Persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

(1)

PERSEPSI TENTANG SEHAT DAN KEBIASAAN MENGONSUMSI TUAK SUKU BATAK TOBA DI DESA MEAT KECAMATAN

TAMPAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh

Devi Cordi Asdo Hutagalung 101101092


(2)

(3)

Judul : Persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Nama : Devi Cordi Asdo Hutagalung Nim : 101101092

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014

ABSTRAK

kebiasaan minum tuak merupakan salah satu kebudayaan Batak Toba. Minum tuak bagi masyarakat Batak Toba telah menjadi tradisi turun-temurun. Konsep sehat sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini menggunakan desain Deskriptif eksploratif. Populasi penelitian ini sebanyak 400 orang dan Sampel penelitian menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 40 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir mayoritas adalah persepsi positif sebanyak 30 orang (75%) dan persepsi negatif sebanyak 10 orang (25%). Sementara itu terkait persepsi kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat hampir seluruh responden berpersepsi negatif sebanyak 36 orang (90%) dan hanya sebagian kecil berpersepsi positif sebanyak 4 orang (10%). Mengingat adanya perbedaan persepsi di masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir maka disarankan kepada dinas kesehatan Kabupaten Toba Samosir untuk segera melakukan penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat untuk menyatukan persepsi masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat tersebut.

Kata kunci : persepsi tenttang sehat, kebiasaan mengonsumsi Tuak, Suku Batak Toba


(4)

Title : Perceptions about Healthy and Behavior of Drinking Tuak Tobanese Tribe in Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Name : Devi Cordi Asdo Hutagalung Student No : 101101092

Major : Bachelor of Nursing Year : 2014

ABSTRACT

The behavior of drinking tuak is a traditional custom of Tobanese people. Drinking tuak for bataknese people has been a tradition from first generation to the next generation. The concept of healthy indeed is not too absolute and universal because there are other factors beyond clinical reality affected mainly the social and cultural factors. This research aims to find out how perceptions about healthy and drinking tuak behavior of Tobanese people in desa Meat Kecamatan Tampahan Toba Kabupaten Samosir. This research uses Descriptive exploratory design. The population of this research as many as 400 people and research Samples using a purposive sampling with a respondent as many as 40 people. The results showed that healthy perception of Tobanese people in desa Meat Kecamatan Tampahan Toba Kabupaten Samosir is a positive perception of the majority of as many as 30 people (75%) and the negative perception of as many as 10 people (25%). Meanwhile, the habit of consuming Alcohol perceptions related to Tobanese people in desa Meat all respondents with negative perceptions as much as 36 people (90%) and only a few of positive perception 4 people (10%). Considering about there is the difference perception among the community in the desa Meat kecamatan Tampahan Toba kabupaten Samosir that’s why health services are recommended to the Toba Samosir Regency to immediately do health outreach on the community to unite the community perception of the bataknese people who live in desa Meat


(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat, kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Persepsi Tentang Sehat dan Kebiasaan Mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ibu Sintaria Simanjuntak dan Bapak Basar Hutagalung yang tiada henti memberikan kasih sayang, mendoakan penulis tiada henti, serta selalu memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menuliskan skripsi ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarny kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk membuat skripsi dengan judul skripsi ini.

3. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing akademik dan penguji I yang dalam perjalanan akademik penulis selalu dapat bimbingan yang sangat baik.

4. Lufthiani, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan dan motivasi dalam


(6)

5. Nunung Febriani Sitepu, S.Kep., Ns., MNS selaku dosen penguji II

6. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di lingkungan Fakultas Keperawatan yang telah membantu dalam pengurusan administrasi penulis.

7. Janri Simanjuntak selaku kepala Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir dan seluruh masyarakat Desa meat yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya yang meluangkan waktunya membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Teman – teman se angkatan 2010 ilmu keperawatan Universitas Sumatera Utara, kalian adalah kenangan terindah, teman yang baik, teman yang memotivasi, terimakasih telah mengajari penulis banyak hal.

9. Sahabat – sahabatku Maxmilianus, Hedi Mardinata, Rido, Ersanto, Amiruddin, dan sahabat satu kos lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang memotivasi penulis dalam penulisan skripsi ini.

10.Kakanda Berianti Palenna Hutagalung, Friska Rumondang Hutagalung, Insenalia Sampe Roli Hutagalung, dan Rice Nali Hutagalung yang selalu memberikan arahan dan dukungan yang tiada henti serta adikku terkasih Widya Esterelita Sianipar yang selalu mendoakan penulis dalam penulisan skripsi ini


(7)

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan khususnya terkait komunitas. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka kesempatan atas masukan, kritikan, dan saran yang dapat membangun skripsi ini.

Medan, Juli 2014

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan... ii

Abstrak... iii

Prakata... v

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar... ix

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1. Persepsi ... 7

2.2. Sehat ... 8

2.3. Kebiasaan Mengonsumsi Tuak ... 15

2.4. Kaitan Kebiasaan konsumsi Tuak terhadap kesehatan... 25

2.5. Suku Batak Toba ... 27

Bab 3. Kerangka Konseptual ... 36

3.1. Kerangka konsep ... 36

3.2. Definisi Operasional ... 37

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 39

4.1. Desain Penelitian ... 39

4.2. Populasi dan Sampel ... 39

4.3. Lokasi penelitian ... 39

4.4. Waktu Penelitian ... 40

4.5. Pertimbangan Etik ... 40

4.6. Instrumen Penelitian ... 40

4.7. Pengukuran Validitas dan Realibilitas ... 41

4.8. Pengumpulan Data ... 42

4.9. Analisa Data ... 43

Bab 5. Hasil dan Pembasan... 44

5.1. Hasil Penelitian... 44

5.2. Pembahasan... 47

Bab 6. Kesimpulan dan Saran... 54

6.1. Kesimpulan... 54


(9)

Daftar Pustaka ... 56

Inform Consent ... 57

Jadwal Tentatif penelitian ... 58

Taksasi Dana ... 59

Instrument penelitian ... 60

Daftar Riwayat Hidup ... 63


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden Suku Batak Toba yang berpersepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi

Tuak ... 45 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi persepsi tentang sehat Suku Batak Toba

di Desa Meat Kecamatan Tampahan

Kabupaten Toba Samosir ... 46 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi Persepsi kebiasaan mengonsumsi Tuak

Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

Judul : Persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Nama : Devi Cordi Asdo Hutagalung Nim : 101101092

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014

ABSTRAK

kebiasaan minum tuak merupakan salah satu kebudayaan Batak Toba. Minum tuak bagi masyarakat Batak Toba telah menjadi tradisi turun-temurun. Konsep sehat sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini menggunakan desain Deskriptif eksploratif. Populasi penelitian ini sebanyak 400 orang dan Sampel penelitian menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 40 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir mayoritas adalah persepsi positif sebanyak 30 orang (75%) dan persepsi negatif sebanyak 10 orang (25%). Sementara itu terkait persepsi kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat hampir seluruh responden berpersepsi negatif sebanyak 36 orang (90%) dan hanya sebagian kecil berpersepsi positif sebanyak 4 orang (10%). Mengingat adanya perbedaan persepsi di masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir maka disarankan kepada dinas kesehatan Kabupaten Toba Samosir untuk segera melakukan penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat untuk menyatukan persepsi masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat tersebut.

Kata kunci : persepsi tenttang sehat, kebiasaan mengonsumsi Tuak, Suku Batak Toba


(13)

Title : Perceptions about Healthy and Behavior of Drinking Tuak Tobanese Tribe in Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Name : Devi Cordi Asdo Hutagalung Student No : 101101092

Major : Bachelor of Nursing Year : 2014

ABSTRACT

The behavior of drinking tuak is a traditional custom of Tobanese people. Drinking tuak for bataknese people has been a tradition from first generation to the next generation. The concept of healthy indeed is not too absolute and universal because there are other factors beyond clinical reality affected mainly the social and cultural factors. This research aims to find out how perceptions about healthy and drinking tuak behavior of Tobanese people in desa Meat Kecamatan Tampahan Toba Kabupaten Samosir. This research uses Descriptive exploratory design. The population of this research as many as 400 people and research Samples using a purposive sampling with a respondent as many as 40 people. The results showed that healthy perception of Tobanese people in desa Meat Kecamatan Tampahan Toba Kabupaten Samosir is a positive perception of the majority of as many as 30 people (75%) and the negative perception of as many as 10 people (25%). Meanwhile, the habit of consuming Alcohol perceptions related to Tobanese people in desa Meat all respondents with negative perceptions as much as 36 people (90%) and only a few of positive perception 4 people (10%). Considering about there is the difference perception among the community in the desa Meat kecamatan Tampahan Toba kabupaten Samosir that’s why health services are recommended to the Toba Samosir Regency to immediately do health outreach on the community to unite the community perception of the bataknese people who live in desa Meat


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang - kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial dan budaya. (Sunanti 2006)

Kehidupan kelompok masyarakat tidak bisa terlepas dari kebudayaannya, Sebab kebudayaan ada karena masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud dari kebudayaan adalah adat istiadat, sedangkan upacara adalah wujud nyata aktifitas adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. (aritonang 2009)

Di daerah Pulau Sumatra bagian utara merupakan tempat berdiamnya suku Batak Toba. Suku Batak merupakan salah satu dari sekian banyak suku-suku yang ada di Indonesia dan mempunyai tingkat kebudayaan yang tinggi pula. Suku Batak dalam kemajemukannya memiliki cara hidup yang berbeda dari suku-suku lain. Dalam hal tertentu orang Batak sangat terikat oleh adat istiadat mereka dan itu tidak meluntur sekalipun mereka hidup di luar kampung halamannya. (Aritonang 2009)


(15)

Orang Batak juga sangat senang dalam berkumpul, bila orang Batak terutama kaum laki-laki berkumpul biasanya mereka senang untuk minum Tuak. Di sekitar tempat orang Batak biasanya banyak warung tuak atau yang lebih dikenal dengan lapo tuak, kebiasaan minum tuak merupakan salah satu kebudayaan Batak. (Ikegami 1997).

Tuak merupakan minuman tradisional yang dijumpai pada beberapa daerah di Sumatera Utara, yang diperoleh dari hasil fermentasi nira aren dan nira kelapa. Tuak sebagai minuman tradisional telah menjadi turun-temurun, dimana konsumsi tuak sangat sulit dihilangkan dari kebiasaan masyarakat. Tuak berposisi sebagai minuman khas Batak Toba, karena meminum tuak bagi orang Batak adalah sebagai lambang pergaulan dan simbol secara adat. (Aritonang 2009)

Tuak diproduksi secara tradisional, sehingga sulit untuk mengetahui dan mengontrol kadar alkohol yang ada di dalam minuman tersebut. Tetapi secara umum Sunanto (1993) melaporkan bahwa tuak hasil fermentasi nira aren yang diperdagangkan dan dikonsumsi di Sumatera Utara rata-rata mengandung alkohol 4 %. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 151/A/SK/V/81 bahwa minuman atau obat tradisional yang tergolong dalam minuman keras adalah yang mengandung alkohol > 1 %. Dengan demikian tuak merupakan minuman beralkohol yang tidak jauh berbeda dengan minuman keras lainnya. (Aritonang 2009)

Berdasarkan data Riskesdas Desember 2007 Sumatera Utara (16.864 RT) prevalensi konsumsi alkohol dalam aritonang 2009, 12 bulan terakhir adalah 6.1%


(16)

Tapanuli Utara (640 RT) prevalensi konsumsi alkohol 12 bulan terakhir adalah 17.8% dan prevalensi konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 13,9%. Berdasarkan daerah, di Sumatera Utara prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir lebih tinggi pada daerah pedesaan sebesar 7.7% dan konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 5,5% sedangkan di perkotaan prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir sebesar 4,2% dan konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 3,0%. Berdasarkan hasil konsentrasi alkohol yang terkandung dalam Tuak tersebut maka diduga bahwa masyarakat yang mengonsumsi secara terus – menerus akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. (Tiur 2008 dalam Aritonang 2009)

kesehatan merupakan sumber untuk kehidupan dan dalam berbagai tingkatan banyak orang yang menikmati suatu kondisi sehat walau orang lain memandang kondisi tersebut sebagai kondisi yang tidak sehat.

Dari hasil penelitian Aritonang pada tahun 2009, didapat kesimpulan bahwa mengonsumsi Tuak tidak berpengaruh pada status gizi kaum muda, begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Marianti pada tahun 2007 didapat kesimpulan bahwa kualitas tidur lansia yang mengonsumsi tuak meningkat kualitasnya dibanding lansia yg tidak mengonsumsi tuak. Peneliti juga menanyakan kepada 2 orang responden yang tinggal di daerah Pematang Siantar pada tanggal 10 oktober 2013 terkait dalam mengonsumsi Tuak, dari hasil wawancara 2 orang tersebut didapat bahwa mengonsumsi Tuak secara tidak berlebih baik bagi kesehatan.


(17)

Penduduk Desa Meat sebagian besar bermata pencaharian bertani. Mereka memenuhi kebutuhan pokok dengan menjual hasil pertanian. Setiap sore setelah pulang dari sawah atau ladang kaum laki-laki langsung ke lapo tuak untuk meminum tuak yang disertai dengan tambul (sejenis cemilan) yaitu daging babi, ular, anjing dan biawak baik itu dijadikan sop ataupun digoreng. Biasanya mereka meminum tuak sambil bernyanyi, berbincang-bincang membahas masalah adat, kondisi ladang, politik, maupun masalah-masalah yang terjadi di Desa Meat.

Kebiasaan minum Tuak yang dijumpai di lapo-lapo tuak di Desa Meat, cenderung tidak sesuai dengan yang seharusnya. Tuak seharusnya hanya diminum dalam prosesi adat, misalnya pernikahan atau kematian. Itupun tak lebih dari satu gelas saja, dan sebaiknya diminum siang hari setelah makan. Sementara mereka minum Tuak dengan jumlah lebih dari satu gelas bahkan lebih dari 6 gelas untuk sekali minum. Biasanya mereka membeli Tuak per teko , satu teko bisa berisi enam gelas Tuak. Bahkan kebanyakan dari mereka mengonsumsi Tuak sebelum makan, padahal kandungan alkohol dalam Tuak tersebut cukup besar. Pria lebih sering mengonsumsi alkohol daripada wanita baik di negara berkembang maupun di negara maju, termasuk di Desa Meat khususnya sebagai daerah penelitian.

Berdasarkan hasil uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir.


(18)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah penelitian ini adalah : “bagaimana persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba samosir”.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi tuak suku Batak Toba di Desa Meat.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui persepsi tentang sehat suku Batak Toba

2. Untuk mengetahui persepsi tentang kebiasaan mengonsumsi Tuak pada suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir 1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Bagi pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapakan menjadi sumber pengetahuan dalam ilmu keperawatan.

1.4.2. Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan,dan pengalaman bagi peneliti selanjutnya.


(19)

1.4.3. Bagi masyarakat Suku Batak Toba

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat suku Batak Toba dalam pentingnya pendidikan kesehatan dan dampak kebiasaan mengonsumsi Tuak yang berlebih serta dapat merubah perilaku minum tuak yang berlebihan tersebut.

   

                   


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERSEPSI

2.1.1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan (Atkinso dkk, 1983), persepsi berkenaan dengan fenomena di mana relasi antara stimulus dan pengalaman yang lebih kompleks ketimbang dengan fenomena yang ada pada sensasi, fenomena persepsi tergantung pada proses yang lebih tinggi. Oleh James P. Chaplin (1981) dikatakan bahwa persepsi adalah proses untuk mengetahui ataupun mengenal objek – objek atau kejadian objektif yang menggunakan indra dan kesadaran dari proses organis. Dalam kegiatan persepsi melibatkan kelompok penginderaan dengan penambahan arti yang berasal dari pengalaman dari pengalaman di masa lalu. Variabel yang menghalangi atau yang ikut terlibat dalam persepsi berasal dari kemampuan organisme melakukan perbedaan rangsangan.

Menurut pandangan psikologi kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan (variabel intervening) yang tergantung pada faktor – faktor motivasional. Arti suatu objek atau kejadian objektif ditentukan kondisi perangsang atau faktor organisme. Dengan alasan ini, maka persepsi mengenai lingkungan ditanggapi dengan berbeda, yakni tergantung kepada aspek situasi yang memberikan arti khusus bagi diri seseorang.

Secara umum, persepsi adalah proses mengamati situasi dunia luar dengan menggunakan proses perhatian, pemahaman, dan pengenalan terhadap objek atau


(21)

peristiwa. Persepsi diorganisasikan dalam bentuk ,latar dasar(ground), garis, dan kejelasan.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Faktor – faktor yang mempengaruhi pesepsi adalah:

a. Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa, maka makin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan objek atau peristiwa.

b. Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek-objek persepsinya.

c. Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang objek atau peristiwa, maka semakin terbiasa dalam membentuk persepsi.

d. Konstanti, artinya adanya kecenderungan sesorang untuk melihat objek - objek atau kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan kecemerlangan.

2.2. SEHAT

2.2.1. Definisi Sehat

Berabad – abad lalu, sehat diartikan sebagai kondisi yang normal dan alami. Karenanya, segala sesuatu yang tidak normal dan bertentangan dengan alam dianggap sebagai kondisi tidak sehat yang harus dicegah. Sehat sendiri bersifat dinamis yang statusnya terus – menerus berubah. Kesehatan mempengaruhi tingkat fungsi seseorang, baik dari segi fisiologis, psikologis, dan dimensi sosiokultural. Keadaan sehat/normal sendiri merupakan hal yang sulit di


(22)

mengenai hal tersebut. Meski rumit dan bervariasi, suatu keadaan bisa dikatakan normal/sehat setelah memenuhi parameter tertentu. Selanjutnya, konsep umum tentang keadaan normal/sehat akan menggunakan nilai rata – rata parameter tersebut sebagai acuannya. Nilai rata – rata tersebut dikenal dengan istilah nilai normal. Sebagai contoh, kadar natrium normal pada orang dewasa adalah 136 – 145 mmol/l. Secara umum, ada beberapa definisi sehat yang dapat dijadikan sebagai acuan.

a. Menurut WHO. Sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.

b. Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.

c. Menurut undang – undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992. Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2.2.2. Gaya Hidup Sehat

Gaya hidup sehat adalah suatu gaya hidup dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi kesehatan, antara lain makanan dan olahraga. Selain itu gaya hidup seseorang juga mempengaruhi tingkat kesehatannya, misalnya jika suka merokok dan minum minuman keras, tentu saja bukan pola hidup sehat.

Menurut Health Promotion Glossary (WHO 1998) Lifestyle is a way of living based on identifiable patterns of behaviour which are determined by the


(23)

interplaybetween an individual’s personal characteristics, social interactions, and socioeconomicand environmental living condition.

Gaya hidup sehat adalah pilihan sederhana yang sangat tepat untuk dijalankan. Hidup dengan pola makan, pikiran, kebiasaan dan lingkungan yang sehat. Sehat dalam arti kata mendasar adalah segala hal yang kita kerjakan memberikan hasil yang baik dan positif. Hidup sehat adalah hidup dengan fisik, psikologi, lingkungan dan finansial yang sehat, cukup dan baik. Menurut tabloid gaya hidup sehat, hidup sehat itu adalah cara menyelenggarakan proses kehidupan sehingga memberikan kondisi positif bagi diri sendiri dan lingkungan.

Pola perilaku (behavioral patterns) akan selalu berbeda dalam situasi atau lingkungan sosial yang berbeda, dan senantiasa berubah, tidak ada yang menetap (fixed). Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam gaya hidup sehat seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi pola perilakunya. Menurut Depkes RI, gaya hidup sehat adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindari kebiasaan yang buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut Depkes RI indikator gaya hidup sehat antara lain : perilaku tidak merokok, pola makan sehat dan seimbang dan aktivitas fisik yang teratur.


(24)

2.2.3. Model paradigma hidup sehat (the well being paradigma)

Merupakan keadaan derajat kesehatan masyarakat yang menyatakan tingkat derajat atau tingkat baiknya status kesehatan masyarakat. Keadaan sehat menurut Hendrik L. Blum, adalah keadaan baik (well being) dari unsur somatik, sosial, dan psikis. Pada dasarnya kondisi status kesehatan masyarakat merupakan suatu spektrun luas antara masyarakat yang berada dalam keadaan sehat optimum sampai masyarakat yang berada dalam keadaan sakit berat atau menjelang kematian, dapat dikategorikan dalam empat spektrum, yaitu sebagai berikut.

1. Stage of Optimum Health (tahap sehat optimum), yaitu kondisi

kesehatan yang optimum, dimana terdapatnya fungsi – fungsi unsur somatis, psikis, dan sosial secara optimum.

2. Stage of Sub-optimum Health atau Incipient Illness (tahap sehat

suboptimum atau sakit ringan),yaitu kondisi kesehatan yang menurun dan terdapat gangguan fungsi ringan dari somatik, psikis, dan sosial.

3. Stage of Over Illness atau Disability (tahap sakit atau terganggu), yaitu

kondisi kesehatan yang sangat menurun dan terdapat gangguan fungsi yang jelas serta menunjukkan gejala ketidakmampuan atau gangguan kegiatan dan kecakapan sehari – hari.

4. Stage of Very Serious Illness atau Approaching Death (tahap sakit

berat dekat kematian), yaitu kondisi kesehatan yang sangat menurun dan telah mengancam eksistensi kehidupan atau vitalitas seseorang. Hendrik L. Blum menjelaskan empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu atau masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan


(25)

faktor determinan atau penentu timbulnya masalah kesehatan pada seseorang individu atau kelompok masyarakat. Keempat faktor tersebut terdiri atas komponen – komponen berikut ini.

1. faktor lingkungan (environment) yang terdiri atas lingkungan sosial ekonomi, fisik, dan politik.

2. Faktor perilaku (gaya hidup atau life style) dari individu atau kelompok masyarakat.

3. Faktor pelayanan kesehatan (medical care service) yang meliputi jenis, cakupan, dan kualitasnya.

4. Faktor genetik (keturunan).

Keempat faktor tersebut juga saling berinteraksi secara dinamis yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan kelompok masyarakat. Di antara keempat faktor tersebut, faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan. Alasan lain mengapa faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan, karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh ulah atau perilaku manusia.

2.2.4. Ciri-ciri Masyarakat Sehat

Ciri-ciri masyarakat yang sehat menurut Mubarak (2009) adalah sebagai berikut: 1. Adanya peningkatan kemampuan dari masyarakat untuk hidup sehat

2. Mampu mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya pengangkatan kesehatan, terutama untuk ibu dan anak.


(26)

3. Berupaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan, terutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup.

4. Selalu meningkatkan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat.

5. Berupaya selalu menurunkan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit.

2.2.5. Pola Makan Orang Dewasa

Menu makan untuk orang dewasa yakni dengan komposisi atau jenis makanan yang hendaknya dikonsumsi dalam sehari yakni :

1. Makanan yang bervariasi dengan sekurang-kurangnya 1 piring nasi dengan ½ mangkok sayuran dan ¾ buah, untuk memenuhi semua zat gizi yang diperlukan hendaknya memilih makanan-makanan yang berbeda dari setiap kelompok makanan.

2. Memilih makanan dengan lemak tidak melebihi 30%kkal, mengurangi makanan yang mengandung lemak.

Selain menu makanan, perlu juga diperhatikan dan diterapkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Dalam PUGS susunan makanan yang dianjurkan adalah menjamin keseimbangan zat gizi. Hal ini dapat dicapai dengan mengonsumsi beraneka ragam makanan tiap hari, tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat gizi yang di masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan


(27)

mempertahankan status gizi yang baik dan kesehatan yang optimal. Ketiga belas pesan dasar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Makanlah aneka ragam makanan. Sebagai sumber zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi. Energi diperlukan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melekukan aktifitas fisik.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi. Karbohidrat merupakan energi utama bagi manusia.

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi. Untuk mengurangi terjadinya penimbunan lemak dalam tubuh. 5. Gunakan garam beryodium. Yang berguna untuk mengatur perkembangan

dan pertumbuhan.

6. Makanlah makanan sumber zat besi. Berguna sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel.

7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur 4 bulan.

8. Biasakan makan pagi. Sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah, sebagai sumber energi.

9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya. 10.Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur.


(28)

11.Hindari minuman beralkohol. Dapat menyebabkan penyakit kanker dan jantung.

12.Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang terhindar dari bahan pencemar, racun, dan bahan berbahaya lainnya.

13.Bacalah label pada makanan yang dikemas. Menghindari makanan yang telah lewat tanggal kadaluarsa (Almatsier 2004).

2.3. KEBIASAAN MENGONSUMSI TUAK 2.3.1. Tuak

Tuak adalah minuman beralkohol khas Batak, yang terbuat dari batang kelapa atau batang aren yang di ambil airnya kemudian dicampurkan dengan raru. Ada juga tuak yang tidak dicampur dengan raru atau yang disebut dengan tuak tangkasan, tuak ini dahulu dipakai untuk upacara adat (Ikagemi 1997).

Menurut Siahaan (1982), tuak tangkasan berasal dari mayang bagot yang mana pohon bagot ini dulunya berasal dari seorang putri yang bernama Putri si boru Sorbajati yang dipaksa orang tuanya kawin dengan seorang laki-laki cacat yang tidak disukainya. Tetapi karena tekanan orang tua yang sudah menerima uang mahar, si boru Sorbajati meminta agar dibunyikan gendang dimana dia menari dan akan menentukan sikap. Sewaktu menari di rumah, tiba-tiba dia melompat ke halaman sehingga terbenam ke dalam tanah. Kemudian dia menjelma tumbuh sebagai pohon bagot, sehingga tuak itu disebut aek (air) Sorbajati. Karena perbuatan bunuh diri itu dianggap sebagai perbuatan terlarang, maka tuak tidak dimasukkan pada sajian untuk Dewata. Tuak hanya menjadi sajian untuk roh-roh nenek moyang.


(29)

Dahulu tuak bukanlah sebuah minuman yang dapat diperdagangkan tetapi hanya untuk diminum sendiri, sesudah zaman nomensen maka perubahan terjadi dimana tuak sudah mulai diperdagangkan. Laki laki batak pada masa lampau sesudah bekerja di sawah ataupun diladang mereka kemudian berkumpul melepaskan lelah sambil bercerita-cerita. Saat itu dari pihak keluarga ada saja yang menyuguhkan tuak, percakapan mereka dapat melingkupi hal-hal yang berhubungan dengan adat, politik, keluarga, agama, masalah pertanian, maupun masalah-masalah lainnya,serta sekaligus tempat untuk menanamkan pengetahuan terhadap budaya Batak.

Dalam perkembangan selanjutnya terasa bahwa tempat-tempat berkumpul orang Batak sudah tidak ideal lagi, serta lingkungan sudah tidak lagi mendukung untuk memberikan tuak secara gratis kepada masyarakat, maka timbullah istilah

lapo yang berasal dari kata lepau dan yang berarti kedai tempat berjualan dan

yang mana kedai ini lebih terkenal dengan istilah lapo tuak, di lapo inilah orang batak biasanya bertemu selepas pulang bekerja untuk bersantai sambil bercerita,bernyanyi dan sambil menikmati tuak dan tambul diantaranya daging babi, anjing, biawak dan ular. Tambul ini disajikan oleh pemilik lapo atau dibawa sendiri oleh peminum yang datang ke lapo tersebut.

2.3.2. Arti Tuak bagi Suku Batak

Tuak adalah minuman penting di kawasan Tapanuli Utara diminum waktu santai, pesta, kelahiran anak, perkawinan, kematian, musyawarah dan juga sebagai obat. Orang yang baru pulang bekerja terutama kaum laki-laki biasanya akan


(30)

dengan rekan kerjanya. Biasanya Suku Batak dalam sebuah pesta akan menghadirkan tuak, menurut mereka seandainya orang minum tuak akan semakin lancar dalam berbicara dan orang tersebut akan dapat mengungkapkan apapun yang ada dalam perasaannya. Tuak mempunyai arti yang khusus bagi Suku Batak karena tuak dapat digunakan sebagai sarana keakraban, sebagai pengungkapan rasa terima kasih dan juga minuman persahabatan.  

Pada masa lampau, ibu-ibu yang sedang hamil atau baru melahirkan akan diberikan tuak untuk diminum dengan harapan ASI (Air Susu Ibu) dapat keluar dengan banyak. Hal ini akan menyebabkan anak yang dilahirkan menjadi kuat karena tidak kehabisan ASI sebelum waktunya . Selain itu ibu-ibu yang baru melahirkan juga diberi makanan berupa ayam cincang yang dicampur dengan tuak, makanan tersebut diberi nama bangun-bangun, manfaatnya agar ibu-ibu yang baru melahirkan menjadi pulih kembali kekuatannya. Namun sekarang sudah tidak diberi lagi, dengan alasan meminum tuak dapat mengakibatkan perasaan pening pada ibu-ibu yang mengkonsumsinya.

2.3.3. Proses Pembuatan Tuak

Proses pembuatan tuak dibagi menjadi dua yaitu ada tuak yang terbuat dari batang aren dan batang kelapa, masing-masing pembuat tuak atau yang disebut dengan paragat mempunyai resep masing-masing dalam membuat tuak, biasanya resep ini akan turun-temurun kepada anak-anak pembuat tuak tersebut.

Tuak yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Tapanuli Utara adalah tuak yang terbuat dari batang aren atau dalam bahasa bataknya bagot. Tuak merupakan sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata). Kalau dalam


(31)

bahasa Indonesia, sadapan dari enau atau aren disebut nira. Komponen utama nira adalah air (88,85%), karbohidrat dalam bentuk sukrosa (10,02%), protein (0,23%),lemak (0,02%), dan mineral (0,03%) yaitu kalsium dan fosfor. Kerusakan nira disebabkan akibat aktivitas bakteri (Acetobacter sp) dan khamir (Saccharomyces sp) yang dapat memfermentasi sukrosa menjadi alkohol (Halim, 2008).

Tuak yang ditampung pagi hari dikumpulkan, setelah uji coba rasanya,

paragat memasukkan ke dalam bak tuak sejenis kulit kayu yang disebut raru

supaya cocok rasanya. Kadar alkohol dalam tuak yang dibiarkan lama sebanyak 10 % (Mustafa,1983), sedangkan menurut Sunanto (1993) kadar alkohol (etanol) dalam tuak yang diperdagangkan dan dikonsumsi di Sumatera Utara rata- rata 4%. Komposisi zat gizi setiap satu gelas tuak adalah energi (110,0 kkal), protein (1,3 gr), alkohol (10,3 gr), lemak (0,52 gr), kalsium (10,4 mg) dan fosfor (83,2 mg). Sedangkan untuk alkohol dapat menghasilkan 7,1 kkal/ gr alkohol dalam setiap oksidasinya.

2.3.4. Alkohol

Alkohol adalah zat yang diperoleh atas peragian atau fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut akan diperoleh alkohol mencapai 15% tetapi dengan proses penyulingan atau destilasi dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100% (Joewana 1989).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Menkes/Per/IV/77 tentang minuman keras, minuman beralkohol dikategorikan sebagai minuman


(32)

volume per volume pada suhu 200C. Minuman dengan kadar etanol 1 -5 % dikategorikan sebagai minuman keras golongan A, minuman dengan kadar etanol lebih dari 5 % sampaidengan 20 % tergolong minuman keras golongan B sedangkan minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol lebih dari 20 % sampai 55 %.

Substansi alkohol yang biasa diminum adalah golongan etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia CH3CH2OH. Etanol merupakan cairan yang jernih tidak berwarna, terasa membakar pada mulut dan tenggorokan bila ditelan. Etanol mudah sekali larut dalam air dan sangat potensial untuk menghambat sistem saraf pusat (Darmono, 2008).

Menurut Sipahutar (2009) yang mengutip pendapat Neinstein, etanol adalah bentuk molekul sederhana dari alkohol yang sangat mudah diserap dalam saluran pencernaan mulai dari mulut, esofagus, lambung, sampai usus halus. Daerah saluran pencernaan yang paling banyak menyerap alkohol adalah bagian proksimal usus halus, disini juga diserap vitamin B yang larut dalam air, kemudian dengan cepat beredar dalam darah. Minum minuman beralkohol berarti mengkonsumsi antara 10-12 gram etanol.

Mengkomsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan ketergantungan dan toleransi terhadap jumlah dari alkohol yang dikomsumsi. Konsumsi alkohol dalam jangka yang lama dan jumlah yang berlebihan bisa merusak berbagai organ di tubuh terutama hati, ginjal, otak dan jantung. Alkohol cenderung menyebabkan toleransi, teratur minum lebih dari 2 gelas alkohol per


(33)

hari, bisa mengkomsumsi alkohol lebih banyak dari non-alkoholik tanpa mengalami intoksikasi.

2.3.5. Kebiasaan Konsumsi Tuak

Sejauh ini belum ada ketentuan atau standar yang menegaskan tentang tingkat keamanan peminum alkohol, namun Woteki dan Thomas (1992) mengelompokkan peminum alkohol secara sederhana dalam 3 kelompok :

1. Kelompok pertama adalah peminum ringan (linght drinker) yaitu mereka yang mengkomsumsi antara 0,28 s/d 5,9 gram atau ekuivalen dengan minum 1 botol bir atau kurang.

2. Kelompok kedua adalah peminum menengah (moderate drink). Kelompok ini mengkomsumsi antara 6,2 s/d 27,7 gram alkohol atau setara dengan 1 s/d 4 botol bir per hari.

3. Kelompok ketiga adalah peminum berat (heavy drinker) yang mengkomsumsi lebih dari 28 gram alkohol per hari atau lebih dari 4 botol bir sehari.

Di daerah Tapanuli, biasanya laki-laki yang telah menyelesaikan kerjanya berkumpul di lapo tuak pada sore hari. Mereka berbincang-bincang, menyanyi, bermain kartu, bermain catur sambil minum tuak. Pada umumnya seorang petani bisa minum tuak beberapa gelas sehari.

Menurut Joewana (1989) , alkohol yang terdapat dalam tuak, sejak di mulut sudah diabsorbsi oleh selaput lendir. Karena mudah menguap, alkohol juga masuk kedalam tubuh melalui paru-paru walaupun dalam jumlah yang kecil.


(34)

lambung kosong. Tetapi lokasi yang paling efektif dalam penyerapan alkohol pada usus kecil. Kondisi lambung dalam keadaan kosong dan terisi sangat penting dalam pengaturan absorpsi alkohol. Pada lambung keadaan kosong, absorpsi sempurna terjadi dalam waktu 1atau 2 jam, tetapi pada lambung keadaan berisi penuh makanan absorpsi terjadi sampai 6 jam.

Setelah diabsorpsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh. Kecepatan alkohol sampai pada aliran darah bergantung pada beberapa faktor antara lain, banyak dan macamnya makanan yang ada dilambung, jenis dan kadar alkohol dalam tuak tersebut dan situasi di mana tuak diminum. Setelah masuk aliran darah, alkohol akan diedarkan ke seluruh tubuh, mencapai semua jaringan sel manusia. Oleh karena alkohol larut dalam air, maka jaringan yang mengandung banyak air akan mendapat bagian alkohol yang banyak pula. Alkohol dimetabolisir dalam hepar menjadi karbon dioksida, air dan asetaldehida yang selanjutnya menjadi asetat. Sebanyak 10% alkohol yang dikonsumsi manusia akan diekresikan melalui urin dan paru-paru tanpa mengalami perubahan, sedangkan yang lain dioksidasi menghasilkan energi dan panas (Joewana, 1989).

Alkohol sangat berpengaruh terhadap makhluk hidup, terutama karena peranannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya dengan cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu, alkohol dianggap toksik atau racun, sama halnya dengan alkohol yang terkandung dalam tuak (Almatsier 2004).


(35)

Penelitian yang dilakukan oleh Breslow dan Smothers peneliti dari Institutes of Health's National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA), Amerika Serikat, pada tahun 2005 menemukan bahwa pria dan wanita yang mengonsumsi minuman beralkohol dalam kuantitas sedikit dan teratur (1 kali per hari dalam 3-7 hari per minggu) memiliki IMT terendah bisa termasuk kategori normal atau kurus, sedangkan mereka yang meminum minuman beralkohol dalam kuantitas banyak dan tidak teratur memiliki IMT tertinggi yang termasuk kategori kelebihan berat badan tingkat ringan atau berat (gemuk). Hal ini berarti IMT seseorang yang terbiasa mengkonsumsi minuman beralkohol diduga berhubungan dengan seberapa banyak dan seberapa sering mereka meminumnya.

Menurut Breslow (2005), pengaruh mengkonsumsi minuman beralkohol terhadap IMT seseorang didasari atas dua faktor, yaitu jumlah konsumsi minuman beralkohol sehari dan frekuensi konsumsi minuman beralkohol sehari. Berdasarkan IMT tersebut maka dapat dikategorikan status gizi seseorang yang menkonsumsi alkohol.

2.3.6. Pengaruh Tuak (alkohol) terhadap Saluran Cerna

Para peminum berat dalam jangka panjang berisiko terkena peradangan kronis pada saluran pencernaannya, khususnya lambung. Pasien yang sering meminum alkohol akan dengan mudah ditemui kelainan pada lambungnya. Peradangan kronis yang terjadi pada saluran pencernaan akan membentuk erosi sampai tukak usus dan menyebabkan perubahan struktur dalam usus sampai


(36)

kali berlanjut menjadi penciutan hati (sirosis). Komplikasi lanjutannya bisa bermacam-macam, seperti pembengkakan pada perut, perdarahan pada saluran cerna sampai kanker usus besar ( Syam 2012).

Berdasarkan penelitian oleh Palmer yang dikutip oleh Siregar (2000), menunjukkan terjadinya hiperemi mukosa lambung dan erosi di dalam perut pasien dewasa muda yang secara akut mengalami intoksikasi oleh alkohol, terjadi penurunan pengosongan isi lambung, nausea dan vomitus. Juga dapat terjadi perdarahan berat pada lambung yang dapat mengacam jiwa pasien. Efek kronis menunjukkan hubungan perubahan fungsional pada usus diinduksi oleh konsumsi etanol yang mengakibatkan keracunan. Hal ini terdapat pada lebih dari sepertiga kelompok alkoholik. Juga terdapat malabsorbsi glukosa, lemak, asam amino, dan vitamin B12.

Alkohol yang terdapat dalam tuak secara akut mempengaruhi motilitas esofagus, memperburuk refluks esofagus sehingga dapat terjadi pneumonia karena aspirasi. Sejauh ini tidak ada bukti bahwa bahwa alkohol mempengaruhi sekresi asam lambung, tetapi alkohol jelas merusak selaput lendir lambung sehingga dapat menimbulkan gastritis dan pendarahan lambung. Alkohol secara akut maupun kronis mengubah morfologi dan struktur intraseluler saluran pencernaan sehingga memperburuk fungsi usus halus untuk menyerap sari makanan sehingga mengakibatkan kondisi kurang gizi. Perubahan struktur intraseluler itu juga dapat menyebabkan diare (Joewana 1989).

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare yaitu gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu pada dinding usus akan terjadi peningkatan


(37)

sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Rangsangan yang menyebabkan gangguan sekresi adalah akibat perubahan intraseluler pada usus yang mengkonsumsi alkohol. Gangguan motilitas usus juga merupakan mekanisme penyebab diare, hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare (Prastowo 2009).

Dari mekanisme tersebut dapat menyebabkan kehilangan air dan elektrolit atau terjadi dehidrasi, semakin lama ini berlangsung maka dapat menurunkan secara drastis berat badan penderita. Ketika diare nafsu makan akan berkurang sehingga masukan makanan kurang sedangkan pengeluaran terus bertambah, hal ini dapat mengakibatkan kondisi kurang gizi karena kelaparan. Kemudian diperparah dengan mual dan muntah, apa pun yang dimakan akan dimuntahkan sebelum zat-zat gizi diserap tubuh, nutrisi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi sehingga mempengaruhi status gizi (Joewana, 1989).

2.4. KAITAN KEBIASAAN KONSUMSI TUAK TERHADAP KESEHATAN

Sebuah penelitian di Inggris tahun 2003 dari 7608 laki-laki telah menemukan bahwa peminum alkohol berat dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas. Alkohol dikaitkan dengan perkembangan kejadian obesitas untuk sejumlah alasan. Minuman beralkohol adalah energi padat dan tidak dapat menggantikan makanan melainkan ditambahkan ke total asupan energi harian. Selain itu, penghambatan oksidasi karbohidrat dan lemak berpotensi


(38)

obesitas (gemuk).  Berdasarkan penelitaian tersebut dapat diketahui bahwa konsumsi alkohol dengan kuantitas yang banyak secara positif mempengaruhi status gizi peminumnya ( Tolstrup, et al, 2008 dalam Aritonang 2009)

Frekuensi dan kuantitas konsumsi tuak (alkohol) sangat mempengaruhi metabolisme dan toksisitas alkohol terhadap tubuh manusia. Para ahli banyak berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol, diantaranya bahwa etanol akan menekan sistem saraf pusat secara tidak teratur tergantung dari jumlah yang dicerna, dikatakan pula bahwa etanol secara akut akan menimbulkan oedema padaotak serta oedema pada saluran gastrointestinal (Hernawati, 2011). Setelah alkohol diabsorbsi maka akan terjadi ganguan atau kerusakan pada sel-sel jaringan tubuh manusia.

Menurut Syam dalam Aritonang (2009), spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dampak buruk dari kebiasaan minum alkohol akan mengenai berbagai organ di dalam tubuh, mulai dari otak, mulut, saluran cerna, sampai ke usus besar. Selain itu, penggunaan alkohol dalam waktu singkat dan berlebihan bisa menyebabkan terjadinya keracunan alkohol atau intoksikasi alkohol yang bisa membahayakan nyawa. Intoksikasi terjadi jika jumlah alkohol yang dikonsumsi di atas ambang batas toleransi orang tersebut sehingga memicu gangguan fisik dan mental. 

Gangguan-gangguan yang terjadi dalam sistem pencernaan akibat konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu proses percenaan makanan dalam tubuh sehingga zat-zat gizi yang seharusnya diserap tubuh tidak sesuai dengan yang dikonsumsi. Para pemabuk berat biasanya kurang memperhatikan


(39)

lagi asupan gizi yang masuk ke tubuhnya atau mengganggu jadwal makan yang normal, disebabkan nafsu makan yang berkurang. Hal ini lah yang juga memperburuk kondisi tubuh mereka, asupan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi sehingga semakin lama hal itu terus berlangsung terjadilah masalah gizi yaitu kurang gizi (kurus). Sedangkan penikmat tuak yang pada dasarnya kurang gizi disertai dengan penyakit semakin memperparah keadaannya dan berujung pada kematian.

Jika para pecandu tuak tetap mengkonsumsi tuak dengan frekuensi dan kuantitas tinggi serta telah dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, pastinya akan mempengaruhi status gizi pecandu alkohol tersebut, dan dapat mengakibatkan terjadinya penyakit-penyakit kronis lain yang dapat mengganggu proses metabolisme dalam tubuh dan akhirnya dapat menurunkan fungsi organ tubuh.

2.5. SUKU BATAK TOBA 2.5.1. Sejarah Batak Toba

Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba, asal orang Batak Toba dimulai dari Si Raja Batak (leluhur orang batak) yang bermukim di Kaki Pusuk Buhit, terletak di sebelah barat Pulau Samosir. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatean Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan mempunyai 4 (empat) orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi, dan sungkar Somalindang.


(40)

Sumater Utara, terutama berdiam di kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan dengan parapat), pulau Samosir, Pakkat serta Sarulla. 2.5.2. Kekerabatan Suku Batak Toba

Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilinieal. Orang Batak Toba mempunyai marga (nama keluarga) yang biasanya dicantumkan diakhir namanya. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilineal) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus. Aspek Kehidupan Batak Toba dikelompokkan dalam 9 (sembilan) nilai budaya kekerabatan, yaitu:

Kekerabatan yang mencakup hubungan kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu. Dalihan Natolu merupakan ikatan kekerabatan adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Falsafah adat DalihanNatolu yakni Somba Marhulahula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri), Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan

Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah

ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak Toba.

Religi, mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya.

Hagabeon, banyak keturunan dan panjang umur. Satu ungkapan tradisional Batak Toba yang terkenal yang disampaikan pada saat upacara pernikahan adalah ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniakan putra 17


(41)

dan putri 16. Sumber daya manusia bagi orang Batak sangat penting. Kekuatan yang tangguh hanya dapat dibangun dalam jumlah manusia yang banyak. Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon disebut Saur Matua Bulung (seperti daun, yang gugur setelah tua). Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang Batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut.

Hasangapon, kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan.

Hamoraon, kaya raya salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorong orang Batak Toba untuk mencari harta benda yang banyak.

Hamajuon, kemajuan yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Nilai budaya hamajuon ini sangat kuat mendorong orang Batak Toba bermigrasi ke seluruh pelosok tanah air.

Hukum, nilai hukum (patik dohot dan uhum), budaya menegakkan kebenaran, merupakan budaya yang harus dipegang oleh Batak Toba.

Pengayoman, dalam kehidupan sosio-kultural orang Batak Toba kurang kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang disebutkan terdahulu. Hal ini mungkin disebabkan kemandirian yang berkadar tinggi. Kehadiran pengayoman, pelindung, pemberi kesejahteraan, hanya diperlukan dalam keadaan yang sangat mendesak. Konflik, sumber konflik pada orang Batak Toba menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain hamoraon yang mau tidak mau merupakan


(42)

2.5.3. Upacara-Upacara Adat pada Suku Batak Toba

Jenis upacara adat Batak Toba dimulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, penyakit, malapetaka, hingga kematian. Peralihan dari setiap tingkat hidup ditandai dengan pelaksanaan suatu upacara adat khusus. Upacara adat dilakukan agar terhindar dari bahaya/ celaka yang akan menimpa, memperoleh berkat, kesehatan dan keselamatan. Inilah salah satu prinsip yang terdapat di balik pelaksanaan setiap upacara adat suku Batak Toba.

Beberapa upacara adat yang dijumpai pada masyarakat Batak Toba di antaranya:

mangganje (kehamilan), mangharoan (kelahiran), martutu aek dan mampe goar

(permandian dan pemberian nama), manulangi (menyulangi), hamatean (kematian), dan mangongkal holi (menggali tulang belulang).

2.5.4. Upacara Kehamilan (Mangganje)

Sebelum si Ibu melahirkan, orangtua dari si Ibu sebaiknya memberikan makanan adat batak berupa ikan batak jenis ikan Mahseer dari genus Tor (Dekke

Jurung-jurung) dan ulos tondi dengan tujuan agar si Ibu sehat-sehat pada waktu

melahirkan dan anak yang akan dilahirkan menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa serta pada sanak saudara. Jika waktu untuk melahirkan sudah tiba sanak saudara memanggil “Si Baso” (dukun). Dukun beranak akan memberikan obat agar si Ibu tidak susah untuk melahirkan yang disebut salusu. Salusu adalah satu butir telur ayam kampung yang terlebih dahulu didoakan, selesai didoakan dihembus, kemudian dipecah lalu diberikan kepada si ibu untuk ditelan.


(43)

2.5.5. Upacara Kelahiran (Mangharoan)

Setelah si Ibu melahirkan si baso mematok tali pusat bayi dengan sisik bambu yang tajam dengan beralaskan buah ubi rambat dengan ukuran 3 jari bayi. Kemudian penanaman ari-ari bayi menurut orang Batak Toba biasa ditanam di tanah yang becek (sawah). Ari-ari dimasukkan dalam tandok kecil yang dianyam dari pandan bersama dengan 1 biji kemiri, 1 buah jeruk purut dan 7 lembar daun sirih. Setelah bayi lahir si dukun memecahkan kemiri dan mengunyahnya kemudian memberikannya kepada bayi dengan tujuan untuk membersihkan kotoran yang dibawa bayi dari kandungan sekaligus membersihkan perjalanan pencernaan makanan yang pertama yang disebut tilan (kotoran pertama). Si dukun memberikan kalung yang berwarna merah, putih, hitam bersama soit dan

hurungan tondi. Soit adalah sebuah anyaman kalung yang terdapat dari buah

sebuah kayu. Hurungan Tondi adalah buah kayu yang bernama kayu Hurungan Tondi, buah kayu yang bertuliskan tulisan batak. Kalung ini mempunyai kegunaan agar jauh dari seluruh mara bahaya, tekanan angin, petir dan seluruh setan jahat. Untuk perawatan Ibu yang baru melahirkan, diberikan makanan dugu-dugu.

Dugu-dugu adalah sebuah makanan ciri khas Batak Toba pada saat melahirkan,

yang diresep dari bangun-bangun, daging ayam, kemiri dan kelapa. Makanan ini berfungsi untuk melancarkan peredaran darah bagi si Ibu yang baru melahirkan membersihkan darah kotor bagi Ibu yang melahirkan menambah, menghasilkan air susu Ibu dan sekaligus memberikan kekuatan melalui ASI kepada anaknya.


(44)

2.5.6. Upacara Permandian dan Pemberian Nama (Martutu aek)

Upacara yang dilakukan di rumah yang mendapat kelahiran seorang anak, atau pemberian nama kepada anak. Upacara ini dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi lahir, dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang disebut dengan pesta martutu aek yang dipimpin oleh pimpinan agama yaitu ulu punguan. Sebelum dibawa bepergian bayi tersebut harus terlebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air untuk membersihkan dan ini dilaksanakan dengan membawa anak tersebut ke umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa. Setelah bayi dimandikan biasanya dipupus. Pupus adalah mengunyah 1 lembar daun sirih, 1 buah kemiri, 1 biji ladak putih,1 iris jarango. Selesai dikunyah ditempelkan ke ubun-ubun bayi dan sebahagian diolesi keseluruh tubuh bayi dengan tujuan untuk memelihara tubuh bayi agar kuat dantetap sehat, untuk menjauhkan bayi dari penyakit-penyakit demam, angin-angin dan sekaligus mengobatinya, untuk menjaga agar tidak mudah terserang penyakit. Pada upacara itu anak juga mendapat ulos parompa. Ulos ini diberikan oleh “tulang” (paman) si bayi, khusus untuk menggendong bayi itu.

2.5.7. Upacara Menyulangi/ Memberi makan (Manulangi)

Sebelum orang mati, upacara adat yang dilakukan oleh keturunannya dinamai “manulangi” (memberi makan, menyulangi). Upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan seorang yang sudah tua dan diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal, sehingga jika orang tersebut sudah meninggal rohnya dapat memasuki persekutuan dengan roh-roh leluhurnya dengan selamat. Upacara ini dilakukan


(45)

kepada seseorang yang akan meninggal dalam dalam kondisi minimal sarimatua (telah memiliki cucu laki-laki dan perempuan).

2.5.8. Upacara Kematian (Hamatean)

Upacara kematian dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah pengurasan jenazah menjelang pemakaman, kedua adalah pasahat tondi. Pemberangkatan jenazah dipimpin oleh Ihutan atau Ulupunguan dengan upacara doa “Borhat ma ho tu habangsa panjadianmu”, artinya berangkatlah engkau ke tempat kejadianmu. Satu minggu setelah pemakaman, keluarga yang ditinggal mengadakan pangurason di rumah. Satu bulan setelah pemakaman, dilanjutkan dengan Upacara Pasahat Tondi yaitu upacara mengantar roh dalam hati harfiah. Dalam tradisi Batak Toba, orang yang meninggal akan mengalami perlakuan khusus, dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematiantersebut diklasifikasi berdasarkan usia dan status orang yang meninggal. Meninggal ketika masih di dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati), tetapi jika meninggal ketika masih bayi (mate

poso-poso), meninggal ketika anak-anak (mate dakdanak), meninggal ketika

remaja (mate bulung), dan meninggal ketika sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak Toba) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tua yang meninggal sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung berasal dari tulang (saudara laki-laki ibu) yang meninggal. Upacara adat kematian


(46)

paralang-alangan/mate punu), telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar), telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kimpoi, namun belum bercucu (mate hatungganeon), telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua), dan telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua). Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara adat kematian suku Batak Toba, karena meninggal ketika semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung (meninggal ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan).

2.5.9. Upacara Menggali Tulang-belulang (Mangokal Holi)

Dalam adat Batak Toba, status kehormatan yang dimiliki oleh suatu roh tidaklah bersifat statis. Status dan kehormatan dapat ditingkatkan lagi lebih ke atas. Peningkatan kemuliaan akan didapatkan oleh roh itu apabila dia memiliki status “sumangot”. Status sumangot akan dimilikinya apabila para keturunannya telah membuatkan sebuah makan permanen yang dipahat dari batu atau dibuat dari semen yang kemudian dihiasi dengan keramik dengan segala kemegahannya. Di tempat yang baru itu kemudian dimasukkan tulang belulang. Tulang-belulang itu digali dari kuburan di dalam tanah melalui upacara yang dinamakan “mangongkal holi ” (menggali tulang belulang). Acara ini ditandai dengan pelaksanaan pesta yang besar. Penaikkan tulang-belulang dari dalam tanah kepada tempat yang tersedia dimakam batu itu merupakan lambang pemberian


(47)

penghormatan yang lebih tinggi kepada roh orang tua. Kemegahan sebuah kuburan merupakan lambang kemuliaan yang diterima oleh roh orang tua di dunia orang mati. Bagi keturunannya, kemegahan makam itu merupakna simbol gengsi sosial di tengah-tengah masyarakat Batak Toba lainnya. Kuburan itu juga merupakan tanda ikatan persekutuan antara roh orangtua dengan keturunannya.

Di dalam pelaksanaan upacara adat Batak Toba ada alat penyembahan yang selalu harus dipakai untuk menyempurnakan upacara tersebut yaitu “Ulos”.

Ulos adalah kain untuk upacara dengan berbagai fungsi dan tenunannya. Jaman

dahulu ulos Batak Toba selalu diawali dengan permohonan kepada seorang ahli tenun untuk membuatkan satu jenis ulos tertentu. Si pemesan harus menyediakan tiga lembar daun sirih serta tiga rupa “itak” (tepung beras yang dikepal) yang tigawarna (putih, kuning, merah) ditempatkan dalam bakul kecil beserta uang enam rupiah batu. Sesajian (sesajen) ini didoakan secara animistis barulah ditentukan hari yang baik untuk memulai menenun ulos itu. Tetapi sekarang pembuatan ulos sama dengan pembuatan pakaian, tidak ada mantra-mantra atau sesajen.

Menurut fungsinya dalam upacara adat Batak Toba dikenal bermacam-macam ulos dengan kegunaannya, antara lain:

Ulos Tondi. Ulos yang dipakaikan kepada seorang calon ibu yang mengandung

tujuh bulan bayi pertamanya. Dengan dipakaikan ulos tondi ini, diharapkan bayi itu lahir dengan selamat. Ulos tondi adalah jaminan keselamatan ibu dan bayi.


(48)

Ulos Sampetua. Ulos yang diberikan kepada seseorang yang baru saja mengalami musibah atau sakit berat, dengan harapan agar ia berusia lanjut.

Ulos Saput. Ulos yang diberikan khusus pada acara kematian, biasanya digunakan

untuk menutupi peti mati.

Ulos Tujung. Ulos yang diberikan kepada seorang perempuan yang suaminya

baru meninggal, dikenakan selama jangka waktu tertentu.

Ulos Holong. Ulos yang diberikan kepada anak yang baru lahir setelah proses


(49)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka teori yang telah penulis kemukakan, sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, maka kerangka konsep yang dipergunakan dalam hal ini adalah:

Gambar 3.1 Persepsi tentang sehat:

1. Definisi sehat 2. Gaya hidup sehat

3. Ciri-ciri masyarakat sehat

4. Pola makan orang dewasa 

Positif Negatif Persepsi tentang kebiasaan

mengonsumsi tuak: 1. Kandungan tuak

2. Dampak mengonsumsi tuak


(50)

3.2. Definisi Operasional No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Persepsi Tentang sehat Cara pikir masyarakat suku Batak Toba tentang sehat yaitu; definisi sehat, gaya hidup sehat, ciri-ciri masyarakat sehat, pola makan orang dewasa. Kuesioner Dengan menghitung jawaban responden pada kuesioner 1. Persepsi: positif, apabila skor responden 75%-100% dari 15 pernyataan yang diajukan 2. Persepi negatif apabila skor <75% dari 15 pernyataan Ordinal


(51)

2. Persepsi tentang mengons umsi tuak Cara pikir masyarakat suku Batak Toba tentang kebiasaan mengonsumsi tuak yaitu: kandungan tuak, dampak mengonsumsi tuak. kuesioner Dengan menghitung jawaban responden pada kuesioner 1. Persepsi: positif, apabila skor responden 75%- 100% dari 15 pernyataan yang diajukan 2. Persepi negatif apabila skor <75% dari 15 pernyataan Ordinal


(52)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dan bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi tuak suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir.

4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat dilingkungan Desa Meat kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir yaitu sebanyak 400 orang.

4.2.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan karakteristik usia responden dari 18 – 80 tahun bersuku Batak Toba dan bertujuan untuk mengetahui persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi tuak suku Batak Toba. Sampel penelitian menggunakan rumus 10 % dari jumlah populasi sesuai dengan konsep Arikunto (2006). Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah n = 10 % X 400 menjadi 40 responden.

4.3. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Meat dengan pertimbangan bahwa di Desa ini tidak pernah ada penelitian sebelumnya dan populasi yang bersuku Batak Toba cukup untuk memenuhi target populasi.


(53)

4.4. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan desember 2013 sampai juni 2014. 4.5. Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari institusi pendidikan dan persetujuan Kepala desa Meat atau Pemerintah setempat. Pertimbangan etik yang dilakukan adalah dengan memberikan penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk mendatangi informed concent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun resiko psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden di jaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrument penelitian dan penelitian akan dimusnahkan instrumen penelitian setelah proses pengumpulan data selesai. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.6. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yakni data demografi yang membahas tentang umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, penghasilan perbulannya responden dan kuesioner penelitian yaitu kuesioner tentang sehat dan kuesioner tentang mengonsumsi tuak. Instrumen yang


(54)

dan tinjauan pustaka. Kuisioner disusun berdasarkan skala likert dengan menetapkan skor jawaban untuk setiap pernyataan yang diajukan. Skor untuk pe rnyataan positif adalah sangat setuju (SS) bernilai 4, setuju (S) bernilai 3, kurang setuju (KS) bernilai 2, dan tidak setuju (TS) bernilai 1. Untuk pernyataan negative adalah sangat setuju (SS) bernilai 1, setuju (S) bernilai 2, kurang setuju (KS) bernilai 3, dan tidak setuju (TS) bernilai 4. Kuesioner tentang sehat terdiri 15 pernyataan dimana 11 pernyataan positif yang berada pada no urut 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14 dan 4 pernyataan negatif yang berada pada no urut 3, 9, 13, 15 Keseluruhan skor untuk kuisioner penelitian adalah 60 yang didapat dari jumlah 15 pernyataan dikalikan dengan skor maksimum untuk 1 pernyataan. Kuesioner tentang mengonsumsi tuak terdiri dari 15 pernyataan dimana 5 pernyataan positif yang berada pada no urut 16, 22, 23, 24, 28 dan 10 pernyataan negatif yang berada pada no urut 17, 18, 19, 20, 21, 25, 26, 27, 29, 30 Keseluruhan skor untuk kuisioner penelitian adalah 60 yang didapat dari jumlah 15 pernyataan dikalikan dengan skor maksimum untuk 1 pernyataan.

4.7. Uji Validitas dan Realibilitas 4.7.1. Uji Validitas

Untuk menguji validitas instrumen, maka dilakukan pengujian terhadap instrumen penelitian. Uji validitas yang akan dilakukan adalah validitas isi (content validity) yaitu dengan memberikan instrumen kepada pakar yang menguasai topik yang akan diteliti.


(55)

4.7.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan alat ukur untuk mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang responden. Dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas konsistensi internal karena pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen pada subjek studi. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji Cronbach Alpha dengan menggunakan program komputerisasi. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai alpha (α) lebih besar atau sama dengan 0,70 sesuai dengan Arikunto (2006).

4.8. Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah seminar proposal penelitian dan mendapatkan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan, peneliti selanjutnya akan membawa surat izin penelitian ke Desa Meat. Setelah mendapat izin dari Kepala desa Meat dan pemerintah setempat, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian. Pada saat pengumpulan data, peneliti menjelaskan Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada responden satu persatu dan menjelaskan tujuan penelitian kepada responden. Peneliti kemudian meminta kesediaan responden untuk menjadi responden penelitian dan menandatangani surat persetujuan menjadi responden. Setelah diberi penjelasan mengenai cara pengisian kuisioner, responden diberi waktu untuk mengisi kuisioner sesuai dengan keadaan sebenarnya secara jujur. Kuisioner yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara statistik.


(56)

4.9. Analisa data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan melalui beberapa tahap, pertama editing, yaitu memeriksa kelengkapan data responden serta memastikan semua jawaban sudah diisi. Tahap kedua coding, yaitu memberikan kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk memudahkan peneliti dalam memasukkan data kedalam komputer (entry). Skor untuk pernyataan positif adalah sangat setuju (SS) bernilai 4, setuju (S) bernilai 3, kurang setuju (KS) bernilai 2, dan tidak setuju (TS) bernilai 1. Untuk pernyataan negative adalah sangat setuju (SS) bernilai 1, setuju (S) bernilai 2, kurang setuju (KS) bernilai 3, dan tidak setuju (TS) bernilai 4. Kuesioner tentang sehat terdiri 15 pernyataan dimana 11 pernyataan positif yang berada pada no urut 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14 dan 4 pernyataan negatif yang berada pada no urut 3, 9, 13, 15 Keseluruhan skor untuk kuisioner penelitian adalah 60 yang didapat dari jumlah 15 pernyataan dikalikan dengan skor maksimum untuk 1 pernyataan. Kuesioner tentang mengonsumsi tuak terdiri dari 15 pernyataan dimana 5 pernyataan positif yang berada pada no urut 16, 22, 23, 24, 28 dan 10 pernyataan negatif yang berada pada no urut 17, 18, 19, 20, 21, 25, 26, 27, 29, 30 Keseluruhan skor untuk kuisioner penelitian adalah 60 yang didapat dari jumlah 15 pernyataan dikalikan dengan skor maksimum untuk 1 pernyataan Setelah itu melakukan tabulating data dengan memasukkan data ke dalam bentuk distribusi frekuensi.


(57)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 40 Responden bersuku Batak Toba. Pengumpulan data ini dilaksanakan pada tanggal 8 Mei – 10 Mei 2014 di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir. Penyajian data penelitian ini meliputi karakteristik responden, kuesioner persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir.

5.1.1.Karakteristik Responden

Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 40 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia, jenis kelamin,

agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan responden. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rentang usia terbanyak adalah 32 - 37

sebanyak 12 orang (30 %). Mayoritas responden berjenis kelamin laki - laki sebanyak 28 orang (70 %). Semua responden beragama Protestan yaitu sebanyak 40 orang (100 %). Kebanyakan berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 18 orang (45%), berdasarkan dari pekerjaan sebagian besar pekerjaan responden Petani sebanyak 22 orang (55%), rata – rata responden berpenghasilan <Rp.1.000.000,00 dan Rp.1.000.000,00 – Rp.2.000.000,00 sebanyak 18 orang(45%), dan dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah.


(58)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Suku Batak Toba yang Berpersepsi Tentang Sehat dan Kebiasaan Mengonsumsi Tuak (n = 40)

DATA DEMOGRAFI FREKUENSI(f) PERSENTASE(%)

Usia

20 – 25 4 10

26 – 31 4 10

32 – 37 12 30

38 – 43 6 15

44 – 49 4 10

50 – 55 4 10

56 – 61 0 0

62 – 67 2 5

68 – 83 4 10

Jenis kelamin

Laki – laki 28 70%

Perempuan 12 30%

Agama

Protestan 40 100%

Pendidikan terakhir

Perguruan Tinggi 2 5%

SMA/Sederajat 18 45%

SMP/Sederajat 14 35%

SD/Sederajat 6 15%

Pekerjaan

Petani 22 55%

Wiraswasta 14 35%

Ibu rumah tangga 2 5%

Pengrajin ulos 2 5%

Penghasilan

< Rp.1.000.000 18 45%

Rp.1.000.000 - Rp.2.000.000 18 45%

Rp.2.000.000 - Rp.3.000.000 2 5%

> Rp.3.000.000 2 5%

5.1.2. Persepsi Tentang Sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Berdasarkan hasil dari 40 responden yang diteliti diperoleh bahwa persepsi tentang sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten


(59)

Toba Samosir adalah mayoritas masyarakat berpersepsi positif sebanyak 30 orang (75%) dan negatif sebanyak 10 orang (25%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Persepsi Tentang Sehat Suku Batak Toba di Desa Meat KecamatanTampahan Kabupaten Toba Samosir (n=40)

NO Persepsi n %

1 Positif 30 75 2 Negatif 10 25

Total 40 100

5.1.3. Persepsi Suku Batak Toba terhadap Kebiasaan Mengonsumsi Tuak Berdasarkan hasil dari 40 responden yang diteliti diperoleh bahwa Persepsi kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir adalah Mayoritas berpersepsi negatif sebanyak 36 orang (90%) dan positif sebanyak 4 orang (10%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Persepsi Kebiasaan Mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir (n = 40).

NO Persepsi N %

1 Positif 4 10 2 Negatif 36 90

Total 40 100

5.2. PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini dijabarkan mengenai hasil penelitian mengenai Persepsi tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir.  Objek yang dipersepsi dalam penelitian ini adalah tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba. Masyarakat Suku Batak Toba yang menjadi responden


(60)

dalam penelitian ini diberi rangsang untuk mempersepsi objek tersebut menyatakan persepsinya dalam bentuk positif maupun negatif.

Persepsi dapat menjadi positif apabila masyarakat tersebut menanggapi sesuai dengan penghayatannya dan dapat diterimanya secara rasional dan emosional. Sebaliknya, apabila masyarakat menanggapinya tidak sesuai dengan penghayatannya maka persepsi yang timbul adalah negatif. 

5.2.1. Persepsi tentang Sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Berdasarkan dari 40 responden yang diteliti diketahui bahwa persepsi tentang sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir adalah mayoritas masyarakat berpersepsi positif sebanyak 30 orang (75%) dan negatif sebanyak 10 orang (25%). Adanya perbedaan dalam persepsi tentang sehat suku batak toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir tersebut menjelaskan teori yang dikemukakan oleh Siagian (1995) yang menyatakan bahwa persepsi seseorang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya, untuk itulah mengapa dua orang atau lebih memiliki persepsi yang berbeda terhadap objek yang dipersepsinya. Hal ini juga menjelaskan mengapa saat diberikan pernyataan – pernyatan tentang sehat yang dijabarkan dalam definisi dan perilaku kesehatan, masyarakat Suku Batak Toba yang menjadi responden mengartikannya secara berbeda.

Sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan (WHO,1947 dan UU Pokok kesehatan no. 9 1960), pengertian sehat ini dipersepsi positif oleh 40


(61)

responden (100%) yaitu semua responden pada penelitian ini. Hal tersebut menyatakan bahwa masyarakat Suku Batak Toba sudah mengetahui pentingnya kesehatan dalam kehidupan masyarakat Suku Batak Toba dan juga termasuk dalam ciri – ciri masyarakat sehat menurut Mubarak (2009) yaitu Adanya peningkatan dari kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, Mampu mengatasi masalah kesehatan yang sederhana, berupaya meningkatkan kesehatan lingkungan, Selalu meningkatkan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat,dan Berupaya selalu menurunkan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan panyakit

Hal ini didukung oleh 40 responden (100%) yaitu semua responden berpersepsi positif didalam pernyataan kuesioner yang menyatakan tentang keteraturan dalam berolahraga dapat meningkatkan kesehatan. Sama halnya dengan pernyataan yang menyatakan bahwa dengan beristirahat dapat memulihkan tenaga. Saat merasa tidak sehat masyarakat Suku Batak Toba berobat ke pelayanan kesehatan ini merupakan pernyataan yang terdapat disalah satu kuesioner yang hampir semua responden sebanyak 38 orang (95%) memilih setuju dan sangat setuju yang merupakan persepsi positif. Masyarakat Suku Batak Toba juga menyadari pentingnya kebersihan dalam upaya menciptakan lingkungan yang sehat dan semua responden sebanyak 40 orang (100%) menyatakan persepsi positif untuk ini. Penjelasan diatas didukung juga oleh penelitian Purba (2012) terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat rumah tangga di kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur yang hasil penelitiannya berpengetahuan baik (95,2%) dan sikap


(62)

berjudul Pengetahuan Orang Tua tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Binjai Estate yang hasil penelitiannya didapat sikap positif (91,7%).

Pada dasarnya masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir sudah menyadari pentingnya kesehatan dalam kehidupannya. Akan tetapi masih dapat dijumpai hambatan dalam penerapan kesehatan dalam kehidupannya. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan persepsi masyarakat tersebut. Adanya perbedaan persepsi tentang sehat yang timbul dimasyarakat sangat dipengaruhi oleh sikap, perhatian, dan faktor dari luar seperti perekonomian masyarakat tersebut dan lain sebagainya (Siagian 1995). Hal ini dapat ditinjau dari karakteristik masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir yang Rata – Rata responden berpenghasilannya < 1.000.000 dan 1.000.000 – 2.000.000 sebanyak 36 orang (90%) dan tingkat pendidikian masyarakat yang jenjangnya hanya sampai SD dan SMP sebanyak 20 orang (50% ), hal ini menjelaskan bahwa masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir perekonomiannya masih menengah kebawah dan memiliki tingkat pengetahuan yang rendah.

Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir menanggapi pernyataan yang menyatakan makanan yang kita makan harus diolah secara instan secara berbeda sebanyak 26 orang (65%) berpersepsi positif Selebihnya sebanyak 14 orang (35%) berpersepsi negatif. Perekonomian yang masih rendah mengakibatkan masyarakat Suku Batak


(63)

Toba Di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir masih memilih makanan cepat saji yang harganya terjangkau untuk dimakan. Perbedaan persepsi lainnya terdapat pada pernyataan makanan dengan cita rasa yang enak sudah pasti sehat terdapat sebagian masyarakat berpersepsi negatif sebanyak 14 orang (35%) hal ini menjelaskan bahwa masih adanya masyarakat yang memiliki pengetahuan yang rendah terkait tentang sehat yang mempengaruhi persepsinya tersebut.

Melihat masih adanya perbedaan persepsi tentang sehat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir, peneliti merasa bahwa perlu adanya penyuluhan pendidikan kesehatan bagi masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir. sehingga masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat dapat mencapai Indonesia sehat 2014.

5.2.2. Persepsi Kebiasaan Mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir

Berdasarkan hasil dari 40 responden yang diteliti diketahui bahwa Persepsi masyarakat Suku Batak Toba terhadap kebiasaan mengonsumsi Tuak adalah Mayoritas berpersepsi negatif sebanyak 36 orang (90%) dan positif sebanyak 4 orang (10%). Hal ini sejalan dengan penelitian Ikegami (1997) bahwa minuman Tuak sangat berarti kehadirannya bagi Suku Batak Toba. Tuak merupakan minuman yang disediakan dalam sarana keakraban, upacara adat, dan sebagai ungkapan rasa terima kasih bagi Suku Batak Toba. Sementara dalam penerapan


(64)

ini belum ditemukan manfaat kesehatan dalam minuman tersebut Apalagi dikonsumsi terlalu banyak (Sipahutar 2009)

Persepsi negatif yang dominan pada masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir tentang kebiasaan mengonsumsi Tuak dikarenakan oleh faktor historis keberadaan Tuak tersebut dalam Suku Batak Toba yang sampai saat ini berpengaruh sangat besar. Menurut ikegami (1997) yang menceritakan asal muasal dan posisi Tuak Didalam sejarah Suku Batak Toba. tuak itu berasal dari mayang bagot, maka perlu diketahui legenda keberadaan batang bagot. Seorang tokoh adat yang tinggal di Balige memberitahukan legenda tersebut

Tuak hanya menjadi sajian untuk roh-roh nenek moyang, orang yang sudah meninggal dan sebagainya. Tuaktermasuk sebagai minuman adat pada dua upacara adat resmi, yaitu (1) upacara manuan ompu-ompu dan (2) upacara manulangi. Hal ini dapat ditinjau dari persepsi masyarakat yang menyatakan Tuak diminum dalam acara adat Suku Batak Toba dan Tuak mampu menjaga kekerabatan Suku Batak Toba sebanyak 40 orang (100%). Sama halnya bila dipandang dari aspek sosial budaya, itu terlihat dari persepsi negatif masyarakat yang menyatakan bahwa minum Tuak 2 gelas perhari baik bagi kesehatan sebanyak 40 orang (100%). Dari segi ekonomi masyarakat Suku Batak Toba Didesa Meat Tuak yang dihargai Rp.3000/gelas dianggap salah satu minuman jenis alkohol yang terjangkau. Sepadan dengan persepsi negatif masyarakat terhadap pernyataan minum Tuak 2 gelas/hari dapat meningkatkan kesehatan sebanyak 40 orang (100%). Mengonsumsi Tuak dianggap tidak begitu


(65)

berpengaruh pada penurunan kesejahteraan masyarakat Suku Batak Toba yang tinggal di Desa Meat. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik pendapatan/bulan masyarakat Suku Batak Toba yang berpenghasilan < Rp. 2.000.000 sebanyak 36 orang (90%).

Persepsi positif yang timbul dapat dilihat dari tingkat pengetahuan responden pada variabel yang menyatakan Tuak adalah minuman beralkohol sebanyak 38 orang (95%). Pada dasarnya masyarakat tahu Tuak adalah minuman beralkohol dan tanpa memahami bahwa Tuak menghasilkan efek buruk yang akan di timbulkan bagi kesehatan mereka. Menurut Sipahutar (2009) Mengkomsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan ketergantungan dan toleransi terhadap jumlah dari alkohol yang dikomsumsi. Konsumsi alkohol dalam jangka yang lama dan jumlah yang berlebihan bisa merusak berbagai organ di tubuh terutama hati, ginjal, otak dan jantung.

Melihat besarnya persepsi negatif yang timbul pada masyarakat Suku Batak Toba di Desa Meat kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir terhadap kebiasaan mengonsumsi Tuak, penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sangat diperlukan dalam peningkatan pemahaman yang lebih lanjut terhadap minuman beralkohol (Tuak) dan keberadaannya kepada kesehatan masyarakat.


(66)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai Persepsi Tentang Sehat dan Kebiasaan mengonsumsi Tuak Suku Batak Toba di Desa Meat Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir maka dapat disimpulkan dan saran sebagai berikut :

6.1. KESIMPULAN

Dari 40 responden yang diteliti diketahui persepsi masyarakat Suku Batak Toba tentang sehat adalah mayoritas masyarakat berpersepsi positif sebanyak 30 orang (75%) dan negatif sebanyak 10 orang (25%) dan Persepsi masyarakat Suku Batak Toba terhadap kebiasaan mengonsumsi Tuak adalah Mayoritas berpersepsi negatif sebanyak 36 orang (90%) dan positif sebanyak 4 orang (10%).

6.2. SARAN 6.2.1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti agar penelitian ini dikembangkan bukan hanya di Kabupaten Tobasa melainkan di Kabupaten lain yang masyarakatnya terdiri dari Suku Batak Toba terhadap tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak. Peneliti juga menyarankan kepada penelitian selanjutnya untuk meneliti peran budaya adat Suku Batak Toba secara spesifik untuk mengetahui keterlibatan kebudayaan tersebut dalam persepsi Suku Batak Toba terhadap tentang Sehat dan Kebiasaan Mengonsumsi Tuak.


(67)

6.2.2. Bagi Keperawatan

Dalam hal ini masih didapati banyaknya masyarakat yang mempunyai persepsi negatif tentang sehat dan kebiasaan mengonsumsi Tuak. Hal ini apabila dibiarkan akan mengakibatkan kesadaran masyarakat dalam menuju indonesia sehat tidak akan tercapai. Untuk itu Perawat komunitas diharapkan lebih aktif untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan dampak buruk dalam mengonsumsi Tuak yang memiliki kandungan alkohol tersebut.

6.2.3. Bagi Responden

Bagi responden agar dapat lebih memahami bahwa Tuak memiliki kandungan alkohol yang dapat mengganggu kesehatan dan dapat memahami kesehatan itu secara umum dan khusus.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip dasar ilmu gizi, Jakarta: PT Gramedia pustaka utama.

Arikunto, S. (2006). Metode penelitian kuantitatif ,Jakarta:EGC.

Aritonang, U, M. (2012). Gambaran kebiasaan mengonsumsi tuak dan status status gizi pada pria dewasa didesa suka maju kecamatan pahae jae kabupaten tapanuli utara. Medan: Skripsi FKM USU

Desi, A. (2011). Penetapan Kadar Etanol dalam Minuman Beralkohol. Jakarta: Depkes RI

Effendy, N. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.

Herri, Z, P, DKK. (2011). Pengantar psikopatologi untuk keperawatan,Jakarta: Kencana.

Hidayat, A, A, A. (2009). Pengantar konsep dasar keperawatan,Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, D, R. (2009). Ilmu perilaku manusia. Jakarta: Trans info media

Mubarak, W, I. (2009). Sosiologi untuk keperawatan pengantar dan teori,Jakarta: Salemba Medika.

Ikegami, S. (1997). Tuak in The Batak Society: a preliminary report on the socio-cultur aspect of palm wine consumption. Annual Report of the University of shizuoka, Hamamatsu college, Jepang.

Joewana,S. (1989). Gangguan penggunaan zat, Jakarta: PT Gramedia. Kartono, DKK. (2006). Perilaku manusia. Bandung: PT refika aditama. Laurens , J, M. (2004). Arsiteksur dan perilaku manusia. Jakarta: PT

Grasindo.

Mahmud, D. (1990). Psikologi. Yogyakarta: BPFE.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


(69)

Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif & kualitatif, Yogyakarta: Graha ilmu.

Siagian, S, P. (1995). Teori motivasi dan aplikasinya. Jakarta: PT Rineka cipta Sitanggang, S. (1990). Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional menurut

tujuan, fungsi, dan kegunaan suku batak toba, daerah tapanuli utara, sumatera utara. Jakarta: depdikbud.

Soejati, S. (2006). Konsep sehat, sakit dan penyakit dalam konteks sosial budaya. Jakarta: depkes RI

Umayal, S. (2011). Pengaruh Minuman Beralkohol terhadap Kekuatan Transversal Bahan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas, Jakarta: Depkes RI


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)