Leksikostatistik Bahasa Batak Toba Dengan Bahasa Pakpak Dairi

(1)

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA BATAK TOBA DENGAN

BAHASA PAKPAK DAIRI

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O L E H

Nama : Ika Indriani H

Nim : 040703004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Penulis terlebih dahulu mengucapkan puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan serta pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini yaitu “Leksikostatistik Bahasa Batak Toba Dengan Bahasa Pakpak Dairi”. Penulis berharap skripsi ini dapat jadi bahan yang berguna bagi pembaca.

Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini, penulis membaginya menjadi lima bab. Bab pertama membahas tentang pendahuluan, bab kedua membahas tentang tinjauan pustaka, bab ketiga membahas tentang metode penelitian, bab keempat membahas tentang pembahasan, dan bab kelima membahas tentang kesimpulan dan saran .

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi kita semua.

Penulis

Ika Indriani Hutahaean NIM 0407030004


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis tiada hentinya mengucapkan pujisyukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan arahan, motivasi, bimbingan, dan semangat maupun saran yang penulis terima dari semua pihak, sehingga setiap kesulitan yang dihadapi dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Pudek I, Pudek II, Pudek III, dan seluruh pegawai di jajaran Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Daerah dan merangkap sebagai pembimbing II yang sudah memberikan arahan dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah sekaligus dosen pembimbing I yang sudah memberikan arahan , motivasi, dan masukan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., sebagai dosen wali dan selalu mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.


(4)

5. Dosen- dosen penulis yang dengan kasih sayang memberikan ilmu dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik buat penulis yang tidak dapat disebut satu per satu.

6. Ayah ( R. Hutahaean) dan Ibu ( J Br. Sinaga) yang penulis sayangi dan cintai dan telah memberikan segalanya kepada penulis.

7. K’Yanti, K’ Debi, B’ Bitner, B’oslan , dan adikku Winarto yang penulis cintai terima kasih atas motivasi dan dukungan yang sudah diberikan kepada penulis. Semoga kita semua memperoleh kebahagian, juga keponakanku Clara yang sudah memberi semangat buat penulis.

8. Kepada keluarga besar Hutahaean dan Sinaga, terima kasih atas semua dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

9. Kepada Amang Boru dan Namboru Pardede, terima kasih atas bantuan dan motivasi yang sudah diberi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa B.Darwin Singkop Tua (‘ndut cyg’) yang sudah memberikan perhatian dan kasih sayang serta dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini , terima kasih atas semuanya.

11.Buat sobat –sobatku diBerdikari yahoo.@ 22 com.id. Helen Kong ( jangan makan terus ntar gendut), Gladis King dan B’Edu semoga akur-akur aja Asi komkom mari kemari(jangan malas kuliah yach), Hana (makasih atas kesempatan di kamarmu buat ngetik).


(5)

12.Buat sobatku Agus, yang sudah memberikan dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13.Sobat-sobatku yang tidak dapat disebut namanya satu per satu, terima kasih atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

14.Buat Stambuk‘04, yang penulis sayangi, berjuang terus ya biar mendapat gelar sarjana dan terima kasih atas dukungannya.

15.Buat Ance (yang mentel) jangan malas ya kerjakan skripsinya berjuang trus cayo………


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Anggapan Dasar ... 5

1.6 Sejarah Singkat Kabupaten Pak-pak Dairi ... 5

1.7 Sejarah Singkat Kabupaten Samosir ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22

2.1 Tinjauan yang Relevan ... 22

2.2 Teori yang Digunakan... 23

2.3 Asumsi Dasar Leksikostatistik ... 24

2.4 Tehnik Leksikostatistik ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 33


(7)

3.2 Lokasi Penelitian ... 34

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4 Metode Analisis Data ... 35

BAB IV PEMBAHASAN ... 38

4.1 Menghitung Kata Kerabat ... 38

4.2 Menghitung Waktu Pisah ... 40

4.3 Menghitung Jangka Kesalahan ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... vii

LAMPIRAN: 1. Daftar Pertanyaan ... 49

2. Data Informan ... 93 3. Data Peneliti

4. Surat Izin Penelitian a. Fakultas

b. Kepala Desan


(8)

Abstrak

Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang majemuk yang terdiri atas berbagai

macam suku atau etnik yang tersebar di tanah air. Tiap etnik mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi baik sesama etnis maupun antaretnik. Bahasa merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikiran manusia serta mengekspresikan dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya. Jadi, bahasa senantiasa perlu dibina, dikembangkan, dilestarikan sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa khususnya unsur-unsur bahasa, fonem, morfem, kata, kalimat dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur) termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu (Nababan, 1993 : 53). Pendapat lain mengatakan bahwa lingustik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan yang berdasarkan struktur bahasa tersebut (Parera, 1986 : 190). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bagian kebudayaan dan hasil dari kebudayaan itu sendiri. Bahasa perlu dihargai karena bahasa menunjukkan berbagai budaya manusia. Bahasa dapat mencerminkan ciri khas pemakai bahasa tersebut.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku atau etnik yang tersebar di tanah air. Tiap etnik mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi baik sesama etnis maupun antaretnik. Bahasa merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikiran manusia serta mengekspresikan dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya. Jadi, bahasa senantiasa perlu dibina, dikembangkan, dilestarikan sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman.

Linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa khususnya unsur-unsur bahasa, fonem, morfem, kata, kalimat dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur) termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu (Nababan, 1993 : 53).

Pendapat lain mengatakan bahwa lingustik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan yang berdasarkan struktur bahasa tersebut (Parera, 1986 : 190). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bagian kebudayaan dan hasil dari kebudayaan itu sendiri. Bahasa perlu dihargai karena bahasa menunjukkan berbagai budaya manusia. Bahasa dapat mencerminkan ciri khas pemakai bahasa tersebut.


(10)

Di Indonesia, di samping terdapat bahasa Indonesia yang dipakai sebagai bahasa resmi negara, terdapat juga beraneka ragam bahasa daerah seperti bahasa Batak, Melayu, Jawa, Sunda, dan lain-lain. Bahasa daerah dipakai sebagai bahasa pengantar dan bahasa pergaulan yang mendukung bahasa nasional, yang dipakai oleh penutur suku-suku bangsa Indonesia.

Pembinaan bahasa yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia dan sebagai landasan hukumnya dapat dilihat dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36 ayat 2, yang mengatakan, di samping bahasa resmi negara, bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara”. Dan dalam penjelasan UUD 1945 disebut bahwa bahasa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa daerah sendiri dipelihara oleh rakyatnya dengan baik. Bahasa-bahasa itu merupakan sebahagian dari kebudayaan Indonesia.

Secara umum kedudukan dan fungsi bahasa daerah telah dirumuskan dalam seminar bahasa Nasional yang diselenggarakan pada bulan Februari 1975 di Jakarta. Kesimpulan seminar tersebut adalah sebagai berikut:

1.Bahasa-bahasa seperti bahasa Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makasar, Batak, serta bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia, berkedudukan sebagai bahasa daerah. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 36 BAB XV, UUD 1945, yang mengatakan bahwa bahasa daerah adalah salah satu unsur kebudayaan Nasional yang hidup dan dilindungi negara.

2.Bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Bali,Madura, Makasar, Batak, dan bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, berfungsi sebagai:

a. Lambang kebanggaan daerah

b. Lambang identitas daerah

c. Alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah

Di dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai :

a. Pendukung pengantar di sekolah dasar (SD) tingkat permula.

b. Bahasa pengantar disekolah dasar tingkat permulaan untuk

mempelancar pengajaran bahasa Indonesia dan Mata Pelajaran lainnya.


(11)

Pada kesempatan ini penulis membatasi pembahasan hanya dalam satu bahasa daerah saja yakni bahasa Batak. Etnik Batak terdiri atas beberapa subetnik yakni Toba, Simalungun, Karo, Pakpak Dairi, dan Angkola Mandailing. Kelima subetnik ini memiliki bahasa yang satu sama lain mempunyai banyak persamaan. Namun demikian para ahli bahasa membedakan sedikitnya dua cabang bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi yang perbedaannya begitu besar sehingga tidak memungkinkan adanya komunikasi antara dua kelompok tersebut. Bekenaan dengan hal tersebut penulis untuk melihat kekerabatan bahasa, masa pisah bahasa, dan sekaligus prediksi usia bahasa antara kedua cabang bahasa Batak tersebut dengan menggunakan kajian leksikostatistik.

Sebelumnya penulis juga memperkenalkan bahwa di samping istilah leksikostatistik ada juga istilah lain yaitu glotokronologi (glottocchronology). Pengertian keduanya pada dasarnya agak berlainan. Namun mengingat bahwa kenyataan kedua istilah saling melengkapi, maka sering pula keduanya disamakan saja. Kajian glotokronologi lebih mengutamakan perhitungan waktu sedangkan kajian leksikostatistik merupakan bagian linguistik historis komparatif yakni bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa serta menyelidiki perbandingan suatu bahasa lain, (Ridwan,1995: 3). Linguistik historis komparatif dapat menentukan hubungan kekerabatan antara bahasa-bahasa yang seasal. Dalam hal ini penulis memilih bahasa Batak Toba sebagai wakil dari rumpun Selatan dan bahasa Pakpak Dairi dari rumpun Utara. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kekerabatan bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi yang dikaji berdasarkan kajian leksikostatistik.


(12)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Seberapa besar tingkat kesamaan antara kosa kata dasar bahasa Batak

Toba dengan bahasa Pakpak Dairi sebagai dasar kekerabatan.

b. Kapan kira-kira masa pisah bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak

Dairi

c. Berapa tahun prediksi usia bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak

Dairi

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui prosentase kata kerabat antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi

b. Mengetahui masa pisah antara bahasa Batak Toba dengan bahasa

Pakpak Dairi

c. Mengetahui prediksi usia kedua bahasa.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya khasanah pengetahuan mengenai kajian leksikostatistik terhadap bahasa yang diharapkan berdaya guna bagi para pembaca. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:


(13)

a. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi para peneliti lanjutan.

b. Sebagai motivator untuk meningkatkan kegiatan penelitian

bahasa-bahasa daerah yang ada di nusantara.

c. Untuk melengkapi khasanah pustaka bahasa dan sastra daerah,

khususnya di Perpustakaan Departemen Sastra Daerah.

d. Dapat dijadikan sumber informasi tentang linguistik daerah di

nusantara.

e. Bagi peneliti sendiri, menambah wawasan tentang kajian

leksikostatistik bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi serta untuk melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.5 Anggapan Dasar

Adapun anggapan dasar penulis simpulkan adalah, kedua bahasa yakni bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi benar-benar berkerabat. Kekerabatan ini perlu diteliti secara komparatif. ”

1.6. Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Dairi

I. Sebelum Penjajahan Belanda

Pemerintahan di daerah Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan wilayah/daerah otonom, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-raja Adat.


(14)

Pemerintahan pada masa itu dikendalikan oleh raja ekuten/takal aur/suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap sebagai kepala pemerintahan.

Adapun struktur pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut:

a. Raja ekuten, sebagai pemimpin suatu wilayah (suak) atau yang terdiri dari beberapa suku/kuta/kampung. Raja ekuten disebut juga takal aur, yang merupakan kepala negeri.

b. Pertaki, sebagai pemimpin satu kuta atau kampung, setingkat di bawah Raja ekuten.

c. Sulang Silima, sebagai pembantu Pertaki pada setiap kuta (kampung) Menurut berbagai literatur sejarah bahwa wilayah Dairi dahulu sangat luas dan pernah jaya di masa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan tersebut di atas, maka wilayah Dairi dibagi lima wilayah(suak atau aur) yaitu:

1. Suak/Aur SIMSIM, meliputi wilayah: Salak, Kerajaan, Siempat Rube,

Sitellu Tali Urang Jehe, Sitellu Tali Urang Julu, dan Manik.

2. Suak/Aur PEGAGAN dan Karo Kampung, meliputi wilayah : Silalahi,

Poropo, Tongging, Pegagan Jehe, dan Tanah Pinem.

3. Suak/Aur KEPPAS, meliputi wilayah: Sitellu Nempu, Siempat Nempu,

Silima Pungga-pungga, Lae Luhung, dan Parbuluan.

4. Suak/Aur BOANG, meliputi wilayah: Simpang kanan, Simpang kiri, Lipat

Kajang, Elenggen, Gelombang, Runding, dan Singkil (saat ini wilayah Aceh).

5. Suak/Aur SIENEM KODEN/KLASEN, meliputi wilayah: Sienem Koden,


(15)

II. Masa Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola, dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan mengacu pada sistem dan pembagian wilayah kerajaan Belanda, maka Dairi saat itu ditetapkan sebagai suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk pribumi/bumi putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen.

Selama penjajahan Belanda inilah daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, karena politik penjajahan kolonial Belanda yang membatasi serta menutupi hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu:

1. Tongging, menjadi wilayah Tanah Karo

2. Manduamas dan Barus, menjadi wilayah Tapanuli Tengah

3. Sienem Koden (Parlilitan), menjadi wilayah Tapanuli Utara

4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang,

Runding, dan Singkil menjadi wilayah Aceh.

Setelah kolonial Belanda menguasai daerah Dairi, maka untuk kelancaran pemerintahan Hindia membagi Onder Afdeling Dairi menjadi tiga Onder Distric, yaitu:

1. Onder Distric Van Pakpak, meliputi tujuh kenegerian yakni: Kenegerian Sitellu Nempu

Kenegerian Siempat Nempu Hulu Kenegerian Siempat Nempu Kenegerian Silima Pungga-pungga


(16)

Kenegerian Pegagan Hulu Kenegerian Parbuluan Kenegerian Silalahi Paropo

2. Onder Distric Van Simsim, meliputi enam kenegerian yakni:

Kenegerian Kerajaan Kenegerian Siempat Rube Kenegerian Mahala Manjanggut Kenegerian Setellu Tali Urang Jehe Kenegerian Salak

Kenegerian Ulu Merah dan Salak Pananggalan

3. Onder Distric Van Karo Kampung, meliputi lima kenegerian yakni: 3.1. Kenegerian Lingga (Tigalingga)

3.2. KenegerianTanah Pinem 3.3. Kenegerian Pegagan Hilir

3.4. Kenegerian Juhar Kedupan Manik 3.5. Kenegerian Lau Juhar

III. Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang

Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan Bala Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga bagian yaitu:

1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan angkatan


(17)

2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Bukit Tinggi;

3. Daerah-daerah selebihan berada di bawah kekuasaan angkatan laut, yang berkedudukan di Makasar.

Pada masa itu pemerintahan Militerisme Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti, dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan militer sekutu.

Pada masa pemerintahan Jepang, pada dasarnya tidak terdapat perubahan prinsipil dalam susunan pemerintahan di Dairi. Karena tidak mengubah susunan/struktur pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti nama jabatan, antara lain yaitu:

a. Demang diganti menjadi GUNTYO

b. Asisten Demang diganti menjadi HUKU GUNTY

c. Kepala Negeri diganti menjadi BUN DANTYO

d. Kepala Kampung diganti menjadi KUNTYO

IV. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Setelah kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk, oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur.


(18)

Daerah provinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah.

a. Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Sesuai dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 tahun 1945, maka di

Dairi dibentuklah Komite Nasional Daerah untuk mengatur pemerintahan dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan sebagai berikut:

Ketua Umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang

Ketua I : Djauli Manik

Ketua II : Noeh hasibuan

Ketua III : Raja Elias Ujung

Sekretaris I : Tengku Lahuami

Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin

Bendahara I : Mula Batubara

Bendahara II : St. Stepanus Sianturi

Menghadapi agresi I dan II dari Belanda pemerintahan dari kabupaten

membentuk S3 satuan batalyon termasuk didalam satuan-satuan Kompi, Pleton, dan Regu-regu dibantu Pertahanan Rakyat Sementara (PRS).

Selama oprasi II bahwa pertahanan Dairi tidak dapat bertahan, baik di Kuta Buluh maupun di Sumbul sehingga tanggal 25 Desember 1948 kota Sidikalang diduduki oleh Belanda menyebabkan Bupati Dairi dan Staf mundur ke Karing dan Sidiangkat.

Setelah itu Belanda dengan gencar melakukan penyerangan ke kecamatan dan desa, berusaha menangkap Bupati Dairi dan Staf maupun kepala kepolisian. Di samping itu rakyat juga sudah mengungsi berpencar ke gunung-gunung Desa.


(19)

Dengan rumusan rapat oleh Kepala pemerintahan, Kepala kepolisian, dan Staf di Gunung Tire Pandan yang diikuti Komandan Sektor III/ VII tanggal 11 Januari 1949 ditetapkan :

1. Pemerintahan RI terus berjalan dipertahankan 2. Pemerintahan harus di Militeliser

3. G.B Pinem diangkat menjadi kepala pemerintahan militer

Kabupaten Dairi dengan SK Komandan Sektor III tanggal 1 Januari 2949 Nomor I/M/1949.

4. Dengan SK Komandan Sektor III Tanggal 8 Januari 1949 Nomor

II/PM/mulai Sebayang diangkat menjadi Kepala kepolisian Kabupaten Dairi.

5. Kecamatan di mekarkan dari 6 (enam) kecamatan menjadi 8

(delapan) kecamatan.

Setelah beberapa minggu kemudian di Puri tanggal 8 Januari 1949 dilakukan konfrensi di Lau Parimbon diikuti unsur-unsur pemerintahan, para pejabat-pejabat dengan menghasilkan keputusan sebagai berikut:

a. Pemerintahan di Dairi mendapat pesetujuan menjadi pemerintahan

militer

b. Menyetujui pemekaran kecamatan dan kenegerian

c. Menyetujui pembentukan Polisi pemerintahan militer

Setelah menjelang empat bulan berjalan pemerintahan militer Kabupaten Dairi, oleh residen Tapanuli dengan Surat Keputusan Nomor 4573/BM tanggal 6 April 1949 diangkat K.M. Maha selaku Bupati Dairi (sebelum wedana kewedanaan Simsim ).


(20)

Bulan maret 1950 gubernur provinsi Tapanuli/Sumatera Timur Selatan menetapkan bahwa Kabupaten-kabupaten administratif dibubarkan Kabupaten Dairi di kembalikan ke daerah Hukum Tapanuli Utara.

Dengan SK Komandan Sektor III/ VII tanggal 28 1949 Nomor SU/III/3/37; ditetapkan susunan Kehakiman Tentara yang diketua Mayor Selamat Ginting.

Setelah terbentuknya pemerintahan militer Kabupaten Dairi yang dipimpin G.B. Pinem dengan sekretaris Bontasius Simangunsong dengan pengatur usaha J.S. Meliala, juru usaha Mantas Tarigan, dan staf Hanjah Nababan.

b. Masa Agresi Militer I.

Pada masa agresi militer I, yakni tanggal 6 Juli 1947 Belanda telah

menguasai Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada di sana mengungsi kembali ke Dairi. Untuk menyelenggarakan pemerintahan serta menghadap perang melawan agresi Belanda, maka residen Tapanuli saat itu Dr. Ferdinan Lumban Tobing, selaku gubernur militer Sumatera Timur dan Tapanuli, menetapkan keresidenan Tapanuli menjadi empat kabupaten yaitu:

1. Kabupaten Dairi

2. Kabupaten Toba Samosir

3. Kabupaten Humbang

4. Kabupaten Silindung

Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanaan yaitu: 1. Kewedanaan Sidikalang, dipimpin oleh J. O. T. Sitohang


(21)

a. Kecamatan Sidikalang, dipimpin oleh Tahir Ujung

b. Kecamatan Sumbul, dipimpin oleh Mangaraja Lumban Tobing.

2. Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha.

Kewedanaan Simsim dibagi atas 2 (dua) kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Kerajaan, dipimpin merangkap oleh Raja Kisaran

Messy Maha

b. Kecamatan Salak, dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean.

3. Kewedanaan Karo Kampung, dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem.

Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas dua kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid Davit Tarigan.

b. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem.

c. Masa Agresi Militer II.

Pada masa agresi II Belanda, maka hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda. Demikian halnya di Dairi bahwa Belanda telah berhasil menduduki kota Sidikalang dan Tigalingga, sehingga saat itu Bupati Dairi, Paulus Manurung menyerah sedangkan sebagian besar masyarakat serta pegawai pemerintahan mengungsi dari kota Sidikalang untuk menghindari serangan Belanda.

Untuk menyusun strategi melawan agresi Belanda, maka Mayor Selamat Ginting selaku Komandan dan Sektor III Sub Teritorium VII memanggil Gading Barklomeus Pinem dan J.S. Meliala ke kampung Jandi Tanah Karo. Berdasarkan surat perintah Komandan Sektor III Sub Teritorium VII tanggal 11 Januari 1949 Nomor 2/PM/1949/ diangkatlah G.B. Pinem sebagai kepala pemerintahan militer di Dairi dan J.S. Meliala sebagai sekretaris.


(22)

Untuk lebih menyempurnakan pemerintahan militer menghadapi agresi Belanda, maka Dairi dimekarkan dari 6 (enam) kecamatan menjadi 12 (dua belas) kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Sidikalang

2. Kecamatan Sumbul

3. Kecamatan Tigalingga

4. Kecamatan Tanah Pinem

5. Kecamatan Kerajaan

6. Kecamatan Salak

7. Kecamatan Silima Pungga-pungga

8. Kecamatan Siempat Nempu

9. Kecamatn Parbuluan

10.Kecamatan Silalahi Paropo 11.Kecamatan Pegagan Hilir

12.Kecamatan Gunung Sitember

Dengan demikian kecamatan yang telah terbentuk sebelumnya untuk menghadapi agresi Belanda II di Dairi dan dihapuskan setelah penyerahan kedaulatan adalah:

a. Kecamatan Parbuluan

b. Kecamatan Pegagan

c. Kecamatan Silalahi


(23)

Kecamatan yang tetap dipertahankan keberadaannya adalah:

a. Kecamatan Silima Pungga-pungga

b. Kecamatan Siempat Nempu

d. Pasca Agresi Militer II

Setelah situasi dan kondisi politik kembali normal dari pergolakan agresi militer dengan adanya pengakuan kedaulatan, maka sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu undang-undang pokok tentang pemerintahan daerah yang sebenarnya telah berlaku sejak diumumkan tanggal 10 Juni 1948, maka semua kabupaten yang dibentuk pada masa agresi militer I dan II Harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung.

Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka tokoh-tokoh masyarakat Dairi terus berjuang dalam satu tekat meminta kepada pemerintah pusat melalui pemerintahan provinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan undang-undang.

e. Masa Pemberontakan PRRI

Kemudian peristiwa penting terjadi pada tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibu kota Tapanuli Utara, sehingga kegiatan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan hampir vakum. Atas kondisi rawan tersebut untuk menjaga kevakuman pemerintahan oleh gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan suratnya Nomor 656/UPS/1958 Tanggal 28


(24)

Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan menetapkan daerah Dairi menjadi wilayah administratif yaitu: Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Coordinator Schaap pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan adalah Nasib Nasition (Pati pada kantor gubernur Sumatera Utara), dan tidak begitu lama diangkatlah Djauli Manik sebagai Coordinator Schaap pemerintahan Dairi.

f. Perjuangan Pembentukan Kabupaten Dairi

Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten yang otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus pertama kali tokoh masyarakat menyampaikan hasrat yang dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964 dan saat itu tokoh masyarakat, Mangantar Dairi Solin dan kawan-kawan diutus dan berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkannya di departemen dalam negeri. Akhirnya pertimbangan persetujuan pembentukan daerah otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh pemerintahan pusat. Menteri Dalam Negeri saat itu Bapak Sanusi Harjadinata yang pada tahun itu menyetujui daerah Tingkat II Dairi menjadi daerah otonom kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.

A. Berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, maka telah ditetapkan dalam pasal 75 bahwa pembentukan, nama, batasan, sebutan, dan ibu kota wilayah administratif (termasuk kecamatan) diatur dengan peraturan pemerintah.


(25)

B. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999

Setelah pembentukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, maka sesuai ketentuan pasal 66 ayat 6 bahwa pembentukan kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Dalam memedomani keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tentang pedoman pembentukan maka aspirasi masyarakat memekarkan Kecamatan Silima Pungga-pungga, dan Kecamatan Salak dibentuklah 2(dua) Kecamatan baru yaitu Kecamatan Lae Parira dan Kecamatan Urang Jehe.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 5 Tahun 2002 tentang pembentukan Kecamatan Berampu dan Kecamatan Gunung Sitember.

C. Pemekaran Kabupaten Dairi

Berdasarkan uraian singkat pembentukan, pembangunan, dan perkembang wilayah pemerintahan di Kabupaten Dairi sejak kemerdekaan tersebut di atas, maka fenomena pemerintahan yang cukup menarik untuk dipertahankan (Epron 2003) adalah:

 Keterlambatan pengembangan daerah Dairi yang menurut literature

sejarah, wilayah dahulu cukup luas dan pernah jaya di masa lalu. Asumsi awal yang dapat dibuktikan adalah tingkat penyebaran penduduk masyarakat asli Pakpak/Dairi ditinjau dari segi letak geografis wilayah serta interaksi sosial, sistem kekerabatan, adat, budaya, dan bahasa daerah sangat dekat dengan mayoritas masyarkat yang ada di beberapa daerah lainnya seperti: Parlilitan, Manduamas, Barus, Gayo, Alas, dan Aceh Singkil, tetapi terpisah berdasarkan pembagian daerah otonom atau wilayah administrasi pemerintahan.

 Keterlambatan pembentukan dan pembangunan wilayah pemerintahan,

khususnya pada wilayah eks kewedanaan Simsim, wilayah Silalahi Paropo dan gunung Sitember maupun eks wilayah Sitellu Nempu.


(26)

Pada kenyataan bahwa sejak tahun 1947, wilayah eks kewedanaan Simsim atau dikenal dengan sebutan Onder District Van Simsim pada masa penjajahan Belanda dahulu (yakni kecamatan Salak dan kecamatan Kerajaan), setelah 53 tahun terbentuknya Kabupeten Dairi yang dapat dimekarkan hanya kecamatan Salak pada tahun 2000. Dengan mempedomani ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 2000 tentang pedoman pembentukan kecamatan, maka dibentuk kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Dairi Nomor 33 Tahun 2000 sebagai hasil dari pemekaran kecamatan Salak dan diresmikan secara defenitip oleh Bupati Dairi, Dr. Master Parulian Tumanggor pada hari kamis tanggal 15 Februari 2001 di Sebande (ibu kota kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe)

Ketertinggalan pembangunan selama ini pada eks kewedanaan Simsim pada hakikatnya sangat dipengaruhi keterlambatan pembentukan dan pengembangan wilayah mengingat kondisi politik, sistem pemerintahan, dan pembangunan daerah saat itu, maupun ketentuan perundang-undangan yang mengatur pembentukan kecamatan dan pembentukan daerah otonom kabupaten sangat sulit dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan kondisi ini jauh diasumsikan mengilhami semangat pemekaran Kabupaten Dairi, khususnya wilayah Simsim dan sekitarnya, dengan mengusulkan pembentukan Kabupaten Pakpak Barat.

Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Humbang hasundutan di Provinsi Sumatera Utara (Lemabaran Negara RI Tahun


(27)

2003 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4227), maka telah ditetapkan wilayah Kabupaten Pakpak Barat terdiri atas 3(tiga) kecamatan yaitu:

1. Kecamatan SitelluTali Urang Jehe,

2. Kecamatan Kerajaan, dan

3. Kecamatan Salak

1.7. Sejarah Singkat Kabupaten Samosir

Penerapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, telah mendorong munculnya aspirasi masyarakat di daerah untuk membentuk Kabupaten/Kota baru yang bersifat otonom. Sebab dengan status daerah otonom baru, mereka berharap akan memperoleh peluang untuk mengurus daerahnya sendiri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu Kabupaten yang menjadi agenda pemekaran Kabupaten Toba Samosir adalah membentuk Kabupaten Samosir, yang berada di tengah-tengah Provinsi Sumatera Utara. Untuk itu kajian peningkatan pemekaran Kabupaten Toba Samosir dengan melahirkan calon Kabupaten Samosir perlu segera dilakukan, mengingat sudah waktunya pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Oleh karena itu, kajian dan penelitian data perlu dilakukan untuk mendapatkan penilaian objektif dengan berdasar pada ketentuan yang berlaku mengingat bahwa pengelolaan potensi kekayaan yang ada di daerah memerlukan kajian dan pengaturan yang rasional, professional, dan bertanggung jawab sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing. Aspirasi masyarakat untuk memekarkan Kabupaten Samosir menjadi dua kabupaten, didasarkan pada desakan masyarakat wilayah Samosir dan DPRD Kabupaten


(28)

Toba Samosir, maka Kabupaten Toba Samosir diusulkan dan direncanakan pemekarannya yaitu :

1. Kabupaten Toba Samosir (Induk) terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan yaitu Kecamatan Balige, Laguboti, Silaen, Habinsaran, Porsea, Lumbanjulu, Uluan, Pintu Pohan Meranti, Ajibata, dan Kecamatan Borbor.

2. Kabupaten Samosir (Calon) terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan yaitu Kecamatan Pangururan, Sianjur, Mulamula, Simanindo, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Ajibata, dan Sitio-tio.

Sesuai dengan aspirasi dan argumentasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD Kabupaten Toba Samosir dan Pemkab Toba Samosir serta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah ditindaklanjuti aspirasi masyarakat tersebut dengan :

1. Keputusan DPRD Kebupaten Toba Samosir Nomor 4 Tahun 2002

tentang Pembentukan Kabupaten Samosir tanggal 20 Juni 2002.

2. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 1101/Pem/2002 tanggal 24 Juni 2002

yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara.

3. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 135/1187/Pem/2002 tanggal 3 Juli

2002 perihal laporan tentang aspirasi masyarakat Samosir untuk membentuk Kabupaten Samosir, yang ditujukan kepada gubernur Sumatera Utara.

4. Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten


(29)

Terakhir, dari setiap argumentasi dan usulan DPRD dan Bupati Toba Samosir, usulan ini diakomodir dengan keluarnya terbentuknya Samosir sebagai kabupaten baru merupakan langkah awal untuk melalui percepatan pembangunan menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Tujuan pembentukannya adalah untuk menegakkan kedaulatan rakyat dalam rangka perwujudan sosial, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan untuk merespon serta merestrukturisasi jajaran pemerintahan daerah dalam rangka mempercepat proses pembangunan sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat sejajar dengan kabupaten lainnya, sehingga secara langsung akan mengangkat harkat hidup masyarakat yang ada di kabupaten Samosir pada khususnya, Provinsi Sumatera Utara pada umumnya.

Luas wilayah Kabupaten Samosir secara keseluruhan mencapai 254.715 Ha, terdiri dari daratan seluas 144.455 Ha dan perairan danau seluas 110.260 Ha. Luas dan batas perairan di kawasan Danau Toba belum ada ketentuan yang pasti. Namun mengingat Pulau Samosir tepat berada dan dikelilingi oleh Danau Toba, secara proporsional luas perairan Danau Toba yang menjadi bahagian daerah Kabupaten Samosir sewajarnyalah merupakan bahagian yang terluas dibandingkan dengan enam kabupaten-kabupaten lainnya di sekeliling perairan Danau Toba.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Untuk menulis suatu karya ilmiah, bukanlah pekerjaan yang mudah dan gampang. Seorang penulis harus mencari dan mengumpulkan data-data yang akurat serta buku-buku acuan yang relevan, atau yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti.

Dalam penelitian ini penulis mengutip beberapa pendapat dari beberapa peneliti.

Menurut Mahsun,(1995:115) “Leksikostatistik adalah metode

pengelompokan bahasa yang dilakukan dengan menghitung prosentase perangkat kognat (kerabat)”.

Menurut Keraf,(1984: 121) Leksikostatistik itu suatu tehnik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdsarakan prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain.

Dalam skripsi Verawati meneliti di Desa Pardomuan 1 Kecamatan Pangururan untuk bahasa Batak Toba, dan bahasa Karo di Desa Seberaya, sedangkan Peneliti sendiri meneliti di Desa Panampangan untuk bahasa Batak Toba, bahasa Pakpak Dairi di Kelurahan Sidiangkat. Dalam hal ini Verawati memakai 809 kosa kata yang dikutip dari buku Mahsun dan Swades, sedangkan Peneliti sendiri memakai 809 kosa kata yang di kutip dari buku Mahsun dan Keraf. Walaupun kedua Peneliti tersebut membahas tentang perbedaan bahasa, namun banyak perbedaan dan kesamaan antara skripsi kedua peneliti tersebut.


(31)

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang digunakan untuk membimbing dan memberi arahan dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.

Adapun teori penulis gunakan adalah teori Linguistik Historis Komparatif yakni bidang linguistik yang menyelidiki perumpunan, penemuan, dan perekonstruksian bahasa purba yang menurunkan bahasa tersebut. Dalam pembahasan penulis menggunakan buku Keraf yang berjudul Linguistik Historis Bandingan, sebagai dasar pembahasan penulis mencakup semua prosedur yang terdapat dalam buku tersebut.

Sedangkan untuk daftar pertanyaan atau kuesioner, penulis menggunakan daftar pertanyaan yang disusun oleh Mahsun dalam bukunya berjudul Dialektologi Diakronis,

1. Mengumpulkan kosa kata

karena penulis melihat daftar pertanyaan tersebut sudah digunakan oleh Mahsun dan terbukti dapat memperlihatkan hasil yang sangat akurat jumlah glos yang disusun oleh Mahsun ada sebanyak 809 kosa kata (glos).

Teknik leksikostatistik yaitu:

2. Menghitung kata kerabat

3. Menghitung waktu pisah

4. Menghitung jangka kesalahan

Leksikostatistik adalah suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan


(32)

prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain (Keraf : 1984 : 121).

Dengan demikian, yang ingin dicapai dalam teknik ini adalah kepastian mengenai usia bahasa, yaitu mengenai kapan sebuah bahasa muncul dan bagaimana hubungannya dengan bahasa-bahasa kerabat lainnya.

2.3 Asumsi Dasar Leksikostatistik

Ada empat macam asumsi dasar yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak dalam usaha mencari jawaban mengenai usia bahasa, atau secara tepatnya dan bilamana terjadi diferensiasi antara dua bahasa atau lebih (Keraf: 1984: 123)

Asumsi-asumsi dasar tersebut adalah :

1. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan dengan bagian lainnya.

Kosa kata yang sukar berubah dalam asumsi dasar adalah kosa kata dasar yang merupakan kata-kata yang sangat intim dalam kehidupan bahasa sekaligus merupakan unsur-unsur yang menentukan mati hidupnya suatu bahasa.

Kosa kata yang diambil dalam metode leksikostatistik dibatasi jumlahnya, setelah diadakan penilaian yang ketat dan pengujian-pengujian untuk menerapkan metode ini secara baik. Yang ingin dicapai dalam seleksi ini adalah dapat disusun sebuah daftar yang bersifat universal, artinya kosa kata yang dianggap harus ada pada semua bahasa sejak awal mula perkembangannya.

Kosa kata dasar itu meliputi :

1. Bagian tubuh

2. Kata ganti, sapaan, dan acuan


(33)

4. Kehidupan desa dan masyarakat

5. Rumah dan bagian-bagiannya

6. Peralatan dan perlengkapan

7. Makanan dan minuman

8. Tumbuh-tumbuhaan, bagian, buah, dan hasil olahannya

9. Binatang dan bagiannya

10.Waktu, musim, keadaan alam, benda, alam dan arah 11.Gerak dan kerja

12.Perangai, sifat, dan warna 13.Penyakit

14.Pakaian dan perhiasan 15.Bilangan dan ukuran

Penulis mengusulkan sekitar 809 kosa kata dasar yang dianggap universal, artinya dianggap ada pada kedua bahasa tersebut.

2. Retensi (ketahanan ) kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa.

Asumsi dasar yang kedua mengatakan bahwa dari kosa kata dasar yang ada dalam suatu bahasa, suatu prosentase tertentu selalu akan bertahan dalam 1.000 tahun. Kalau asumsi ini diterima, maka dari sebuah bahasa yang memiliki 809 kosa kata, sesudah 1.000 tahun akan bertahan 80,5%, dan dari sisanya sesudah 1.000 tahun kemudian akan bertahan lagi prosentase yang sama.

3. Perubahan kosa kata dasar pada semua bahasa adalah sama

Setelah menguji beberapa bahasa dengan asumsi dasar ketiga ini, hasilnya akan menunjukan bahwa dalam tiap 1000 tahun, kosa kata dasar suatu bahasa bertahan dengan angka-angka rata-rata 80,5%.


(34)

Apabila kita ingin menghitung retensi ( ketahanan) kosa kata dasar kedua bahasa dengan mempergunakan asumsi dasar kedua, dapat dinyatakan dengan rumus : 80.5% x N. di mana N adalah jumlah kosa kata dasar yang ada pada awal kelipatan 1000 tahun kedua bahasa. Sehingga dari 809 kosakata dasar (N) suatu bahasa sesudah 1000 tahun pertama akan tinggal 80,5% x 809 kata = 651,245, dibulatkan menjadi 651 kata, sesudah 1000 tahun kedua akan tinggal 80,5% x 651 kata = 524,1 kata atau dibulatkan menjadi 524 kata. Selanjutnya sesudah 1000 tahun ketiga kosa kata dasar yang tinggal adalah 80,5% x 524 kata = 421,82 kata atau dibulatkan menjadi 422 kata.pada 1000 tahun keempat kosa kata dasar tinggal 80,5% x 422 kata = 339,71 kata atau dibulatkan menjadi 340 kata. Demikian selanjutnya sesudah 1000 tahun kelima maka kosa kata dasarnya tinggal 80,5% x 340 kata = 273,7 kata atau dibulatkan menjadi 274 kata dan seterusnya.

4. Bila prosentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat

dihitung waktu pisah kedua bahasa tersebut.

Berdasarkan asumsi dasar yang kedua, ketiga, dan keempat, kita dapat menghitung usia atau waktu pisah bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi kalau diketahiu prosentase kata kerabat kedua bahasa itu. Dan karena dalam tiap 1000 tahun kedua bahasa kerabat itu masing –masing akan kehilangan kosa kata dasarnya dalam prosentase yang sama, maka waktu pisah dalam kedua bahasa itu harus dibagi dua. Misalnya prosentase kata kerabatnya adalah 80, 5%, maka waktu pisah kedua bahasa adalah 500 tahun yang lalu.


(35)

Berdasarkan prinsip itu, waktu pisah kedua bahasa kerabat dengan prosentase kata kerabat yang diketahui adalah seperti tertera dalam tabel berikut ini (Keraf: 1984: 125):

Tabel 1

Prosentase Kata Kerabat Jumlah kata kerabat antara bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi ( N x 19% - N)

Porsentase kata kerabat (N: 2 x 19% - N)

Usia (waktu pisah) antara bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi sekian tahun yang lalu ( dibagi 2) 809-655 655-530 530-429 429-347 347-281 281-227 277-184 184-149 149-121 121-98 98-79 79-64 64-52 405-328 328-265 265-215 215-174 174-141 141-114 114-92 92-75 75-61 61-49 49-40 40-32 32-26 0-500 500-1000 1000-1500 1500-2000 2000-2500 2500-3000 3000-3500 3500-4000 4000-4500 4500-5000 5000-5500 5500-6000 6000-6500


(36)

52-42 42-38 38-31 31-25 25-20 20-16 16-13 13-10 10-8 8-6 6-5 5-4 4-3 3-2 26-21 21-19 19-16 16-13 13-10 10-8 8-7 7-5 5-4 4-3 3-3 3-2 2-2 2-1 6500-7000 7000-7500 7500-8000 8000-8500 8500-9000 9000-9500 9500-10000 10000-10500 10500-11000 11000-11500 11500-12000 12000-12500 12500-13000 13000-13500

Prosentase retensi kata kerabat setiap seribu tahun dibulatkan menjadi 81%. Usia pisah dalam ribuan tahun harus dibagi dua, karena masing-masing bahasa dalam seribu tahun akan kehilangan 19%.

2.4 Teknik Leksikostatistik

Untuk menerapkan keempat asumsi dasar di atas, maka perlu mengambil langkah yang merupakan teknik metode leksikostatistik seperti :

a. Mengumpulkan Kosa Kata Dasar

Unsur yang paling penting dalam membandingkan dua bahasa atau lebih adalah mengumpulkan daftar kosakata dasar dari bahasa-bahasa yang diteliti. Pada kesempatan ini penulis menggunakan daftar yang disusun oleh Mahsun yang


(37)

berisi 845 kata. Sebenrnya daftar yang disusun oleh Morris Swadesh yang berisi 200 kata sudahlah yang merupakan daftar yang baik. Namun, kecenderungan dan kajian ini adalah semakin singkat suatu daftar semakin besar pula peluang untuk membuat kesalahan. Atau dengan kata lain, semakin banyak daftar yang kita susun maka semakin kecil peluang kesalahnya. Oleh karena itulah penulis menggunakan daftar Mahsun, selain daftarnya lebih banyak, kosa katanya juga terdiri atas kata-kata yang sesuai dengan keadaan cultural kedua bahasa yang dibandingkan

b. Menghitung Kata Kerabat

Setelah dilalui penelitian/analisis maka dapat diterapkan bahwa bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi benar-benar berbeda seperti contoh berikut ini:

Tabel 1

1. Gloss yang tidak diperhitungkan

Glos Bahasa Batak Toba Bahasa Pakpak Dairi

Pintar (Men) ---- Menggolong

Surau ---- ----

Kasau ---- ----

Klenteng ---- ----

Tabel 2

2. Pengesolasian morfem terikat

Gloss Bahasa Batak Toba Bahasa Pakpak Dairi


(38)

Tabel 3

3. Penetapan kata kerabat a. Pasangan itu identik

Tabel 4

b. Pasangan itu memiliki korespondensi fonemis Gloss Bahasa Batak Toba Bahasa Pakpak Dairi

Bukit Dolok Delleng

Hudon Koden Periuk

Panas Mohop Mukup

Takut Mabiar Mbiar

Tabel 5

c. Kemiripan serta fonetis

Gloss Bahasa Batak Toba Bahasa PakpakDairi

Terbang Habang Kabang

Mengapung Mumbang Mombang

Jurang Lombang lumbang

Gloss Bahasa BatakToba Bahasa Pakpak Dairi

Betis Bitis Bitis

Tubuh Daging Daging


(39)

Tabel 6

d. Satu fonem berbeda

Gloss Bahasa Toba Bahasa Pakpak

Tungku Dalihan Dalihen

Pancing Hail Kail

Batang Bona Benna

Sesudah menetapkan kata-kata kerabat dengan prosedur seperti yang dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan besarnya prosentase kekerabatan antara kedua bahasa itu.prosentase kata kerabat dihitung dari jumlah pasangan yang sisa, yaitu 809 kata dikurangi dengan kata atau gloss yang tidak dapat diperhitungkan karena kosong atau pinjaman. Dari 809 kata untuk bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi hanya terdapat 736 pasangan kata yang lengkap, 73 gloss tidak mempunyai pasangan. Dari 736 pasangan yang ada terdapat 305 pasangan kata kerabat, atau hanya 37,70 % kata kerabat. Dengan selesainya menetapkan prosentase kata kerabat, maka akan dapat dilakukan prosedur berikut, yaitu menghitung usia dan waktu pisah kedua bahasa tersebut. Untuk maksud tersebut hendaknya diperhatikan dua hal dari perhitungan kata kerabat yaitu : 37,70 % kata kerabat, dan 736 pasangan kata yang ada.

c. Menghitung Waktu Pisah

Waktu pisah antar dua bahasa kerabat yang telah diketahui prosentase kata kerabatnya ,dapat di hitung dengan mempergunakan rumus berikut :

W =

r

C

.

log

2

.

log


(40)

W : Waktu perpisahan bahasa dalam ribuan (milenium) tahun yang lalu.

r : Retensi, atau prosentase konstan dalam 1000 tahun, atau disebut juga indeks

C : Prosentase kerabat log : logaritma dari


(41)

BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Metode Dasar

Prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas masalah adalah metode. Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis menggunakan metode leksikostatistik. Metode leksikostatistik adalah metode pengelompokan bahasa yang dilakukan dengan menghitung prosentase perangkat kognat (Mahsun, 1995 : 115). Kosa kata yang menjadi dasar perhitungan adalah kosa kata dasar (basic vocabulary) yang meliputi kata-kata ganti, kata-kata bilangan, sistem kekerabatan, anggota badan, alam dan sekitarnya, serta alat perlengkapan sehari-hari yang sudah ada sejak permulaan. Penerapan metode leksikostatistik bertumpu pada asumsi dasar ( Keraf , 1984 : 123) yaitu :

a. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila

dibandingkan dengan bagian lainnya.

b. Retensi (ketahanan) kosa kata dasar adalah konstan sepanjang

masa.

c. Perubahan kosa kata dasar pada semua bahasa adalah sama.

d. Bila prosentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat dihitung waktu pisah kedua bahsa tersebut.

Untuk menerapkan keempat asumsi dasar di atas, maka perlu diambil langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah tersebut sekaligus merupakan teknik-teknik leksikostatistik.

Di antara langkah-langkah yang sangat diperlukan adalah : 1. Mengumpulkan kosa kata dasar kata kerabat.

2. Menetapkan pasangan-pasangan mana dari kedua bahasa yang

berkerabat.


(42)

4. Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang lebih cepat.

3.2 Lokasi Sumber Data dan Instrumen Penelitian

Lokasi sumber data peneliti adalah Desa Panampangan untuk bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi di Kelurahan Sidiangkat.

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat rekam (tape recorder), daftar pertanyaan (kuesioner), pulpen (alat tulis), dan alat hitung.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut :

A. Metode Kepustakaan yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan

dengan penulisan skripisi ini.

B. Metode observasi yaitu penulis langsung turun ke lokasi penelitian melakukan pengamatan tempat, jumlah, dan pemakai (penutur), bahasa serta prilaku selama pelaksaan penggunaan bahasa berlangsung.

C. Metode wawancara yaitu melakukan wawancara kepada informan yang

dianggap memenuhi syarat-syarat sebagai informan untuk dapat

mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik rekam dan catatan.


(43)

Adapun syarat-syarat sebagai informan menurut (Mahsun, 1995 :106) adalah:

1. Berjenis kelamin pria atau wanita

2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun)

3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa itu

4. Berstatus sosial menengah 5. Pekerjaannya bertani dan buruh

6. Dapat berbahasa Indonesia

7. Sehat jasmani dan rohani

8. Berpendidikan (minimal tamatan SD dan sederajat)

D. Metode kuesioner atau daftar pertanyaan berisikan kosa kata informan.

3.4 Metode Analisis Data

Tahap untuk menyelesaikan data yang terkumpul adalah menganalisisnya. Sehubungan dengan teknik yang penulis gunakan yakni teknik leksikostatistik, maka untuk menganalisis data dilakukan dengan menerapkan prosedur yang sudah ada. Adapun prosedur yang harus diikuti sebagai analisis data adalah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan kosa kata dasar bahasa kerabat yaitu melalui penyebaran

kuesioner pengumpulan data atau daftar pertanyaan

b. Menghitung Kata Kerabat, yakni dengan mengikuti prosedur yang sudah

ditentukan seperti :

1. Glos yang tidak diperhitungkan

2. Pengisolasian morfem terikat


(44)

Selain itu untuk menghitung prosentase kata kerabat digunakan rumus (Keraf:1984: 127):

C = x100%

G K

Di mana

C = cognates atau kata kerabat K = jumlah kosa kata kerabat G = jumlah glos

c. Menghitung Waktu Pisah.

Waktu pisah antara dua bahasa kerabat yang telah diketahui prosentase kata kerabatnya, dapat dihitung dengan mempergunakan rumus berikut (Keraf: 1984: 130):

r C W

log 2

log = Di mana :

W = waktu perpisahan dalam ribuan (melenium)tahun yang lalu

r = retensi atau prosentase konstan dalam 1000, atau disebut juga indeks

C = prosentase kerabat Log = logaritma dari

d. Menghitung jangka keselahan

Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya digunakan kesalahan standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan. Kesalahan standar diperhitungkan dengan rumus berikut ini (Keraf: 1984:132):


(45)

S = n

c c(1− ) Di mana:

S = kesalahan standar dalam prosentase kata kerabat c = prosentase kata kerabat

n = jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun non kerabat)

Hasil dari kesalahan ini jumlahkan dengan prosentase kerabat untuk mendapatkan c baru. Dengan c yang baru ini sekali lagi dihitung waktu pisah dengan mempergunakan rumus waktu pisah pada teknik c.


(46)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Menghitung Kata Kerabat

Setelah dilalui penelitian/analisis maka dapat diterapkan bahwa bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi benar-benar berbeda seperti contoh berikut ini:

Tabel 1

1. Gloss yang tidak diperhitungkan

Glos Bahasa Batak Toba Bahasa Pakpak Dairi

Pintar (Men) ---- Menggolong

Surau ---- ----

Kasau ---- ----

Klenteng ---- ----

Tabel 2

2. Pengesolasian morfem terikat

Gloss Bahasa Batak Toba Bahasa Pakpak Dairi


(47)

Tabel 3

3. Penetapan kata kerabat a. Pasangan itu identik

Tabel 4

b. Pasangan itu memiliki korespondensi fonemis

Gloss Bahasa Batak Toba Bahasa Pakpak Dairi

Bukit Dolok Delleng

Hudon Koden Periuk

Panas Mohop Mukup

Takut Mabiar Mbiar

Tabel 6

c. Kemiripan serta fonetis

Gloss Bahasa Batak Toba Bahasa PakpakDairi

Terbang Habang Kabang

Mengapung Mumbang Mombang

Jurang Lombang lumbang

Gloss Bahasa BatakToba Bahasa Pakpak Dairi

Betis Bitis Bitis

Tubuh Daging Daging


(48)

Tabel 7

d. Satu fonem berbeda

Gloss Bahasa Toba Bahasa Pakpak

Tungku Dalihan Dalihen

Pancing Hail Kail

Batang Bona Benna

Sesudah menetapkan kata-kata kerabat dengan prosedur seperti yang dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan besarnya prosentase kekerabatan antara kedua bahasa itu.prosentase kata kerabat dihitung dari jumlah pasangan yang sisa, yaitu 809 kata dikurangi dengan kata atau gloss yang tidak dapat diperhitungkan karena kosong atau pinjaman. Dari 809 kata untuk bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi hanya terdapat 736 pasangan kata yang lengkap, 73 gloss tidak mempunyai pasangan. Dari 736 pasangan yang ada terdapat 305 pasangan kata kerabat, atau hanya 37,70 % kata kerabat. Dengan selesainya menetapkan prosentase kata kerabat, maka akan dapat dilakukan prosedur berikut, yaitu menghitung usia dan waktu pisah kedua bahasa tersebut. Untuk maksud tersebut hendaknya diperhatikan dua hal dari perhitungan kata kerabat yaitu : 37,70 % kata kerabat, dan 736 pasangan kata yang ada.

4.2 Menghitung Waktu Pisah

Waktu pisah antar dua bahasa kerabat yang telah diketahui prosentase kata kerabatnya ,dapat di hitung dengan mempergunakan rumus berikut :

W =

r

C

.

log

2

.

log


(49)

Dimana :

W : Waktu perpisahan bahasa dalam ribuan (milenium) tahun yang lalu.

r : Retensi, atau prosentase konstan dalam 1000 tahun, atau disebut juga indeks

C : Prosentase kerabat log : logaritma dari

Rumus di atas dapat diselesaikan dengan mengikuti tahap-tahap berikut : 1. Mula-mula mengenai logaritma C dan R dalam daftar logaritma : TABEL II

LOGARITMA

N 0,00 0,01 0,02 0.03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 -2,303 -1,609 -1,204 -0,916 -0,693 -0,511 -0,357 -0,223 -0,105 -2,207 -1,561 -1,171 -0,892 -0,673 -0,494 -0,342 -0,211 -0,094 -2,120 -1,514 -1,139 -0,868 -0,654 -0,478 -0,329 -0,198 -0,083 -2,040 -1,470 -1,109 -0,844 -0,635 -0,462 -0,315 -0,186 -0,073 -1,966 -1,427 -1,079 -0,821 -0,616 -0,446 -0,301 -0,174 -0,062 -1,897 -1,386 -1,050 -0,799 -0,598 -0,432 -0,288 -0,163 -0,051 -1,833 -1,347 -1,022 -0,777 -0,580 -0,416 -0,274 -0,151 -0,041 -1,772 -1,309 -0,994 -0,755 -0,562 -0,400 -0,261 -0,139 -0,030 -1,715 -1,272 -0,968 -0,734 -0,545 -0,368 -0,248 -0,128 -0,020 -1,661 -1,238 -0,942 -0,713 -0,528 -0,371 -0,236 -0,117 -0,010

Untuk mendapatkan logaritma bilangan 0,007 dalam mencari log. C yakni log. 0,377 maka mula-mula harus di cari logaritma dari 0,37 dan 0,38 selisih logaritma kedua bilangan itu dibagi dua, dan hasilnya ditambahkan kepada log. 0,38 atau dikurangi dengan hasil log. 0,37.

Jadi menurut tabel di atas log. 0,377 : Log. 0,37 = -0,994

Log. 0,38 = -0,968 Selisihnya = -0, 026: 2 = -0,013


(50)

Dengan demikian log. 0,377 adalah -0,981 yaitu : -0,968 + (-0,013) = -0,981

-0,994 – (-0,013) = -0,981

Demikian juga dilakukan hal yang sama untuk mencari logaritma bilangan 0,005 dalam mencari log. R yakni 0,805 :

Log. 80 = -0,223 Log. 81 =

-260 , 2 434 , 0 981 , 0 217 , 0 2 981 , 0 805 , 0 . log 2 377 , 0 . log = −− = − − = x x

0,211 _ Selisihnya = -0,012/ 2 = -0,006

Dengan demikian log. 0,805 adalah -0,217 yaitu : -0,211+ (-0,006 ) = -0,217

-0,223- (-0,006) = -0,217

2. Kemudian logaritma r dikalikan dengan dua 3. Hasil logaritma C dibagi dengan hasil dari (2)

4. Hasil dari pembagian dalam no. (3) menunjukakan waktu pisah dalam suatu ribuan tahun. Hasil terakhir ini dapat diubah menjadi tahun biasa setelah dikalikan dengan 1000. tetapi karena perpisahan itu tidak terjadi dalam satu tahun tertentu lebih baik dipertahankan dalam bentuk satuan ribuan tahun (millennium).

Dengan mempergunakan data-data dari hasil perbandingan antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi sebagai sudah dikemukakan dalam langkah-langkah penetapan kata kerabat di atas, maka perhitungan waktu pisah menurut rumus di atas adalah sebagai berikut :


(51)

Jadi, perhitungan waktu pisah bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi adalah 2,260 ribuan tahun yang lalu. Atau dengan kata lain perhitungan waktu pisah bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pak-pak Dairi diperhitungkan

merupakan satu bahasa tunggal sekitar 2,3 ribuan tahun yang lalu 2. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pak-pak Dairi diperkirakan mulai

berpisah dari suatu bahasa proto kira-kira abad III sebelum masehi Karena mustahil bahwa perpisahan antara dua bahasa terjadi dalam satuan tahun tertentu yakni 2,260 ribuan tahun lalu, tetapi harus terjadi berangsur- angsur, maka harus ditetapkan suatu jangka waktu perpisahan itu terjadi. Untuk maksud tersebut harus diadakan perhitungan tertentu untuk menghindarkan kesalahan semacam itu. Sebab itu masih diperhitungkan teknik statistik berikut.

4.3 Menghitung jangka kesalahan

Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya dipergunakan kesalahan standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan. Kesalahan standar diperhitungkan dengan rumus berikut :

S= n

c c(1− ) Dimana :

S = Kesalahan standar dalam prosentase kata kerabat c = Prosentase kata kerabat

n =Jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun Non-kerabat).


(52)

Perhitungan dapat dilakukan dengan mengikuti urutan berikut : 1. 1 dikurangi c;

2. c dikalikan dengan hasil dari (1) 3. Hasil dari (2) dibagi dengan n ; 4. Menarik akar atas hasil dari (3)

5. Hasil dari (4) merupakan jangka kesalahan dari prosentase kata

kerabat atas dasar 0,7 perkiraan mengenai kebenaran yang sesungguhnya.

Bila rumus di atas kita terapkan dalam bahasa Batak Toba dan bahasa PakPak Dairi, maka kesalahan standar bagi kedua bahasa itu adalah :

S = 736 ) 377 , 0 1 ( 377 , 0 − = 736 623 , 0 377 , 0 x = 736 234871 , 0

= 0,00032

S = 0,018 (dibulatkan menjadi 0,02)

Hasil dari kesalahan standar ini (0,02) dijumlahkan dengan prosentase kerabat untuk mendapatkan c baru: 0,37 + 0,02 = 0,39. dengan c yang baru ini sekali lagi dihitung waktu pisah dengan menggunakan rumus waktu pisah pada tehnik no. c

Jadi: W = 2,2

434 , 0 942 , 0 ) 217 , 0 ( 2 942 , 0 805 , 0 . log 2 39 , 0 . log . log 2 . log = = − − = = x x r x C ribuan tahun

Seperti sudah dikemukakan di atas untuk memperoleh jangka kesalahan, maka waktu yang lama (2,260) dikurangi dengan waktu yang baru (2,200) = 60. angka inilah yang harus ditambah dan dikurangi dengan waktu yang lama untuk memperoleh usia atau waktu pisah kedua bahasa itu.


(53)

Jadi, dengan memperhitung angka dalam jangka kesalahan standar (0,7 dari keadaan sebenarnya), maka umur atau usia bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa

tunggal pada 2.260 + 60 tahun yang lalu.

2. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa

tunggal pada 2.320-2200 tahun yang lalu

3. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi mulai berpisah dari suatu bahasa proto antara 320-200 sebelum Masehi (dihitung dari tahun 2000).


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab akhir dari skripsi ini penulis akan mencoba menarik kesimpulan yang didasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya dan mencoba memberikan saran sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca khususnya bahasa Pak-pak Dairi dan bahasa Batak Toba pada bagian Leksikostatistik.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian teoriris yang dikemukakan pada Leksikostatistik memberi perbandingan antara bahasa Batak Toba dan bahasa Pak-pak Dairi yang diperoleh dari objek penelitian yaitu di daerah Samosir dan Dairi maka, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Bahasa merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang

peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikiran manusia serta mengekspresika dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya.

2. Bahasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan pengaruh

yang di dapat dari lingkungan.

3. Leksikostatistik adalah suatu tehnik dalam pengelompokan bahasa

yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan


(55)

pengelompokan itu berdsarkan prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain.

4. Dari 809 kosakata untuka bahasa Batak Toba dan bahasa pak-pak

Dairi hanya 736 pasangan yang lengkap, 73 yang tidak mempunyai pasangan, dari 736 terdapat 305 pasangan kata kerabat, atau hanya 37,70 % kata kerabat.

5. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pak-pak Dairi diperkirakan suatu

bahasa tunggal sekitar 2,3 ribuan tahun yang lalu : bahasa Batak Toba dan bahasa Pak-pak Dairi diperkirakan mulai pisah dari suatu bahasa proto kira-kira abad III sebelum masehi.

6. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pak-pak Dairi merupakan bahasa

tunggal pada 2.260+ 60 tahun yang lalu. Bahasa Batak Toba dan

bahasa Pak-pak Dairi mulai berpisah dari suatu bahasa proto antara 320-200 sebelum masehi (dihitung dari tahun 2000).

Saran

Pada akhirnya setelah memperhatikan dan menganalisa mengenai Leksiokostatistik bahasa Batak Toba di Samosir dan bahasa Pak-pak di Dairi, penulis dapat memberi saran :

1. Melihat pentingnya fungsi bahasa di Indonesia agar dapat di

perhatikan bagi pendidikan terutama peneliti dan pembaca yang bertujuan sebagai pengembangan bahasa khususnya bahasa daerah.


(56)

2. Di era globalisasi ini bahasa daerah sudah semakin terkikis oleh sebab itu kita sebagai bangsa Indonesia yang beragam suku harus melestarikan budaya dan bahasa ibu (basic vocabulary) agar terpelihara dan tidak punah.


(57)

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA BATAK TOBA DENGAN

BAHASA PAKPAK DAIRI

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O L E H

Nama : Ika Indriani H

Nim : 040703004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN


(58)

KATA PENGANTAR

Penulis terlebih dahulu mengucapkan puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan serta pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini yaitu “Leksikostatistik Bahasa Batak Toba Dengan Bahasa Pakpak Dairi”. Penulis berharap skripsi ini dapat jadi bahan yang berguna bagi pembaca.

Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini, penulis membaginya menjadi lima bab. Bab pertama membahas tentang pendahuluan, bab kedua membahas tentang tinjauan pustaka, bab ketiga membahas tentang metode penelitian, bab keempat membahas tentang pembahasan, dan bab kelima membahas tentang kesimpulan dan saran .

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi kita semua.

Penulis

Ika Indriani Hutahaean NIM 0407030004


(59)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis tiada hentinya mengucapkan pujisyukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan arahan, motivasi, bimbingan, dan semangat maupun saran yang penulis terima dari semua pihak, sehingga setiap kesulitan yang dihadapi dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Pudek I, Pudek II, Pudek III, dan seluruh pegawai di jajaran Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Daerah dan merangkap sebagai pembimbing II yang sudah memberikan arahan dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah sekaligus dosen pembimbing I yang sudah memberikan arahan , motivasi, dan masukan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., sebagai dosen wali dan selalu mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.


(60)

5. Dosen- dosen penulis yang dengan kasih sayang memberikan ilmu dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik buat penulis yang tidak dapat disebut satu per satu.

6. Ayah ( R. Hutahaean) dan Ibu ( J Br. Sinaga) yang penulis sayangi dan cintai dan telah memberikan segalanya kepada penulis.

7. K’Yanti, K’ Debi, B’ Bitner, B’oslan , dan adikku Winarto yang penulis cintai terima kasih atas motivasi dan dukungan yang sudah diberikan kepada penulis. Semoga kita semua memperoleh kebahagian, juga keponakanku Clara yang sudah memberi semangat buat penulis.

8. Kepada keluarga besar Hutahaean dan Sinaga, terima kasih atas semua dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

9. Kepada Amang Boru dan Namboru Pardede, terima kasih atas bantuan dan motivasi yang sudah diberi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa B.Darwin Singkop Tua (‘ndut cyg’) yang sudah memberikan perhatian dan kasih sayang serta dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini , terima kasih atas semuanya.

11.Buat sobat –sobatku diBerdikari yahoo.@ 22 com.id. Helen Kong ( jangan makan terus ntar gendut), Gladis King dan B’Edu semoga akur-akur aja Asi komkom mari kemari(jangan malas kuliah yach), Hana (makasih atas kesempatan di kamarmu buat ngetik).


(61)

12.Buat sobatku Agus, yang sudah memberikan dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13.Sobat-sobatku yang tidak dapat disebut namanya satu per satu, terima kasih atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

14.Buat Stambuk‘04, yang penulis sayangi, berjuang terus ya biar mendapat gelar sarjana dan terima kasih atas dukungannya.

15.Buat Ance (yang mentel) jangan malas ya kerjakan skripsinya berjuang trus cayo………


(62)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i UCAPAN TERIMA KASIH ... ii DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 4 1.5 Anggapan Dasar ... 5 1.6 Sejarah Singkat Kabupaten Pak-pak Dairi ... 5 1.7 Sejarah Singkat Kabupaten Samosir ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22 2.1 Tinjauan yang Relevan ... 22 2.2 Teori yang Digunakan... 23 2.3 Asumsi Dasar Leksikostatistik ... 24 2.4 Tehnik Leksikostatistik ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 33 3.1 Metode Dasar ... 33


(63)

3.2 Lokasi Penelitian ... 34 3.3 Metode Pengumpulan Data ... 34 3.4 Metode Analisis Data ... 35

BAB IV PEMBAHASAN ... 38 4.1 Menghitung Kata Kerabat ... 38 4.2 Menghitung Waktu Pisah ... 40 4.3 Menghitung Jangka Kesalahan ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46 5.1 Kesimpulan... 46 5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... vii LAMPIRAN: 1. Daftar Pertanyaan ... 49 2. Data Informan ... 93

3. Data Peneliti

4. Surat Izin Penelitian a. Fakultas

b. Kepala Desan


(64)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku atau etnik yang tersebar di tanah air. Tiap etnik mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi baik sesama etnis maupun antaretnik. Bahasa merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikiran manusia serta mengekspresikan dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya. Jadi, bahasa senantiasa perlu dibina, dikembangkan, dilestarikan sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman.

Linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa khususnya unsur-unsur bahasa, fonem, morfem, kata, kalimat dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur) termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu (Nababan, 1993 : 53).

Pendapat lain mengatakan bahwa lingustik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan yang berdasarkan struktur bahasa tersebut (Parera, 1986 : 190). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bagian kebudayaan dan hasil dari kebudayaan itu sendiri. Bahasa perlu dihargai karena bahasa menunjukkan berbagai budaya manusia. Bahasa dapat mencerminkan ciri khas pemakai bahasa tersebut.


(65)

Di Indonesia, di samping terdapat bahasa Indonesia yang dipakai sebagai bahasa resmi negara, terdapat juga beraneka ragam bahasa daerah seperti bahasa Batak, Melayu, Jawa, Sunda, dan lain-lain. Bahasa daerah dipakai sebagai bahasa pengantar dan bahasa pergaulan yang mendukung bahasa nasional, yang dipakai oleh penutur suku-suku bangsa Indonesia.

Pembinaan bahasa yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia dan sebagai landasan hukumnya dapat dilihat dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36 ayat 2, yang mengatakan, di samping bahasa resmi negara, bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara”. Dan dalam penjelasan UUD 1945 disebut bahwa bahasa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa daerah sendiri dipelihara oleh rakyatnya dengan baik. Bahasa-bahasa itu merupakan sebahagian dari kebudayaan Indonesia.

Secara umum kedudukan dan fungsi bahasa daerah telah dirumuskan dalam seminar bahasa Nasional yang diselenggarakan pada bulan Februari 1975 di Jakarta. Kesimpulan seminar tersebut adalah sebagai berikut:

1.Bahasa-bahasa seperti bahasa Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makasar, Batak, serta bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia, berkedudukan sebagai bahasa daerah. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 36 BAB XV, UUD 1945, yang mengatakan bahwa bahasa daerah adalah salah satu unsur kebudayaan Nasional yang hidup dan dilindungi negara.

2.Bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Bali,Madura, Makasar, Batak, dan bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, berfungsi sebagai:

a. Lambang kebanggaan daerah

b. Lambang identitas daerah

c. Alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah

Di dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai :

a. Pendukung pengantar di sekolah dasar (SD) tingkat permula.

b. Bahasa pengantar disekolah dasar tingkat permulaan untuk

mempelancar pengajaran bahasa Indonesia dan Mata Pelajaran lainnya.


(66)

Pada kesempatan ini penulis membatasi pembahasan hanya dalam satu bahasa daerah saja yakni bahasa Batak. Etnik Batak terdiri atas beberapa subetnik yakni Toba, Simalungun, Karo, Pakpak Dairi, dan Angkola Mandailing. Kelima subetnik ini memiliki bahasa yang satu sama lain mempunyai banyak persamaan. Namun demikian para ahli bahasa membedakan sedikitnya dua cabang bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi yang perbedaannya begitu besar sehingga tidak memungkinkan adanya komunikasi antara dua kelompok tersebut. Bekenaan dengan hal tersebut penulis untuk melihat kekerabatan bahasa, masa pisah bahasa, dan sekaligus prediksi usia bahasa antara kedua cabang bahasa Batak tersebut dengan menggunakan kajian leksikostatistik.

Sebelumnya penulis juga memperkenalkan bahwa di samping istilah leksikostatistik ada juga istilah lain yaitu glotokronologi (glottocchronology). Pengertian keduanya pada dasarnya agak berlainan. Namun mengingat bahwa kenyataan kedua istilah saling melengkapi, maka sering pula keduanya disamakan saja. Kajian glotokronologi lebih mengutamakan perhitungan waktu sedangkan kajian leksikostatistik merupakan bagian linguistik historis komparatif yakni bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa serta menyelidiki perbandingan suatu bahasa lain, (Ridwan,1995: 3). Linguistik historis komparatif dapat menentukan hubungan kekerabatan antara bahasa-bahasa yang seasal. Dalam hal ini penulis memilih bahasa Batak Toba sebagai wakil dari rumpun Selatan dan bahasa Pakpak Dairi dari rumpun Utara. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kekerabatan bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi yang dikaji berdasarkan kajian leksikostatistik.


(67)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Seberapa besar tingkat kesamaan antara kosa kata dasar bahasa Batak

Toba dengan bahasa Pakpak Dairi sebagai dasar kekerabatan.

b. Kapan kira-kira masa pisah bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak

Dairi

c. Berapa tahun prediksi usia bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak

Dairi

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui prosentase kata kerabat antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi

b. Mengetahui masa pisah antara bahasa Batak Toba dengan bahasa

Pakpak Dairi

c. Mengetahui prediksi usia kedua bahasa.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya khasanah pengetahuan mengenai kajian leksikostatistik terhadap bahasa yang diharapkan berdaya guna bagi para pembaca. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:


(68)

a. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi para peneliti lanjutan.

b. Sebagai motivator untuk meningkatkan kegiatan penelitian

bahasa-bahasa daerah yang ada di nusantara.

c. Untuk melengkapi khasanah pustaka bahasa dan sastra daerah,

khususnya di Perpustakaan Departemen Sastra Daerah.

d. Dapat dijadikan sumber informasi tentang linguistik daerah di

nusantara.

e. Bagi peneliti sendiri, menambah wawasan tentang kajian

leksikostatistik bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi serta untuk melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.5 Anggapan Dasar

Adapun anggapan dasar penulis simpulkan adalah, kedua bahasa yakni bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi benar-benar berkerabat. Kekerabatan ini perlu diteliti secara komparatif. ”

1.6. Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Dairi

I. Sebelum Penjajahan Belanda

Pemerintahan di daerah Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan wilayah/daerah otonom, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-raja Adat.


(69)

Pemerintahan pada masa itu dikendalikan oleh raja ekuten/takal aur/suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap sebagai kepala pemerintahan.

Adapun struktur pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut:

a. Raja ekuten, sebagai pemimpin suatu wilayah (suak) atau yang terdiri dari beberapa suku/kuta/kampung. Raja ekuten disebut juga takal aur, yang merupakan kepala negeri.

b. Pertaki, sebagai pemimpin satu kuta atau kampung, setingkat di bawah Raja ekuten.

c. Sulang Silima, sebagai pembantu Pertaki pada setiap kuta (kampung) Menurut berbagai literatur sejarah bahwa wilayah Dairi dahulu sangat luas dan pernah jaya di masa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan tersebut di atas, maka wilayah Dairi dibagi lima wilayah(suak atau aur) yaitu:

1. Suak/Aur SIMSIM, meliputi wilayah: Salak, Kerajaan, Siempat Rube,

Sitellu Tali Urang Jehe, Sitellu Tali Urang Julu, dan Manik.

2. Suak/Aur PEGAGAN dan Karo Kampung, meliputi wilayah : Silalahi,

Poropo, Tongging, Pegagan Jehe, dan Tanah Pinem.

3. Suak/Aur KEPPAS, meliputi wilayah: Sitellu Nempu, Siempat Nempu,

Silima Pungga-pungga, Lae Luhung, dan Parbuluan.

4. Suak/Aur BOANG, meliputi wilayah: Simpang kanan, Simpang kiri, Lipat

Kajang, Elenggen, Gelombang, Runding, dan Singkil (saat ini wilayah Aceh).

5. Suak/Aur SIENEM KODEN/KLASEN, meliputi wilayah: Sienem Koden,


(70)

II. Masa Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola, dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan mengacu pada sistem dan pembagian wilayah kerajaan Belanda, maka Dairi saat itu ditetapkan sebagai suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk pribumi/bumi putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen.

Selama penjajahan Belanda inilah daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, karena politik penjajahan kolonial Belanda yang membatasi serta menutupi hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu:

1. Tongging, menjadi wilayah Tanah Karo

2. Manduamas dan Barus, menjadi wilayah Tapanuli Tengah

3. Sienem Koden (Parlilitan), menjadi wilayah Tapanuli Utara

4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang,

Runding, dan Singkil menjadi wilayah Aceh.

Setelah kolonial Belanda menguasai daerah Dairi, maka untuk kelancaran pemerintahan Hindia membagi Onder Afdeling Dairi menjadi tiga Onder Distric, yaitu:

1. Onder Distric Van Pakpak, meliputi tujuh kenegerian yakni: Kenegerian Sitellu Nempu

Kenegerian Siempat Nempu Hulu Kenegerian Siempat Nempu Kenegerian Silima Pungga-pungga


(71)

Kenegerian Pegagan Hulu Kenegerian Parbuluan Kenegerian Silalahi Paropo

2. Onder Distric Van Simsim, meliputi enam kenegerian yakni:

Kenegerian Kerajaan Kenegerian Siempat Rube Kenegerian Mahala Manjanggut Kenegerian Setellu Tali Urang Jehe Kenegerian Salak

Kenegerian Ulu Merah dan Salak Pananggalan

3. Onder Distric Van Karo Kampung, meliputi lima kenegerian yakni: 3.1. Kenegerian Lingga (Tigalingga)

3.2. KenegerianTanah Pinem 3.3. Kenegerian Pegagan Hilir

3.4. Kenegerian Juhar Kedupan Manik 3.5. Kenegerian Lau Juhar

III. Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang

Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan Bala Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga bagian yaitu:

1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan angkatan


(72)

2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Bukit Tinggi;

3. Daerah-daerah selebihan berada di bawah kekuasaan angkatan laut, yang berkedudukan di Makasar.

Pada masa itu pemerintahan Militerisme Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti, dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan militer sekutu.

Pada masa pemerintahan Jepang, pada dasarnya tidak terdapat perubahan prinsipil dalam susunan pemerintahan di Dairi. Karena tidak mengubah susunan/struktur pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti nama jabatan, antara lain yaitu:

a. Demang diganti menjadi GUNTYO

b. Asisten Demang diganti menjadi HUKU GUNTY

c. Kepala Negeri diganti menjadi BUN DANTYO

d. Kepala Kampung diganti menjadi KUNTYO

IV. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Setelah kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk, oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur.


(1)

780. Delapan belas 781. Dua

782. Dua belas 783. Dua puluh 784. Dua puluh lima 785. Empat

786. Empat belas 787. Enam 788. Enam belas 789. Lima belas 790. Lima puluh 791. Satu 792. Sebelas 793. Sedepa 794. Sehasta 795. Sejengkal 796. Sembilan 797. Sembilan belas 798. Sepuluh 799. Seratus 800. Seribu 801. Tiga 802. Tiga ratus

Sampulu walu Dua

Sampulu dua Dua pulu Dua pulu lima Opat Sampulu opat Onom Sampulu onom Sampulu lima Lima pulu Sada Sampulu sada Sadopa Sahasta Sajongkal Sia Sampulu sia Sampulu Saratus Saribu Tolu Tolu ratus Sipuluh ualuh Dua Sipulu dua Dua puluh Dua puluh lima Mpat Mpat belas Enam Anam belas Lima belas Lima puluh Sada Sipulu sada Sengama Sehasta Sadjangkal Sibah Sibah belas Sepuluh Siratus Seribu Tellu Tellu ratus V V V V V V - - - V V V V V V V V V V V V V V


(2)

dalam ikat kecil 804. Ukuran padi

dua ikat kecil

805. Ukuran padi dua puluh lima ikat besar

806. Ukuran padi dua ratus limapuluh ikat besar

807. Ukuran padi empat ikat kecil (satu ikat besar) 808. Ukuran padi

seratus ikat besar

809. Ukuran padi seribu ikat besar

Dua ingkat

----

----

----

----

----

Kedek

Mbelgah

---

Mbah kalon

---

Mbue

-

X

X

X

X

X

Keterangan Simbol

V : Kosa kata yang berkerabat

X : Kosa kata yang tidak mempunyai pasangan --- : Kosa kata yang tidak berkerabat


(3)

DATA INFORMAN

1. KETERANGAN TENTANG INFORMAN (Desa panampangan)

1. Nama : Anggiat Situmorang

1. Jenis klamin : Laki-laki

2. Usia : 50 tahun

3. Tempat lahir : Penampangan

4. Pendidikan : SD

5. Pekerjan : Bertani

6. Tinggal ditempat ini sejak : Lahir 7. Orang tua informan berasal dari : Pangururan 8. Bahasa lain yang dikuasa informan :---

Dipergunakan pada kesempatan :--- 9. Kedudukan dalam masyarakat:

a. biasa

b. agak lebih dari yang lain c. terpandang

2. KETERANGAN TENTANG INFORMAN (Kelurahan Sidiangkat)

1. Nama : Imanuel Bintang

2. Jenis klamin : Laki-laki

3. Usia : 55 tahun


(4)

6. Pekerjaan : Wiraswasta 7. Tinggal ditempat ini sejak : Lahir 8. Orang tua informan berasal dari : Sidikalang

9. Bahasa lain yang dikuasai informan : Bahasa indonesia dan bahasa Batak Toba Dipergunakan pada kesempatan : Berkomunikasi 10.Kedudukan dalam masyarakat

a. biasa

b. agak lebih dari yang lain c. terpandang


(5)

(6)