Stigma Masyarakat pada Penderita HIV AIDS di Perumnas Simalingkar Medan Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan sosial masyarakat dikenal bebagai gejala sosial seperti normanorma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, proses sosial, perubahan sosial dan
kebudayaan. Tidak semua gejala sosial tersebut berjalan secara normal, kerap kali
timbul gejala sosial yang tidak dikehendaki yang kemudian sering disebut
masalah sosial. Masalah sosial merupakan persoalan, karena menyangkut tata
kelakuan immoral, berlawanan dengan hukum serta bersifat merusak. Sebab itu
masalah-masalah sosial tidak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan
ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk (Soerjono, 2006).
Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan
antar manusia dan didalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif.
Hal ini dinamakan masalah sosial karena berhubungan dengan gejala-gejala yang
mengganggu kesejahteraan dalam masyarakat. Ada berbagai masalah sosial yang
terjadi dalam masyarakat dan berbagai faktor yang menyebabkannya. Kriteria
utama masalah sosial yaitu tidak adanya persesuaian antara ukuran dan nilai-nilai
sosial dengan kenyaataan serta tindakan sosial. Unsur-unsur yang pertama dan
pokok dari masalah sosial adalah adanya perbedaan yang mencolok antara nilai
dengan kondisi nyata kehidupan. Sumber-sumber masalah sosial dapat disebabkan
oleh faktor manusia ataupun alam. Masalah sosial yang sedang marak terjadi saat


1
Universitas Sumatera Utara

2

ini adalah pergaulan bebas remaja dan pelacuran yang berujung pada terinfeksinya
seseorang virus HIV/AIDS (Soerjono, 2006).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus
tersebut

merusak

sistem

kekebalan

tubuh


manusia,

dengan

akibat

turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan
vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak
aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi
organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2007).
Berdasarkan laporan dari tahun ke tahun kasus AIDS menunjukkan
peningkatan yang terus-menerus. WHO (World Health Organization) pada akhir
tahun 2009 menyatakan 33,3 juta orang hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang
meninggal karenanya. Diperkirakan jumlah ini masih jauh lebih banyak lagi
karena masih banyaknya kasus-kasus yang tidak terdeteksi. HIV/AIDS sudah
menjadi global effect dengan kecepatan penularan penyebaran yang sangat pesat,
diperkirakan 1 menit 5 orang tertular di seluruh dunia (UNAIDS, 2006). Pada
tahun 2007 di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu

diantaranya adalah infeksi baru dan telah mnyebabkan kematian 330 ribu orang
ditahun yang sama. Cara penularan di Asia sangat bervariasi, namun yang
mendorong epidemi adalah tiga perilaku yang beresiko tinggi : seks komersial
yang tidak terproteksi, berbagai alat suntik di kalangan pengguna NAPZA

Universitas Sumatera Utara

3

(narkotika dan zat psikoaktif lainnya) dan seks antar lelaki yang tidak terproteksi
(KPA, 2007). Sejak kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun
1987 di Bali, jumlah kasus bertambah secara perlahan menjadi 225 kasus di tahun
2000. Sejak itu kasus AIDS bertambah cepat dipacu oleh penggunaan NAPZA
suntik. Pada tahun 2006, sudah terdapat 8.194 kasus AIDS. Pada akhir tahun 2009
dilaporkan sebesar 17.699 kasus AIDS, 15.608 kasus diantaranya dalam golongan
usia produktif 25-49 tahun (88%). Dari laporan Ditjen PP dan PL Depkes RI juga
dapat dilihat jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sampai dengan tahun
2014 sebanyak 55.623 kasus.
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dianggap orang-orang yang patut
dikucilkan karena telah menyalahi norma-norma berlaku di masyarakat. Hal ini

disebabkan oleh karena penyakit ini identik dengan perilaku-perilaku yang tidak
bermoral seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan seks sesama jenis
(homoseksual). Selain itu, stigma juga muncul karena pemahaman masyarakat
yang kurang terhadap penyakit ini. HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit sebagai
penyakit mematikan yang mudah sekali menular melalui kontak sosial biasa
halnya bersalaman dan lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan pasien sering
kali dikucilkan dan mendapatkan perilaku diskriminatif dari masyarakat
(Kesrepro, 2007).
Hasil survei dampak sosial ekonomi pada individu dan rumah tangga dengan
HIV di tujuh provinsi di Indonesia tahun 2009 yang dilakukan oleh BPS dan
JOTHI, terdapat 996 rumah tangga dengan salah satu atau lebih anggota rumah
tangganya terinfeksi HIV berpartisipasi dalam survei tersebut, maka dapat

Universitas Sumatera Utara

4

ketahui bahwa 36% rumah tangga orang terinfeksi HIV pernah mengalami
tindakan stigma dan diskriminasi dari tetangganya. Bentuk-bentuk perlakuan
stigma dan diskriminasi tersebut mulai dari ditolak keberadaannya, mengalami

kekerasan verbal, anak-anaknya dilarang bermain bersama teman sebayanya, tidak
diundang dalam kegiatan di lingkungan, dilarang menggunakan fasilitas umum
hingga kekerasan secara fisik. Dalam survei itu ada responden yang terinfeksi
HIV. Hasil survei itu telah menggambarkan ada 43% responden laki-laki dan ada
57% responden perempuan merasa pernah mengalami perlakuan diskriminasi dari
fasilitas layanan kesehatan. Tindakan stigma dan diskriminasi dari fasilitas
kesehatan yang pernah diterima responden berupa diberi kode-kode khusus
(41%), petugas kesehatan menggunakan pelindung yang berlebihan (11%), ditolak
dalam perawatan medis (8%), tenaga kesehatan tidak mau menyentuh responden
(8%), responden yang diisolasi (7%), penanganan di UGD di terakhirkan (6%),
mendapat kekerasan verbal (5%), tidak diijinkan menggunakan toilet dan
peralatan makan fasilitas kesehatan tersebut (3%) dan kekerasan fisik (1%) (BPS
dan JOHTI, 2009).
Diskriminasi terhadap penderita HIV AIDS juga dituntun oleh mitos. Orang
enggan berdekatan dengan penderita HIV/AIDS karena menyangka bisa tertular
oleh keringat atau hembusan nafasnya. Mereka disingkirkan dari masyarakat yang
percaya bahwa HIV/AIDS adalah buah dari kehancuran moral dan penderitanya
adalah ancaman terhadap “kemurnian” akhlak atau moralitas. Masyarakat yang
tidak tahu dengan jelas cara-cara penularan HIV secara sepihak merampas hakhak pribadi yang dimiliki oleh individu, hak untuk mendapat pekerjaan bahkan


Universitas Sumatera Utara

5

hak untuk dapat hidup dengan layak. Dan juga masih kuatnya stigma tersebut
berdampak sangat serius bagi upaya pengendalian HIV (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan, peneliti bertanya kepada 6 orang
masyarakat di Perumnas Simalingkar mereka berpendapat bahwa orang yang
terkena HIV/AIDS itu harus dijauhi karena mereka takut tertular penyakit
tersebut, dan juga mereka mengatakan tidak mau berteman dengan penderita
HIV/AIDS. Karena hal tersebutlah peneliti ingin mengetahui lebih lanjut stigma
masyarakat pada penderita HIV/AIDS di perumnas simalingkar secara
keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana stigma masyarakat Perumnas Simalingkar pada penderita
HIV/AIDS ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui stigma masyarakat pada penderita
HIV/AIDS di Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.


Universitas Sumatera Utara

6

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat kepada bidang keperawatan,
masyarakat, dan penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut :
1.4.1 Bidang Keperawatan
memberikan

pembekalan

pengetahuan

mengenai

stigma

dan


diskriminasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
1.4.2 Pelayanan Kesehatan
data hasil penelitian, diharapkan akan diadakan penyuluhan pada
masyarakat untuk mengubah persepsinya.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti dan sebagai bahan masukan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara