah, juga rasa mual sampai
muntah, pusing, mudah lupa, dan ada bercak di kulit wajah seperti flek hitam. Juga
dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal. Kecuali itu, kandungan hormon estrogen
dapat mengganggu produksi ASI. Keuntungannya, pil ini dapat meningkatkan libido,
sekaligus untuk pengobatan penyakit endometriosis. Haid menjadi teratur,
mengurangi nyeri haid, dan mengatur keluarnya darah haid. Efektifitas penggunaan
pil ini 95-98 persen. Jadi, ada sekitar 7 wanita yang hamil dari 1.000 pasangan dalam
setahun.
2) Suntikan
Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini dilakukan
2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan (Depoprovera), setiap 10 minggu
(Norigest), dan setiap bulan (Cyclofem). Salah satu keuntungan suntikan adalah tidak
mengganggu produksi ASI. Pemakaian hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri

Universitas Sumatera Utara

dan darah haid yang keluar. Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena
nafsu makan meningkat. Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga
haid sedikit, bercak atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat
kegagalannya hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun.
3) Susuk
Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada
lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus silastik
(plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti
kipas dengan enam buah kapsul. Kini sedang diuji coba susuk satu kapsul implanon.
Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon atau levonorgestrel. Susuk tersebut akan
mengeluarkan hormon tersebut sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya
menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma (Prawirohardjo,
2006). Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun
(Implanon). Sekarang ada pula yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini
biayanya ringan. Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin
hamil lagi. Efektifitasnya, dari 10.000 pasangan, ada 4 wanita yang hamil dalam
setahun.
Efek sampingnya berupa gangguan menstruasi, haid tidak teratur, bercak atau
tidak haid sama sekali. Kecuali itu bisa menyebabkan kegemukan, ketegangan
payudara, dan liang senggama terasa kering. Kendala lainnya dalam pencabutan
susuk yaitu sulit dikeluarkan karena mungkin waktu pemasangannya terlalu dalam.
Hal tersebut dapat menimbulkan infeksi.

Universitas Sumatera Utara

c. Kontrasepsi Mantap
Dipilih dengan alasan sudah merasa cukup dengan jumlah anak yang dimiliki.
Caranya, suami-istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita).
Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria dan saluran telur pada wanita,
sehingga pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi (Manuaba, 2006).
d. Aman bagi Pasangan Baru Menikah
Pasangan yang baru menikah dan belum berencana mempunyai anak, sebaiknya
menggunakan metode sederhana untuk menunda kehamilan (Yuwielueninet, 2008).
1) Kondom
Sperma yang keluar akan ditampung oleh kondom, sehingga tidak masuk ke
dalam rahim. Kegagalan mungkin saja terjadi. Biasanya karena kondom robek dan
bocor.
2) Pantang Berkala
Untuk menghindari kehamilan, lakukan hubungan intim hanya saat istri dalam
masa tidak subur. Ini bisa dilakukan pada pasangan yang istrinya mempunyai siklus
haid teratur. Kerjasama dan pengertian suami sangat dibutuhkan dalam hal ini.
3) Senggama Terputus
Cara ini mungkin bisa menghindari kehamilan. Konsepnya, mengeluarkan alat
kelamin menjelang terjadinya ejakulasi. Cuma, cara ini memang agak mengganggu
kepuasan kedua belah pihak. Tingkat kegagalannya cukup tinggi, 30-35 persen. Ini
lebih disebabkan suami tidak bisa mengontrol, sehingga sperma tetap saja tertumpah
di mulut rahim dan tetap bisa masuk vagina mengakibatkan kehamilan.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Determinan dalam Kepesertaan KB PUS
Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan kajian mengapa PUS belum dapat
memutuskan untuk ber-KB. Dari faktor personal atau keadaan pasangan usia subur
sendiri, Pemasangan alat KB diperuntukkan bagi pasangan usia subur yang istrinya
berusia diatas 35 tahun dan telah mempunyai 2 anak atau lebih (Manuaba, 2001).
Sebab lain yang juga sangat penting adalah karena kurangnya pengetahuan PUS
sendiri tentang Alat kontrasepsi, sehingga sangat mudah terpengaruh oleh isu atau
mitos yang tidak benar tentang alat KB.
Situasi lingkungan di sekitar PUS, baik itu lingkungan keluarga terdekat,
lingkungan tetangga atau teman, bahkan lingkungan yang lebih luas, mepunyai peran
atau kontribusi dalam hal penentuan pilihan alat kontrasepsi. Budaya masyarakat
Indonesia masih cenderung menjadikan acuan perilaku dirinya dengan melihat atau
meniru dari orang-orang di sekitarnya. Demikian juga dengan pemilihan alat
kontrasepsi, karena lebih banyak masyarakat lain menggunakan alat kontrasepsi
hormonal, baik itu pil atau suntik, maka cenderung akan mengikuti pilihan tersebut.
Faktor situasional yang terjadi pada saat pelayanan KB diantaranya adalah pemberian
informasi atau konseling. Konseling yang diberikan oleh petugas KB sangat
menentukan dalam memutuskan pilihan alat kontrasepsi. Konseling adalah proses
pemberian bantuan kepada akseptor untuk mengenali dan mengatasi persoalan secara
psikologis baik sebelum, selama atau setelah menggunakan alat kontrasepsi (Murad,
2000). Dengan konseling yang tepat diharapkan dapat meningkatkan penerimaan
lanjut (continued acceptability) pada Pus yang belum ber-KB

Universitas Sumatera Utara

Ada dua macam penerimaan terhadap jenis kontrasepsi yakni penerimaan
awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability).
Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan
oleh petugas KB. Penerimaan lebih lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
umur, daerah (desa atau kota), pendidikan dan pekerjaan, agama, motivasi, adat
istiadat, dan tidak kalah pentingnya sifat yang ada pada cara KB tersebut
(Siswosudarmo, 2001).
Menurut Berthrand (1980) perilaku kesehatan berperan dalam menentukan
keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Berthrand menyatakan bahwa
ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi
atau KB yaitu : faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi
pelayanan.
1. Faktor Sosio Demografi
Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup
yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang dicapai,
pendapatan keluarga dan status pekerjaani.
Dari faktor personal atau keadaan pasangan usia subur sendiri, Pemasangan
alat KB diperuntukkan bagi pasangan usia subur yang istrinya berusia diatas 35 tahun
dan telah mempunyai 2 anak atau lebih.Sebab lain yang juga sangat penting adalah
karena kurangnya pengetahuan PUS sendiri tentang Alat kontrasepsi, sehingga sangat
mudah terpengaruh oleh isu atau mitos yang tidak benar tentang alat KB.

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor Sosial-Psikologi
Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang
dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain
adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB,
komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut
perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek
samping alat kontrasepsi.
larangan suami, ketidaksetujuan atau penentangan suami terhadap pemakaian alat
kontrasepsi dengan alasan yaitu suami melarang istrinya untuk memakai alkon karena
melihat efek samping seperti terganggunya kesehatan istri setelah memakai alkon,
suami menginginkan anak dengan jenis kelamin yang berbeda dari yang telah mereka
punyai dan suami menentang istrinya pakai alkon karena suami menginginkan anak
dengan jumlah tertentu sebagai pewaris keturunan dan membantu mencari nafkah
dalam keluarga.
3. Faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan
Lemahnya pelaksanaan Program KB antara lain persepsi keluarga dalam
memilih metode kontrasepsi, faktor sarana pelayanan KB dan ketersediaan alat
kontrasepsi serta faktor penyampaian KIE dan konseling. Adanya kerjasama suami
istri dalam menentukan pilihan terhadap pemakaian alat kontrasepsi sangat
berpengaruh terhadap penurunan kelahiran.
Keterjangkauan program KB terkait dengan berkurangnya jumlah penyuluh
KB dan kurangnya pengetahuan PUS tentang alkon. Serta lemahnya pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Program KB terkait dengan menentukan pilihan terhadap pemakaian alat kontrasepsi
dan peningkatan sarana pelayanan KB serta KIE dan konseling. Sehingga dapat
disimpulkan belum maksimalnya pelaksanaan program KB dan dan tingginya
kelahiran mengakibatkan tidak berkontribusinya pencapaian KBsehingga angka
kelahirancukup tinggi.
Secara ringkas faktor-faktor tersebut dapat dilihat seperti pada gambar
berikut:
Faktor Demografi
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pengetahuan
5. Paritas
Faktor Sosio-Psikologi
1. Pentingnya Nilai Anak Laki-laki
2. Sikap terhadap KB
3. Pengambilan Keputusan dalam
ber-KB
Faktor Pelayanan
1. Keterlibatan dalam ber-KB
2. Penerapan KIE KB oleh Petugas
3. Pengetahuan tentang Kontrasepsi
4. Paparan Media Masa

Perilaku PUS dalam
ber-KB

Gambar 2.1. Sumber Berthrand, 1980

Universitas Sumatera Utara

2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS
a. Umur
Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga
periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35
tahun), dan kurun waktu reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas
data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi
anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun
dan meningkat lagi secara tajam lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya
dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam
pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih
kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
Di Cina sekitar 69% PUS kelompok usia 15-49 tahun menggunakan
kontrasepsi, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut menggunakan AKDR. Pada
kalangan wanita lebih muda AKDR lebih populer, selebihnya menggunakan alat
kontrasepsi yang lain (Dudlay, 1986).
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara
(1998) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi.
Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi
sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita
yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan

Universitas Sumatera Utara

kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan
penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat

mau

melakukan

tindakan-tindakan

(praktik)

untuk

memelihara

(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan
ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran
(Notoatmodjo, 2005).
Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian
kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk
menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecendrungan
lebih sadar untuk menerima program KB.
c. Paritas
Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang isteri untuk menambah
kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seseorang isteri
mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan
juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang isteri mungkin menggunakan alat
kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak melahirkan anak, maka akan semakin
memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat

Universitas Sumatera Utara

memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup keluarga secara
maksimal.
Penelitian oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya
yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan jaminan keamanan pada usia
tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika.
d. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek
(Notoatmodjo, 2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu
yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat diperoleh
dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang sampai
kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio, televisi,
majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).
e. Sikap
1. Defenisi Sikap
Defenisi sikap telah dibuat oleh beberapa ahli misalnya Louis Thurstone (
1928 ), Renisis Likert ( 1932 ) dan Charles Osgood. menurut mereka, sikap
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan ( A. Saifuddin, 2007 ).
sedangkan Notoadmojo ( 2007 ) menyatakan sikap adalah rekasi atau respon

Universitas Sumatera Utara

yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcmb, salah
seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. (Notoadmojo, 2007)
2. Komponen Sikap
Allport (1945) dalam buku Notoadmojo (2007) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai 3 komponen pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap sesuatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.dalam
penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinanan dan emosi
memegang peranan penting. misal seorang ibu telah mendengar tentang
program KB (cara, efek samping dan jenisnya). Pengetahuan ini akan
membawa ibu untuk berpikir dan berusaha untuk kepesertaannya dalam
berKB, ibu ini mempunyai sikap yaitu menerima, merespon, menghargai,
bertanggung jawab. (Notoadmojo, 2007)
Penelitian

Ekarini,

SMB

(2008)

menyatakan

bahwa

aktor

sikap

mempengaruhi keikutsertaan pria dalam program KB, sedangkan penelitian
Nasution ,Y ( 2010 ) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara faktor
sikap dengan keikutsertaaan PUS dalam penggunaan KB IUD, hal yang sama

Universitas Sumatera Utara

juga dinyatakan Casuli ( 2005 ) bahwa faktor sikap mempunyai hubungan
yang bermakna dengan keikutertaan KB.
f. Dukungan Suami
Kaplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, termasuk suami
memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
1. Dukungan Emosional
Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
2. Dukungan Informasional
Suami berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi
tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang
dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
3. Dukungan Penilaian
Suami bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi
pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga
diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

Universitas Sumatera Utara

4. Dukungan instrumental
Suami merupakan seorang memberikan pertolongan atau bantuan secara
langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang
diperlukan, peralatan, meminjamkan uang, sarana pendukung lain dan termasuk
di dalamnya memberikan peluang waktu.
5. Dukungan Petugas
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari
tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam
masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman,
ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang
bersangkutan (Sarwono, 2001).

2.5.Landasan Teori
Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh
karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau
pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk
mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan
segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan Keluarga Berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, dan sikap
dari setiap pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran, disamping hal
tersebut masih ada masyarakat yang sulit untuk memutuskan dalam menggunakan

Universitas Sumatera Utara

alat kontrasepsi. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku
kesehatan.
Konsep yang di jadikan landasan teori dengan teori Berthrand (1980) faktorfaktor yang memengaruhi PUS belum ber-KB yaitu : faktor sosiodemografi
(pendidikan, pengetahuan , pekerjaan, umur), faktor sosiopsikologis (Pentingnya nilai
anak laki-laki, sikap terhadap KB, pengambilan keputusan dalam ber-KB), faktor
yang berhubungan dengan pelayanan (keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan
dengan KB, penerapan KIE KB, pengetahuan tentang kontrasepsi, paparan media
masa).

Universitas Sumatera Utara

2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Demografi
1.
2.
3.
4.
5.

Usia
Pendidikan
Pengetahuan
Paritas
Pekerjaan

Faktor Sosio-psikologi
Sikap terhadap KB
Kepesertaan KB PUS
Dukungan suami
Faktor Pelayanan
Dukungan petugas
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

2 81 143

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

11 94 129

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PUS MENGIKUTI KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 2 16

PENDAHULUAN Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 1 5

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PUS MENGIKUTI KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 1 19

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 18

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 2

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 10

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 1 2

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 27