Hubungan Antara Suku Batak Toba Dan Batak Pakpak (Studi Kasus Di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi)

BAB II
GAMBARAN LOKASI DESA BANGUN
2.1. Letak dan Lokasi
Desa Bangun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Parbuluan Kabupaten Dairi. Jarak Desa Bangun ke Ibukota kecamatan sekitar 7
km, sedangkan jarak Desa ke Ibukota kabupaten sekitar 15 km. Jarak dengan
dusun terdekat adalah ± 0 km dan dusun terjauh adalah ±2 km. Desa Bangun
merupakan jalan lintas menuju Kecamatan Parbuluan. Desa ini dikenal dengan
desa didalan na tigor yang artinya desa dijalan yang lurus,karena jalan lintas di
desa ini berbentuk lurus memanjang. Sehingga masyarakat menyebutnya desa
didalan na tigor. Rumah penduduk berjejer di sepanjang pinggir jalan mengikuti
alur jalan lintas.
Untuk sampai ke desa ini dibutuhkan waktu sekitar ± 25 menit dari pusat
kota Sidikalang menggunakan angkutan umum dengan nomor trayek 88. Dengan
tarif ongkos untuk dewasa Rp. 7000, PNS/karyawan Rp. 5000, mahasiswa/siswa
Rp.3000. Sedangkan menempuh desa menggunakan sepeda motor dibutuhkan
waktu sekitar ± 15 menit. Untuk bepergian sebagian besar masyarakat
menggunakan sepeda motor karena lebih hemat dan cepat. Oleh karena itu,
hampir semua masyarakat desa Bangun memiliki alat transportasi terutama sepeda
motor. Sedangkan angkutan umum sebagian besar digunakan oleh penduduk
diluar desa Bangun.


Universitas Sumatera Utara

Desa Bangun ini juga merupakan jalan lintas Medan - Kabupaten Samosir.
Masyarakat dari Medan menuju Kabupaten Samosir dan sebaliknya menggunakan
akses jalan desa Bangun dengan nama trayek Sampri, Dairi transport, PAS, BTN,
CKB dan Himpak. Transportasi seperti truk pengangkut hasil bumi masyarakat
baik antar desa, antar kota, bahkan antar provinsi juga melintasi desa ini.
Masyarakat desa Bangun mengangkut hasil bumi seperti tomat, cabai, sayuran dan
tanaman tahunan seperti jeruk dan kopi untuk dijual di pusat pasar kota
Sidikalang. Bahkan ada juga yang mengangkut nya sampai ke Medan, Aceh,
Pekanbaru, dan kota lainnya.
Secara administratif desa Bangun memiliki batasan wilayah yaitu : sebelah
Utara berbatasan dengan sungai Lae Renun, sebelah Selatan berbatasan dengan
desa Lae Hole II, sebelah Timur berbatasan dengan desa Lae Hole, dan sebelah
Barat berbatasan dengan desa Bangun I. Seluruh wilayah yang berbatasan dengan
desa Bangun berada dalam satu kecamatan dan satu kabupaten.
Akses jalan tiap desa ke ibukota kabupaten relatif mudah. Karena seluruh
desa sudah dapat dilalui oleh alat transportasi roda dua dan roda empat dan
jaraknya pun relatif dekat. Oleh karena itu, banyak pedagang turun langsung ke

lapangan menjual kebutuhan pokok masyarakat sampai ke desa yang terpencil
dimana akses transportasi yang sangat sulit dengan menggunakan mobil pick-up.
Adapun bahan pokok yang dijual seperti ikan, sayur, beras, minyak, gas dan
sebagainya. Hal ini sangat menguntungkan bagi masyarakat desa Bangun. Selain
dari menghemat uang, hal tersebut juga menghemat waktu. Karena jarak dari desa
ke pusat perbelanjaan lumayan jauh dan memakan waktu yang cukup lama.
Sehingga masyarakat desa tidak lagi ke kota untuk mendapatkan bahan pangan.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sejarah Desa
Desa Bangun dibentuk pada sekitar tahun 1957-1960 dan berdiri sekitar
tahun 1961. Pada dasarnya pembentukan Desa Bangun dibagi menjadi 2 cakupan
wilayah yakni Desa Bangun I dan Desa Bangun II, namun karena kedua wilayah
belum mampu untuk memiliki sistem pemerintahan sendiri maka kedua wilayah
disatukan menjadi satu desa yaitu Desa Bangun dan dipimpin oleh satu orang
kepala desa. Pada perkembangannya dilihat dari tingkat penduduk yang sudah
semakin bertambah maka pada tahun 2007 Desa Bangun dimekarkan menjadi II
desa yaitu Desa Bangun dan Desa Bangun I.
Nama Bangun berasal dari bahasa Indonesia yang artinya bangkit. Hal

tersebut karena pada awalnya masyarakat yang tinggal di desa Bangun sangat
miskin. Masyarakat hanya menanam sawah untuk memenuhi kebutuhannya. Hasil
yang mereka dapatkan relatif sangat sedikit. Untuk memenuhi kebutuhannya,
hasil panen tersebut cenderung pas-pasan. Sehingga mereka menganggap nama
Bangun sangat tepat. Mereka mendefinisikan nama Bangun untuk generasi
penerus yaitu anak-anak mereka agar bangkit dari kemiskinan.
Belum ditemukan dokumen tertulis yang dapat menceritakan secara lebih
lengkap dan terperinci tentang sejarah berdirinya Desa Bangun. Akan tetapi dari
informasi yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat
diketahui bahwa suku pertama yang mendiami desa Bangun adalah suku Batak
Pakpak yaitu marga Capah.
Seluruh marga Pakpak berasal dari nenek moyang yang sama dan dari
daerah asal yang sama yang disebut tanoh Pakpak. Suku Batak Pakpak berpusat di

Universitas Sumatera Utara

wilayah kecamatan Salak. Untuk menghindari pertengkaran antar saudara suku
Pakpak, orang tua mereka membagi daerah kekuasaan kepada masing-masing
anaknya.
Marga Sinamo dan Boangmanalu memiliki daerah kekuasaan di

kecamatan Salak. Marga Bako dan Berutu memiliki daerah kekuasaan di
kecamatan Sidikalang. Marga Bintang memiliki daerah kekuasaan di desa Bintang
atau Pasar Lama. Marga Angkat memiliki daerah kekuasaan di desa Sidiangkat.
Marga Lingga memiliki daerah kekuasaan di kecamatan Sumbul. Marga Kudadiri
memiliki daerah kekuasaan di kecamatan Sitinjo. Marga Capah memiliki daerah
kekuasaan di kecamatan Parbuluan yaitu di desa Bangun. Hal inilah yang
mendorong Suku Pakpak menjadi suku pertama yang mendiami desa Bangun
yaitu marga Capah.
Sedangkan informasi yang lain mengatakan nenek moyang suku Batak
Toba berpindah ke desa Bangun. Dengan alasan tanah di desa Bangun tersebut
cukup subur dan mendukung untuk bercocok tanam. Suku Batak Pakpak
menerima kedatangan suku Batak Toba untuk tinggal dan melanjutkan
kelangsungan hidup di daerah tersebut. Suku Batak Pakpak memberikan pinjaman
lahan kepada suku Batak Toba untuk digarap dan ditanami. Kemudian suku Batak
Toba membuka lahan dan mendirikan rumah perlindungan yang sangat sederhana.
Kesuburan daerah ini menjadi faktor penarik terhadap suku Batak Toba yang lain.
Bukti sejarah awal berdirinya desa Bangun ini adanya sebuah batu yang
tidak terlalu besar yang pada awalnya diletakkan di depan rumah raja adat suku
batak Pakpak, di sebuah dolok atau bukit kecil dipinggir jalan. Kemudian


Universitas Sumatera Utara

dipindahkan tidak jauh dari tempat semula di sebuah bukit. Pemindahan bukti
sejarah ini terjadi ketika dilakukan pelebaran jalan. Batu tersebut diletakkan
didekat tiang listrik tepat dibelakang bukit kecil.

2.3. Luas dan Pembagian Wilayah
Desa Bangun sebagian besar terdiri dari dataran tinggi, berbukit dan
miring dengan kemiringan antara 10°- 15°. Ketinggian rata-rata antara 1100 s/d
1200 dpl. Dari sisi tipologinya desa ini dapat digolongkan pada daerah
perladangan/tegalan. Dari sisi tingkat perkembangannya dapat diklasifikasikan
pada tingkat swadaya.
Desa Bangun mempunyai kedudukan yang strategis karena merupakan
lintasan yang menghubungkan antar Kecamatan Parbuluan, Sitinjo, Kabupaten
Samosir. Desa ini memiliki luas wilayah yang cukup luas yakni 1015 Ha. Dengan
jumlah penduduk 431 KK dan jumlah penduduk 1983 jiwa, yang terdiri dari
beberapa suku/etnis diantaranya adalah Suku Batak Toba, Batak Pakpak, Batak
Karo, Batak Simalungun, Nias, Jawa, Padang, Flores dan suku Cina yang
senantiasa hidup rukun dan damai. Desa Bangun terdiri dari 3 (tiga) Dusun yaitu
Dusun I (Bangun Simartolu), Dusun II (Bangun II), Dusun III (Barisan Tigor).

2.4. Kependudukan
2.4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah keseluruhan penduduk Desa Bangun pada April 2016 adalah 1972
jiwa. Bila dilihat dari jenis kelamin penduduk maka jumlah laki-laki dan
perempuan hampir sama. Jumlah perempuan mencapai 978

jiwa sedangkan

jumlah laki laki hanya 994 jiwa.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
(Dalam satuan jiwa)
No
1.
2.

Jenis Kelamin

Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Sumber : Data kepala desa 2016

Jumlah
994
978
1972

Suku Batak menganut sistem patrilineal, marga dan keturunan berasal dari
pihak ayah. Sehingga dalam sebuah keluarga diharapkan kelahiran anak laki-laki.
Walaupun jumlah anak perempuan banyak di dalam sebuah keluarga, tidak
menutup harapan dan usaha orangtua untuk mendapatkan anak laki-laki. Karena
menurut mereka anak laki-laki adalah generasi penerus.
Bila dilihat pada tabel diatas, tabel terebut menunjukkan bahwa keinginan
dan harapan suku Batak Toba untuk memiliki banyak anak laki-laki tidak sesuai
dengan kenyataannya. Jumlah anak laki-laki dan anak perempuan memiliki
perbedaan yang relatif sangat kecil. Jumlah anak laki-laki dan anak perempuan
hampir sama.

2.4.2 Agama
Kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan setiap penduduk telah
dijamin

oleh

negara

sehingga

tidak

ada

paksaan

untuk

menganut


agama/kepercayaan tertentu. Penduduk desa Bangun bebas memilih dan memeluk
salah satu agama yang diakui oleh negara.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Menurut Agama
(Dalam satuan jiwa)
No
1.
2.
3.

Agama
Islam
Katolik
Protestan
Jumlah

KK

10
171
250
431

%
2,3
39,7
58
100

Jiwa
48
732
1192
1972

%
2,4
37,2

60,4
100

Jumlah
Laki- Laki
27
375
592
994

%
2,7
37,7
59,6
100

Perempuan
21
357
600
978

Di desa ini hanya terdapat 3 jenis agama yaitu Kristen Protestan, Kristen
Katolik, dan Islam. Karena umumnya masyarakat suku Batak Toba memeluk
agama Kristen Protestan yaitu sebanyak 1192 jiwa sekitar 60%. Dan suku Batak
Pakpak memeluk agama Kristen Katolik sebanyak 732 jiwa sekitar 37%.
Sedangkan 48 jiwa sebanyak 2,4% memeluk agama Islam berasal dari suku Batak
Pakpak dan Batak Karo.
Sarana ibadah yang ada di Desa Bangun yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.3
Jumlah Sarana Ibadah
No

Jenis Sarana Ibadah

1.
Gereja
2.
Mesjid
Jumlah
Sumber : Data kepala desa 2016

Jumlah
4
1
5

Pada umumnya di Desa Bangun mayoritas beragama Kristen Protestan.
Dilihat dari jumlah penduduk yang beragama Kristen Protestan sebanyak 250 KK
dengan jumlah penduduk sebanyak 1192 jiwa yaitu sekitar 58%. Dengan jumlah

Universitas Sumatera Utara

%
2,1
36,5
61,4
100

sarana ibadah yang tersedia sebanyak tiga gedung gereja untuk Kristen Protestan.
Dan jumlah penduduk yang beragama Kristen Katolik sebanyak 171 KK dengan
jumlah penduduk sebanyak 732 jiwa yaitu hampir 40%. Dengan jumlah sarana
ibadah yang tersedia sebanyak satu gedung gereja. Dan penduduk yang beragama
Islam sebanyak 10 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 48 jiwa yaitu sekitar
2%. Sarana ibadah yang tersedia sebanyak satu gedung mesjid.

2.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa
Meskipun raja nihuta di Desa Bangun adalah suku Batak Pakpak, akan
tetapi mayoritas suku bangsa di desa Bangun adalah suku Batak Toba. Hal ini
disebabkan migrasi dan tingginya mobilitas penduduk menyebabkan suku Batak
Toba mendiami hampir seluruh desa Bangun. Sedangkan suku Batak Pakpak
mendiami sebagian kecil wilayah di Dusun I atau yang sering disebut dengan
Bangun Simartolu.
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa
(Dalam satuan jiwa)

No

Suku

KK

%

1. Toba
393
91.1
2. Karo
3
0,7
3. Simalungun 1
0,2
4. Padang
2
0,5
5. Nias
1
0,2
6. Jawa
2
0,5
7. Pak-pak
25
5,8
8. Dll
4
1
Jumlah
431
100
Sumber : Data kepala desa 2016

Jiwa
1743
18
6
13
3
6
161
22
1972

Jumlah
Lakilaki
88,4 877
0,9
8
0,3
3
0,6
7
0,2
2
0,3
4
8,2
81
1,1
12
100 994
%

%
88,2
0,8
0,3
0,7
0,2
0,4
8,2
1,2
100

Pr
866
10
3
6
1
2
80
10
978

%
88,6
1
0,3
0,6
0,1
0,2
8,2
1
100

Universitas Sumatera Utara

Bila dilihat pada tabel diatas, jumlah penduduk suku Batak Toba sebanyak
1743 jiwa yaitu 88,4%, suku Batak Pakpak sebanyak 161 jiwa yaitu 8,2%, suku
Batak Karo sebanyak 18 jiwa yaitu 0,9%, suku Padang sebanyak 13 jiwa yaitu
0,6%, suku Batak Simalungun sebanyak 6 jiwa yaitu 0,3%, suku Jawa sebanyak 6
orang yaitu 0,3%, suku Nias sebanyak 3 jiwa yaitu 0,2%, dan suku lain-lain
seperti Cina, Flores dan India sebanyak 22 jiwa yaitu 1%.
2.4.4 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk desa Bangun berada di sektor pertanian.
Pemanfaatan sektor pertanian berkaitan dengan luasnya lahan kosong yang dapat
digunakan untuk budidaya pertanian. Usaha tani yang dilakukan adalah pertanian
ladang yaitu kopi. Tetapi banyak juga yang memanfaatkan lahan kosong dengan
menanam tanaman muda seperti cabai dan sayuran. Saat ini, sebagian petani kopi
sudah mulai mengganti ladang kopi menjadi ladang jeruk. Hal ini diakibatkan
ladang kopi tidak menghasilkan buah yang banyak. Harga yang ditawarkan oleh
pedagang juga sangat rendah. Banyak petani kopi beralih menjadi petani jeruk.
Apalagi saat ini buah jeruk harganya cukup mahal, ditambah lagi ladang jeruk
lebih menghasilkan dan menjanjikan kedepannya.
Penduduk suku Batak Pakpak yang merupakan tuan tanah di desa Bangun,
memiliki banyak ladang khususnya ladang kopi. Banyak dari mereka yang
memiliki ladang kopi yang luas. Untuk menggarap ladang mereka, mereka
membagi pekerjaan ladang bersama isteri, anak laki-laki, dan anak perempuannya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
(Dalam satuan jiwa)
Mata
Pencaharian
KK
1.
Petani
304
2.
PNS/TNI/POLRI 20
3.
Buruh
4.
Wiraswasta
47
5.
Dll
60
Jumlah
431
Sumber : Data kepala desa 2016.
No

%
70,5
4,6
10,9
14
100

Jumlah
Jiwa
%
Laki
649 62,7 300
35
3,4
20
157 15,1 69
194 18,8 105
1035 100 495

%
60,7
4,1
14
21,2
100

Pr
349
15
88
88
540

Masyarakat di desa ini kecenderungan memiliki mata pencaharian sebagai
petani yang berjumlah 649 jiwa yaitu sekitar 63% . Lahan yang subur yang sangat
menjanjikan masyarakat untuk bertani. Sebagian kecil masyarakat di desa ini
memiliki mata pencaharian sebagai PNS/TNI/POLRI sebanyak 35 jiwa yaitu
sekitar 3%. Dan yang memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta sebanyak
157 jiwa yaitu sekitar 15%. Beberapa masyarakat ada juga yang bekerja sebagai
tukang gilingan kopi dan beternak yaitu sebanyak 194 jiwa yaitu sekitar 19%.
Mayoritas penduduk di desa Bangun memiliki lahan kopi. Jadi banyak
masyarakat yang bekerja sebagai tukang gilingan kopi dengan menggunakan
kayu, paku, dan palu. Gilingan kopi ini digunakan untuk mengupas kulit kopi.
Gilingan kopi juga dijual ke luar desa bahkan ke luar kota. Beberapa penduduk
juga ada yang beternak ayam dan babi. Mereka memelihara babi dan dijual untuk
acara pesta orang lain dan sebagian orang juga ada yang memelihara sendiri untuk
acara pesta sendiri. Sehingga bisa meringankan biaya pesta.

Universitas Sumatera Utara

%
64,6
2,8
16,3
16,3
100

2.5. Bahasa
Bahasa pengantar yang digunakan di desa ini adalah bahasa Batak Toba.
Tetapi bisa saja kita mendengar bahasa Pakpak saat sesama suku Batak Pakpak
sedang berbicara. Bahasa Pakpak hanya dipakai oleh sebagian kecil suku Pakpak.
Saat ini anak laki-laki suku Batak Pakpak banyak yang menikah dengan
perempuan suku Batak Toba. Ketika anaknya lahir, tentunya si anak lebih banyak
menghabiskan waktu bersama ibunya. Karena si ibu berasal dari suku Batak Toba,
bahasa yang diketahui dan dipakainya adalah bahasa Batak Toba. Sehingga
seorang ibu akan mengajari anaknya menggunakan bahasa Batak Toba. Begitu
juga dengan si suami akan menggunakan bahasa Batak Toba saat berbicara
dengan si istri.
Bahasa Batak Pakpak bisa didengar saat sepasang suami istri yang sama
sama berasal dari suku Batak Pakpak sedang berbicara. Tetapi tidak semua
pasangan suami istri yang berasal dari suku Batak Pakpak menggunakan bahasa
itu. Bahasa Batak Pakpak itu dipakai oleh pasangan suami istri yang sudah lanjut
usia. Atau sesama saudara laki-laki maupun perempuan yang memakainya.
Karena dulu orang tua mereka masih mengajarkan bahasa Batak Pakpak dalam
berbicara. Tetapi ketika terjadi pernikahan dengan antar suku, bahasa Pakpak
tidak diajarkan lagi.
Seperti yang ditemukan oleh penulis di lapangan saat dua orang yang
berasal dari suku Batak Pakpak sedang berbicara, mereka menggunakan bahasa
Batak Pakpak. Kemudian saat seorang suku Batak Toba masuk kedalam
percakapan mereka, mereka mengubah bahasa mereka menggunakan bahasa
Batak Toba. Karena suku Batak Toba tersebut tidak mengetahui bahasa Batak

Universitas Sumatera Utara

Pakpak. Hal inilah yang mendorong bahasa Batak Pakpak tidak pernah terdengar
dan dipakai lagi. Sehingga menyebabkan masyarakat batak Pakpak tidak
mengetahui bahasa Batak Pakpak.
Untuk berinteraksi dengan lingkungannya, suku Toba, suku Pakpak, dan
suku lainnya menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar. Karena
hampir semua masyarakat sudah mengetahui bahasa Batak Toba.
2.6. Sarana dan Prasarana Desa
2.6.1. Sarana Kesehatan dan Jenis Penyakit
Kesehatan merupakan kata kunci yang harus dipedomani, sebab manusia
yang sehat yang dapat berpikir dan berbuat untuk pembangunan negara ini. Akan
tetapi sebagai manusia suatu waktu pasti terkena penyakit. Menyikapi kondisi
tersebut perlu adanya antisipasi melalui pengadaan sarana dan prasarana
kesehatan.

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di desa Bangun dilengkapi sebanyak 4
sarana kesehatan yaitu pustu atau puskesmas pembantu dan posyandu. Pustu yang
tersedia sebanyak satu unit dan posyandu sebanyak 3 unit. Secara terperinci dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.6
Jumlah Sarana Kesehatan
No
Uraian
1.
Pustu
2.
Posyandu
Jumlah

Jumlah
1
3
4

Universitas Sumatera Utara

Penyakit yang sering diderita oleh masyarakat adalah Influenza. Hal ini
didukung oleh suhu daerah yang dingin dan cuaca yang tidak menentu. Ketika
masyarakat terkena penyakit terlebih dahulu mendapatkan pertolongan dari bidan
atau perawat yang menguasai ilmu kesehatan. Untuk jenis penyakit berat seperti
tifus dan demam berdarah dibawa ke puskesmas kemudian dirujuk ke Rumah
Sakit Umum Sidikalang.
2.6.2. Sarana Pendidikan dan Angkatan Kerja
Sarana pendidikan yang ada di desa Bangun hanya Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) yang berjumlah satu unit dan Sekolah Dasar (SD) satu unit, serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berjumlah satu unit. Sementara sarana
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sama sekali tidak ada. Penduduk
setempat harus keluar desa bahkan harus ke ibukota untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Biasanya masyarakat menyekolahkan
anaknya ke pusat kota Sidikalang. Tetapi ada juga yang menyekolahkan anaknya
ke kecamatan Parbuluan, karena disana juga tersedia Sekolah Menengah Atas
(SMA).
Tabel 2.7
Jumlah Sarana Pendidikan
No
Uraian
1.
PAUD
2.
SD
3.
SMP
Jumlah

Jumlah
1
1
1
3

Universitas Sumatera Utara

Sarana pendidikan di desa ini sangat terbatas. Masing-masing sarana
pendidikan seperti PAUD, SD, SMP hanya berjumlah satu unit. Bagi masyarakat
yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi seperti SMA, D3 dan S1 harus
keluar desa, bahkan keluar kota khususnya kota Medan.
Tabel 2.8
Jumlah Lulusan Tenaga Kerja
No
1
2
3
4
5
6

Lulusan Tenaga Kerja
Lulusan S-1
Lulusan Diploma
Lulusan SLTA
Lulusan SMP
Lulusan SD
Tidak Tamat SD/ Tidak
Sekolah

Jumlah
73
64
221
151
160
579

Pendidikan di desa Bangun kecamatan Parbuluan kabupaten Dairi
tergolong buruk, dilihat dari sedikitnya jumlah penduduk yang telah
menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dari total penduduk di desa ini,
jumlah penduduk lulusan S1/Diploma berjumlah 137 orang. Dan jumlah
penduduk yang telah memenuhi wajib belajar sembilan tahun adalah 372 orang.
Sedangkan jumlah penduduk yang

lulus SD/ tidak tamat SD/ tidak sekolah

sebanyak 739 orang.
Penduduk banyak yang tidak memenuhi wajib belajar sembilan tahun,
bahkan yang tidak tamat SD atau bahkan tidak sekolah memiliki angka yang
cukup besar yaitu sekitar 579 orang.
Tingkat lulusan pendidikan tentu sangat mempengaruhi angkatan tenaga
kerja. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaksesuaian keahlian dan

Universitas Sumatera Utara

keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan rendahnya penyerapan tenaga
kerja. Kualitas tenaga kerja

yang rendah mengakibatkan kesempatan kerja

semakin kecil dan terbatas. Padahal tenaga kerja merupakan faktor pendukung
perekonomian suatu desa. Untuk memajukan perekonomian desa diperlukan
tenaga kerja yang berkualitas.
2.6.3. Sarana Transportasi
Wilayah Desa Bangun tidak terlalu jauh dari ibukota. Untuk menuju
ibukota mereka menghabiskan waktu sekitar ± 25 menit menggunakan angkutan
umum. Dan menggunakan sepeda motor dibutuhkan waktu sekitar ± 15 menit.
Lokasi ini merupakan jalan lintas menuju Kabupaten Samosir sehingga akses
masyarakat tidak begitu sulit untuk bepergian. Desa Bangun ini merupakan jalan
lintas Medan - Kabupaten Samosir. Masyarakat dari Medan menuju Kabupaten
Samosir dan sebaliknya menggunakan akses jalan desa Bangun dengan nama
trayek Sampri, Dairi transport, PAS, BTN, CKB dan Himpak. Dan untuk
angkutan umum jarak dekat masyarakat menggunakan angkutan umum dengan
nomor trayek 88.
2.7. Sumber Air Bersih
Penggunaan air bersih di desa Bangun berasal dari air gunung. Pemerintah
menyediakan fasilitas air pet/PDAM yang dibangun ditiap-tiap per 100 meter
rumah. Jadi untuk masyarakat yang tinggal di sekitar air pet /PDAM bebas
menggunakan air tersebut. Karena begitu banyak pengguna air pet tersebut yang
menyebabkan antrian panjang untuk mendapatkan air bersih. Ditambah lagi
penduduk yang mencuci dan mandi di air pet tersebut. Banyak penduduk yang
membuat air pet/PDAM di sekitar rumahnya, misalnya 5-10 keluarga membangun

Universitas Sumatera Utara

air pet/PDAM untuk penggunaan pribadi mereka. Jadi penduduk yang tidak ikut
membayar iuran untuk pembangun pet tidak diijinkan untuk mengambil air bersih.
Dulu sebelum pembangunan air pet, penduduk menggunakan air pancur untuk
kebutuhan air bersih. Dimana air pancur ini adalah milik marga capah yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sampai sekarang air pancur ini masih
ada, dan yang berhak menggunakan air pancur tersebut adalah mayoritas
penduduk yang bersuku Batak Pakpak. Penduduk suku Batak Pakpak masih
menggunakan air pancur untuk mandi, cuci, kaskus. Mereka mengambil air
pet/PDAM dalam ember atau jeregen untuk kebutuhan memasak dan minum.

Universitas Sumatera Utara