Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Dalam Pelayanan Ibu Hamil (ANC) di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kinerja Bidan
2.1.1. Kinerja
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai
konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau
pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja
diukur berdasarkan standar (Sea–Nurs, 2003).
Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja.
Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum seperti yang
dirangkum oleh Sea-Nurs (2003), dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:
1. Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan
Russel, 1993).
2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad,
1991).
3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan
pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986).
4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya
(Gilbert, 1977).


68
Universitas Sumatera Utara

69

Beberapa pengertian kinerja atau prestasi kerja atau unjuk kerja dikemukakan
oleh sejumlah penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia diantaranya pendapat
Ilyas (2003) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik
secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil
personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan
struktural ataupun fungsional semata.
Menurut Rivai (2005), kinerja pada hakikatnya merupakan prestasi yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai
dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
2.1.2. Penilaian Kinerja
Suatu kegiatan penilaian kinerja harus didasarkan pada perilaku personil yang
berkaitan dengan pekerjaan serta hasil yang diharapkan dari proses pekerjaan itu.
Suatu perusahaan atau organisasi menuntut setiap personil untuk bekerja keras sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Pada penilaian kinerja, sifat-sifat pekerja,

karakter dan kepribadian personil yang memang sifatnya unik dan sangat pribadi
tidak dimasukkan dalam kriteria penilaian (Ilyas, 2003).
Robbins (2001) mengatakan tiga kriteria yang paling umum dalam
mengevaluasi kinerja, yaitu hasil kerja perorangan, perilaku dan sifat, sebagai
berikut:
1. Hasil kerja seorang pekerja dilihat jika pada suatu pekerjaan mengutamakan hasil
akhir, misal volume penjualan, biaya per unit produksi dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

70

2. Perilaku.

Penilaian

perilaku

dilakukan


bila

terdapat

kesulitan

untuk

mengidentifikasi hasil tertentu sebagai hasil langsung dari kegiatan seorang
pekerja. Hal ini terutama pada pekerja sebagai bagian dari kelompok kerja.
3. Sifat. Merupakan bagian yang paling lemah dari kriteria penilaian kinerja, sebab
akhirnya sering dihilangkan dari kinerja aktual dari pekerjaan itu sendiri. Sifatsifat yang dinilai seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, inisiatif, loyalitas dan
lainnya.
Sigit (2003) mengatakan bahwa ada empat pendekatan dalam penilaian
kinerja yaitu pendekatan watak (trait approach), pendekatan perilaku (behavioral
approach), pendekatan hasil (result approach) dan pendekatan kontijensi
(contingency approach). Pendekatan kontijensi tidak memiliki kriteria tertentu dalam
penilaian kinerja, namun menyatakan bahwa masing-masing pendekatan dapat
digunakan tergantung pada situasinya, sehingga tidak ada kriteria pendekatan
penilaian yang mutlak.

Menurut Dreher dan Dougherty (2001), pengukuran kinerja karyawan secara
umum terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu penilaian terhadap hasil kerja (result oriented performance measures) dan penilaian terhadap proses kerja (process
oriented and human judgment system).
Menurut para ahli, penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak,
yaitu:
1. Atasan langsung. Penilaian atasan langsung terhadap bawahannya merupakan
cara yang paling banyak dilaksanakan pada suatu organisasi. Namun banyak juga

Universitas Sumatera Utara

71

organisasi yang merasa penilaian tersebut mengandung kecacatan, karena ada
atasan langsung yang enggan sebagai penentu dari karir bawahannya (Robbins,
2001).
2. Rekan kerja. Merupakan salah satu sumber paling handal dari data penilaian,
karena, interaksi yang terjadi menyebabkan rekan sekerja mengenal secara
menyeluruh kinerja seorang karyawan. Penilaian dari rekan sekerja sering
berguna bagi penilaian kinerja pekerja profesional seperti perawat, pengacara dan
guru besar (Dreher dan Dougherty, 2001). Kelemahan dari penilai ini adalah

rekan sekerja tidak bersedia untuk saling menilai, dan hasil yang bias karena
prasangka ataupun disebabkan hubungan persahabatan (Robbins, 2001).
3. Diri sendiri. Penilaian diri sendiri cenderung mengurangi kedefensifan para
karyawan mengenai proses penilaian. Kelemahan cara penilaian diri sendiri
adalah hasil penilaian yang sangat dibesar-besarkan, serta hasil penilaian diri
sendiri dengan penilaian oleh atasan seringkali tidak cocok (Robbins, 2001).
4. Menurut Dreher dan Dougherty (2001) serta Robbins (2001), penilaian cara ini
berguna sebagai bagian dari konseling kinerja ataupun feedback dari atasan
terhadap bawahan, jadi lebih berguna untuk pengembangan, bukan untuk maksud
evaluatif.
5. Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat memberikan informasi
yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer, karena penilai
mempunyai kontak yang erat dengan yang dinilai. Kelemahan cara ini adalah rasa
takut bawahan terhadap pembalasan dari atasan yang dinilai (Robbins, 2001).

Universitas Sumatera Utara

72

6. Penilaian 360 derajat. Merupakan penilaian kinerja menyeluruh dari segala arah,

sehingga seorang pekerja mendapat feedback dari berbagai sumber, yaitu dari
atasan langsung, dari rekan sekerja, dari bawahan, penilaian diri sendiri dan dari
pelanggan baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal (Dreher dan
Dougherty, 2001).
2.1.3. Tujuan Penilaian/Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja dalam upaya peningkatan
produktivitas organisasi dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan
berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji
pendidikan dan latihan, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk
penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan (Hariandja, 2002).
Pendapat Gibson tentang evaluasi terhadap kinerja bertujuan untuk
mengembangkan karyawan melalui sistem yang diterapkan dalam organisasi
bersangkutan serta untuk mencapai kesimpulan evaluatif atau kata putus tentang
prestasi kerja (Gibson, 1995).
Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak
melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha
untuk mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam
bidangnya, fokus utama evaluasi kinerja adalah kepada kegiatan bagaimana usaha
untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan kegiatan


Universitas Sumatera Utara

73

sehari-hari. Menurut Hariandja, (2002), arti pentingnya penilaian kinerja secara lebih
rinci dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Sebagai perbaikan kinerja dan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui
feedback yang diberikan oleh organisasi;
2. Penyesuaian gaji dan dapat dipakai sebagai informasi untuk mengompensasi
pegawai secara layak sehingga dapat memotivasi mereka;
3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukan penempatan pegawai sesuai
dengan keahliannya;
4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu penilaian akan diketahui kelemahankelemahan dari pegawai sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan
pengembangan yang lebih efektif;
5. Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan
karier bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi;
6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu kinerja
yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga

dapat dilakukan perbaikan;
7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu
kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perencanaan
jabatan;

Universitas Sumatera Utara

74

8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai, yaitu
dengan dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan
yang adil bagi pegawai;
9. Dapat membantu pegawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu
dengan penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan
terjadinya kinerja yang jelek sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya;
10. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu
dengan diketahuinya kinerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi
informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau
tidak;
2.1.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu
lingkungan. Pendapat Timple (1999) tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang datang dari luar individu.
Faktor Eksternal yaitu faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang
yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan
kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.

Universitas Sumatera Utara

75

Faktor Eksternal dan faktor Internal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang
memengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan
memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seseorang
karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti
kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak
perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan

kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal.
Menurut Mangkunegara (2006) faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja
terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation)
a. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill) artinya pimpinan dan karyawan yang
memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 – 120) apalagi IQ superior dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya akan lebih mudah mencapai kinerja
yang maksimal.
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi
kerja (situation) di lingkungan organisasinya, mereka yang bersikap positif (pro)
terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi, sebaliknya jika
mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi
kerja yang rendah, situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan

Universitas Sumatera Utara

76


kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja
dan kondisi kerja.
Teori Gibson (1996) menyatakan terdapat tiga kelompok variabel yang
memengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi
kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan
demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan
ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, sedangkan
demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2)
variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan (insentif), struktur
dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar
merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur serta kesempatan tentang
pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke
dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan
yang berbeda satu sama lainnya.
Teori lain yang berkaitan erat dengan perilaku yang perlu dikembangkan atau
perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan kerja adalah yang dikemukakan Lauren
W. Green (1980) dalam Pieter dan Lubis (2010) yang dikenal dengan PRECEDE
yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan
faktor pendukung (reinforcing) menentukan perilaku seseorang termasuk perilaku
untuk bekerja. Faktor predisposisi yaitu pengetahuan, pengalaman, jenis kelamin,
status, asal, dan sebagainya. Faktor yang kedua yaitu pemungkin (enabling), yang

Universitas Sumatera Utara

77

memungkinkan seseorang/individu berperilaku seperti yang diharapkan antara lain
adanya pelatihan yang diperlukan, faktor sarana seperti tempat kerja, alat transport,
pedoman kerja, dana dan sebagainya, sedangkan faktor reinforcing yaitu yang
mendukung seseorang untuk berperilaku, seperti untuk penampilan kerja, antara lain
dukungan pimpinan, teman sekerja, dukungan sosial (masyarakat), dukungandukungan pemerintah dan lain sebagainya. Dalam kaitan dengan kinerja maka ketiga
faktor itu memengaruhi perilaku seseorang. Dengan pemikiran bahwa perilaku
berhubungan erat dengan kinerja maka ketiga faktor yang dikemukakan oleh L.W.
Green (1980) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja seseorang
termasuk kinerja bidan.
Zainul (2008) menambahkan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja:
a. Efektivitas dan efisiensi. Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita
boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat
yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai
sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien.
Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan
tersebut efisien.
b. Otoritas (wewenang). Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau
perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang
anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan
kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut

Universitas Sumatera Utara

78

menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam
organisasi tersebut .
c. Disiplin. disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati
perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia kerja.
d. Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif
adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk memengaruhi kinerja
organisasi.
2.1.2. Bidan
2.1.2.1. Pengertian Bidan
Menurut Danim (2003), kata bidan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
widwan yang berarti cakap “membidan”. Bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang kewenangannya melakukan
tugas pokok dan fungsinya dilegalisasi oleh pemerintah sesuai dengan persyaratan
yang berlaku.
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan
yang berlaku, dicatat (register), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek
(Sofyan, 2006).
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional
dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidan praktiknya

Universitas Sumatera Utara

79

secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Widwives (ICM)
tahun 1972 dan Federation of International Gynecologist and Obstetritian (FIGO)
tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pengertian bidan yaitu seseorang yang telah
menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh
kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu
(Estiwidani, 2008).
2.1.2.2. Peran, Fungsi dan Kompetensi Bidan
Menurut Sofyan (2006), seorang bidan mempunyai 4 (empat) peran fungsi
dan kompetensi yaitu

peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan

peneliti/investigator.
1. Peran Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan mempunyai tiga kategori tugas yaitu : tugas mandiri,
tugas kolaborasi atau tugas kerjasama, dan tugas ketergantungan atau tugas
merujuk.
2. Peran Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola, bidan mempunyai peran :
a. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan
untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja
dengan melibatkan masyarakat / klien.
b. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor
lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader

Universitas Sumatera Utara

80

kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam
wilayah kerjanya.
3. Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik, bidan mempunyai peran :
a. Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan
khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak
dan keluarga berencana.
b. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan keperawatan serta
membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya.
4. Peran Sebagai Peneliti / Investigator
Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik
secara mandiri maupun secara kelompok di masyarakat.
2.2. Pelayanan Ibu Hamil (ANC)
2.2.1. Antenatal Care (ANC)
Ante natal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk
menyiapkan

ibu

hamil

sebaik-baiknya

baik

fisik

maupun

mental,

serta

menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes
RI, 2009).
Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini

mungkin

semenjak

ia

merasa

dirinya

hamil

untuk

mendapatkan

Universitas Sumatera Utara

81

pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi (Saifuddin, 2005).
Pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan
(SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi
umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan) (Depkes RI,
2009).
Bidan sebagai ujung tombak dari pembangunan kesehatan yang berhubungan
langsung dengan pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi faktor pendukung
atau pendorong namun juga dapat menjadi faktor penghambat keberhasilan program
layanan asuhan antenatal. Dengan pemberian layanan antenatal yang maksimal pada
ibu hamil maka akan meningkatkan kunjungan kehamilan (Kemenkes, 2010).
Kunjungan kehamilan dimaksudkan untuk mendeteksi secara dini gangguan
kehamilan. Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi
kebidanan. Deteksi dini dapat juga diartikan ibu hamil yang melakukan kunjungan ke
tenaga kesehatan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap
mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh
tenaga kesehatan dan masyarakat terutama ibu hamil tentang adanya faktor risiko dan

Universitas Sumatera Utara

82

komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci
keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Salah satu faktor risiko pada ibu hamil adalah kejadian anemia pada ibu hamil yaitu
kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dl (Depkes RI, 2009). Karena itu, petugas
kesehatan secara rutin mengukur kadar hemoglobin dalam darah dan melakukan
beberapa pengujian terhadap contoh darah ibu hamil. Biasanya pengujian dilakukan
pada kunjungan pertama dan pengujian berikutnya pada kehamilan kira-kira 28
minggu. Banyak tenaga kesehatan menyarankan agar semua wanita hamil minum
tablet besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan (Jones, 2005).
Keuntungan antenatal care adalah diketahuinya secara dini keadaan
gangguan, risiko (komplikasi), pada ibu hamil dan janin, sehingga dapat melakukan
pengawasan yang lebih intensif, memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat
dikendalikan, melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat, segera
dilakukan terminasi kehamilan (Manuaba, 2010).
2.2.2. Jumlah Kunjungan Antenatal Care
Menurut Kusmiyati (2009), setiap wanita hamil memerlukan minimal 4
(empat) kali kunjungan selama periode antenatal yaitu:
1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)
2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 dan sesudah minggu ke
36).

Universitas Sumatera Utara

83

Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika merasa khawatir dapat
sewaktu-waktu melakukan kunjungan.
Adanya perbedaan jumlah kunjungan di setiap semester karena semakin tua
usia kehamilan, risiko pun semakin besar, antara lain makin banyaknya komplikasi
sehingga pemeriksaan pun harus lebih sering dilakukan. Sebaliknya, waktu hamil
muda, risiko lebih sedikit dan perkembangan janin pun masih lambat. Pemeriksaan
empat minggu sekali dianggap sudah memadai. Kecuali jika ada keluhan-keluhan dari
ibu hamil sehingga petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan lebih sering. Ibu
hamil sangat memerlukan tenaga kesehatan, tempat ia bisa bertanya tentang segala
hal yang ingin dan harus diketahui. Sekedar bertemu dengan dokter atau bidan saja,
secara psikis sudah membantu meringankan beban pikiran ibu (Solihah, 2005).
2.2.3. Tujuan Melakukan Antenatal Care (ANC)
Salah satu tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah tercapainya
Millennium Development Goals (MDG’s) yaitu penurunan Angka Kematian Bayi
(AKB) 23/100 kelahiran hidup dan anak 32/1000 kelahiran hidup sampai dua
pertiganya, serta peningkatan kesehatan ibu dan mengurangi sampai tiga perempat
jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) hamil dan melahirkan (102/100.000 kelahiran
hidup) melalui antenatal care (Lipoeto, 2011).
Menurut Kusmiyati (2009), tujuan dilakukan ANC adalah sebagai berikut :
1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
pendidikan, nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.

Universitas Sumatera Utara

84

2. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah dan atau obstetri selama
kehamilan.
3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi.
4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas
normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Menurut Manuaba (2010), melakukan pengawasan antenatal bertujuan untuk
dapat menegakkan secara dini dan menjawab pertanyaan :
1. Apakah kehamilan berjalan dengan baik.
2. Apakah terjadi kelainan bawaan pada janin.
3. Bagaimana fungsi plasenta untuk tumbuh kembang janin.
4. Apakah terjadi penyulit pada kehamilan.
5. Apakah terdapat penyakit ibu yang membahayakan janin.
6. Bila diperlukan, terminasi kehamilan (apakah terminasi dilakukan untuk
menyelamatkan ibu, apakah janin dapat hidup di luar kandungan, bagaimana
teknik terminasi kehamilan sehingga tidak menambah penyulit ibu atau
janin).
7. Bagaimana

kesanggupan

memberikan

pertolongan

persalinan

dengan

memperhitungkan tempat pertolongan itu dilakukan, persiapan alat yang
diperlukan untuk tindakan, kemampuan diri sendiri untuk melakukan
tindakan.
8. Menetapkan sikap yang akan diambil menghadapi kehamilan dengan
kehamilan risiko rendah dapat ditolong setempat, kehamilan dengan risiko

Universitas Sumatera Utara

85

meragukan perlu pengawasan intensif, kehamilan dengan risiko tinggi
dilakukan rujukan.
2.2.4. Gangguan-Gangguan Kehamilan yang Harus Diperhatikan Selama
Kehamilan
2.2.4.1. Gangguan Kehamilan Umum
Menurut Huliana (2005), gangguan-gangguan kehamilan biasa yang terjadi
pada ibu hamil dan dapat memengaruhi ke arah yang tidak menyenangkan pada
masa kehamilan adalah sebagai berikut :
a. Sering buang air kecil
Rahim yang semakin besar akan mendesak ke bagian depan perut sehingga
kandung kemih cepat terasa penuh. Untuk menghindari timbulnya gejala yang
dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin, jagalah kebersihan alat kelamin
agar tetap kering dan tidak lecet.
b. Sulit buang air besar
Perubahan hormon menyebabkan tonus otot menurun sehingga

akan

menghambat gerakan peristaltic usus. Jika hal ini terjadi, wanita hamil akan
mengalami kesulitan buang air besar. Untuk mengatasinya, minumlah air
sebanyak 500 cc per hari dan sari buah. Selain itu, makanlah pepaya dan sayuran
secukupnya. Lakukan olahraga / senam hamil secara teratur agar tubuh bergerak
lebih aktif.

Universitas Sumatera Utara

86

c. Epulis
Epulis adalah pembengkakan gusi yang terjadi saat hamil. Biasanya, gejala
muncul pada trimester pertama. Untuk mengatasinya, ibu harus berhati-hati pada
saat menggosok gigi. Pakailah sikap gigi yang halus untuk menghindari terjadinya
perdarahan. Gusi yang bengkak akan berdarah jika terluka.
d. Sakit pinggang
Sakit pinggang terjadi karena adanya peregangan tulang-tulang, terutama
di daerah pinggang yang sesuai dengan bertambah besarnya kehamilan. Untuk
mengatasinya, wanita hamil dilarang mengangkat barang dan membungkuk terlalu
lama. Untuk mendapatkan posisi tidur yang nyaman, miringkan posisi tubuh ke
kiri atau ke kanan.
e. Varises
Varises adalah proses pelebaran pembuluh darah vena karena pengaruh
perubahan hormon. Varises akan muncul di daerah kelamin luar, betis, kaki, dan
payudara. Gejala ini akan hilang setelah melahirkan. Untuk mengatasinya,
usahakan posisi kaki tidak menggantung pada saat duduk dan jangan berdiri
terlalu lama. Jika tidur, usahakan posisi kaki lebih tinggi dari badan. Gunakan
bantal yang cukup untuk menyangganya.
f. Keputihan
Keputihan masih dianggap normal jika tidak mengganggu aktivitas. Yang
harus diperhatikan adalah apakah timbul rasa gatal dan frekuensinya berlebihan
atau adanya perubahan warna menjadi kuning kehijauan dan berbau. Untuk

Universitas Sumatera Utara

87

mengatasinya, bersihkan alat kelamin dan keringkan dengan baik. Gantilah celana
dalam sesering mungkin. Gunakan celana dalam yang terbuat dari bahan katun.
g. Wasir
Wasir terjadi di daerah dubur karena adanya tekanan dari kepala bayi.
Selain itu, wasir dapat disebabkan oleh proses mengejan yang terlalu berlebihan
saat buang air besar.

Kadang-kadang, wasir dapat menimbulkan luka karena

pecah saat buang air besar yang mengakibatkan perdarahan dan rasa nyeri. Untuk
mengatasinya, penderita dianjurkan minum air putih dan jangan berdiri terlalu
lama. Hindari sembelit dengan melakukan senam serta mengonsumsi buah-buahan
dan sayuran.
h. Kram betis
Kram betis adalah kontraksi betis yang terasa sakit dan kaku. Sering terjadi
pada malam hari atau saat peregangan kaki. Untuk mengatasinya, luruskan kaki
dan posisi telapak kaki tegak lurus dan biarkan sesaat. Lakukan senam kaki secara
rutin, jika perlu kompres dengan air hangat.
i. Rasa gatal
Rasa gatal disebabkan oleh perubahan hormon. Kulit menjadi merah dan
gatal, terutama di daerah lipatan. Untuk mengatasinya, jagalah kebersihan, mandi
lebih sering dari biasanya, dan keringkan badan dengan baik. Gunakan pakaian
dari bahan katun yang nyaman dan longgar.

Universitas Sumatera Utara

88

2.2.4.2. Gangguan Kehamilan Khusus
Gangguan-gangguan kehamilan khusus yang terjadi pada ibu hamil adalah
sebagai berikut :
a. Hipertensi kehamilan (pre eklampsia/eklampsia)
Jika berat badan ibu hamil naik lebih dari 1 kg dalam seminggu, terkadang
disertai tungkai dan mata kaki yang membengkak, tekanan darah meninggi, air
seni keruh, nyeri kepala, dan penglihatan berkunang-kunang, kemungkinan itu
merupakan gejala dan tanda pre-eklampsia, yang jika dibiarkan akan masuk ke
dalam eklampsia yang disertai kejang-kejang dan koma.
Preeklampsia (preeklampsia) atau toksemia, adalah suatu gangguan yang
muncul pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20
minggu. Pemeriksaan tekanan darah yang rutin dapat membantu mendeteksi adanya
preeklampsia karena peningkatan tekanan darah yang drastis setelah usia kehamilan
di atas 20 minggu (sistolik di atas 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg; atau
peningkatan 30 mmHg untuk sistolik dan 15 mmHg untuk diastolik) merupakan
pertanda awal kemungkinan terjadinya preeklampsia. Melalui tes urin dapat dideteksi
adanya kandungan protein di urin (proteinuria). Jika terdeteksi, sebaiknya ibu harus
lebih sering mengunjungi dokter sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Muntah terus menerus
Muntah terus menerus, makan kurang, dapat menyebabkan gangguan
suasana kehidupan sehari-hari, dalam situasi demikian disebut hiperemesis
gravidarum. Pada tingkat ringan, sebaiknya memeriksakan diri dengan gejala

Universitas Sumatera Utara

89

muntah berlebihan, keadaan lemas, dan lemah, sakit pada ulu hati (perut bagian
atas), tidak mau makan, berat badan turun, turgor (kekenyalan) kulit berkurang,
lidah kering, mata cekung, kecepatan nadi meningkat, dan tekanan darah turun
(Manuaba, 2003).
c. Keluar air (cairan ketuban)
Keluarnya air yang merembes atau mengalir dari vagina tanpa atau
adanya kontraksi pada kehamilan yang belum cukup bulan dapat menyebabkan
infeksi selama kehamilan. Kondisi ini dinamakan ketuban pecah sebelum
waktunya atau ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini akan menghambat proses
persalinan. Kadang-kadang, keluhan ini akan disertai dengan turunnya tali pusat
dan terjepitnya tali pusat antara kepala janin dan panggul. Tentunya, kondisi ini
akan menyebabkan kematian janin.
Untuk mengatasi hal ini, ibu hamil harus segera pergi ke rumah sakit /
dokter untuk beristirahat. Baringkan tubuh dengan posisi lurus, kepala lebih
rendah dari kaki untuk mencegah keluarnya air ketuban yang berlebihan dan
bertambah panjang turunnya tali pusat (Huliana, 2005).
d. Anemia (kurang darah)
Ibu hamil tampak pucat, mata berwarna merah dadu, bibir dan telapak
tangan kurang merah. Ini menandakan ibu mengalami kekurangan darah (anemia).
Tanda-tanda ini disertai pening, lesu, lemas, dan mudah lelah. Jika sudah berat,
dapat timbul keluhan sesak nafas, jantung berdebar-debar.

Universitas Sumatera Utara

90

e. Kejang-kejang
Ibu mengalami kejang-kejang. Keadaan kejang berarti ada penyakit yang
berat seperti infeksi. Hal tersebut dapat membahayakan ibu sendiri maupun janin
yang dikandungnya. Keadaan ini kemungkinan ibu mengalami keracunan
kehamilan (Manuaba, 2003).
f. Nyeri perut bagian bawah
Hal ini dapat disebabkan oleh robekan plasenta dari dinding rahim. Ini
sangat berbahaya dan mengancam jiwa bila tidak segera mendapatkan
pertolongan. Nyeri yang hebat dirasakan sekitar bulan ke-7 atau 8 kehamilan bisa
berarti akan mengalami persalinan yang lebih cepat. Hal ini dapat disebabkan oleh
bayi salah letak.
g. Demam
Demam tinggi, terutama yang diikuti dengan tubuh menggigil, rasa sakit
seluruh tubuh, sangat pusing, bisa disebabkan oleh malaria. Ibu hamil dengan
demam tinggi dan berlangsung lebih dari 3 hari harus dipikirkan kemungkinan
terjadi infeksi. Apa pun penyebab infeksinya, tidak menyehatkan bagi janin yang
dikandung. Dokter perlu memeriksa kalau-kalau infeksinya berefek buruk
terhadap anak.
h. Bayi kurang bergerak seperti biasa
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke-5 atau ke-6 dan
akan meningkatkan ketika kehamilan sudah memasuki trimester III. Jika bayi
tidur, gerakannya akan melemah. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu
berbaring atau beristirahat dan jika ibu selesai makan dan minum.

Universitas Sumatera Utara

91

i. Perdarahan
Salah satu penyebab perdarahan adalah letak plasenta yang tidak normal,
berada di bawah kepala bayi. Bayi selalu berotasi, sehingga terjadi gesekan yang
dapat menimbulkan perdarahan. Pada keadaan normal, seharusnya plasenta berada
di samping kepala bayi.
Letak plasenta yang tidak normal dan beresiko perdarahan biasanya terjadi
pada ibu yang sering hamil. Perlu diketahui, kandungan yang sering hamil
menyebabkan mukosa menjadi tidak baik. Padahal, plasenta berfungsi mencari
dan memberi makanan untuk bayi.
Aktivitas seksual juga memengaruhi terjadinya perdarahan. Sebaiknya
perhatikan frekuensi dan posisi aman saat melakukan hubungan intim saat hamil.
Apalagi jika sudah terdeteksi bahwa letak plasenta ada di bahwa kepala. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan, aktivitas seksual sebaiknya dihentikan pada
bulan ke tujuh atau ke delapan. Jika terjadi perdarahan segera bawa ke tenaga
kesehatan (Solihah, 2005).
2.2.5. Kinerja Bidan dalam Pelayanan ANC
Menurut Kusmiyati (2009), kinerja bidan dalam pelayanan ANC atau asuhan
kebidanan meliputi layanan kebidanan primer, layanan kebidanan kolaborasi dan
layanan kebidanan rujukan. 1)Layanan kebidanan primer merupakan pelayanan bidan
yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab bidan; 2)Layanan kebidanan kolaborasi
merupakan layanan bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara

Universitas Sumatera Utara

92

bersama atau sebagai salah satu urutan proses kegiatan layanan; 3) Layanan
kebidanan rujukan adalah layanan bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan
yang lebih tinggi atau sebaliknya bidan menerima rujukan dari dukun, juga layanan
horisontal maupun vertikal ke profesi kesehatan lain.
Dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil, sebagaimana hak pasien
pada umumnya, Kusmiyati (2009) menyebutkan ibu hamil juga mempunyai hak-hak
yang sama dengan hak pasien antara lain:
1. Wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif, yang diberikan
secara bermartabat dan dengan rasa hormat.
2. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk/semua perempuan dan
keluarga.
3. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya.
Menurut Depkes RI (2009), dalam penerapannya, pelayanan antenatal care
(ANC) terdiri dari: 1)Timbang berat badan dan ukur tinggi badan; 2)Ukur tekanan
darah; 3)Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas); 4)Ukur tinggi fundus uteri;
5)Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ); 6)Skrining status
imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan;
7)Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan; 8)Tes laboratorium
(rutin dan khusus); 9)Tatalaksana kasus; 10)Temu wicara (konseling), termasuk
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca
persalinan.

Universitas Sumatera Utara

93

Menurut Kusmiyati (2009), tindakan bidan untuk setiap kali kunjungan adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil
Kunjungan

Waktu

Trimester
Pertama

Sebelum minggu
ke-14

Kegiatan / Tindakan

1. Membina hubungan saling percaya antara
bidan dan ibu hamil.
2. Mendeteksi masalah dan mengatasinya.
3. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia
kehamilan.
4. Mengajari ibu cara mengatasi ketidaknyamanan.
5. Mengajarkan dan mendorong perilaku yang
sehat (cara hidup sehat ibu hamil, nutrisi,
mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan)
6. Memberikan imunisasi tetanus toxoid (TT),
tablet besi.
7. Mulai mendiskusikan mengenai persiapan
kelahiran bayi dan kesiapan untuk
menghadapi kegawatdaruratan.
8. Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
9. Mendokumentasikan
pemeriksaan
dan
asuhan.
Trimester
Sebelum minggu 1. Sama seperti di atas, ditambah dengan:
Kedua
ke-28
2. Kewaspadaan khusus terhadap preeklampsia
(tanya ibu tentang gejala-gejala preeklampsia,
pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa
untuk mengetahui proteinuria).
Trimester
Antara minggu 28- 1. Sama seperti di atas, ditambahkan
ketiga
36
2. Palpasi abdominal untuk mengetahui apakah
ada kehamilan ganda.
Setelah 36 minggu 1. Sama seperti di atas, ditambahkan
2. Deteksi letak janin dan kondisi lain kontra
indikasi bersalin di luar rumah sakit.
Apabila ibu mengalami masalah/ Diberikan pertolongan awal sesuai dengan
komplikasi/kegawatdaruratan
masalah yang timbul.
Ibu dirujuk ke SpOG/RSU untuk konsultasi/
kolaborasi dan melakukan tindak lanjut.
Sumber: Kusmiyati (2009).

Universitas Sumatera Utara

94

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Bidan dalam Pelayanan Ibu
Hamil (ANC)
2.3.1. Pengalaman
Pengalaman adalah guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadi dapat digunakan
sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi pada masa yang lalu (Notoatmodjo, 2007).
Menurut

Sofyan

(2006),

lamanya

seorang

bidan

bekerja

dapat

diklasifikasikan dalam:
1. ≤ 10 tahun yaitu bidan yang bekerja antara 0 – 10 tahun.
2. 11 – 20 tahun, yaitu bidan yang bekerja antara 11 - 20 tahun.
3. >20 tahun yaitu bidan yang telah bekerja >20 tahun.
Pengalaman bekerja seorang bidan dapat diidentikkan dengan lamanya
masa bekerja dalam menjalani sesuai profesinya. Dengan semakin banyaknya
pengalaman yang diperoleh seseorang selama bekerja maka pengetahuan bidan
juga bertambah pula, dengan pengetahuannya tersebut bidan dapat menyesuaikan
diri dengan pekerjaan yang diembannya dan dapat meningkatkan kinerjanya
sebagai seorang bidan (Depkes RI, 1996).

Universitas Sumatera Utara

95

2.3.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek

melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku individu yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (application). Analisis (analysis), sintesis
(synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2007).
Sebelum

seseorang

mengadopsi

perilaku

(berperilaku

baru)

dan

mempunyai kinerja yang baik maka orang tersebut harus tahu terlebih dahulu apa
arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya
(Notoatmodjo, 2007).
2.3.3. Motivasi Kerja
McDonald dalam (Sarworini, 2007) mengatakan bahwa motivation is a energy
change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal

Universitas Sumatera Utara

96

reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang
ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa
kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka
seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya
yang dapat ia lakukan untuk mencapainya.
Konsep motivasi menurut Stephen P. Robbins adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Menurut
Reksohadiprodjo dalam (Sarworini, 2007), pengertian motivasi yaitu menyangkut soal
perilaku manusia dan merupakan elemen vital di dalam manajemen. Motivasi berasal dari
kata ‘motive’, yaitu segala sesuatu yang membuat seseorang bertingkah laku tertentu atau
paling tidak berkeinginan untuk bersikap tertentu.

Gray (1992) mengatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses
yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan
timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.
Berdasarkan

definisi

di

atas

disimpulkan

motivasi

adalah

bagaimana

menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan menunjukkan
kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi
untuk keberhasilan suatu organisasi dalam sebuah rumah sakit, sedangkan bagi
bidan yang bekerja di lapangan membutuhkan motivasi baik dari dalam dirinya
maupun dari luar dirinya (Winardi, 2007).

Universitas Sumatera Utara

97

2.3.4. Insentif
Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu
yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang
dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi (Hasibuan,
2009). Mangkunegara (2006) mengemukakan bahwa: Insentif adalah suatu bentuk
motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga
merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan
kontribusi terhadap organisasi (perusahaan).
Pada umumnya para karyawan atau orang yang bekerja mendambakan bahwa
kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan-imbalan yang diperoleh dari
organisasi. Para karyawan tersebut menentukan pengharapan-pengharapan mengenai
imbalan-imbalan dan kompensasi yang diterima jika tingkat kinerja tertentu telah
tercapai. Imbalan diartikan Gibson (1996) adalah sesuatu yang diberikan manajer
kepada para karyawan setelah mereka memberikan kemampuan, keahlian dan
usahanya kepada organisasi, imbalan dapat berupa upah, alih tugas promosi, pujian
dan pengakuan.
Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang unggul dan
diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu
terus berlanjut di masa depan, oleh karena itu mereka akan menentukan tingkat
kinerja yang lebih tinggi dan mengharapkan tingkat kompensasi yang tinggi pula.
Sudah barang tentu bilamana karyawan memperkirakan hubungan yang lemah antara
kinerja dengan imbalan, maka mereka mungkin akan menentukan tujuan-tujuan

Universitas Sumatera Utara

98

minimal guna mempertahankan pekerjaan mereka tetapi tidak melihat perlunya
menonjolkan diri dalam posisi-posisi mereka (Setiawan, 2007).
2.3.5. Dukungan Masyarakat
Untuk efektivitas peningkatan pelayanan kesehatan, bidan bekerja sama
dengan masyarakat mengembangkan wahana yang ada di masyarakat untuk berperan
aktif dalam bidang kesehatan/ Wahana atau forum yang ada di masyarakat yang
dipandang mampu untuk berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan diantaranya
adalah posyandu. Poskdeses beserta kelengkapan-kelengkapannya yang mendukung
peningkatan derajat kesehatan masyarakat seperti ambulan desa, tabulin dan dasolin.
Agar kinerja bidan meningkat maka perlu dukungan dari masyarakat untuk
tercapainya kualitas kesehatan masyarakat di wilayah kerja bidan tersebut (Meilani,
dkk. 2009).
2.3.6. Pembinaan dari Atasan
Pimpinan

atau

atasan

merupakan

leader

bagi

setiap

bawahannya,

bertanggungjawab dan memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan.
Pimpinan harus mengikutsertakan karyawan atau bawahan dalam mengambil
keputusan sehingga karyawan memiliki peluang untuk mengeluarkan pendapat, ide
dan gagasan demi keberhasilan perusahaan (Ribhan, 2008).
Menurut Muninjaya (2004) fungsi pembinaan atau pengawasan bertujuan
agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas bawahan
untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan. Seorang atasan dalam
usahanya menjalankan dan mengembangkan pembinaan atau pengawasan perlu

Universitas Sumatera Utara

99

memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut 1)Pembinaan yang dilakukan harus
dimengerti oleh bawahan dan mudah diukur, 2)Fungsi pembinaan merupakan
kegiatan yang dalam upaya mencapai tujuan organisasi, dan 3) Standar kerja harus
dijelaskan kepada semua bawahan, karena kinerja bawahan akan terus dinilai oleh
atasan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan reward kepada mereka
yang dianggap mampu bekerja. Jika hal ini dapat dilaksanakan, bawahan akan
lebih meningkatkan rasa tanggungjawab dan komitmennya terhadap kegiatan
program sehingga pengawasan akan dapat dilakukan lebih objektif.
2.4. Landasan Teori
Kinerja merupakan indikator keberhasilan suatu program termasuk dalam
penerapan asuhan kebidanan yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan, dan salah satu faktor yang memerlukan tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional. Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan oleh bidan seyogyanya
dilandasi oleh ilmu pengetahuan dan kiat kebidanan bersifat komprehensif yang
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial dan spiritual.
Pendapat Timple (1999) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari sifat-sifat
dalam diri seseorang karyawan, sedangkan faktor eksternal yaitu berasal dari
lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Menurut Mangkunegara (2006) faktor
yang memengaruhi pencapaian kinerja terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor

Universitas Sumatera Utara

100

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Gibson (1996) menyatakan
terdapat tiga kelompok variabel yang memengaruhi kinerja yaitu: (1) variabel
individu, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar
belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan
sebagainya. (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan
(insentif), struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi,
sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Teori L.W.Green (1980)
faktor predisposisi yaitu pengetahuan, pengalaman, jenis kelamin, status, asal, dan
sebagainya. Faktor yang kedua yaitu pemungkin (enabling), yang memungkinkan
seseorang/individu berperilaku seperti yang diharapkan antara lain adanya pelatihan
yang diperlukan, faktor sarana seperti tempat kerja, alat transport, pedoman kerja,
dana dan sebagainya, sedangkan faktor reinforcing yaitu yang mendukung seseorang
untuk berperilaku, seperti untuk penampilan kerja, antara lain dukungan pimpinan,
teman sekerja, dukungan sosial (masyarakat), dukungan-dukungan pemerintah dan
lain sebagainya. Zainul (2008) menambahkan faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja yaitu Efektivitas dan efisiensi, Otoritas (wewenang), Disiplin, Inisiatif.
Hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan variabel berhubungan
signifikan dengan kinerja bidan yaitu penelitian Aliah (2010) kemampuan,
keterampilan, dan motivasi kerja; Penelitian Mardiah (2011) yaitu pelatihan,
pendidikan, dan tingkat pengetahuan; Penelitian Hayadi (2007) yaitu umpan
balik dari atasan, motivasi dan insentif, serta pengetahuan; Penelitian Husna dan

Universitas Sumatera Utara

101

Besral (2008) yaitu tidak adanya pesaing, adanya pembinaan, pengetahuan dan
motivasi.
Berdasarkan teori dan beberapa hasil penelitian di atas tentang faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kinerja bidan maka peneliti mengombinasikan
beberapa faktor tersebut dan menduga bahwa motivasi kerja, pengalaman,
pengetahuan; insentif, dukungan masyarakat, adanya pembinaan dari atasan
berhubungan dengan kinerja

bidan di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli

Serdang.

2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun
kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen

Variabel Dependen

Internal
a. Pengalaman
b. Pengetahuan
c. Motivasi Kerja
Kinerja Bidan dalam
Pelayanan Ibu Hamil
(ANC)
Eksternal
a. Insentif
b. Dukungan Masyarakat
c. Pembinaan dari Atasan

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

102

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa motivasi kerja,
pelatihan, pengalaman, pengetahuan; insentif, adanya pembinaan dari atasan
berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam memberikan pelayanan ibu hamil
(ANC).

Universitas Sumatera Utara