Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keluarga Berencana juga merupakan salah satu pilar dalam 4 Pilar Upaya Safe
Motherhood yang melandasi dalam intervensi determinan antara dan determinan jauh
kematian ibu, selain dari Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman dan
Pelayanan Obstetri Esensial. Dalam peristiwa kematian ibu, terdapat 3 komponen
yang paling dekat dengan kematian dan kesakitan, yaitu kehamilan, persalinan, atau
komplikasinya. Ketiga komponen tersebut dapat dipengaruhi oleh 5 determinan
antara, yaitu status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan,
perilaku kesehatan dan faktor lain yang tidak diketahui. Determinan antara ini
dipengaruhi oleh determinan jauh yang digolongkan sebagai komponen sosial
ekonomi dan budaya.
Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 245 juta jiwa, menjadikan
negeri ini negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, dan menjadikan
Pulau Jawa sebagai salah satu daerah terpadat di dunia. Apabila kebijakan tentang
pembatasan kelahiran tidak diteruskan, dikuatirkan jumlah penduduk di Indonesia
menjadi tidak terkendali. Padahal setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan
dan pelayanan kesehatan yang layak (Sukarma, 2010).
Menurut berita yang dilansir BkkbN dalam situsnya bkkbn.go id (25 Februari

2010), pada tahun 1970 sampai 2000, Indonesia pernah mampu mengendalikan angka

Universitas Sumatera Utara

kelahiran penduduk. Total fertility rate (TFR) yaitu angka kesuburan menurun sejak
tahun 1970, yaitu dari 6,61 menjadi hanya 2,27 pada tahun 2000. Demikian pula
angka pertumbuhan penduduk menurun dari 2,30 pada tahun 1970 menjadi 1,30 pada
tahun 2000. Tapi saat ini program KB seolah terabaikan. Jumlah penduduk Indonesia,
yang pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 230,6 juta jiwa, sekarang sudah
terlampaui menjadi 245 juta jiwa. Tanpa program KB, jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 261 juta jiwa (Sukarma, 2010).
Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam
pelaksanaanya hingga saat ini masih mengalami hambatan-hambatan yang dirasakan
antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur (PUS) yang masih belum
menjadi peserta KB. Disinyalir ada beberapa faktor penyebab mengapa wanita PUS
enggan menggunakan alat kontrasepsi. Faktor-faktor tersebut dapat ditinjau dari
berbagai segi yaitu: segi pelayanan KB, segi ketersediaan alat kontrasepsi, segi
penyampaian konseling maupun KIE dan, hambatan budaya.
Dari hasil SDKI (2002) diketahui banyak alasan yang dikemukakan oleh
wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi adalah karena mereka menginginkan

anak (20%). Alasan yang cukup menonjol adalah karena efek samping dan masalah
kesehatan, dengan proporsi masing-masing sebesar 12 dan 11%, alasan karena
pasangannya menolak (8%), alasan karena masalah agama (0,5%) dan alasan yang
berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal (0,7%) (BKKBN,
2003).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data SDKI 2007 di Sumatera Utara menunjukkan bahwa angka
fertilitas total (TFR) mencapai 3,5 ini berarti seorang wanita di Sumatera Utara secara
rata-rata melahirkan 3 sampai 4 anak selama masa reproduksinya. Kondisi TFR ini
jauh dari angka Nasional (2,3). Masih berdasarkan SDKI 2007, jumlah penduduk
Sumatera Utara tercatat sebesar 12,8 juta jiwa atau sekitar 14 % dari jumlah
penduduk Indonesia. Ini menempatkan Sumatera Utara sebagai provinsi keempat di
Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Jawa Tengah.
Menurut hasil survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) 2007-2008
jumlah besar sembilan persen dari jumlah total pasangan usia subur. Kelompok
pertama ini meliputi ibu yang mengalami kegagalan kontrasepsi. Hasil SDKI 20072008 15,6% istri pengguna kontrasepsi pil yang tetap hamil, sedangkan pengguna
IUD 8,4% dan untuk pengguna suntik 5,9%.seharusnya petugas kesehatan/bidan lebih

banyak memberikan konseling/penyluhan sebelum pasien memilih alat kontrasepsi
yang akan dipakai ( Sinarharapan, 2009).
Pencapaian peseta KB PUS di seluruh Kabupaten Mandailing Natal sebesar
15,8 %, mengapa pencapaian peserta KB PUS di daerah tersebut masih rendah karena
dipengaruhi oleh faktor budaya, pendidikan ,pengetahuan dan jumlah anak (Profil
Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, 2010).
Pasangan Usia Subur (PUS) di kecamatan Bukit Malintang Kabupaten
Mandailing Natal sebanyak 1121PUS, dari seluruh kecamatan bukit malintang
peserta KB WUS sebesar 33 % (Data dari Puskesmas Malintang, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1

Peserta KB Aktif Menurut Janis Kontrasepsi di Kecamatan Bukit
Malintang Kabupaten Mandailing Natal

No.
Jenis Kontrasepsi
1.

IUD
2.
MOP
3.
MOW
4.
IMPLAN
5.
SUNTIK
6.
PIL
7.
KONDOM
8.
Obat Vagina
Laporan : Puskesmas Bukit Malintang Tahun 2012

Persentase
2,6 %
0%

4,5%
2,2 %
4,5 %
2,3 %
2,8 %
0%

Secara umum alasan utama tidak ber KB yang paling dominan dikemukakan
wanita adalah merasa tak subur (28,5%), alasan berikutnya yang cukup menonjol
adalah alasan telah mengalami menopause (16,8%), alasan berkaitan dengan
kesehatan (16,6%). Alasan efek samping (9,6%), puasa kumpul (7,3%), merasa tidak
nyaman dalam ber KB (5,2%). Alasan berkaitan dengan akses ke pelayanan seperti
jarak jauh, tak tersedia provider (0,1–1,6%). Selain itu masih dijumpai alasan
mengenai larangan suami dan budaya/agama (2,6% dan 0,9%) (BkkbN, 2011).
Rogers (1983) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan. Ber-KB sebagai sebuah
inovasi dapat diadopsi oleh PUS melalui proses berurutan, yaitu : knowledge
(merubah pemahaman individu), persuation (pembentukkan sikap bisa menerima atau
menolak), decision (menimbang-nimbang terhadap pilihan yang akan diambil),
implementation (penerapan), confirmation (pemantapan/ berperilaku baru). Apabila

penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses tersebut, yang didasari

Universitas Sumatera Utara

oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
bersifat long lasting.
Pengetahuan yang rendah menyebabkan wanita takut menggunakan alat
kontrasepsi tersebut karena sebelumnya rumor kontrasepsi yang beredar di
masyarakat. Pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi akan menumbuhkan
sikap

positif

terhadap

metode

tersebut

serta


menimbulkan

niat

untuk

menggunakannya. Berdasarkan data BkkbN bulan Mei 2010 hanya 29,8% wanita
Indonesia yang mau ber-KB karena kurangnya sosialisasi dan pemberian informasi
kepada masyarakat. Selain informasi, banyak hal yang terkait dengan pemakaian alat
kontrasepsi baik dari sudut pandang ibu terhadap alat kontrasepsi tersebut maupun
kualitas pelayanan KB, akses.
Dalam mengubah perilaku pada masyarakat terdapat suatu kegiatan yang
dikenal dengan difusi inovasi, yaitu suatu proses penyebarluasan ide-ide baru dalam
upaya untuk merubah suatu masyarakat (Rogers, 1983). Dalam proses difusi inovasi
tersebut terdapat empat elemen pokok, yaitu : inovasi, saluran komunikasi, jangka
waktu dan sistem sosial.
Menyimak hasil penelitian BkkbN (1998) tentang faktor sosekbud(sosial,
ekonomi, dan budaya) menerangkan bahwa nilai budaya, sepertipandangan terhadap
banyak anak adalah banyak rejeki, preferensi jeniskelamin anak, dan pandangan

agama yang dianut secara inferensial tidakmenunjukkan pengaruh yang signifikan.
Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga.Anak
dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain ituakan merupakan

Universitas Sumatera Utara

jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomikeluarga, banyak masyarakat di
desa di Indonesia yang berpandanganbahwa banyak anak banyak rejeki.
Dari Penelitian Mohamad Koesnoe di daerah Tengger, petani yang
mempunyai tanah luas akan mencari anakangkat sebagai tambahan tenaga kerja.
Studi lain yang dilakukan oleh proyek VOC (Value Of Children) menemukan bahwa
keluarga-keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai
anakyang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntunganekonomi dan
rasa aman bagi keluarganya.
Preferensi jenis kelamin anak, Mayoritas budaya masyarakat di duniaini
memang menunjukkan kecenderungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak lakilaki, dibandingkan kelahiran anak perempuan.Preferensi jenis kelamin laki-laki
terutama terjadi di kalangan budaya orang-orang Islam, Cina, India, dan di Indonesia,
budaya ini ditemukan dimasyarakat Batak, dan Bali. Preferensi anak laki-laki,
nampaknya menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita dua anak harus dianggap
ideal danjuga untuk mengurangi tingkat fertilitas di China modern. Adat kebiasaan

atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anaklaki-laki lebih dari anak
perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai
anak banyak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau
perempuan tidakterpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar
terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan.
Disinilah

norma

adat

istiadat

perlu

diluruskan

karena

tidak


banyakmenguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan.Bagi para

Universitas Sumatera Utara

pemeluk agama merencanakan jumlah anak adalahmenyalahi kehendak Tuhan. Kita
boleh mendahului kehendak Tuhanapalagi mencegah kelahiran anak dengan anak
dengan menggunakan alatkontrasepsi supaya tidak hamil. Langkah utama untuk
mengatasi hal iniadalah menemui tokoh-tokoh atau ulama dari agama tersebut
untukmenjelaskan bahwa merencanakan keluarga untuk membantu Keluargakecil
adalah tidak bertentangan dengan agama.
Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan kajian mengapa PUS belum dapat
memutuskan untuk ber-KB. Dari faktor personal atau keadaan pasangan usia subur
sendiri, Pemasangan alat KB diperuntukkan bagi pasangan usia subur yang istrinya
berusia diatas 35 tahun dan telah mempunyai 2 anak atau lebih (Manuaba, 2001).
Sebab lain yang juga sangat penting adalah karena kurangnya pengetahuan PUS
sendiri tentang alat kontrasepsi, sehingga sangat mudah terpengaruh oleh isu atau
mitos yang tidak benar tentang alat KB.
Situasi lingkungan di sekitar PUS, baik itu lingkungan keluarga terdekat,
lingkungan tetangga atau teman, bahkan lingkungan yang lebih luas, mepunyai peran

atau kontribusi dalam hal penentuan pilihan alat kontrasepsi. Budaya masyarakat
Indonesia masih cenderung menjadikan acuan perilaku dirinya dengan melihat atau
meniru dari orang-orang di sekitarnya. Demikian juga dengan pemilihan alat
kontrasepsi, karena lebih banyak masyarakat lain menggunakan alat kontrasepsi
hormonal, baik itu pil atau suntik, maka cenderung akan mengikuti pilihan tersebut.
Faktor situasional yang terjadi pada saat pelayanan KB diantaranya adalah
pemberian informasi atau konseling. Konseling yang diberikan oleh petugas KB

Universitas Sumatera Utara

sangat menentukan dalam memutuskan pilihan alat kontrasepsi. Konseling adalah
proses pemberian bantuan kepada akseptor untuk mengenali dan mengatasi persoalan
secara psikologis baik sebelum, selama atau setelah menggunakan alat kontrasepsi
(Murad, 2000). Dengan konseling yang tepat diharapkan dapat meningkatkan
penerimaan lanjut (continued acceptability) pada Pus yang belum ber-KB.
Ada dua macam penerimaan terhadap jenis kontrasepsi yakni penerimaan
awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability).
Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan
oleh petugas KB. Penerimaan lebih lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
umur, daerah (desa atau kota), pendidikan dan pekerjaan, agama, motivasi, adat
istiadat, dan tidak kalah pentingnya sifat yang ada pada cara KB tersebut
(Siswosudarmo, 2001).
Berdasarkan informasi yang di peroleh dari 10 pasangan usia subur ( PUS )
yang berada di Desa Malintang Jae dengan rentang umur 18-40 tahun mayoritas
berpendidikan SD dan SMP 9 orang ( 90 % ), SI 1 orang ( 10 % ) dan dari 10 PUS
hanya 2 orang ( 20 % ) PUS yang ber-KB. Faktor PUS belum berKB karena tidak
dapat dukungan dari suami dan keluarga 2 orang,ingin memiliki anak laki-laki 5
orang dan 3 orang belum paham efek dari jenis- jenis KB.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Faktor-faktor yang memegaruhi Kepesertaan KB PUS (pasangan
Usia Subur) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing
Natal Tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Faktor-faktor yang memegaruhi Kepesertaan KB PUS (pasangan
Usia Subur) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing
Natal Tahun 2013?.

1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis faktor-faktor yang memegaruhi Kepesertaan KB PUS
(pasangan Usia Subur) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten
Mandailing Natal.

1.4 Hipotesis
Ada pengaruh yang mempengaruhi Kepesertaan KB PUS (pasangan Usia
Subur) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan
pelayanan KB terutama pada pasangan usia subur (PUS) yang tidak menggunakan
alat kontrasepsi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan dalam keagiatan proses belajar dan
sebagai bahan acuan bagi penulis selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi Masyarakat Desa
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan KB bagi masyarakat
terutama pasangan usia subur (PUS) yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
4. Bagi Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan
untuk melakukan penelitian yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

2 81 143

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

11 94 129

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PUS MENGIKUTI KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 2 16

PENDAHULUAN Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 1 5

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PUS MENGIKUTI KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 1 19

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 18

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 2

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 1 23

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 1 2

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepesertaan KB PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

0 0 27