Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LAMA KETIDAKLANGSUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)
PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATUMBAK TAHUN 2013
TESIS
Oleh
SUMARNI BR. DAMANIK 117032208/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
THE FACTORS INFLUENCED THE LENGTH OF INTRAUTERINE DEVICE (IUD) DISCONTINUATION AMONG MOTHERS IN
FERTILE AGE COUPLES IN THE WORKING AREA OF PATUMBAK HEALTH CENTER
IN 2013
THESIS
By
SUMARNI BR. DAMANIK 117032208/IKM
MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LAMA KETIDAKLANGSUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)
PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATUMBAK TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUMARNI BR. DAMANIK 117032208/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(4)
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LAMA KETIDAKLANGSUNGAN
PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATUMBAK TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : SUMARNI BR. DAMANIK Nomor Induk Mahasiswa : 117032208
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (
Ketua Anggota
dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K))
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
(5)
Telah diuji
Pada Tanggal : 26 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes
Anggota : 1. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K) 2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS
(6)
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LAMA KETIDAKLANGSUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)
PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATUMBAK TAHUN 2013
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
Sumarni Br. Damanik 117032208/IKM
(7)
ABSTRAK
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. Pemakaian metode AKDR cenderung menurun dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari sedikitnya pertambahan jumlah akseptor AKDR baru dari tahun ke tahun. Sekitar 12% peserta AKDR berhenti menggunakan AKDR dengan alasan karena efek samping.
Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, Populasi adalah seluruh akseptor KB AKDR yang memakai mulai tahun 2007 dan drop out tahun 2012, yang terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang dan sampel berjumlah 99 orang. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu pasangan usia subur yang lama ketidaklangsungan pemakaian AKDRnya >12 bulan sebanyak 63,6% dan yang lama ketidaklangsungan pemakaian ≤12 bulan sebanyak 36,4%. Ada pengaruh pengetahuan, sikap, persepsi, efek samping, ingin punya anak lagi, dan peran petugas kesehatan terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR di wilayah kerja Puskesmas Patumbak. Variabel yang paling berpengaruh terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR adalah efek samping dengan nilai koefisien B = 1,657.
Diharapkan pihak Puskesmas Patumbak untuk meningkatkan pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) melalui sosialisasi program KB AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efisien (pemakaian selama 8 tahun). Petugas keluarga berencana untuk turun langsung melakukan pendekatan pada ibu dengan frekuensi yang lebih sering, menilai permasalahan dan membantu di dalam pengambilan keputusan sehingga mampu mengubah sikap dan persepsi negatif ibu tentang AKDR serta meningkatkan pengetahuan ibu.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Efek Samping, Ingin Punya Anak Lagi, Peran Petugas Kesehatan, Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR
(8)
ABSTRACT
An intrauterine device (IUD) is a contraception inserted through the cervix and placed in the uterus. The use of IUD tends to decline from time to time. It is seen from the less number of new IUD acceptors over time and about 12% of IUD acceptors have stopped using IUD due to side effects reason.
The research was descriptive analytical study with cross-sectional approach. The population were Family Planning acceptors using IUD from 2007 and discotinuated in 2012 registered in Patumbak Health Center, Deli Serdang District, and ninety nine of them were selected as the samples. The data were analyzed through multiple logistic regression test.
The result of this study showed that 63.6% of` the mothers in fertile age couples had the length of IUD discontinuation >12 months, and 36.4% of them had ≤ 12 months. Knowledge, attitude, perception, side effect, desiring another child, and role of health personnels had influence on the length of IUD discontinuation in the working area of Patumbak Health Center. Side effect was the most influencing variable on the length of IUD discontinuation (B coefficient =1.657).
The management of Patumbak Health Center is suggested to improve the Education, Information and Communication (EIC) service through socialization of IUD as an effective and efficient long term contraception (use for 8 years). Family planning personnel visit directly by doing approach to the mothers in fertile age couple mostly, assess the problem and help in decision-making so they can change the negative attitudes and perception about the IUD and improve mother’s knowledge.
Keywords: Knowledge, Attitude, Perception, Side Effect, Desiring Another Child, Role of Health Personnel, IUD Discontinuation
(9)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
(10)
5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya penulisan tesis ini.
6. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K), selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.
7. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes, dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
8. dr. Hj. Lenni Estiani, selaku Kepala Puskesmas Patumbak beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
9. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
10.Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda (Alm) J. Damanik dan Ibunda (Alm) R. Br. Saragih serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.
11.Teristimewa buat suami tercinta Tombor Marbun dan anakku Ella Risa Marbun dan Elva Ananda Putri Marbun berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.
(11)
12.Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.
13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu,saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan kiranya Tuhan memberkati kita semua, semoga semakin hari semakin indah berkat dan karuniaNya bagi kita.amin.
Medan, Oktober 2013 Penulis
Sumarni Br. Damanik 117032208/IKM
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sumarni Br. Damanik, lahir pada tanggal 1 Maret 1976 di Dalam Saribu Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jalan Roso Komplek Taman Marindal Mas Blok H No. 20 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Penulis merupakan anak dari pasangan ayahanda Alm. J. Damanik dan ibunda Alm. R. Br. Saragih, anak keenam dari tujuh bersaudara.
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri Tapak Mariah Kecamatan Bangun Purba (1988), SMP Swasta Silinda Kecamatan Bangun Purba (1991 ), Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Tebing Tinggi (1994), Program Pendidikan Bidan (D-1) di Kesdam I/BB Medan (1995), Diploma III Kebidanan Politeknik Kesehatan Medan (2007), Program Studi D-IV Bidan Pendidik di STIKes Helvetia Medan (2010) dan tahun 2011 – 2013 Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis bekerja sebagai Bidan PTT tahun 1995 – 2003 di Pulau Tello Nias, pada tahun 2003-2006 bekerja sebagai Bidan PTT di Puskesmas Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2007 sampai saat ini penulis bekerja sebagai PNS di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 13
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Hipotesis ... 14
1.5 Manfaat Penelitian ... 14
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1 Kontrasepsi ... 15
2.2 AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) ... 16
2.3 Perilaku ... 32
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu Pasangan Usia Subur ... 35
2.5 Landasan Teori ... 51
2.6 Kerangka Konsep ... 53
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54
3.1 Jenis Penelitian ... 54
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54
3.3 Populasi dan Sampel ... 55
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 56
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 59
3.6 Metode Pengukuran ... 61
3.7 Metode Analisis Data ... 66
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 68
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 68
(14)
4.3 Faktor Predisposisi Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas
Patumbak ... 72
4.4 Faktor Pendukung Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak ... 77
4.5 Faktor Pendorong ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak ... 80
4.6 Hubungan Faktor Predisposisi (Umur, Jumlah Anak, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Persepsi) dengan Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 83
4.7 Hubungan Faktor Pendukung (Efek Samping, ganti Alat Kontrasepsi, Ingin Punya Anak Lagi dan Ketersediaan AKDR) dengan Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 86
4.8 Hubungan Faktor Pendorong (Dukungan Suami dan Peran Petugas Kesehatan) dengan Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 87
4.9 Analisis Multivariat ... 89
BAB 5. PEMBAHASAN ... 95
5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi (Umur, Jumlah Anak, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Persepsi) terhadap Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 95
5.2 Pengaruh Faktor Pendukung (Efek Samping, Ganti Alat Kontrasepsi, dan Ingin Punya Anak Lagi) terhadap Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 105
5.3 Pengaruh Faktor Pendorong (Dukungan Suami dan Peran Petugas Kesehatan) terhadap Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 111
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117
6.1 Kesimpulan ... 117
6.2 Saran ... 118
DAFTAR PUSTAKA ... 119 LAMPIRAN
(15)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1 Rencana Waktu Penelitian ... 55 3.2 Hasil Uji Validitas dan reliabilitas dan Instrumen Variabel
Independen ... 57 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 61 3.4 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 66 4.1 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja
Puskesmas Patumbak Menurut Desa 2012 ... 69 4.2 Jumlah Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak
Tahun 2012 ... 70 4.3 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak
Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 ... 70 4.4 Jumlah Peserta Aktif Metode Kontrasepsi di Wilayah Kerja
Puskesmas Patumbak Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 ... 71 4.5 Distribusi Frekuensi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR
di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 71 4.6 Distibusi Frekuensi Karakteristik Ibu PUS (Umur, Jumlah Anak,
Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Persepsi) di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 72 4.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan di
Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013... 73 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Sikap di Wilayah
Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 75 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi di
(16)
4.10 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung Ibu PUS (Efek Samping, Ganti Alat Kontrasepsi dan Ingin Punya Anak Lagi) di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 78 4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Efek Samping di
Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013... 78 4.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Ganti Alat
Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 .. 79 4.13 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Ingin Punya Anak
Lagi di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 80 4.14 Distribusi Frekuensi Faktor Pendorong Ibu PUS (Dukungan
Suami dan Peran Petugas Kesehatan) di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013... 80 4.15 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Dukungan Suami
di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 81 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Peran Petugas
Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 82 4.17 Hubungan Faktor Predisposisi Ibu PUS (Umur, Jumlah Anak,
Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Persepsi) dengan Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 85 4.18 Hubungan Faktor Pendukung Ibu PUS (Efek Samping, Ganti Alat
Kontrasepsi, Ingin Punya Anak Lagi dan Ketersediaan AKDR) dengan Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 87 4.19 Hubungan Faktor Pendorong Ibu PUS (Dukungan Suami dan
Peran Petugas Kesehatan) dengan Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013 ... 88 4.20 Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)... 89 4.21 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda ... 90
(17)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Jenis-Jenis AKDR ... 20 2.2 Teori Perilaku dari Green ... 52 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 53
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Surat Persetujuan Sebagai Subjek Penelitian ... 124
2 Instrumen Penelitian... 125
3 Master Data Uji Validitas dan Reliabiltas ... 132
4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 133
5 Master Data Penelitian ... 142
6 Hasil Analisis Univariat ... 146
7 Hasil Analisis Bivariat ... 157
8 Hasil Analisis Multivariat ... 168
(19)
ABSTRAK
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. Pemakaian metode AKDR cenderung menurun dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari sedikitnya pertambahan jumlah akseptor AKDR baru dari tahun ke tahun. Sekitar 12% peserta AKDR berhenti menggunakan AKDR dengan alasan karena efek samping.
Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, Populasi adalah seluruh akseptor KB AKDR yang memakai mulai tahun 2007 dan drop out tahun 2012, yang terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang dan sampel berjumlah 99 orang. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu pasangan usia subur yang lama ketidaklangsungan pemakaian AKDRnya >12 bulan sebanyak 63,6% dan yang lama ketidaklangsungan pemakaian ≤12 bulan sebanyak 36,4%. Ada pengaruh pengetahuan, sikap, persepsi, efek samping, ingin punya anak lagi, dan peran petugas kesehatan terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR di wilayah kerja Puskesmas Patumbak. Variabel yang paling berpengaruh terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR adalah efek samping dengan nilai koefisien B = 1,657.
Diharapkan pihak Puskesmas Patumbak untuk meningkatkan pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) melalui sosialisasi program KB AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efisien (pemakaian selama 8 tahun). Petugas keluarga berencana untuk turun langsung melakukan pendekatan pada ibu dengan frekuensi yang lebih sering, menilai permasalahan dan membantu di dalam pengambilan keputusan sehingga mampu mengubah sikap dan persepsi negatif ibu tentang AKDR serta meningkatkan pengetahuan ibu.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Efek Samping, Ingin Punya Anak Lagi, Peran Petugas Kesehatan, Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR
(20)
ABSTRACT
An intrauterine device (IUD) is a contraception inserted through the cervix and placed in the uterus. The use of IUD tends to decline from time to time. It is seen from the less number of new IUD acceptors over time and about 12% of IUD acceptors have stopped using IUD due to side effects reason.
The research was descriptive analytical study with cross-sectional approach. The population were Family Planning acceptors using IUD from 2007 and discotinuated in 2012 registered in Patumbak Health Center, Deli Serdang District, and ninety nine of them were selected as the samples. The data were analyzed through multiple logistic regression test.
The result of this study showed that 63.6% of` the mothers in fertile age couples had the length of IUD discontinuation >12 months, and 36.4% of them had ≤ 12 months. Knowledge, attitude, perception, side effect, desiring another child, and role of health personnels had influence on the length of IUD discontinuation in the working area of Patumbak Health Center. Side effect was the most influencing variable on the length of IUD discontinuation (B coefficient =1.657).
The management of Patumbak Health Center is suggested to improve the Education, Information and Communication (EIC) service through socialization of IUD as an effective and efficient long term contraception (use for 8 years). Family planning personnel visit directly by doing approach to the mothers in fertile age couple mostly, assess the problem and help in decision-making so they can change the negative attitudes and perception about the IUD and improve mother’s knowledge.
Keywords: Knowledge, Attitude, Perception, Side Effect, Desiring Another Child, Role of Health Personnel, IUD Discontinuation
(21)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai batas waktu tahun 2015 (Muryanta, 2011). Indonesia membuka akses kesehatan reproduksi secara universal kepada seluruh individu yang membutuhkan termasuk di dalamnya adalah peningkatan Contraceptive Prevalence Rate (CPR). Telah terjadi pergeseran paradigma yang cukup signifikan dalam pelaksanaan program KB yaitu dari pendekatan demografis menjadi mengedepankan aspek hak-hak asasi manusia (Witjaksono, 2012).
Berdasarkan proyeksi penduduk yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2025, perkiraan penduduk Indonesia sekitar 273,65 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cenderung menurun, dimana pada tahun 1971-1980 adalah 2,30 persen, tahun 1971-1980-1990 adalah 1,97 persen, tahun 1990-2000 sebanyak 1,49 persen dan tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 1,3 persen. Namun bila dilihat menurut provinsi, laju pertumbuhan penduduk tersebut tidak merata, berfluktuasi dan malah ada yang meningkat. Sementara itu, angka Total Fertility Rate (TFR) pada pasangan usia subur di Indonesia menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dibanding dengan tahun 2002 dari survei yang sama tidak mengalami perubahan atau stagnasi (Asih dan Oesman, 2009).
(22)
Program KB Nasional telah memiliki visi dan misi terbaru yang tertuang dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) tahun 2010-2014, yaitu dengan visi penduduk tumbuh seimbang 2015 dan misinya mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan serta mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera (Muryanta, 2011).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 diarahkan kepada pengendalian kualitas penduduk melalui tiga prioritas utama (1) Revitalisasi Program KB; (2) Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk; dan (3) Peningkatan ketersediaan dan kualitas data serta informasi kependudukan yang memadai, akurat dan tepat waktu. Selain itu dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menekankan perlunya dilakukan perubahan/penyerasian terhadap Renstra BkkbN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2010-2014 yang meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya (Witjaksono, 2012).
Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (Witjaksono, 2012). Salah satu upaya membentuk keluarga kecil berkualitas dengan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan
(23)
kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk dalam kelompok ini adalah metoda kontrasepsi mantap (pria dan wanita), implant, dan AKDR atau Intra Uterine Device (IUD) (Asih dan Oesman, 2009).
Pemakaian MKJP memiliki banyak keuntungan, baik dilihat dari segi program, maupun dari sisi klien (pemakai). Disamping mempercepat penurunan TFR, penggunaan kontrasepsi MKJP juga lebih efisien karena dapat dipakai dalam waktu yang lama serta lebih aman dan efektif. Metoda kontrasepsi ini sangat tepat digunakan pada kondisi krisis yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat yang tergolong kurang mampu/miskin. Dalam situasi ini, kelompok masyarakat miskin merupakan fokus garapan pemerintah yang dianggap sangat strategis. Dilihat angka kegagalan MKJP relatif lebih rendah dibanding non-MKJP. Angka kegagalan MKJP dilaporkan sebesar 0-2 per 1000 pengguna, sedangkan metoda non-MKJP dilaporkan terjadi lebih dari 10 per 1000 pengguna. Dari hal tersebut terlihat bahwa metoda MKJP lebih efektif untuk dapat mencegah terjadinya kehamilan pada penggunanya (Asih dan Oesman, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (31,9%), pil (13,6%), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (3,9%), Norplant (3,3%), sterilisasi wanita (3,2%), kondom (1,8%), sterilisasi pria (0,2%), dan sisanya merupakan peserta KB sederhana yang masing-masing menggunakan cara sederhana seperti pantang berkala
(24)
maupun senggama terputus (Retnowati, 2010). Hal ini berarti AKDR menempati urutan ketiga dari berbagai jenis kontrasepsi yang digunakan.
Program KB telah dinyatakan cukup berhasil di Indonesia dan kontrasepsi AKDR/IUD juga merupakan alat kontrasepsi yang cukup populer, namun masih banyak didapati di berbagai daerah penurunan penggunaan metode kontrasepsi AKDR/IUD (Mujihartinah, 2009). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), peserta KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) menurun dari 14,6 persen pada Tahun 2002-2003, dan menjadi 10,9 persen pada Tahun 2007. Metode kontrasepsi AKDR/IUD cenderung mengalami penurunan dari 6,2 persen pada tahun 2002 sampai tahun 2003 menurun menjadi hanya 4,9 persen pada Tahun 2007 (Witjaksono, 2012).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 persentase peserta KB baru yang menggunakan suntikan 48,20%, pil 27,95%, AKDR/IUD sebesar 6,55%, implan 8,02%, kondom 7,81%, MOW (Metode Operasi Wanita) 1,20% dan MOP (Metode Operasi Pria) 0,27%. Sedangkan persentase peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi suntikan 46,47%, pil 25,81%, AKDR/IUD 11,28%, implan 8,82%, MOW 3,49%, kondom 2,96% dan MOP 0,71%. Berdasarkan data tersebut di atas berarti penggunaan AKDR masih lebih kecil pada peserta KB baru dan peserta KB aktif dibandingkan KB suntikan dan pil.
Rendahnya penggunaan MKJP yang salah satunya AKDR dipengaruhi oleh faktor pengguna dan penyedia pelayanan KB. Salah satu faktor yang dianggap berkontribusi dengan kecenderungan pemilihan metode kontrasepsi jangka pendek
(25)
adalah faktor penerimaan atau image terhadap kontrasepsi tersebut. Selain itu dari sisi penyedia pelayanan, MKJP membutuhkan tenaga yang berkompeten, sarana dan prasarana penunjang pelayanan yang memadai (Witjaksono, 2012).
AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. AKDR mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Efektifitas AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% sampai 100% bergantung pada jenis AKDR. AKDR terbaru seperti copper T 380o
Pemakaian metode AKDR cenderung menurun dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari sedikitnya pertambahan jumlah akseptor AKDR baru dari tahun ke tahun. Menurunnya jumlah pengguna ulang AKDR, serta banyaknya jumlah akseptor yang mengganti metoda dari AKDR ke metoda lain. Sekitar 12% peserta AKDR berhenti menggunakan AKDR dengan alasan karena efek samping. Walaupun kontrasepsi AKDR sangat efektif dan berjangka waktu lama, AKDR ini kurang begitu diminati masyarakat karena prosedur pemasangannya cukup rumit, harus dikerjakan oleh tenaga medis terlatih dan terkesan tabu karena alat kontrasepsi di masukkan ke dalam kemaluan akseptor sehingga wanita seringkali takut selama pemasangan. Selain itu, kontrasepsi AKDR juga memiliki risiko komplikasi atau efek samping yang menimbulkan perasaan tidak nyaman seperti haid menjadi lebih banyak, dismenore, perdarahan antar menstruasi, dan jika berat dapat menyebabkan anemia, serta bisa memiliki efektivitas yang cukup tinggi bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan (Meilani dkk, 2010).
(26)
menyebabkan perforasi dinding uterus jika pemasangannya tidak benar. Hal ini menyebabkan pengguna AKDR makin mengalami penurunan (Marlinda, 2011).
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device) merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, reversibel dan berjangka panjang, serta dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif. Adapun efek samping yang umum terjadi dari AKDR adalah nyeri bersenggama, menstruasi banyak, keputihan. Hal ini menyebabkan ketidakberlangsungan pemakaian AKDR meningkat. Efek samping pada pemakaian AKDR kadang tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan obat-obatan saja dan pada akhirnya akseptor menghentikan pemakaiannya (Utami dkk, 2011).
Menurut Indiarti (2012) efektivitas AKDR mencapai 97-98%, tergantung dari jenis AKDR yang dipakai. Alat tersebut bisa dipakai dalam rahim sampai 2-5 tahun sebelum dilepas. AKDR merupakan kontrasepsi yang paling menguntungkan. Di lihat dari efek samping yang ditimbulkannya, alat kontrasepsi ini seharusnya paling banyak dijadikan pilihan dan paling mungkin dipakai dalam setiap kondisi. Adapun keuntungan penggunaan AKDR yaitu 1) meningkatkan kenyamanan hubungan suami dan isteri karena rasa aman terhadap risiko kehamilan. 2) dapat dipasang segera setelah melahirkan atau keguguran. 3) kesuburan segera kembali setelah AKDR dicabut/dibuka. 4) cocok untuk mencegah kehamilan atau menjarangkan kehamilan dalam jangka panjang. 5) tidak terpengaruh oleh faktor lupa dari si pemakai. 6) tidak mengganggu hubungan pasangan suami-isteri. 6) tidak ada efek samping hormonal. 7) tidak mengganggu laktasi. 8) tidak berinteraksi dengan obat-obatan.
(27)
Efektivitas suatu alat kontrasepsi dapat memengaruhi kelangsungan atau ketidaklangsungan akseptor dalam penggunaannya. Begitupun dengan AKDR, walaupun efektivitasnya tinggi, tetapi ketidaklangsungan pemakaiannya juga cukup tinggi, sehingga menjadi salah satu penghambat dalam gerakan keluarga berencana nasional (Manuaba, 2005).
Salah satu ukuran dari kualitas pemakaian alat kontrasepsi adalah efektifitas pemakaian kontrasepsi yang semakin tinggi, tetapi masih terdapat 31% akseptor berhenti (putus pakai atau drop out) menggunakan kontrasepsi di Indonesia, sedangkan angka ketidaklangsungan (drop out) untuk AKDR sebanyak 9.9% (Bappenas, 2010). Alasan ketidaklangsungan seperti kegagalan kontrasepsi, ketidakpuasan terhadap alat/cara KB, efek samping, dan kekurangtersediaan alat/cara KB. Tingkat ketidaklangsungan yang tinggi, kegagalan alat/cara KB dan pergantian alat/cara KB bisa mengindikasikan bahwa diperlukan perbaikan dalam pemberian konseling tentang pemilihan alat/cara KB, pelayanan lanjutan dan penyediaan pelayanan yang lebih luas (Sudarianto, 2010).
Menurut SDKI tahun 2002-2003 tingkat ketidaklangsungan pemakaian (drop out) kontrasepsi mencapai 20% di 33 propinsi di Indonesia, sedangkan SDKI pada tahun 2007 meningkat menjadi 26%. Terjadinya peningkatan angka drop out dengan alasan pertama 10% disebabkan karena rasa takut akibat efek samping dan masalah kesehatan lainnya. Alasan lain drop out ber-KB ini adalah karena ingin hamil 5%, alasan yang berhubungan dengan metode penggunaan alat KB 5%, alasan lain disebabkan oleh biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekuensi hubungan seksual
(28)
yang jarang sebesar 3% dan kegagalan alat KB 2%. Sedangkan proporsi pemakaian kontrasepsi yang ganti cara ke metode lain sebesar 13% (Witjaksono, 2012).
Di Indonesia jumlah peserta baru KB AKDR pada tahun 2009 hanya 4,3% (43.184 PUS) dari jumlah peserta KB yaitu 1.003.015 PUS. Metode kontrasepsi
AKDR belum dapat menarik akseptor untuk menggunakannya sebagai alat untuk
menjarangkan kehamilan. Padahal metode kontrasepsi AKDR ini merupakan salah satu
metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), yang mempunyai efektifitas 0,6-0,8
kehamilan dari 100 perempuan dalam satu tahun pertama penggunaan (Musdalifah,
2010). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa rendahnya pemakaian kontrasepsi
AKDR dikarenakan ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode AKDR disebabkan informasi yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang lengkap (Maryatun, 2009).
Studi yang dilaksanakan Maryatun (2009) di Kabupaten Sukoharjo pada bulan April 2007 menyebutkan bahwa lima dari tujuh akseptor KB merasa malu pada saat pemasangan AKDR/IUD dan merasa takut dengan adanya perdarahan yang berlebihan pada saat menstruasi. Pentingnya informasi tentang AKDR/IUD sangat dibutuhkan bagi akseptor KB. Penelitian Bruce tahun 1990 di Amerika Serikat juga menjelaskan bahwa informasi merupakan suatu bagian dari pelayanan keluarga berencana yang sangat berpengaruh bagi calon akseptor maupun akseptor pengguna mengetahui apakah kontrasepsi yang dipilih telah sesuai dengan kondisi kesehatan dan sesuai dengan tujuan akseptor dalam memakai kontrasepsi tersebut. Informasi sangat menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, sehingga informasi yang
(29)
lengkap mengenai kontrasepsi sangat diperlukan guna memutuskan pilihan metode kontrasepsi yang akan dipakai (Maryatun, 2009).
Penelitian di El Salvador oleh Katz, Jhonson, Janowits pada tahun 2002 dalam Mujihartinah (2009) mengatakan bahwa tingkat ketidaklangsungan AKDR/IUD tinggi disebabkan oleh adanya rumors, kurangnya perhatian dan metode selama konseling dan keterampilan petugas. Penggunaan kontrasepsi IUD perlu dicermati mengingat sumbangan penggunaan AKDR/IUD terhadap penurunan fertilitas tidak diragukan lagi, karena efektifitas dan tingkat kembalinya kesuburan yang cukup tinggi. Risiko kegagalan IUD khususnya TCU 380A adalah 0,8 tiap 100 wanita bahkan bisa 1:170 wanita pemakaian tahun pertama, sedangkan pil sebesar 1-8%, suntik KB kurang dari 1%.
Pada penelitian Sumawan dan Ernawati (2006) yang berjudul “Cost Effectiveness Analysis of IUD, Injection and Pill Contraception Methods through Quality of Life Approach” didapatkan hasil angka efek samping dan kegagalan yang ditimbulkan IUD memiliki prosentase lebih kecil dibandingkan dengan persentase angka kegagalan dan efek samping yang ditimbulkan kontrasepsi pil dan suntik.
Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010a) adalah faktor predisposisi atau predisposing (pengetahuan, pendidikan, paritas, kepercayaan, nilai dan sikap), faktor pendukung atau enabling factors (ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas
(30)
pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan) dan faktor pendorong atau reinforcing factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga peran petugas kesehatan).
Melalui penelitian Sambosir (2009) menemukan bahwa determinan pemakaian kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor sosio demografi yaitu jumlah anak masih hidup, pengetahuan semua metode KB modern, pendidikan, agama, kasta, keterpaparan pada media massa dan diskusi KB dengan suami. Penelitian Kusumaningrum (2009), beberapa faktor-faktor lain yang memengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, dan dukungan dari suami. Faktor-faktor ini nantinya juga akan memengaruhi keberhasilan program KB. Sedangkan penelitian Dewi (2012), tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR.
Pertimbangan akseptor dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga kurangnya pengetahuan tentang kesesuaian alat kontrasepsi dengan tujuan penggunaannya (kebutuhan), persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut, tempat pelayanan dan kontraindikasi dan alat kontrasepsi yang bersangkutan. Pemahaman keluarga tentang kesehatan reproduksi termasuk pemilihan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, akses informasi
(31)
dan ketersediaan pelayanan kesehatan, serta tingkat pemahaman kesehatan reproduksi (Indrawati, 2011).
Pengetahuan yang rendah menyebabkan wanita takut menggunakan alat kontrasepsi tersebut karena sebelumnya rumor kontrasepsi yang beredar di masyarakat. Pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi akan menumbuhkan sikap positif terhadap metode tersebut serta menimbulkan niat untuk menggunakannya. Wanita Indonesia menghentikan penggunaan IUD karena kurangnya sosialisasi dan pemberian informasi kepada masyarakat. Selain informasi, banyak hal yang terkait dengan pemakaian alat kontrasepsi baik dari sudut pandang ibu terhadap alat kontrasepsi tersebut maupun akses dan kualitas pelayanan KB. Padahal, IUD secara teoritis merupakan cara kontrasepsi yang cukup ideal karena pada umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan, angka kegagalan kecil (0,6 - 0,8 per 100 kehamilan), cocok untuk semua umur, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh (pengaruh hanya satu tempat), tidak memengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar ASI (air susu ibu), mencegah kehamilan untuk jangka waktu yang cukup lama, sekali pasang untuk beberapa tahun (2-10 tahun), tidak perlu sering melakukan pemeriksaan ulang, dan kesuburan cepat kembali setelah dilepas (Indrawati, 2011).
Pengalaman penggunaan metode kontrasepsi, informasi dan keterangan yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas, media massa dan media elektronik serta informasi dari akseptor lain yang juga telah menggunakan AKDR, menimbulkan suatu persepsi tersendiri pada akseptor tentang metode kontrasepsi AKDR itu sendiri.
(32)
Persepsi adalah pengalaman seseorang terhadap objek peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan suatu pesan (Marlinda, 2011). Menurut Maryatun (2009) faktor yang berhubungan langsung dengan ketidak-langsungan pemakaian kontrasepsi adalah persepsi. Persepsi ibu dan berbagai dukungan terhadap pemakaian alat kontrasepsi terutama suami ataupun masyarakat akan berpengaruh terhadap akseptor. Suami dihubungkan dengan norma yang dianut dalam kehidupan masyarakat.
Jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak 13.103.596 orang dengan jumlah PUS sebanyak 3.097.532 orang. Akseptor KB sebanyak 1.699.804 orang (45,2%) (BPS Propsu, 2012). Jumlah akseptor AKDR pada tahun 2012 di Propinsi Sumatera Utara sebanyak 191.345 orang terdiri dari peserta KB aktif sebanyak 160.152 orang dan peserta KB baru yaitu 31.193 orang. Hingga Desember 2012 jumlah peserta KB aktif AKDR yaitu 153.925 orang, sedangkan angka ketidakberlangsungan (dropout) sebanyak 37.420 orang (24,3%) (BkkbN Provinsi Sumatera Utara, 2013)
Berdasarkan data yang diperoleh dari BkkbN Kabupaten Deli Serdang (2012) bahwa jumlah peserta AKDR di Kabupaten Deli Serdang per Desember 2012 sebanyak 30.172 orang, yang aktif sebanyak 26.012 orang, sedangkan yang dropout sebanyak 4.160 orang (15,99%).
Berdasarkan data yang diperoleh dari BkkbN Kabupaten Deli Serdang (2012) bahwa Kecamatan Patumbak jumlah peserta aktif per Desember 2012 sebanyak 995 orang, yang aktif sebanyak 896 orang, sedangkan yang dropout sebanyak 99 orang
(33)
(11,05%). Lamanya pemakaian akseptor memutuskan untuk berhenti menggunakan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Patumbak rata-rata dalam 1 tahun (≤ 12 bulan).
Beberapa alasan yang menyebabkan akseptor menghentikan penggunaan AKDR yaitu adanya efek samping, ingin punya anak lagi, ganti alat kontrasepsi yang lain, kurang dukungan dari suami, kurangnya pengetahuan dan informasi dari petugas, sehingga adanya anggapan ibu PUS yang tidak melangsungkan pemakaian AKDR menyatakan bahwa AKDR dapat berpindah ke jantung, paru-paru, dan hati, serta dapat menyebabkan tumor pada rahim. Hasil wawancara diketahui bahwa mereka mengatakan penyuluhan tentang penggunaan kontrasepsi sudah pernah dilakukan, tetapi untuk penyuluhan secara spesifik tentang AKDR belum pernah dilakukan, membuat PUS kurang mendapatkan informasi yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ingin dilakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang memengaruhi lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013.
1.2 Permasalahan
Adanya drop out pemakaian kontrasepsi AKDR yang dijumpai pada ibu PUS, maka berdasarkan latar belakang tersebut sehingga ingin diketahui melalui penelitian dan rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013.
(34)
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi faktor predisposisi (umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi), faktor pendukung (efek samping, ganti alat kontrasepsi, ingin punya anak lagi) dan faktor pendorong (dukungan suami, peran petugas kesehatan) terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh faktor predisposisi (umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi), faktor pendukung (efek samping, ganti alat kontrasepsi, ingin punya anak lagi) dan faktor pendorong (dukungan suami, peran petugas kesehatan) terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Patumbak tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, hasil penelitian ini berguna sebagai bahan evaluasi program keluarga berencana, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan KB dan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan KB.
2. Memberikan masukan dan pertimbangan bagi pengelola atau pelaksana Keluarga Berencana untuk dapat meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) bagi akseptor KB baru dan lama, agar dapat meningkatkan kelangsungan penggunaan AKDR.
(35)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi
2.1.1 Pengertian
Kontrasepsi adalah upaya mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati dkk, 2010), kemudian menurut Suratun (2008) kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sperma, juga menurut Saifuddin (2003) mengatakan bahwa kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan, usaha itu dapat bersifat sementara dapat bersifat permanen.
2.1.2 Pembagian Kontrasepsi
Menurut Proverawati dkk (2010) secara umum pembagian kontrasepsi menurut cara pelaksanaannya terdiri atas:
1. Cara temporer (spacing) yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi.
2. Cara permanen (kontrasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah kehamilan permanen.
(36)
2.1.3 Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010) syarat-syarat pemakaian alat kontrasepsi adalah sebagai berikut:
1. Aman pemakaiannya dan dipercaya
2. Tidak ada efek samping yang merugikan 3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan 4. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan
5. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya 6. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit
7. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat 8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri
2.2 AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 2.2.1 Pengertian
AKDR adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke uterus melalui kanalis servikalis (Pendit, 2007). Sedangkan menurut Everett (2012), AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit.
2.2.2 Mekanisme Kerja
Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai
(37)
benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma.
Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berbeda. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus, selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasit anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi sperma (Sulistyawati, 2012).
2.2.3 Jenis AKDR
Menurut Arum (2011) jenis-jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah sebagai berikut:
1. AKDR CuT-380 A
Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
2. AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
Menurut Darmani (2003) AKDR yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.
a. Lippes Loop
AKDR Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-X.
(38)
Menurut Proverawati (2010) AKDR Lippes Loop bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loops adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Jenis dan Ukuran Lippes Loops
Macam Loop Panjang Berat Warna Benang
LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam
LL B 27,5 cm 526 mgr Biru
LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning
LL D 30,0 cm 709 mgr Putih
AKDR jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, 2010).
b. Cu T 380 A
AKDR Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian tengahnya masing-masing mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen
(39)
sebagai kontrol dan untuk mengeluarkan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
c. Multiload 375
AKDR Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai luas permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2
d. Nova – T
kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. Bagian lengannya didesain sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.
AKDR Nova-T mempunyai 200 mm2
e. Cooper-7
kawat halus tembaga dengan bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat dipasang.
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati, 2010).
(40)
Gambar 2.1 Jenis-jenis AKDR
Menurut Suparyanto (2011) AKDR terdiri dari AKDR hormonal dan non hormonal.
(41)
1. AKDR Non-hormonal
Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak.
a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2:
1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten ber-ring.
b. Menurut Tambahan atau Metal
1) Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 220 mm2
2) Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi akseptornya. IUD yang banyak dipakai
(42)
di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T.
2. IUD yang mengandung hormonal
a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan dengan teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam. 2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg
progesteron setiap hari.
3) Tabung insersinya berbentuk lengkung. b. Mirena
Mirena adalah AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang terbuat dari plastik, berukuran kecil, lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena berisi sebuah reservoir silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil (20 µg/hari pada awalnya dan menurun menjadi sekitar 10 µg/hari setelah 5 tahun) melalui membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah. Keunggulan dari AKDR ini adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih pendek dan
(43)
lebih ringan. Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang tidak dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya. Mengurangi frekuensi ovulasi (Rosa, 2012).
Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir serviks. Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat perjalanan sperma untuk bertemu sel telur. Menipiskan endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi kemungkinan implantasi embrio pada endometrium. Setelah mirena dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas dapat kembali dengan segera (Rosa, 2012)
2.2.4 Keuntungan Penggunaan AKDR
Keuntungan menggunakan AKDR adalah sebagai berikut: (Proverawati, 2010)
1. Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi
2. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
3. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
4. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu diganti)
5. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat 6. Tidak memengaruhi hubungan seksual
7. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil 8. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A).
(44)
9. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI
10.Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).
11.Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir) 12.Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
13.Mencegah kehamilan ektopik
2.2.5 Kerugian Penggunaan AKDR
Kerugian penggunaan alat kontrasepsi AKDR adalah sebagai berikut: (Proverawati, 2010)
1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Perdarahan (spotting antar menstruasi) 4. Saat haid lebih sedikit
2.2.6 Komplikasi AKDR
Komplikasi penggunaan AKDR adalah sebagai berikut:
1. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
2. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia
3. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar) 4. Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS
(45)
5. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.
6. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR
7. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan
8. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi setelah pemasangan AKDR, biasanya menghilang selama 1 hari
9. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR
10.Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan) (Arum, 2011).
2.2.7 Persyaratan Pemakaian AKDR
Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan AKDR adalah sebagai berikut:
1. Usia reproduktif 2. Keadaan nulipara
3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang 4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi 5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi 7. Risiko rendah dari IMS
(46)
8. Tidak menghendaki metode hormonal
9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari 10.Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama
2.2.8 Penggunaan AKDR yang Tidak Diperkenankan
Menurut Arum (2011) penggunaan AKDR yang tidak diperkanankan pada: 1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)
2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servisitis) 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat memengaruhi kavum uteri
6. Penyakit trofoblas yang ganas 7. Kanker alat genetalia
8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
2.2.9 Waktu Pemasangan AKDR
Melakukan pemasangan AKDR selama masih menstruasi akan menghilangkan risiko pemasangan AKDR ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien lebih rentan terhadap infeksi. Pemasangan AKDR dapat dilakukan pada hari-hari selama siklus menstruasi. Angka kejadian AKDR terlepas spontan lebih rendah bila AKDR tidak dipasang selama masa menstruasi (Sulistyawati, 2012).
(47)
2.2.10 Cara Kerja Pemasangan AKDR
Menurut Saifuddin (2003) cara kerja pemasangan AKDR adalah sebagai berikut:
1. Persiapan peralatan dan instrumen
Menyiapkan peralatan dan instrumen sebelum melakukan tindakan. Bila alat-alat berada dalam paket yang telah disterilisasi, jangan membuka paket sebelum di melakukan pemeriksaan panggul selesai dan keputusan akhir untuk pemasangan dilakukan. Adapun peralatan dan instrumen yang dianjurkan untuk pemasangan yaitu:
a. Bivale speculum (kecil, sedang atau besar) b. Tenakulum
c. Forsep/korentang d. Gunting
e. Mangkuk untuk larutan antiseptik
f. Sarung tangan (disterilisasi atau sarung tangan periksa yang baru) g. Cairan antiseptik (misalnya povidon iodin) untuk membersihkan serviks h. Kain kasa atau kapas
i. Sumber cahaya yang cukup untuk menerangi serviks (lampu senter sudah cukup)
(48)
2. Langkah-langkah pemasangan AKDR Copper T 380 A
a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut dan pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya
b. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus, pembengkakan pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan pemeriksaan spekulum dan panggul.
c. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi d. Masukkan lengan AKDR Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya
e. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks
f. Masukkan sonde uterus
g. Lakukan pemasangan AKDR Copper T 380 A
h. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan dan bersihkan permukaan yang terkontaminasi
i. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai.
j. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang AKDR (dengan menggunakan model yang tersedia dan menyarankan klien agar menunggu selama 15-30 menit setelah pemasangan AKDR.
(49)
2.2.11 Pencabutan AKDR
Menurut Saifuddin (2003) langkah-langkah pencabutan AKDR sebagai berikut:
1. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien untuk bertanya.
2. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang AKDR 3. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
4. Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan memberitahu mungkin timbul rasa sakit.
a. Pencabutan normal
Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelan-pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik, maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.
b. Pencabutan sulit
Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik
(50)
keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis, putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikal sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelan-pelan dan hati-hati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga yang besar.
2.2.12 Ketidaklangsungan Pemakaian Kontrasepsi AKDR
Ketidaklangsungan adalah penghentian pemakaian (dropout). Ketidak-langsungan pemakaian kontrasepsi (drop out) dapat digambarkan bahwa berhentinya dalam memakai alat/cara KB karena beberapa alasan tertentu (Cahyono, 2011). Tingkat ketidaklangsungan pemakaian (drop out) kontrasepsi meningkat Tingkat drop out pemakaian kontrasepsi mengalami peningkatan dari 20 persen (SDKI 2002-2003) menjadi 26 persen (SDKI 2007). Terdapat beberapa alasan drop out dan alasan pertama (10 persen) disebabkan karena rasa takut akibat efek samping dan masalah kesehatan lainnya. Alasan lain drop out ber-KB ini adalah karena ingin hamil (5 persen); alasan yang berhubungan dengan metode penggunaan alat KB (5 persen); alasan lain (biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekuensi hubungan seksual yang jarang) sebesar (3 persen) dan kegagalan alat KB (2 persen). Sedangkan proporsi pemakaian kontrasepsi yang ganti cara ke metode lain sebesar 13 persen. Pada tahun 2014 diharapkan terjadi penurunan drop out pemakaian kontrasepsi menjadi 20 persen (Witjaksono, 2012).
(51)
Menurut Cahyono (2011) ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi (drop out) dapat digambarkan bahwa berhentinya dalam memakai alat/cara KB karena beberapa alasan. Beberapa alasan berhenti memakai alat/cara KB yang terdapat di publikasi SDKI 2007 adalah hamil ketika memakai hal ini dapat disebut sebagai kegagalan pada pemakaian alat/cara KB; ingin hamil; suami tidak setuju; efek samping, hal ini bisa terjadi karena pemasangan dan penggunaan alat/cara KB tidak sesuai dengan standar pelayanan dan aturan pemakaian sehingga terjadi efek samping; masalah kesehatan, hal ini terjadi apabila seseorang yang menggunakan alat/cara KB tidak cocok dengan jenis tertentu alat/cara KB, misalnya pada pil ada beberapa aturan larangan untuk menggunakan pil salah satunya adalah bagi yang mempunyai penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah tinggi dan beberapa alasan yang lain seperti akses/ketersediaan, ingin cara efektif, tidak nyaman/repot, jarang kumpul/suami jauh, ongkos terlalu mahal, sulit hamil/menopausal, cerai/berpisah, dan lain-lain. Hal yang sangat diperhatikan adalah apabila terjadi ketidaklangsungan atau berhentinya memakai alat/cara KB dengan alasan tertentu namun sebenarnya masih membutuhkan atau perlu memakai alat/cara KB maka akan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan yang tak tercegah dan tanpa direncanakan. Menurut Suratun (2008) ketidaklangsungan akseptor AKDR biasanya dilakukan pada waktu penjadwalan pemeriksaan lanjutan pada 12 bulan pertama pemakaian.
Meningkatnya angka ketidaklangsungan pemakaian alat/cara KB, ganti cara KB dan kegagalan pemakaian dapat memberikan informasi untuk perbaikan pelayanan kontrasepsi. Misalnya bila ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi
(52)
karena banyak wanita yang mengalami efek samping menunjukkan perlunya peningkatan dan perbaikan dalam pemberian informasi tentang alat kontrasepsi dan komunikasi interpersonal antara petugas dengan peserta. Tinggi rendahnya angka tingkat ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi tingkat berarti pula dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan program. Seorang pemakai akan berhenti memakai suatu cara kontrasepsi tentunya dengan berbagai alasan. Dengan mengetahui alasan-alasan wanita peserta KB berhenti menggunakan alat kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan perbaikan dalam pelayanan dan pendidikan tentang alat kontrasepsi (Prihyugiarto dan Mujianto, 2009).
2.3 Perilaku
Skiner dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia hasil dari pada segala macam pengalaman, serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktek).
Menurut Taufik (2007) perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.
(53)
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2010b) perilaku dibagi dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain).
2.3.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom (1908) menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Green (1980) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).
1. Predisposing Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku tersebut antara lain karakteristik tertentu dalam kaitannya dengan KB dalam KB antara lain: umur, jumlah anak, pendidikan, tingkat ekonomi), pengetahuan, keyakinan, sikap, persepsi.
2. Enabling Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk direalisasikan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah:
(54)
a. Ketersediaan sumberdaya kesehatan (sarana kesehatan, rumah sakit dan tenaga)
b. Keterjangkauan sumberdaya dapat dijangkau baik secara fisik ataupun dapat dibayar masyarakat, misalnya jarak sarana kesehatan dengan tempat tinggal, jalam baik, ada angkutan dan upah jasa dapat dijangkau masyarakat
c. Ketrampilan tenaga kesehatan
3. Reinforcing Factors, yaitu faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. Misalnya, dukungan suami untuk ber-KB, dukungan teman. Segala perilaku dapat dijelaskan sebagai sebuah fungsi pengaruh kolektif dari ketiga tipe faktor ini. Istilah hubungan kolektif atau sebab-sebab yang berkontribusi, secara khusus penting karena perilaku adalah sebuah fenomena multidimensi. Ide ini menyatakan bahwa tidak ada sebuah perilaku atau aksi tunggal yang disebabkan oleh hanya satu faktor. Semua rencana untuk memengaruhi perilaku harus dipertimbangkan ketiga faktor kausal tersebut.
(55)
2.3.2 Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seorang terhadap respon rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni bentuk pasif dan bentuk pasif (Notoatmodjo, 2007). 1. Bentuk pasif
Adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.
2. Bentuk aktif
Yaitu apabila itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku tersebut tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut perilaku terbuka.
2.3.3 Domain Perilaku
Notoatmodjo (2010b) berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (ranah/kawasan) yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktek atau tindakan yang dilakukan (practice).
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu Pasangan Usia Subur 2.4.1 Umur
Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat
(56)
kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Umur terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun jarak kelahiran yang direncanakan, serta tidak menghambat produksi ASI (Air Susu Ibu). Kontrasepsi yang cocok dan disarankan menurut kondisi ibu salah satunya adalah AKDR (Suratun, 2008).
Umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan IUD. Semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini meningkatkan peluang responden untuk menggunakan IUD. Sesuai dengan hasil penelitian di India bahwa IUD TCu 380A digunakan oleh wanita yang berumur lebih dari 30 tahun dan wanita yang telah mencapai ukuran keluarga yang diinginkan (Pastuti dkk, 2007).
2.4.2 Jumlah Anak (Paritas)
Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan
(57)
responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR (Dewi, 2012).
Menurut Suratun (2008) sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang paling cocok disarankan adalah AKDR.
Paritas dapat memengaruhi kehamilan, paritas 2-3 (multipara) merupakan paritas paling aman untuk melahirkan ditinjau dari sudut kematian maternal, risiko paritas dapat ditangani dengan asuhan obstetrik, sedangkan pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan KB, sebagian paritas tinggi tidak direncanakan. Untuk mendapatkan efektivitas pemakaian alat kontrasepsi yang baik, banyak ibu paritas multipara yang memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif. Berkaitan dengan paritas ibu yang memilih drop out dalam penggunaan akseptor KB karena jumlah anak masih 1 orang (primipara), ataupun 2 orang (scundipara) karena ibu masih menginginkan mempunyai anak 1 atau 2 orang lagi (Wiknjosastro, 2008).
2.4.3 Pendidikan
Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk
(58)
menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecenderungan lebih sadar untuk menerima program KB (Dewi, 2012). Pendidikan dengan penggunaan IUD menunjukkan hubungan yang signifikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden semakin kecil jumlah anak yang diinginkan, sehingga peluang responden untuk membatasi kelahiran semakin besar. Keadaan ini akan mendorong responden untuk membatasi kelahiran dengan menggunakan IUD. Pendidikan seseorang berhubungan dengan kesempatan seseorang menerima serta menyerap informasi sebanyak-banyaknya, termasuk informasi mengenai kesehatan reproduksi serta manfaat penggunaan metode kontrasepsi secara rasional Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa peningkatan pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi. Alasan pengaruh pendidikan terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi adalah semakin tinggi pendidikan formal seseorang, usia kawin akan semakin tua sehingga menurunkan jumlah kelahiran (Pastuti dkk, 2007).
Menurut Pastuti dkk. (2007) menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi secara signifikan berpeluang lebih tinggi untuk menggunakan IUD dan implan dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan secara statistik berpengaruh positif terhadap penggunaan metode kontrasepsi, namun berpengaruh negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap akses dan status wanita dalam meningkatkan prevalensi penggunaan kontrasepsi.
2.4.4 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga dan sebagainya).
(59)
Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi melalui indra pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).
Menurut Polanyi dalam Turban (2005) pengetahuan dapat pula dibagi dua yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge). Pengetahuan eksplisit adalah kebijakan, petunjuk prosedural, laporan resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Hal itu adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi (terdokumentasi) dalam format yang dapat dibagikan kepada orang lain atau ditransformasikan ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar pribadi. Sedangkan pengetahuan tersembunyi merupakan penyimpanan kumulatif dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman, keahlian, know-how, rahasia perdagangan, kumpulan keterampilan, pemahaman dan pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di masa lalu.
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
(60)
Menurut Notoatmodjo (2007) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui yang dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau pada kondisi yang sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
(61)
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu komponen atau meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Menurut Notoatmodjo (2010a), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukan metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:
(1)
5,245 kali lebih besar dibanding dengan ibu PUS yang tidak mengalami efek samping.
6.2 Saran
Dengan diketahuinya bahwa variabel yang berpengaruh terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR yaitu faktor predisposisi (sikap dan persepsi), faktor pendukung (efek samping dan ingin punya anak lagi) dan faktor pendorong (peran petugas kesehatan), sarannya sebagai berikut :
1. Bagi Puskesmas Patumbak untuk meningkatkan pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada para pasangan usia subur melalui sosialisasi program KB AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efisien (pemakaian selama 8 tahun).
2. Perlu peningkatan pengetahuan tentang KB AKDR bagi calon ibu pasangan usia subur melalui konsultasi pertama sebelum memutuskan memilih salah satu alat kontrasepsi tertentu. Serta sumber informasi yang lengkap tentang AKDR termasuk rumor atau mitos negatif tentang AKDR kepada peserta KB sehingga mereka memiliki perilaku yang baik terhadap AKDR dan bersedia menggunakan AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efesien.
3. Bagi peneliti yang tertarik mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR perlu dilakukan penelitian lanjut dengan mengikutsertakan variabel yang lebih lengkap dan dapat mengukur lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, 2007.
Alatas, H. WT. Karyomanggolo, Dahlan A.M., Aswitha B. Ismet N. Oesman, 2008. Desain Penelitian. Dalam: Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Editor Sudigdo Sastroasmoro. Cetakan Kedua, Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto.
Psikologi Sosial, Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Arum, 2011. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.
Asih dan Oesman, 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007, Kelangsungan pemakaian Kontrasepsi. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Bradley, et al. 2007. IUD Use and Discontinuation in Bangladesh. Diambil tanggal 15
Juni 2013 dari http://www.k4health.org/sites/default/files/IUD_Bangladesh.pdf
Bappenas, 2010. Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera-I/KS I, http://www.bappenas.go.id/pelayanan-keluarga-berencana-bagi-masyarakat-miskin.html. Diakses tanggal 25 Februari 2013.
Bruce J, 1990. Fundamental Elements Of The Quality Of Care, A Simple Frame Work, Studies in Family Planning: 21(2):61-91.
Cahyono, 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidaklangsungan Pemakaian Kontrasepsi IUD yang Indonesia (Analisis SDKI 2007). Tesis. Jakarta: Program Pasca Sarjana Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Universitas Indonesia.
Dagun, S.M. 2005. Psikologi Keluarga: Peranan Ayah Dalam Keluarga. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta
Darmani, E.H. 2003. Hubungan Antara Pemakaian AKDR dengan Kandidiasis Vagina di RSUP Dr. Pirngadi Medan, Medan: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dewi, S.R. 2012. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, Tesis. Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
(3)
Everett, 2012. Buku Saku Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif, Edisi 2, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Glasier A dan Gebbie A. 2005. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Hacker & Moore. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Hipokrates.
Hartanto, H. 2008. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Cetakan Kelima, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hastono, S.P. 2006. Basic Data Analysis For Health Research Training, Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Imbarwati, 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan Dengan Penggunaan KB IUD pada Peserta KB Non IUD di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Indiarti, 2012. Panduan Klinis Paling Komplit Kehamilan, Persalinan, & Perawatan Bayi, Jakarta: Buku Seru.
Indrawati, 2011. Analisis Faktor Kebijakan dan Pengetahuan Tentang Pelayanan KB yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD pada Ibu Pasangan Usia Subur Akseptor KB di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang, Tesis. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.
Kusumaningrum, R. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi yang digunakan pada PUS, Skripsi. Semarang: FKM Universitas Diponegoro.
Manuaba, I.B.G. 2005. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Marlinda, 2011. Hubungan Persepsi Wanita Usia Subur Tentang IUD dengan
Motivasi Penggunaan Ulang IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Lintau Buo III Kabupaten Tanah Datar, Skripsi. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Maryatun, 2009. Analisis Faktor-Faktor Pada Ibu yang Berpengaruh Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi IUD di Kabupaten Sukoharjo, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta, Jurnal STIKes Aisyiyah, Surakarta. Eksplanasi 4(8): 155-169.
(4)
Meilani dkk, 2010. Pelayanan Keluarga Berencana, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Fitramaya.
Meliasari, D., 2012. Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan. Tesis FKM USU. Medan
Mujihartinah, 2009. Hubungan Konseling Keluarga Berencana dengan Kelangsungan Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilayah Kota Tanjungpinang, Tesis Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Muryanta, A. 2011.Mencapai Target MDGs Dalam Program KB Nasional, Sumber: Januari 2013.
Musdalifah, 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) di Puskesmas Mijen Kota Semarang, Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
Notoatmodjo, 2005. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Cetakan Pertama, Jakarta: Rineka Cipta.
___________, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Cetakan I, Jakarta: Rineka Cipta.
__________, 2010a. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Cetakan II, Jakarta: Rineka Cipta.
__________, 2010b. Ilmu Perilaku Kesehatan, Cetakan Pertama, Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan Aplikasi Praktek Keperawatan Profesional. Salemba Medika, Jakarta.
Patnaik BP dan Mishra KP. 2003. Use Satisfaction And Retention Of Cu-T (IUD) Amongst rural Women In Orissa. Diambil tanggal 15 Juni 2013 dari http://nihfw.org/Publications/material/J494.pdf
Pastuti, R. dan Siswanto A.W. 2007. Determinan Penggunaan Kontrasepsi IUD di Indonesia, Analisis Data SDKI 2002-2003. Berita Kedokteran Masyarakat. 23(2): 71-80.
(5)
Pendit, 2007. Ragam Metode Kontrasepsi, Cetakan Pertama. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Pinem, S. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Cetakan Pertama, Jakarta: Trans Info Media.
Prihyugiarto, T.Y. dan Mujianto. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007, Kelangsungan Pemakaian Kontrasepsi. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Proverawati dkk, 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Nuha Medika.
Rakhmat, J.2008. Psikologi Komunikasi, Cetakan Kedua Puluh Enam, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Retnowati, 2010. Perbedaan Kenyamanan Seksual Pada Akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Puskesmas Sragen, Skripsi. Surakarta: Program D-IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Ridwan, 2007.
Rosa, 2012. Mirena IUD, Definisi, Cara kerja, Kontraindikasi, Efek samping, sumber:
Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika, Bandung: Alfabeta.
Februari 2013.
Safrudin, 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Untuk Bidan, Cetakan Pertama, Jakarta: Trans Info Media.
Saifuddin, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Cetakan Kedua, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sambosir, O.B. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ber-KB Pasangan Usia Subur di Indonesia, Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Sastroasmoro, S. dan Sofyan I. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Cetakan Kedua, Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto.
Sudarianto, 2010. Kepedulian terhadap Unmet Need KB di Prov.Sulawesi Selatan, Januari 2013.
(6)
Sulistyawati, 2012. Pelayanan Keluarga Berencana, Jakarta:
Sumawan & Ernawati, 2006. Cost Effectiveness Analysis of IUD , Injection and Pill Contraception Methods Thought Quality of Life Approach, http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/5.Wayan%20Sumawan.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2013.
Salemba Medika.
Suparyanto, 2011. Konsep Dasar AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) / IUD (Intra Uterine Device). http://by--one.blogspot.com/2011/09/konsep-dasar-akdr-alat-kontrasepsi.html, diakses tanggal 15 April 2013.
Suratun, 2008. Pelayanan Keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta:
Taufik, M.2007. Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan dalam Bidang Keperawatan, Untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan, Cetakan Pertama,
Trans Info Media.
Jakarta:
Turban, 2005. Decision Support System and Intelligent System. Jilid I, Yogyakarta: Andi.
Infomedika.
Utami, S. dkk, 2011. Hubungan Efek Samping Dengan Kejadian Drop Out Pada Akseptor AKDR di Poli KB I RSUD DR.Soetomo Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. II(3): 144-151.
Walgito, B. 2008. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Cetakan Pertama, Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi.
Wawan dan Dewi, 2010. Teori Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Yogyakarta: Nuha Medika.
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Cetakan Pertama. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wirawan, S. 1991. Psikologi Remaja, Cetakan Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Witjaksono. 2012. Rencana Aksi keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Tahun 2012-2014. Jakarta: Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN).