Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas serta Leverage terhadap Peringkat Obligasi Syariah (Sukuk) di Indonesia

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obligasi

Obligasi berasal dari bahasa Belanda “obligatie” yang secara harfiah berarti hutang atau kewajiban. Obligasi merupakan salah satu bentuk surat berharga yang saat ini sangat marak beredar dalam kegiatan pasar modal di Indonesia. Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/KMK.010/1991, obligasi adalah bukti utang dari emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi.

Arthur J. Keown dalam buku nya yang berjudul Basic Financial Management mengemukakan bahwa Obligasi atau bond adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya. Obligasi adalah suatu perikatan yang berisi janji (Sutedi, 2009 : 1)

2.2 Obligasi Syariah

The Council of the Islamic Fiqh Academy, dalam pertemuan ke-6 yang diadakan di Jeddah, Arab Saudi, 14 – 20 Maret 1990 membahas mengenai obligasi menurut Islam. Adapun bahasan tersebut adalah:


(2)

1. Obligasi yang memberikan kewajiban untuk membayar jumlah obligasi dan bunganya terkait dengan face value atau keuntungan yang telah ditetapkan sebelumnya, dilarang dalam syariah. Penerbitan, pembelian, dan negosiasi obligasi tersebut semuanya dilarang karena terkait dengan bunga pinjaman (interest-bearing loans)

2. Zero coupon bonds juga dilarang karena dijual pada harga yang lebih rendah dari face value-nya. Pemilik obligasi tersebut akan memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang merupakan diskon dari obligasi.

3. Obligasi Berhadiah juga dilarang karena dipinjamkan dengan kewajiban untuk membayar keuntungan yang telah ditentukan atau jumlah tambahan yang diambil sesuai keinginan pihak-pihak tertentu. Obligasi ini juga diibaratkan sebagai judi (Qimar).

Dengan kata lain, obligasi dilarang dalam Islam karena mengandung unsur riba (bunga) didalamnya juga mengharuskan peminjam untuk membayar sejumlah nilai obligasi ditambah jumlah tertentu sesuai bunga. Dilarangnya kegiatan yang berkaitan dengan obligasi, membuat AAOIFI Shari’a Board membuat suatu alternatif pembiayaan sebagai pengganti obligasi yang disebut Sukuk. Di Indonesia, sukuk dikenal dengan nama obligasi syariah yang dibedakan dengan obligasi konvensional.

2.2.1 Pengertian Obligasi Syariah

Ketentuan yang mengatur tentang penerbitan sukuk, terutama dari sisi syariah telah ditetapkan oleh Accounting and Auditing Otganization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), yaitu Sharia Standard No. 17 – Investment


(3)

Sukuk. AAOIFI sendiri mendefenisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.

Menurut Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), obligasi syariah adalah Surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

Akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan SBSN: Ijarah, Mudarabah, Musyarajah, Istishna’, akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan kombinasi dari dua akad atau lebih.

Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEO130/BL/2006 Peraturan No. IX.A.13: Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisah atau tidak terbagi atas kepemilikan asset berwujud tertentu, nilai manfaat, dan jasa atas asset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002:

Surat berharga syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada


(4)

pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/ fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

2.2.2 Sekilas Sejarah Perkembangan Obligasi Syariah

Sesungguhnya, obligasi syariah (sukuk) ini bukan merupakan istilah baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memilliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan Bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.

Dalam perkembangannya, The Islamic Jurisprudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan saham sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional. Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada


(5)

tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar.

2.2.3 Karakteristik Obligasi Syariah (sukuk)

Obligasi Syariah mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, obligasi syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasarkan kepada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor. Kedua, dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak wali amanat maka mekanisme obligasi syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi syariah diharapkan bisa lebih terjamin. Ketiga, jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur non halal.

Secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut :

1. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.


(6)

2. Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari non halal.

3. Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan obligasi tesrsebut.

4. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan. 5. Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah

atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI. 6. Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar

syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang.

7. Apabila emiten berbuat kelalaian atau cedera janji maka pihak investor dapat menarik dananya.

8. Hak kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dipindah tangan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.

Tabel 2.1

Perbandingan Obligasi Syariah (Sukuk) dengan Obligasi Konvensional

Deskripsi Obligasi Syariah Obligasi Konvensional

Penerbit Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi

Sifat Instrumen Sertifikat kepemilikan/

penyertaan atas suatu aset

Instrumen pengakuan utang

Penghasilan Imbalan, bagi hasil, margin Bunga kupon, capital gain

Jangka waktu Pendek – menengah Menengah – panjang

Underlying asset Perlu Tidak perlu

Price Market price Market price

Investor Islami, konvensional Konvensional

Penggunaan dana hasil penerbitan

Harus sesuai syariah Bebas


(7)

2.2.4 Jenis Obligasi Syariah (Sukuk)

Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :

1. Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.

2. Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.

3. Sertifikat salam. 4. Sertifikat istishna. 5. Sertifikat murabahah. 6. Sertifikat musyarakah. 7. Sertifikat muzara’a. 8. Sertifikat musaqa. 9. Sertifikat mugharasa.

Sementara itu Academy for International Modern Studies (AIMS) mengklasifikasikan jenis sukuk sebagai berikut:

1. Sukuk mudharabah 2. Sukuk musyarakah 3. Sukuk ijarah 4. Sukuk murabahah 5. Sukuk salam 6. Sukuk istishna


(8)

7. Sukuk hybrid

Di samping itu, AIMS juga membagi sukuk menjadi empat kelompok berdasarkan aset atau proyek yang menjadi dasar transaksinya, sebagai berikut:

1. Sukuk yang mewakili kepemilikan pada aset berwujud (sebagian besar berupa transaksi sale and lease back atau direct lease);

2. Sukuk yang mewakili kemanfaatan atau jasa (mendasarkan pada transaksi sub lease atau penjualan jasa/sale of service);

3. Sukuk yang mewakili bagian ekuitas dalam usaha atau portofolio investasi tertentu (berdasarkan akad musyarakah atau mudharabah);

4. Sukuk yang mewakili piutang atau barang yang diterima di masa depan (berdasarkan murabahah, salam, atau istishna).

Atas dasar proyek atau aset yang mendasarinya tersebut di atas, sukuk dapat juga dikelompokkan menjadi dua yaitu sukuk yang dapat diperdagangkan dan sukuk yang tidak dapat diperdagangkan. Sukuk yang dapat diperdagangkan (tradable sukuk) adalah sukuk yang mewakili aset berwujud atau porsi kepemilikan dari usaha atau portofolio investasi tertentu. Contohnya : sukuk ijarah, sukuk mudharabah, atau sukuk musyarakah. Sementara sukuk yang mewakili piutang dalam bentuk uang maupun barang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable sukuk). Contohnya : sukuk salam, sukuk istishna, atau sukuk murabahah.

Di Indonesia, fatwa DSN MUI baru mengatur beberapa jenis Obligasi Syariah yaitu Obligasi Syariah Mudharabah (fatwa Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002), Obligasi Syariah Ijarah (fatwa Nomor 41/DSN-MUI/III/2004) dan


(9)

Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (fatwa Nomor 59/DSN-MUI/V/2007). Jenis-jenis sukuk yang dimungkinkan untuk diterbitkan berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal adalah sukuk Mudharabah dan sukuk Ijarah.

2.2.5 Peringkat Obligasi Syariah (Sukuk)

Dalam investasi, peringkat merupakan salah satu hal yang sangat penting karena menentukan suatu perusahaan atau negara bisa mendapatkan pendanaan dari penerbitan obligasi atau tidak dan berapa besar kupon atau imbal hasil yang harus dibayarkan agar diterima investor. Dalam investasi, baik saham, reksadana, maupun obligasi, perubahan rating terutama rating suatu negara bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi arah investasi. Maka dari itu, investor perlu mengetahuinya.

Peringkat adalah suatu penilaian yang terstandarisasi terhadap kemampuan suatu negara atau perusahaan dalam membayar hutang-hutangnya. Karena terstandarisasi artinya rating suatu perusahaan atau negara dapat dibandingkan dengan perusahaan atau negara lain sehingga dapat dibedakan siapa yang mempunyai kemampuan lebih baik, siapa yang kurang. Peringkat dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat dan biasanya untuk menjadi perusahaan pemeringkat harus mendapat izin resmi dari pemerintah (Pefindo). Peringkat obligasi yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat memberikan gambaran tentang kredibilitas (credit worthiness) dan mempengaruhi penjualan obligasi tersebut (Fabozzi, 1999: 656)


(10)

Peringkat obligasi adalah opini tentang kelayakan kredit dari penerbit obligasi berdasarkan faktor-faktor risiko yang relevan. Peringkat yang diberikan bukan merupakan sebuah rekomendasi untuk membeli, menjual, atau mempertahankan suatu obligasi. Opini ini berfokus pada kapasitas dan kemauan penerbit obligasi untuk memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. Opini yang diberikan juga tidak spesifik menunjuk suatu obligasi tetapi untuk perusahaan penerbit obligasi tersebut. Peringkat obligasi tersebut memberikan analisis tentang kelayakan kredit perusahaan sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan finansial dan komersial, seperti negosiasi leasing jangka panjang atau meminimalisasi letter of credit untuk vendor. Selain itu, perusahaan dapat memilih untuk menerbitkan peringkat yang didapatkan pada publik atau merahasiakannya. (Ong: 2002).

Sebelum melakukan penjualan obligasi, kebanyakan korporasi akan meminta lembaga pemeringkat untuk memberikan peringkat. Dalam proses pemeringkatan ini, hal yang paling penting adalah pertemuan dengan manajemen korporat. Pertemuan ini dimaksudkan untuk melakukan review yang detail terhadap rencana operasional dan finansial perusahaan, kebijakan manajemen, dan faktor-faktor kredit lain yang dapat mempengaruhi peringkat. CFO dan CEO perusahaan biasanya mewakili manajemen dalam pertemuan yang dijadwalkan beberapa kali ini.

Pada umumnya, lembaga pemeringkat akan meminta laporan keuangan yang sudah diaudit, laporan keuangan interim, deskripsi tentang kegiatan operasi dan produk perusahaan, dan draft pernyataan registrasi. Peringkat obligasi akan


(11)

mempengaruhi tingkat pengembalian obligasi yang diharapkan oleh investor. Semakin buruk peringkat suatu obligasi, maka akan semakin tinggi pula tingkat pengembalian hasil yang akan dituntut investor atas suatu obligasi.

Obligasi berperingkat rendah akan menyediakan tingkat kupon yang tinggi. Sebaliknya obligasi dengan peringkat tinggi menandakan bahwa kualitas obligasi teersebut bagus sehingga dapat memberikan tingkat kupon yang rendah (Darmawan, 2007). Peringkat obligasi penting karena obligasi dengan peringkat yang rendah biasanya memiliki biaya bunga yang lebih tinggi. Tetapi, penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa peringkat obligasi kurang mencerminkan risiko obligasi. Harga saham dan harga obligasi dari suatu perusahaan tidak memperlihatkan efek yang abnormal diakibatkan oleh perubahan peringkat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena peringkat obligasi didasarkan pada informasi yang tersedia di publik dan tidak menambahkan informasi baru bagi pasar. (Ross, et al., : 2008).

Perusahaan-perusahaan umumnya berusaha untuk mempertahankan peringkat obligasi yang dimilikinya karena menguntungkan bagi perusahaan. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh adalah kemampuan untuk menerbitkan commercial paper, jalan masuk ke pasar modal dan investor, dan hubungan yang lebih baik dengan pihak ketiga. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh tersebut mendorong perusahaan untuk mempertahankan peringkat obligasinya dengan mengurangi penggunaan hutang pada saat menjelang penerbitan peringkat obligasi. Penggunaan hutang yang lebih sedikit dapat


(12)

mencegah penurunan peringkat obligasi dan mendorong peningkatan peringkat obligasi tersebut (Kisgen, 2006).

Peringkat obligasi saat ini dipandang penting. Securities and Exchange Commission (SEC), dalam laporannya mengenai peran dan fungsi lembaga pemeringkat, menyatakan bahwa pentingnya peringkat obligasi bagi investor telah meningkat secara signifikan sehingga mempengaruhi struktur transaksi finansial, akses penerbit obligasi terhadap modal, dan kemampuan investor dalam melakukan investasi. Bahkan majalah The Economist (2005) menyatakan bahwa saat ini lembaga-lembaga pemeringkat adalah salah satu institusi yang paling berpengaruh di pasar modal.

Manfaat umum dari proses pemeringkatan obligasi adalah (Rahardjo, 2004):

1. Sistem informasi keterbukaan pasar yang transparan yang menyangkut berbagai produk obligasi akan menciptakan pasar obligasi yang sehat dan transparan juga.

2. Efisiensi biaya. Hasil peringkat obligasi yang bagus biasanya memberikan keuntungan, yaitu menghindari kewajiban persyaratan keuangan yang biasanya memberatkan perusahaan, seperti penyediaan sinking fund dan jaminan aset.

3. Menentukan besarnya coupon rate, semakin bagus peringkatnya, cenderung semakin rendah nilai coupon rate dan sebaliknya.


(13)

4. Memberikan informasi yang obyektif dan independen menyangkut kemampuan pembayaran hutang, tingkat risiko investasi yang mungkin timbul, serta jenis dan tingkatan hutang tersebut.

5. Mampu menggambarkan kondisi pasar obligasi dan kondisi ekonomi pada umumnya.

Adapun beberapa manfaat yang akan didapatkan oleh emiten adalah: 1 Informasi posisi bisnis. Pihak perusahaan dapat mengetahui posisi bisnis dan

kinerja usahanya dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya.

2 Menentukan struktur obligasi. Perusahaan dapat menentukan beberapa syarat atau struktur obligasi yang meliputi tingkat suku bunga, jenis obligasi, jangka waktu jatuh tempo, jumlah emisi obligasi serta berbagai struktur pendukung lainnya.

3 Mendukung kinerja. Apabila emiten mendapatkan peringkat yang cukup bagus maka kewajiban menyediakan sinking fund atau jaminan kredit bisa dijadikan pilihan alternatif.

4 Alat pemasaran. Peringkat obligasi yang baik terlihat lebih menarik sehingga dapat membantu pemasaran obligasi tersebut.

5 Menjaga kepercayaan investor. Peringkat obligasi yang independen akan membuat investor merasa lebih aman sehingga kepercayaan bisa lebih terjaga.

Di Indonesia, perusahaan yang mendapat izin serta menjadi market leader dalam pemberian rating adalah PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Selain itu, belakangan ini juga terdapat perusahaan baru yang memiliki bidang


(14)

usaha serupa yaitu Fitch Rating Indonesia dan ICRA (Indonesia Credit Rating Agency). Umumnya perusahaan yang mendapat izin dari pemerintah Indonesia hanya memeringkat perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Sementara rating terhadap kemampuan membayar hutang suatu negara dilakukan oleh perusahaan pemeringkat yang mendapat pengakuan internasional. Dahulu perusahaan pemeringkat ini didominasi oleh 3 pemain besar seperti Standard & Poor, Moody’s Investor Service, dan Fitch Rating. Namun, belakangan ini juga semakin bermunculan perusahaan pemeringkat yang ratingnya juga diakui selain 3 pemain besar di atas. Perusahaan pemeringkat lainnya yaitu JCRA (Japan Credit Rating Agency) dan Rating & Information Service Inc.

Tabel 2.2

Interpretasi Rating Pefindo

Rating Keterangan

AAA Obligasi yang diperingkat sebagai AAA adalah obligasi dengan peringkat tertinggi yang diberikan oleh Pefindo. Kapasitas penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya sangat superior dibandingkan dengan penerbit obligasi Indonesia lainnya.

AA Obligasi dengan peringkat AA hanya berbeda sedikit dengan obligasi dengan peringkat AAA. Kapasitas penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya sangat kuat dibandingkan dengan penerbit obligasi Indonesia lainnya.

A Obligasi dengan peringkat A mengindikasikan kapasitas penerbit obligasi untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya relatif kuat dibandingkan dengan penerbit obligasi lainnya, tetapi obligasi ini tetap lebih mudah terpengaruh oleh perubahan keadaan dan kondisi ekonomi daripada obligasi peringkat AAA dan AA.

BBB Obligasi berperingkat BBB mengindikasikan parameter yang cukup aman dibandingkan dengan obligasi Indonesia lainnya. Memburuknya kondisi ekonomi atau perubahan keadaan akan mempengaruhi kapasitas penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya.

BB Obligasi dengan peringkat BB menggambarkan parameter perlindungan yang relatif agak lemah dibandingkan dengan obligasi lainnya. Kapasitas dari penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya cukup rawan terhadap ketidakpastian terhadap kondisi bisnis, finansial, dan ekonomi.


(15)

mempunyai kapasitas untuk membayar kewajiban jangka panjangnya tetapi adanya kondisi-kondisi ekonomi, bisnis, dan finansial yang buruk akan sangat mempengaruhi kapasitas dan kemauan penerbit obligasi untuk membayar kewajiban jangka panjangnya.

CCC Obligasi dengan peringkat CCC berpotensi untuk tidak membayar kewajibannya dan tergantung pada kondisi finansial dan bisnis yang baik untuk dapat membayar kewajibannya tersebut.

SD Obligasi dengan peringkat SD (Selective Default) akan diberikan pada penerbit obligasi yang telah gagal membayar satu atau lebih obligasinya pada saat jatuh tempo. Rating SD diberikan oleh Pefindo jika penerbit obligasi telah gagal membayar salah satu obligasinya tetapi akan tetap membayar obligasi lainnya tepat waktu.

D Obligasi diberi peringkat D jika penerbit obligasi tersebut gagal membayar kewajibannya dan otomatis diberikan pada saat penerbit pertama kali gagal membayar kewajibannya. Pengecualian diberikan jika pembayaran bunga telah lewat dari tanggal jatuh tempo tetapi masih di dalam periode grace

atau telatnya pembayaran terjadi karena adanya perselisihan komersial

bonafide. Sumber : Pefindo 2015

2.3 Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan ekspresi hubungan antara angka-angka laporan keuangan sehingga menghasilkan informasi yang lebih bermakna. Analisis rasio keuangan ini merupakan salah satu perwujudan ketentuan Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1, yang pada intinya menyebutkan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat keputusan yang rasional.

Menurut Foster (1999: 894) terdapat empat hal yang dapat mendorong analisis laporan keuangan menggunakan model rasio keuangan, yaitu: (1) Mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu; (2) Membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan; (3) Menginvestigasikan teori yang terkait dengan rasio keuangan; dan (4) Mengaji hubungan empiris antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (misalnya, kebangkrutan).


(16)

Analisis laporan keuangan yang berupa analisis rasio keuangan dan perhitungan statistik dapat digunakan untuk mendeteksi under atau overvalued suatu sekuritas. Lebih lanjut, terdapat tiga poin yang menunjukkan bahwa agen pemeringkat menggunakan data akuntansi yang tersedia untuk memberi peringkat obligasi perusahaan: (1) penjelasan yang diberikan agen, (2) pemilihan waktu perubahan peringkat, dan (3) penelitian empiris yang meneliti peringkat dan perubahan peringkat.

2.3.1 Rasio Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas ini memberikan gambaran seberapa efektif perusahaan beroperasi sehingga memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tingkat profitabilitas yang tinggi dapat mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk going concern. Profitabilitas yang tinggi juga dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Menurut Brotman (1989) dan Boustita & Young, Adam and Hardwick (1998) dalam Raharja dan Sari (2008) semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin rendah risiko ketidakmampuan membayar (Default) dan semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan tersebut.


(17)

2.3.2 Rasio Likuiditas

Likuiditas perusahan, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aset lancar yaitu aset yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan. Dari aset lancar tersebut, persediaan merupakan aset lancar yang paling kurang liquid dibanding dengan yang lainnya. Jadi semakin tinggi rasio likuditas ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Carson dan Scott (1997) serta Bouzoita dan Young (1998) menemukan adanya hubungan antara likuiditas dengan peringkat utang. Semakin tinggi likuiditas perusahaan maka semakin baik peringkat perusahaan tersebut.

� � � =Utang Lanca� C����nt Liabiliti��Akti�a Lanca� C����nt A���t�

2.3.3 Rasio Leverage

Rasio ini digunakan untuk mengukur keseimbangan proporsi antara aktiva yang didanai oleh kreditor (utang) dan yang didanai oleh pemilik perusahaan (ekuitas). Penggunaan hutang itu sendiri bagi perusahaan mengandung tiga dimensi:

1. Pemberian kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan.

2. Dengan penggunaan hutang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan akan meningkat.


(18)

3. Dengan menggunakan hutang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan kendali perusahaan. Para investor maupun kreditor akan mendapatkan manfaat sepanjang laba atas hutang perusahaan melebihi biaya bunga dan apabila terjadi kenaikan pada nilai pasar sekuritas (Saharul dan Nizar, 2000).

Semakin besar rasio leverage perusahaan, semakin besar resiko kegagalan perusahaan. Semakin rendah leverage perusahaan, semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton et al., 1998). Hal ini mengindikasikan perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung memiliki kemampuan yang rendah dalam memenuhi kewajibannya.

� � � � � =Total Utang � �� � � �� Total Ek�ita� � �� � �

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian seputar analisis peringkat sukuk sudah banyak dilakukan tidak hanya oleh peneliti dalam negeri. Berikut adalah penelitian terdahulu yang disajikan dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3

Tabel Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penellitian

1 Tika Arundina, M. Azmi Omar, dan Mira Kartiwi (2014) The predictive accuracy of sukuk ratings; Multinomina l logistic and

Variabel X :

Size (Total asset, sales revenue tuenover, total

stockholders’equity),

Leverage (total debt ratio, debt equity ratio, long term debt to Total asset, long term

Penelitian ini

menggunakan dua

metode yaitu teknik statistik dan non statistik. Hasil

penelitian ini


(19)

network inferences

Cost of Debt),

Likuiditas (Current ratin, quick ratio, cash ratio) Profitability (Profit margin, operating margin, return on asset, Return on equity, ROA to ROE)

Market Activity Specific Variables (guarantee status,

subordinate, sukuk structure) Variabel Y: Sukuk Rating

non statatistik

mempengaruhi rating

sukuk sedangkan

teknik statistik sebesar mempengaruhi 91,72%

2 Neneng Sudaryanti, Akhmad Affandi Mahfudz, dan Ries Wulandari (2011) Analisis determinan peringkat sukuk dan peringkat obligasi di Indonesia Pertumbuhan perusahaan (X1), Firm size (X2), Profitabilitas (X3, likuiditas (X4), leverage (X5), Umur sukuk dan obligasi (X6)

Firm size berpengaruh signifikan, sedangkan pertumbuhan

perusahaan, profitabilitas,

likuiditas, leverage,

umur sukuk dan

obligasi tidak

berpengaruh signifikan 3 Damalia Afiani

(2012) Pengaruh likuiditas, produktifitas , profitabilitas , dan leverage terhadap peringkat sukuk (2012 Likuiditas (X1), produktivitas (X2),

profitabilitas (X3), leverage (X4)

Peringkat sukuk (Y)

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel likuiditas dan variabel profitabilitas berpengaruh signifikan

dan variabel

produktifitas dan variabel leverage tidak berpengaruh signifikan. 4 Ike Arisanti, Isti

Fadah, dan Novi Puspitasari (2013) Prediksi peringkat obligasi syariah di Indonesia

Growth (X1), firm size (X2), bagi hasil (X3), likuiditas (X4), jaminan (X5), umur obligasi (X6)

Peringkat obligasi syariah (Y)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel growth, firm size, dan bagi hasil berpengaruh tidak signifikan. Sedangkan variabel likuiditas, jaminan, dan umur obligasi berpengaruh signifikan.

5 Kalia Melis (2014) Analisis faktor-faktor yang mempengaru hi rating sukuk Likuiditas (X1),

profitabilitas (X2), leverage (X3), reputasi auditor (X4), Rating sukuk (Y)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel likuiditas berpengaruh positif terhadap rating sukuk, sedangkan variabel profitabilitas,

leverage tidak

berpengaruh signifikan terhadap rating sukuk.


(20)

2.5 Kerangka Konseptual

Sinyal-sinyal yang disampaikan oleh manajemen berupa laporan keuangan dapat digambarkan melalui rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi, sehingga investor yang menghitung risiko yang terkandung dalam obligasi masuk ke dalam investment grade dan non-investment grade.

Penelitian ini berkonsentrasi pada teknik untuk memprediksi peringkat obligasi. Peringkat obligasi penting karena peringkat tersebut memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan sinyal tentang probabilitas default hutang suatu perusahaan (Raharja dan Sari, 2008). Prediksi risiko kredit suatu perusahaan adalah variabel dependen penting untuk. Pada penelitian ini digunakan tiga rasio keuangan yaitu: Leverage, Liqudity, dan Profitability. Maka kerangka konseptual dari penelitian ini adalah :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini ukuran likuiditas diwakili oleh Current Ratio untuk melihat kekuatan kas yang dimiliki untuk membayar kewajiban lancar, ukuran profitabilitas diwakili oleh Return on Asset (ROA) untuk melihat kemampun manajemen dalam mengelola aset perusahaan untuk menghasilkan laba, ukuran leverage diwakili oleh Debt to Equity Ratio (DER) untuk melihat porsi struktur

ebebe LaRasio Leverage ebebe LaRasio Likuiditas ebebe LaRasio Profitabilitas

ebebe LaPeringkat Obligasi Syariah


(21)

asal kekuatan modal perusahaan dalam operasionalnya apakah berasal dari hutang atau berasal dari equity.

Profitabilitas merupakan faktor yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Purwaningsih (2013), semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin rendah risiko ketidakmampuan membayar (default), sehingga semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan tersebut. Menurut Afiani (2013), bahwa ada pengaruh variabel profitabilitas terhadap peringkat sukuk. Jadi, perubahan kenaikan maupun penurunan profitabilitas akan berpengaruh terhadap peringkat sukuk.

Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek yang dimiliki. Jadi semakin tinggi rasio likuiditas ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hasil dalam penelitian Afiani (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel likuiditas terhadap peringkat sukuk. Jadi, perubahan kenaikan maupun penurunan likuiditas akan berpengaruh terhadap peringkat sukuk.

Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Debt to Equity Ratio untuk mengukur proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasi terhadap modal yang dimiliki. Semakin rendah rasio leverage perusahaan, semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton et al., 1998). Dimana semakin rendah leverage perusahaan maka semakin baik peringkat perusahaan tersebut.


(22)

2.6 Hipotesis

Berdasakan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Rasio profitabilitas (Return on Assets), likuiditas (Current Ratio), dan

leverage (Debt to Equity Ratio) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk).

H2 : Rasio profitabilitas (Return on Assets), likuiditas (Current Ratio), dan leverage (Debt to Equity Ratio) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk).


(1)

2.3.2 Rasio Likuiditas

Likuiditas perusahan, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aset lancar yaitu aset yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan. Dari aset lancar tersebut, persediaan merupakan aset lancar yang paling kurang liquid dibanding dengan yang lainnya. Jadi semakin tinggi rasio likuditas ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Carson dan Scott (1997) serta Bouzoita dan Young (1998) menemukan adanya hubungan antara likuiditas dengan peringkat utang. Semakin tinggi likuiditas perusahaan maka semakin baik peringkat perusahaan tersebut.

� � � =Utang Lanca� C����nt Liabiliti��Akti�a Lanca� C����nt A���t�

2.3.3 Rasio Leverage

Rasio ini digunakan untuk mengukur keseimbangan proporsi antara aktiva yang didanai oleh kreditor (utang) dan yang didanai oleh pemilik perusahaan (ekuitas). Penggunaan hutang itu sendiri bagi perusahaan mengandung tiga dimensi:

1. Pemberian kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan.

2. Dengan penggunaan hutang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan akan meningkat.


(2)

3. Dengan menggunakan hutang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan kendali perusahaan. Para investor maupun kreditor akan mendapatkan manfaat sepanjang laba atas hutang perusahaan melebihi biaya bunga dan apabila terjadi kenaikan pada nilai pasar sekuritas (Saharul dan Nizar, 2000).

Semakin besar rasio leverage perusahaan, semakin besar resiko kegagalan perusahaan. Semakin rendah leverage perusahaan, semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton et al., 1998). Hal ini mengindikasikan perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung memiliki kemampuan yang rendah dalam memenuhi kewajibannya.

� � � � � =Total Utang � �� � � �� Total Ek�ita� � �� � �

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian seputar analisis peringkat sukuk sudah banyak dilakukan tidak hanya oleh peneliti dalam negeri. Berikut adalah penelitian terdahulu yang disajikan dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3

Tabel Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul

Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penellitian 1 Tika Arundina,

M. Azmi Omar, dan Mira Kartiwi (2014)

The predictive accuracy of sukuk ratings; Multinomina l logistic and

Variabel X :

Size (Total asset, sales revenue tuenover, total

stockholders’equity),

Leverage (total debt ratio, debt equity ratio, long term debt to Total asset, long term

Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu teknik statistik dan non statistik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa


(3)

network inferences

Cost of Debt),

Likuiditas (Current ratin, quick ratio, cash ratio) Profitability (Profit margin, operating margin, return on asset, Return on equity, ROA to ROE)

Market Activity Specific Variables (guarantee status,

subordinate, sukuk structure) Variabel Y: Sukuk Rating

non statatistik mempengaruhi rating sukuk sedangkan teknik statistik sebesar mempengaruhi 91,72%

2 Neneng Sudaryanti, Akhmad Affandi Mahfudz, dan Ries Wulandari (2011) Analisis determinan peringkat sukuk dan peringkat obligasi di Indonesia Pertumbuhan perusahaan (X1), Firm size (X2), Profitabilitas (X3, likuiditas (X4), leverage (X5), Umur sukuk dan obligasi (X6)

Firm size berpengaruh signifikan, sedangkan pertumbuhan

perusahaan, profitabilitas,

likuiditas, leverage, umur sukuk dan obligasi tidak berpengaruh signifikan 3 Damalia Afiani

(2012) Pengaruh likuiditas, produktifitas , profitabilitas , dan leverage terhadap peringkat sukuk (2012 Likuiditas (X1), produktivitas (X2),

profitabilitas (X3), leverage (X4)

Peringkat sukuk (Y)

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel likuiditas dan variabel profitabilitas berpengaruh signifikan

dan variabel

produktifitas dan variabel leverage tidak berpengaruh signifikan. 4 Ike Arisanti, Isti

Fadah, dan Novi Puspitasari (2013) Prediksi peringkat obligasi syariah di Indonesia

Growth (X1), firm size (X2), bagi hasil (X3), likuiditas (X4), jaminan (X5), umur obligasi (X6)

Peringkat obligasi syariah (Y)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel growth, firm size, dan bagi hasil berpengaruh tidak signifikan. Sedangkan variabel likuiditas, jaminan, dan umur obligasi berpengaruh signifikan.

5 Kalia Melis (2014) Analisis faktor-faktor yang mempengaru hi rating sukuk Likuiditas (X1),

profitabilitas (X2), leverage (X3), reputasi auditor (X4), Rating sukuk (Y)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel likuiditas berpengaruh positif terhadap rating sukuk, sedangkan variabel profitabilitas, leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap rating sukuk.


(4)

2.5 Kerangka Konseptual

Sinyal-sinyal yang disampaikan oleh manajemen berupa laporan keuangan dapat digambarkan melalui rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi, sehingga investor yang menghitung risiko yang terkandung dalam obligasi masuk ke dalam investment grade dan non-investment grade.

Penelitian ini berkonsentrasi pada teknik untuk memprediksi peringkat obligasi. Peringkat obligasi penting karena peringkat tersebut memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan sinyal tentang probabilitas default hutang suatu perusahaan (Raharja dan Sari, 2008). Prediksi risiko kredit suatu perusahaan adalah variabel dependen penting untuk. Pada penelitian ini digunakan tiga rasio keuangan yaitu: Leverage, Liqudity, dan Profitability. Maka kerangka konseptual dari penelitian ini adalah :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini ukuran likuiditas diwakili oleh Current Ratio untuk melihat kekuatan kas yang dimiliki untuk membayar kewajiban lancar, ukuran profitabilitas diwakili oleh Return on Asset (ROA) untuk melihat kemampun manajemen dalam mengelola aset perusahaan untuk menghasilkan laba, ukuran leverage diwakili oleh Debt to Equity Ratio (DER) untuk melihat porsi struktur

ebebe LaRasio Leverage ebebe LaRasio Likuiditas ebebe LaRasio Profitabilitas

ebebe LaPeringkat Obligasi Syariah


(5)

asal kekuatan modal perusahaan dalam operasionalnya apakah berasal dari hutang atau berasal dari equity.

Profitabilitas merupakan faktor yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Purwaningsih (2013), semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin rendah risiko ketidakmampuan membayar (default), sehingga semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan tersebut. Menurut Afiani (2013), bahwa ada pengaruh variabel profitabilitas terhadap peringkat sukuk. Jadi, perubahan kenaikan maupun penurunan profitabilitas akan berpengaruh terhadap peringkat sukuk.

Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek yang dimiliki. Jadi semakin tinggi rasio likuiditas ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hasil dalam penelitian Afiani (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel likuiditas terhadap peringkat sukuk. Jadi, perubahan kenaikan maupun penurunan likuiditas akan berpengaruh terhadap peringkat sukuk.

Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Debt to Equity Ratio untuk mengukur proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasi terhadap modal yang dimiliki. Semakin rendah rasio leverage perusahaan, semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton et al., 1998). Dimana semakin rendah leverage perusahaan maka semakin baik peringkat perusahaan tersebut.


(6)

2.6 Hipotesis

Berdasakan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Rasio profitabilitas (Return on Assets), likuiditas (Current Ratio), dan

leverage (Debt to Equity Ratio) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk).

H2 : Rasio profitabilitas (Return on Assets), likuiditas (Current Ratio), dan leverage (Debt to Equity Ratio) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk).