Tradisi MarsirimpaBatak Toba pada Siklus Mata Pencaharian di Kecamatan Baktiraja

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tradisi gotong-royongmerupakan kebiasaan berupa tindakan untuk melakukan sebuah aktivitas atau pekerjaan yang melibatkan orang-orang disekitar kita atau kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Selain itu, tradisi gotong-royong dapat juga diartikan sebagai salah satu kegiatan tradisional yang perlu diwariskan dalam menata kehidupan sosial, terutama menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Tradisi gotong-royong telah menjadi bagian dari praktik kehidupan masyarakat Batak Toba untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi sejak zaman dahulu. Ada istilah gotong-royong dalam masyarakat Batak Toba yaitu marsirimpayang berarti mengerjakan sawah atau ladang secara bersama-sama secara bergantian satu sama lainnya. Alasan gotong-royong disamakan dengan marsirimpa dalam Batak Toba adalah karena dalam melakukan marsirimpaditemukan unsur gotong-royong yang dapat dimaknai dengan saling atau disebut dengan kebersamaan.

Hampir semua aspek kehidupan orang Batak Toba pada zaman dahulu diselesaikan dengan gotong-royong. Gotong-royong (marsirimpa) dilakukan karena seorang individu tidak bisa menyelesaikan pekerjaan di ladangnya dengan cepat. Suatu pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan cepat kalau dilakukan secara bersama-sama. Seluruh kegiatan yang berhubungan dengan siklus mata pencaharian yang mulai dari menanam, mengelola, dan memanen diselesaikan dengan gotong-royong. Selain itu, pelaksanaan upacara adat dalam siklus kehidupan mulai dari upacara perkawinan sampai upacara kematian, dilakukan


(2)

dengan gotong-royong. Pekerjaan umum seperti pembukaan kampung, perbaikan jalan, perbaikan irigasi, pendirian rumah, maupun ritual-ritual religi juga dilakukan dengan gotong-royong. Namun, disini penulis lebih fokus pada kegiatan gotong-royong dalam siklus mata pencahariannya, yaitu untuk mengetahui tahapan apa saja yang diperlukan dalam gotong-royong pada siklus mata pencaharian masyarakat tersebut. Akan tetapi, dari hasil penelitian lapangan penulis mendapat data hanya untuk mata pencaharian sawah yang melakukan marsirimpa.

Kearifan lokal gotong-royong pada hakikatnya merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah dan di berbagai etnik dengan berbagai variasi istilah dan penerapannya. Meskipun istilah dan penerapannya bervariasi, pada hakikatnya semua yang menyangkut gotong-royong selalu berkaitan dengan usaha memadukan potensi, tenaga, sumber daya, dan sumber dana secara bersama-sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Sekarang kearifan lokal gotong-royong semakin memudar karena kebiasaan perseorangan setelah selesai melakukan pekerjaan akanmeminta upahdan beranggapan bahwa gotong-royong tersebut tidak lagi perlu dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengedepankan kepentingan pribadi yang mengutamakan uangdaripadagotong-royong tersebut.Orang-orang yang memiliki perekonomian kurang baik, akan susah mencari teman bergotong-royong ke ladangnya, karena yang lainnya sudah memberi upah kepada para pekerja ke ladang. Dengan demikian, masyarakat yang tidak mampu memberi upah akan berupaya sendiri untuk menyelesaikanladangnya tanpa bantuan orang lain.


(3)

Kegiatan gotong-royong ini harus tetap dilaksanakan pada kehidupan masyarakat agar terjadi kerja sama yang dapat mewujudkan kekompakan. Hal ini pulalah yang melatarbelakangi penulis mengangkat judul “TradisiMarsirimpa pada Siklus Mata Pencaharian di daerah Baktiraja”. Di daerah Baktiraja ini masih dilaksanakan tradisi gotong-royong tersebut. Alangkah baiknya warisan leluhur tersebut dilestarikan oleh generasi penerus bangsa kita ini.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatanskripsi ini, karena dengan adanya perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan atau pernyataan yang memerlukan penyelesaian atau pemecahan.Perumusan masalah adalah biasanya berupa kalimat pertanyaan atau pernyataan yang dapat menarik atau menggugah perhatian.

Adapun masalah yang dibahas adalah :

1. Bagaimana jenis-jenis marsirimpa yang ada pada masing-masing tahapan siklus mata pencaharian di Kecamatan Baktiraja tersebut?

2. Bagaimana prosedurmarsirimpa yang ada pada masing-masing tahapan siklus mata pencaharian di Kecamatan Baktiraja?

3. Bagaimana representasi (keberadaandan gambaran) kearifan lokal marsirimpapada ungkapan-ungkapan (pribahasa, dan perumpamaan) pada siklus mata pencaharian Batak Toba di Kecamatan Baktiraja?


(4)

Adapun tujuanpenelitian ini adalah untuk :

1. Menguraikan jenis-jenis marsirimpayang ada pada masing-masing tahapan siklus mata pencaharianyang ada di Kecamatan Baktiraja tersebut.

2. Menguraikan prosedur marsirimpaBatak Toba pada siklus mata pencaharian yang dilakukan di Kecamatan Baktiraja.

3. Menganalisis ungkapan (peribahasa dan perumpamaan) yang mengandung kearifan marsirimpa (gotong-royong)pada siklus mata pencaharian di Kecamatan Baktiraja tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tradisi lisan marsirimpa ini memberi manfaat untuk masyarakat dan manfaat teoretis tradisi lisan sebagai berikut. Manfaat bagi masyarakat berkenaan dengan memungkinkan hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam masyarakat untuk meningkatkan partisivasi masyarakat dalam membangun, sedangkan manfaat teoretis berkenaan pada bidang keilmuan sebagaimana yang dijelaskan berikut ini.

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda untuk memotivasi mereka mengenai marsirimpa.

2. Bermanfaat bagi masyarakat untuk tetap melestarikan marsirimpadalam menyelesaikan pekerjaan dan persoalan dengan tradisi budaya siklus mata pencaharian.


(5)

Bermanfaat bagi para orang tua untuk mengajarkan marsirimpa kepada generasi muda, dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena marsirimpadapat menghemat tenaga, dana, dan waktu.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Dokumentasi kearifan lokal dalam hal gotong-royong pada Departemen Sastra Daerah FIB USU.

2. Sebagai apresiasi sastra daerah khususnya apresiasi sastra Batak terhadap tradisi lisan (marsirimpa).

3. Menyukseskan program pelestariansastra daerah sebagai bagian

darikebudayaan nasional.

4. Menjadi sumber informasi bagi mahasiswa Departemen Sastra Daerah FIB USU.

1.5 Anggapan Dasar

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut Arikunto (1996:65), “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud kebenaran disini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannya.

Penulisberanggapan bahwa tradisi marsirimpa Batak Toba pada Siklus Mata Pencaharian ini masih dilakukan di Kecamatan Baktiraja dan mengingatkan kepada pembaca, khususnya pada masyarakat Batak Toba yang masih tinggal di perkampungan dan tidak lagi melakukan marsirimpa supaya menyadari


(6)

pentingnya kekompakan dan kebersamaan dalam suatu masyarakat untuk membangun kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat.

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.6.1 Sejarah Kecamatan Bakara dan Tipang

Sejarah Tapanuli tidak bisa dilepaskan dari Bakara. Bakara letaknya tepat dipinggiran Danau Toba,Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Bakaraadalah pusat kerajaan Batak yang terlama yaitu dinasti Sisingamangaraja. Bakara adalah saksi bisu bagi masa pemerintahan 12 raja dinasti Sisingamangaraja hingga raja yang terakhir yakni Ompu Pulo Batu (gelar Sisingamangaraja XII). Meskipun Ompu Pulo Batu memiliki beberapa anak laki-laki antara lain Raja Buntal dan Raja Sabidan, tetapi tidak satupun dari mereka yang sempat dimahkotai sebagai penerus dinasti Sisingamangaraja. Sebagian karena semua regalia kerajaan Sisingamangaraja sudah dirampas oleh Belanda setelah berhasil membunuh Sisingamangaraja XII di hutan sekitar desa Sionomhudon Dairi. Sebagianlagi karena tidak adanya komitmen pihak keluarga keturunan Ompu Pulo Batu. Seorang cucu Sisingamangaraja ke-12 yang masih hidup bernama Raja Tonggo Tua Sinambela, saat ini berdiam di Medan.

Dahulu Bakara terkenal dengan sebutan Negeri Bakara, sebagai tempat pusat Kerajaan Sisingamangaraja I sampai XII. Pusat pemerintahan masa itu dikonsentrasikan dari bangunan istana yang terletak di Desa Lumbanraja. Peninggalan bersejarah itu kini masih bisa dilihat dan sudah direnovasi sejak masa kemerdekaan Indonesia. Untuk memasuki kompleks istana yang terletak di kaki bukit itu, sudah dibangun tangga semen dengan berpuluh undakan. Penanda


(7)

khasnya adalah sebuah Tugu Sirajaoloan yang terletak di sebelah kiri badan jalan desa.Sangat disayangkan memang, ketika di berbagai tempat lain di bumi Nusantara, keturunan raja-raja Nusantara lainnya tetap melanjutkan kelangsungan keraton dan rajanya meskipun fungsinya hanya sebatas sebagai simbol dan pengayom budaya di daerahnya, keberlangsungan dinasti Sisingamangaraja hingga saat ini nampaknya tidak mempunyai tempat di dalam sistem negara Republik Indonesia.

Selama menjadi pusat kerajaan Sisingamangaraja, Bakara mengalami paling tidak tiga kali pembumihangusan oleh musuh. Pertama oleh pasukan Paderi dari Bonjol pimpinan Panglima Tuanku Rao ketika berupaya menundukkan Sisingamangaraja X (nenek Op. Pulo Batu) dan sekaligus upaya mengislamkan masyarakat Batak pedalaman.Tuanku Rao memang berhasil menewaskan Sisingamangaraja X, tetapi gagal mengislamkan rakyat Batak di Tapanuli bagian Utara saat itu.Kemudian Belanda melakukan pembumihangusan Bakara sebanyak dua kali dalam rangka pengejaran Sisingamangaraja XII. Namun dua kali pula Belanda gagal menangkap Sisingamangaraja XII. Untuk melemahkan otoritas Sisingamangaraja XII di mata rakyat Batak, Belanda membumihanguskan seluruh Bakara termasuk komplek istana Sisingamangaraja dan Bale Pasogitnya (tempat yang dianggap suci oleh Sisingamangaraja).

Bakara berada di sebuah teluk di tepi Danau Toba yang dikenal oleh penduduk lokal dengan nama Tao Simamora. Bakara adalah tempat yang sangat indah dan tenang dikelilingi oleh bukit-bukit yang tinggi dan gagah, membuatnya sebagai benteng pertahanan yang sangat sulit ditembus oleh musuh. Di Bakara ada beberapa air terjun yang sangat indah dan sungai yang membelah dua daerah


(8)

tersebut. Kondisi alam seperti itu dan peninggalan sejarah Raja Sisingamangaraja XII membuat Bakara juga menjadi tempat wisata yang sangat bagus. (http:www.blog M.Sitohang dan Idriz BS)

Tipang diyakini sebagai bonapasogit dari Raja Sumba (yang digelar sebagai Sumba Napaduahon) yang merupakan salah satu anak dari Ompu Tuan Sorba Dibanua yang delapan orang itu. Setelah menikahi Boru Pandan Nauli, yaitu putri dari Raja Lontung dari negeri Sabulan, Raja Sumba berangkat menyisir kearah Selatan dan membuka perkampungan disalah satu tempat yang kemudian dinamai Tipang.Dari perkawinan dengan Boru Pandan Nauli, Raja Sumba dianugerahi dua orang putra, yaitu Simamora yang tertua dan Sihombing yang termuda.Simamora mempunyai keturunan, yaitu Purba, Manalu, dan Debataraja sedangkan Sihombing memperanakkan Silaban, Nababan, Hutasoit, dan Lumban Toruan. Ketujuh keturunan tersebut secara terus-menerus menempati Tipang hingga saat ini danpembagian warisan sawah dan ladang diatur dengan musyawarah dan damai secara turun-temurun.

Menurut informan, Tipang adalah nama orang. Padatahun 1921-1931 zaman penjajahan dahulu, Belanda mengibarkan bendera mereka di gunung dan kemudian si Tipang mengoyakkan bendera Belanda yang berwarna birunya pada malam hari dan tinggallah hanya merah putih yang berkibar. Halitulah yang mengakibatkan nama bukit itu menjadi Tipang.

Disuatu tempat, yakni di bagian belakang atau sebelah Selatanhutandari marga Hutasoit dan sebelah Timur dari pusat keramaian Tipang, terdapat tiga “Batu Pauseang” yang diterima oleh Raja Sumba dari Raja Lontung.Ketiga batu tersebut ukurannya kira-kira sebesar bola kaki yang diletakkan begitu saja dan


(9)

hingga saat ini tidak terawat sama sekali dan hampir hilang ditutupi semak belukar yang rimbun. Ketigabatu tersebut, yaitu:

1. Batu Siboru Gabe : Asa gabe diholmaon, gabe naniula (melambangkan kemakmuran atas sawah ladang yang dikerjakan oleh seluruh keturunannya) 2. Batu Siboru Torop: Asa torop maribur huhut sangap angka pinompar na (yang

melambangkan supaya berkembang biak/beranak pinak dan sukses seluruh keturunannya)

3. Batu Suboru Sinur: Asa sinur ma pinahan (melambangkan kemakmuran atas ternak yang dikembangbiakkan oleh seluruh keturunannya)

Ketiga Batu Pauseang tersebut pada masa dahulu, digunakan sebagai tempat sakral terlebih bila musim tanam tiba. Ketika masa mencangkul (ombahon) selesai dan tiba saatnya menanam padi, maka beberapa jenis padi dibawa ke Batu Pauseang untuk didoakan dan diletakkan disana selama beberapa hari. Bila harinya tiba, pasanggul baringin (Purba) akan mengatakan kepada adiknya (Manalu atau marga yang lainnya)untuk datang kesana dan akan mendapati tanda bahwa jenis padi tertentulah yang akan ditanami di seluruh Tipang pada musim tanam itu.Tipang adalah tempat yang banyak menyimpan sejarah atau pusaka peninggalan Raja Sumba. Di Tipang juga terdapat tempat sakti, yaitu:

1. Namartua Guminjang: tempat mengisyaratkan suara ogung doal. Bila berbunyi maka akan ada orang yang Saur Matua;

2. Namartua Sidimpuan: Mengisyaratkan suara ogung oloan, panggoaran dan gordang bolon;

3. Naposo lahi-lahi ulian mataniari: suara dan tanda yang terbentang di Tipang; 4. Batu partonggoan: tempat berdoa untuk menolak mara bahaya;


(10)

5. Baru Jangar-jangar: batu berupa patung dimana tidak boleh berdusta;

6. Batu Maraktuk: sigala-gala binaga (sebagai syarat akan terjadi peristiwa besar;

7. Gua Jarina: gua yang dalam, tempat berdoa dan mensucikan diri;

8. Batu Sada: tempat penyimpanan sari-saring (tulang-tulang) turun-temurun; 9. Pusaka Tano Hajiran: pusaka yang sangat ampuh untuk menolak bala (alogo

nasohapudian, udan nasohasaongan dohot napajolo gogo); dan 10.Air Terjun: tempat bersemedi untuk pensucian diri.

1.6.2Letak Geografis Kecamatan Baktiraja

Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 2.231,9 Ha yang terletak pada titik koordinat 2°16’- 2° 23’ LU- 98°47’- 98° 58’ BT. Kecamatan Baktiraja merupakan daerah perbukitan dan berbatu-batu yang terletak pada 500 - 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Kecamatan Baktiraja sendiri memiliki tujuh desa diantaranya adalah DesaSimamora,Siunongunong Julu, Sinambela, Simangulampe, Marbun Toruan, Marbun Tonga Marbun Dolok semua Desa tersebut dapat disebut daerah bagian Bakara, dan Tipang dahulu ada dua desa yaitu Tipang Dolok dan Tipang Toruan. Akan tetapi sekarang kedua Desa itu sudah dijadikan satu Desa yaitu Tipang.

Kecamatan Baktiraja adalah sebuah kawasan yang terletak pada bagian Timur wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan, berbatasan dengan empat kecamatan:


(11)

2. Sebelah Timur, Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara 3. Sebelah Selatan, Kecamatan Dolok sanggul

4. Sebelah Barat, Kecamatan Pollung

Secara administratif,Kecamatan Baktiraja terdiri atas 7(tujuh) desa, sebagai berikut:

No Nama Desa Nama Kepala Desa Jumlah Penduduk

1 Tipang Darwin Manalu 1,669

2 Marbun toruan Omry Banjarnahor 1,085

3 Siunong-unong julu Rosmilu Purba, SH 602

4 Simamora Parningotan Bakara 703

5 Sinambela Marlindang Simanullang 1,057

6 Simangulampe Dompak Sinambela 572

7 Marbun Tonga, Marbun Dolok Dahlan Banjarnahor 1,188

(http:blog sumber Kecamatan Baktiraja dalam angka PETA KECAMATAN BAKTIRAJA


(12)

Bakara adalah nama sebuah wilayah di pinggiran Danau Toba dekat Muara yang terhampar di lembah yang berjarak belasan kilometer dari Dolok Sanggul. Dibelah oleh dua aliran sungai besar yang berair deras yang disebut dengan Aek Silang yang bersumber dari air terjun yang tercurah dari bentangan perbukitan dan Aek Simangira. Keduanya mengaliri beberapa desa dan bermuara di Danau Toba.

Tipang adalah nama sebuah wilayah yang satu Kecamatan dengan Bakara yang lokasinya banyak bebatuan dan jalannya terjal yang mengakibatkan masyarakat di sana terlihat ketinggalan zaman dengan barang-barang teknologi pada zaman sekarang. Dengan alasan ini pulalah masyarakat di Tipang masih menjalankan tradisi marsirimpa untuk menyelesaikan lahan pertaniannya. Akan tetapi, dengan keadaan seperti itu, bukan berarti para orang tuanya memiliki pemikiran yang kuno, justru sebaliknya para orang tua di sana memiliki pemikiran yang sudah maju dengan menyekolahkan anak mereka sampai kejenjang


(13)

perguruan tinggi. Kalau di lihat dari dua desa tersebut masyarakat Tipang lebih sejahtera dari pada Bakara, hal ini disebabkan pudarnya sifat kekeluargaan di Bakara yang membuat masyarakatnya bekerja sendiri-sendiri tanpa menghiraukan teman yang lainnya.

1.6.3. Situs-situs Sejarah di Kecamatan Baktiraja

Bakara terkenal dengan objek wisatanya yang indah seperti, lembah penatapan yang indah, lokasi wisata yang terletak di jalan menuju Bakara dengan objek wisata alam pemandangan lembah Bakara. Keindahan pemandangan di daerah lembah Bakara ini jugalah yang menjadi pengganggu konsentrasi penyerangan Belanda karena serdadu Belanda datang dari arah gunung lewat Muara dan Huta Ginjang dan terpesona dengan keindahannya. Namun, memiliki kondisi yang terjal dan curam, jarak dari kota Dolok Sanggul 8km menuju Kecamatan Baktirja dengan waktu pencapaian ke objek wisata sekitar 40 menit dan dapat ditempuh dengan roda empat dan roda dua dengan kondisi jalan aspal yang baik dan sudah dibangun sebuah rumah teduh.


(14)

Istana Raja Sisingamangaraja XII dan Batu Siungkap-ungkapon. Lokasi wisata ini terletak di Desa Simangulampe dusun Lumban Raja dengan objek budaya berupa komplek istana dinasti Raja Sisingamangaraja yang berada tepat pada sisi jalan lintas Kecamatan. Jarak dari kota Dolok Sanggul sekitar 17 km menuju Kecamatan Baktiraja. Komplek ini berada di pinggir jalan menuju Kecamatan Baktiraja, dengan waktu pencapaian ke objek wisata hanya dalam hitungan puluhan menit dari Kecamatan Baktiraja dan dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan roda empat dan dua dengan kondisi jalan aspal yang baik dan mulus. Untuk sarana dan prasarana yang tersedia rumah makan, lapangan parker, gorga, dan rumah bolon khas Batak.

Rumah bolon khas Batak Toba


(15)

Kompleks istana Sisingamangaraja (Lumban Raja)


(16)

Batu Siungkap-ungkapon di Bakara

Batu hundul-hundulan adalah objek wisata yang terkenal di Desa Sinambela dengan objek wisata budaya sejarah berupa batu peristirahatan yang dipercayai pernah digunakan Raja Sisingamangaraja sebagai tempat duduknya dan di sekitar objek batu sudah dikelilingi pagar sebagai pelindung.

Jarak dari kota Dolok Sanggul sekitar 18 km tepatnya di jalan menuju Kecamatan Baktiraja, dapat ditempuh dengan kendaraan dan fasilitas jalan yang cukup baik.


(17)

Batu hundul-hundulan

Batu siungkap-ungkapon di Tipang

1.6.3 Keadaan Penduduk

Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 50,36 km. Kecamatan Baktiraja merupakan salah satu dari 10 kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Muara pada Tahun 2002. Pada tahun 2002


(18)

jumlah penduduknya 6.364 jiwadan pada tahun 2014 jumlah penduduknya semakin meningkat menjadi 6.876 jiwa.

Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Bakara dan Tipang adalah suku Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Bakara adalah tanah ulatan marga Sinambela, Marbun, Simamora, Sihite, dan Bakara atau disebut juga dengan raja na onom, sedangkan marga yang lain adalah marga-marga pendatang yang bermukim di Bakara.

1.6.4 Mata Pencaharian Kecamatan Baktiraja

Mata pencaharian utama di Kecamatan Baktiraja (Bakara, Tipang Haroroan ni raja) ialah pertanian sawah dan ladang. Penduduk yang berada di Bakara rata-rata mata pencahariannya adalah bertani sawah dan ladang. Mata pencaharian sawah berupa padi yang ditanam dua kali setahun dan di ladang ada tomat, cabe, bawang dan sayur-sayuran.Tipang mata pencaharian sawahnya adalah padi yang ditanam dua kali setahun dan di ladangnya adalah kopi.

Baik di Bakara maupun di Tipang Karena hasil panen sering mengalami kegagalan, penduduk membuat usaha sampingan seperti, memelihara ternak, membuka warung, serta melibatkan wanita dan anak-anak turut bekerja dalam membantu ekonomi rumah tangga. Akan tetapi, mata pencaharian di Bakara dan Tipang yang melakukan marsirimpa hanya mata pencaharian sawah yaitu padi.


(1)

perguruan tinggi. Kalau di lihat dari dua desa tersebut masyarakat Tipang lebih

sejahtera dari pada Bakara, hal ini disebabkan pudarnya sifat kekeluargaan di

Bakara yang membuat masyarakatnya bekerja sendiri-sendiri tanpa menghiraukan

teman yang lainnya.

1.6.3. Situs-situs Sejarah di Kecamatan Baktiraja

Bakara terkenal dengan objek wisatanya yang indah seperti, lembah

penatapan yang indah, lokasi wisata yang terletak di jalan menuju Bakara dengan

objek wisata alam pemandangan lembah Bakara. Keindahan pemandangan di

daerah lembah Bakara ini jugalah yang menjadi pengganggu konsentrasi

penyerangan Belanda karena serdadu Belanda datang dari arah gunung lewat

Muara dan Huta Ginjang dan terpesona dengan keindahannya. Namun, memiliki

kondisi yang terjal dan curam, jarak dari kota Dolok Sanggul 8km menuju

Kecamatan Baktirja dengan waktu pencapaian ke objek wisata sekitar 40 menit

dan dapat ditempuh dengan roda empat dan roda dua dengan kondisi jalan aspal


(2)

Istana Raja Sisingamangaraja XII dan Batu Siungkap-ungkapon. Lokasi

wisata ini terletak di Desa Simangulampe dusun Lumban Raja dengan objek

budaya berupa komplek istana dinasti Raja Sisingamangaraja yang berada tepat

pada sisi jalan lintas Kecamatan. Jarak dari kota Dolok Sanggul sekitar 17 km

menuju Kecamatan Baktiraja. Komplek ini berada di pinggir jalan menuju

Kecamatan Baktiraja, dengan waktu pencapaian ke objek wisata hanya dalam

hitungan puluhan menit dari Kecamatan Baktiraja dan dapat ditempuh dengan

menggunakan angkutan roda empat dan dua dengan kondisi jalan aspal yang baik

dan mulus. Untuk sarana dan prasarana yang tersedia rumah makan, lapangan

parker, gorga, dan rumah bolon khas Batak.


(3)

Kompleks istana Sisingamangaraja (Lumban Raja)


(4)

Batu Siungkap-ungkapon di Bakara

Batu hundul-hundulan adalah objek wisata yang terkenal di Desa Sinambela

dengan objek wisata budaya sejarah berupa batu peristirahatan yang dipercayai

pernah digunakan Raja Sisingamangaraja sebagai tempat duduknya dan di sekitar

objek batu sudah dikelilingi pagar sebagai pelindung.

Jarak dari kota Dolok Sanggul sekitar 18 km tepatnya di jalan menuju

Kecamatan Baktiraja, dapat ditempuh dengan kendaraan dan fasilitas jalan yang


(5)

Batu hundul-hundulan

Batu siungkap-ungkapon di Tipang

1.6.3 Keadaan Penduduk


(6)

jumlah penduduknya 6.364 jiwadan pada tahun 2014 jumlah penduduknya

semakin meningkat menjadi 6.876 jiwa.

Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Bakara dan Tipang adalah suku

Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Bakara adalah tanah

ulatan marga Sinambela, Marbun, Simamora, Sihite, dan Bakara atau disebut juga

dengan raja na onom, sedangkan marga yang lain adalah marga-marga pendatang

yang bermukim di Bakara.

1.6.4 Mata Pencaharian Kecamatan Baktiraja

Mata pencaharian utama di Kecamatan Baktiraja (Bakara, Tipang Haroroan

ni raja) ialah pertanian sawah dan ladang. Penduduk yang berada di Bakara rata-rata mata pencahariannya adalah bertani sawah dan ladang. Mata pencaharian

sawah berupa padi yang ditanam dua kali setahun dan di ladang ada tomat, cabe,

bawang dan sayur-sayuran.Tipang mata pencaharian sawahnya adalah padi yang

ditanam dua kali setahun dan di ladangnya adalah kopi.

Baik di Bakara maupun di Tipang Karena hasil panen sering mengalami

kegagalan, penduduk membuat usaha sampingan seperti, memelihara ternak,

membuka warung, serta melibatkan wanita dan anak-anak turut bekerja dalam

membantu ekonomi rumah tangga. Akan tetapi, mata pencaharian di Bakara dan