Efektifitas Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (Studi Di PT. Bank XXX Medan) Chapter III V

BAB III
PELAKSANAAN DAN DASAR HUKUM KREDIT USAHA RAKYAT
DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Sejarah, Dasar Hukum dan Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
Pada tanggal 08 Juni 2007, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007
tentang Kebijakan Percepatan, Pengembangan Sektor Riil, dan Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dikeluarkan. Ini yang menjadi awal mula
adanya program Kredit Usaha Rakyat. Yang selanjutnya disebut KUR.
Dalam instruksi tersebut, Presiden menyebutkan kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian beserta menteri-menteri lainnya. 41
Untuk mengambil langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi,
dan kewenangan masing-masing unruk pelaksanaan kebijakan percepatan
pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah
guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan
pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah berpedoman pada program yang
meliputi perbaikan investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan
infrastruktur dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 memiliki langkah-langkah
untuk meningkatkan akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang selanjutnya
disebut sebagai UMKM adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber
pembiayaan.

41

Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan
Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

33
Universitas Sumatera Utara

34

b. Memperkuat sistem penjamin kredit bagi UMKM.
c. Pengembangan sistem resi gudang sebagai instrument pembiayaan bagi
UMKM.
d. Memaksimalkan pemanfaatan dana non-perbankan untuk pemberdayaan
UMKM.
e. Meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana bergulir APBN untuk
pemberdayaan UMKM dengan menertibkan panduan tentang Pengelolaa

Dana APBN untuk pemberdaan UMKM, termasuk panduan yang
dikeluarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
f. Restrukturisasi

pengelolaan

dana

Program

Kemitraan

dan

Bina

Lingkungan (PKBL) pada BUMN.
UMKM sendiri memilikin peran, sebagai berikut:
a. Menciptakan pertumbuhan ekonomi;
b. Memperbesar aset usaha;

c. Meningkatkan lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal;
d. Menciptakan

kesempatan

bisnis

bagi

komunitas

lokal

secara

keseluruhan. 42
Setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahub 2007, Menteri
Keuangan melaksanakan Instruksi Presiden tersebut dengan mengeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri
Keuangan tersebut lebih dulu dikeluarkan Nota Kesepahaman (MoU) Tentang

Penjamian Kredit/Pembiayaan kepada UMKM pada tanggal 09 Oktober 2007.
MoU tersebut ditandatangani oleh pemerintah sebagai penjamin pihak pelaksana

42

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

35

program/pihak pertama dengan PT Asuransi Kredit Indonesia dan Perum
Jamkrindo sebagai perusahaan penjamin/pihak kedua dan dengan beberapa bank,
yaitu PT Bank Rakyar Indonesia Tbk., PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Negara
Indonesia 46 Tbk., PT Bank Tabungan Negara Tbk., PT Bank Bukopin Tbk., dan
PT Bank Mandiri Syariah Tbk., sebagai bank pemberi kredit/pihak ketiga.
Akhirnya pada tanggal 05 November 2007, Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola
penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan
penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang

lebih besar bagi para pelaku UMKM dan Koperasi yang telah feasible namun
belum bankable.
Adapun pengertian Kredit Usaha Rakyat menurut Pasal 1 angka 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PML.05/2015 ialah Kredit Usaha Rakyat
yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau
investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki
agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Kredit Usaha Rakyat
adalah program yang dirancang oleh pemerintah namun sumber dananya
sepenuhnya berasal dari bank.
Pada dasarnya tujuan KUR adalah untuk meningkatkan dan mempercepat
pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil,
memperluas kesempatan kerja, untuk meningkatkan aksestabilitas terhadap kredit
dan lembaga-lembaga keuangan, dan mengurangi tingkat kemiskinan. Adapun
sasaran program KUR, yaitu kelompok masyarakat yang telah dilatih dan
ditingkatkan

keberdayaan

kemandiriannya


pada

program

sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

36

Harapannya agar kelompok masyarakat tersebut mampu memanfaatkan skema
pendanaan yang berasal dari lembaga keuangan formal.
Yang menjadi dasar hukum bagi Kredit Usaha Rakyat adalah sebagai
berikut:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas
Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatur mengenai penyaluran
KUR kepada UMKM sehingga Meningkatkan pembiayaan UMKM. KUR
disalurkan oleh bank-bank pelaksana yang ditetapkan oleh MoU Tentang
Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM-K. Sebelum bank-bank pelaksana

menyalurkan KUR sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 3, Menteri Teknis
Terkait, menentukan prioritas bidang usaha yang feasible tetapi belum banklable
yang akan menerima fasilitas pinjaman kredit. 43 Dengan adanya panduan
mengenai

ketentuan

prioritas

bidang

usaha

dengan

mempertimbangkan

kemampuan keuangan negara untuk menyediakan dana imbalan jasa penjamin,
bank pelaksana menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP) KUR. 44
Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa bank pelaksana wajib menyediakan dan

menyalurkan dana KUR, dan meletakan KUR secara terpisah dengan program
kredit lainnya. Bank pelaksana juga wajib mengambil langkah-langkah yang
dibutuhkan untuk menjamin penyediaan dan penyaluran KUR yang menjadi
tanggungjawabnya secara tepat jumlah dan waktunya sesuai dengan program yang
ditetapkan oleh pemerintah, serta mematuhi segala ketentuan tata usaha yang
berlaku.
43

Peraturan menteri keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan
Kredit Usaha Rakyat Menteri Keuangan,, Pasal 3 ayat (1)
44
Ibid

Universitas Sumatera Utara

37

Dengan demikian, Menteri Teknis yang lebih dahulu menentukan prioritas
bidang usahanya yang akan menerima penjamin kredit, lalu kemudian bank
pelaksana yang akan menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP).

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.0.5/2009 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang
Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, diberi tambahan pada Pasal 5 ayat
(3) yang sebagai berikut:
“UMKM-K yang telah mendapatkan KUR dapat menerima fasilitas
penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi dan tambahan pinjaman
dengan syarat yang masih dikategorikan belum beankable dengan ketentuan:
a. Perpanjangan jangka waktu kredit dapat diberikan sepanjang tidak melebihi
3 (tiga) tahun untuk kredit investasi terhitung mulai tanggal efektifnya
perjanjian kredit antara bank pelaksana dan UMKM-K;
b. Restrukturisasi dapat diberikan dengan persyaratan pinjaman yang disetujui
bersama antara bank pelaksana dan UMKM-K, kecuali untuk penambahan
jangka waktu kredit maksimum satu tahun untuk kredit modal kerja dan 2
(dua) tahun untuk kredit investasi;
c. Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat total plafond pinjaman
dan tingkat bunga.”
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2010 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.

Beberapa

ketentuan

dalam Peraturan Menteri

Keuangan

Nomor

135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat yang
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
10/PMK.05/2009 sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 4 ayat (1), terdapat penghilangan kata “wajib”, sehingga
Pasal 4 ayat (1) berbunyi:“Bank Pelaksana menyediakan dan menyalurkan dana
untuk KUR”.

Universitas Sumatera Utara

38


Lalu pada ayat (5), berbunyi sebagai berikut:“Bank Pelaksana dapat
menyalurkan KUR secara langsung kepada UMKM-K dan/atau tidak langsung
melalui lembaga linkage dengan pola executing dan/atau pola channeling. 45
Ketentuan Pasal 5 diubah, yang selanjutnya berbunyi sebagai berikut:
1) UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan KUR adalah usaha
produktif yang feasible namun belum bankable, dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
a) Merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja
dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima
kredit program dari pemerintah yang dibuktikan dengan hasil sistem
informasi debitur pada saat permohonan KUR diajukan;
b) Debitur yang sedang menerima kredit konsumtif (krdit kepemilikan
rumah, kredit kendaraan bermotor, kartu kredit, dan kredit konsumtif
lainnya) dapat menerima KUR;
c) Untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang
menyalurkan KUR wajib tidak sedang menerima kredit program;
d) Untuk lingkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang
menyalurkan KUR dapat sedang menerima kredit program;
e) Untuk KUR sampai dengan Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan KUR
melalui lembaga linkage sampai dengan Rp.5.000.000,- per end user,
tidak diwajibkn melampirkan hasil sistem informasi debitur. 46

45

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit
Usaha Rakyat, Pasal 1
46
ibid

Universitas Sumatera Utara

39

2) KUR yang disalurkan kepada UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit
modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
Paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000,- dengan tingkat bunga kredit/margin
pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun atau ditetapkan
lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.Sedangkan
pada Peraturan Menteri Nomor 135/PMK.05/2008 kredit paling tinggi Rp.
5.000.000,- tingkat bunga paling tinggi sebesar 24%.
Diatas Rp. 5 juta sampai dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan
yang dikenakan paling tinggi sebesar/setar 14% efektif per tahun atau
ditetapkan

lain

Kebijakan.Jika

oleh

Menteri

dilihat

pada

Keuangan
Peraturan

atas

rekomendasi

komite

Keuangan

Nomor

Menteri

135/PMK.05/2008 kredit diatas Rp. 5.000.000,- tingkat bunga paling tinggi
16%.
KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Plafon yang diberikan
kepada setiap lembaga lingkage

paling tinggi Rp. 1.000.000.000,- (satu

miliar rupiah). (b) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan
paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
UMKM-K dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan,
restruturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih
dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.1.Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat
diberikan sepanjang tidak tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit

Universitas Sumatera Utara

40

modal kerja dan 10 tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal
efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksanan UMKM-K;
1.2.Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon penjaman dan
tingkat bunga;
1.3.Mekanisme

pelaksanaan

perpanjangan

jangka

waktu

kredit,

restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam
perjanjian kredit antara bank pelaksana dan debitur. 47
Besarnya imbalan jasa penjaminan yang dibayarkan kepada perusahaan
penjaminan ditetapkan sebesar 3,25% per tahun atau ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan atas rekomendasi komite kebijakan, dibayarkan setiap
tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan: (a) Untuk
kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; (b) Untuk kredit investasi
dihitung dari realisasi kredit.
Persentase jumlah Penjaminan KUR yang dijaminkan kepada perusahaan
penjaminan ditetapkan sebesar 70% dari KUR yang diberikan oleh bank
pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage. 48
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Adapun beberapa ketentuan yang diubah dalam peraturan ini adalah
sebagai berikut:
1) Ketentuan Pasal 3, adanya perubahan pada ayat (1) yang pada akhirnya
berbunyi:
47
48

Ibid
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

41

“Menteri Teknis barang dan jasa produktif yang feasible tetapi belum
bankable yang akan menerima fasilitas penjaminan kredit.”
Pasal 3 ayat (1) memberikan persyaratan baru bahwa pihak yang
menjadi prioritas untuk menerima fasilitas penjaminan kredit adalah bidang
usaha barang dan jasa yang produktif. Pada Peraturan Menteri Keuangan yang
sebelumnya, Pasal 3 ayat (1) tidak menegaskan adanya kata “barang dan jasa”
serta kata “produktif” agar menjadi prioritas bagi Menteri Teknis. Jadi, bidang
usaha yang menjadi prioritas adalah bidang usaha barang dan jasa yang sudah
produktif yang berarti sudah berjalan lancar usahanya, bukan bidang usaha yang
baru saja merintis. 49
2) Ketentuan Pasal 5, memiliki beberapa perubahan sebagai berikut:
a) Pasal 5 ayat (1)
Pasal ini mengalami perubahan pada butir e nya, dimana disebutkan:“Untuk
KUR sampai dengan Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR
melalui lembaga linkage sampai dengan Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah) per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi
Debitur.”
b) Pasal 5 ayat (2)
KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk
kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai
berikut: (a) Paling tinggi sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)
dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara
22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan dan atas
rekomendasi Komite Kebijakan; (b) Diatas Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan
tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi
sebesar/setara 14% efektif per tahun, atau ditetapkanlain oleh Menteri
Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
c) Pasal 5 ayat (3)
KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebear
Rp. 2.000.000.000,- (dua milliard rupiah);
49

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit
Usaha Rakyat, Pasal 1

Universitas Sumatera Utara

42

(b) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi
sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan atas rekomendasi komite kebijakan;
(c) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga
linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per
tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi
Komite Kebijakan.
d) Pasal 5 ayat (4)
UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan
dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman
(suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat
diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal
kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak
tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan
UMKM-K;
(b) Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman
keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restruktur dan suplesi tidak
dapat diberikan;
(c) Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan
tingkat bunga;
(d) Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit,
restrukturisasi dan tambahan pinjam (suplesi) diatur lebih lanjut dalam
perjanjian kredit antara bank pelaksana dan debitur.
e) Pasal 5 ayat (6)
Persentase jumlah penjaminan KUR yang dijaminkan kepada perusahaan
penjaminan mengalami perubahan, sehingga ditetapkan sebesar: (a) 80%
(delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh bank pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan dan industri; (b) 80% (delapan puluh persen) dari
KUR yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga
linkage untuk sektor lainnya. 50
3) Ketentuan Pasal 11, memiliki perubahan sebagai berikut:
a) Pasal 11 ayat (1)
Perusahaan Komite Kebijakan c.q. Deputi Penjaminan wajib menyusun dan
menyampaikan laporan secara periodik bulanan pelaksanaan penjaminan
KUR, kepada Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana,
paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, dengan format
laporan yang memuat:
(a) Pengajuan penjaminan KUR;
(b) Pengajuan klaim KUR;
50

Ibid

Universitas Sumatera Utara

43

(c) Realisasi pembayaran klaim;
(d) Klaim yang masih diproses;
(e) Klaim yang ditolak.
b) Pasal 11 ayat (2)
Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan secara periodik
bulanan atas realisasi penyaluran dan pengembalian KUR, paling lambat
pada tanggal 10 ( sepuluh) bulan berikutnya, kepada Komite Kebijakan c.q.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Perusahaan Penjaminan,
dengan format laporan yang memuat:
(a) Realisasi jumlah penyaluran dan baki debet KUR;
(b) Realisasi penyaluran KUR menurut sektor ekonomi;
(c) Realisasi penyaluran KUR menurut provinsi;
(d) Jumlah debitur penerima KUR.
c) Pasal 11 ayat (3)
Dalam hal diperlukan dan/atau diminta oleh Menteri Keuangan, Perusahaan
Penjaminan dan Bank Pelaksana wajib menyampaikan laporan terkait dengan
penyelenggaraan KUR. 51
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.05/2011 tentang perubahan ke
empat atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Perubahan pada Peraturan Menteri Keuangan ini berkaitan dengan
pembayaran imbal jasa KUR kepada perusahaan penjamin dan pembinaan dan
pengendalian pelaksanaan penjaminan KUR. Beberapa ketentuan yang diubah
dalam peraturan ini, yaitu perubahan pada Pasal 9 ayat (5), ayat (6) serta
tambahan ayat (7), ayat (8), dan ayat (9). Terdapat juga perubahan pada Pasal 10
ayat (2), ayat (3), dan menambah satu ayat, yaitu ayat (4).
Pada Pasal 9 telah diubah sehingga berbunyi, Pembayaran imbal jasa
penjaminan KUR dilaksanakan dua kali dalam setahun, dengan ketentuan: (a)
Tagihan periode bulan November tahun sebelumnya sampai dengan bulan April
tahun berkenaan dibayarkan pada bulan Mei tahun berkenaan; (b) Tagihan periode

51

Ibid

Universitas Sumatera Utara

44

bulan Mei sampai dengan bulan Oktober tahun berkenaan dibayarkan bulan
November tahun berkenaan.
Permintaan pembayaran imbal jaa penjaminan KUR diajukan oleh
perusahaan

penjaminan

kepada

Menteri

Keuangan

Direktorat

Jendral

Pembendaharaan dengan terlebih dahulu disetujui oleh pihak bank pelaksana. 52
Dalam Pasal 10 menyebutkan bahwa, Dalam rangka menilai kepatuhan
terhadap ketentuan penjaminan KUR, dilakukan verifikasi secara periodic atau
sewaktu-waktu oleh Menteri Keuangan dalam hal ini Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan. Adapun rapat evaluasi penjaminan KUR
dilaksanakan secara periodic atau sewaktu-waktu atas prekarsa Komite Kebijakan
dengan mengikutsertakan Perusahaan Penjaminan dan Bank Pelaksana.
B. Peranan Bank Terhadap Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan yang amat strategis
dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Berdasarkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, disebutkan bahwa pada Pasal 3 fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dijelaskan pada Pasal
4, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Pemerintah menetapkan bank umum sebagai pelaksana penyaluran KUR.
Bank tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Pesero), PT Bank Negara

52

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.05/2011 Tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit
Usaha Rakyat, Pasal 1

Universitas Sumatera Utara

45

Indonesia (pesero), PT Bank Mandiri (pesero), dan PT Bank Tabungan Negara
(pesero) serta beberapa Bank Pembangunan Daerah dan juga Bank Bukopin yang
diberi tugas untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR kepada UMKM untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Bila dilihat dalam Pasal 8 disebutkan, bahwa bank umum dalam
memberikan kredit harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupam
debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian
dalam Pasal 12 dijelaskan, bahwa pemerintah dapat dapat menugaskan bank
umum untuk melaksanakan program pemerintah guna mengembangkan sektorsektor perekonomian tertentu atau memberikan perhatian yang lebih kepada
koperasi dan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, didasarkan dengan ketentuan yang
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dapat dilihat dari penjelasan diatas, bahwa pemerintah ingin menjadikan
perbankan berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya ialah sebagai
penyedia dan penyalur dana bagi masyarakat, yang memiliki peran yang strategis
untuk

menunjang

pelaksanaan

pembangunan

nasional

dalam

rangka

meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sebagai mana yang tercantum dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Salah satu yang menjadi dasar terbentuknya Inpres Nomor 6 Tahun 2007
Tentang Percepatan Pengembangan Sektor riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-

Universitas Sumatera Utara

46

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.Hal tersebut menjadi salah
satu upaya pemerintah dalam rangka memberdayaan UMKM sebagai salah satu
pilar pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Jumlah UMKM di Indonesia sangatlah banyak, maka dari itu diperlukan
bimbingan serta bantuan modal dari dunia perbankan. Bank dalam rangka
menjalankan UMKM haruslah menyediakan dan menyalurkan kredit dengan
jumlah yang memadai, dan juga memberikan kesempatan bagi UMKM untuk
dapat tumbuh. Dalam melaksanakan dan menyalurkan KUR bank umum
menggunakan dana milik sendiri. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang ketat
untuk menyalurkan dan memberikan kredit agar mencapai tujuan yang
direncanakan.
Salah satu upaya pemerintah agar perbankan tidak menghadapi risiko
kredit macet ialah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Lembaga Penjaminan. Dimaksudkan lembaga penjamina ialah
untuk memberikan penjaminan atas pembiayaan yang diberikan perbankan berupa
KUR kepada UMKM. 53Dimana, jika terjadi kredit macet maka lembaga
penjaminan tersebut yang akan mengganti/membayar klaim kepada pihak bank
penyalur kredit.
Kredit macet atau kredit bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yakni adanya faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah yaitu:
1. Kebijakan prekreditan yang ekspansif
2. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan
3. Itikad kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai kreditur

53

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan, Pasal 2 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

47

4. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahnya sistem
informasi kredit macet. 54
Faktor eksternal penyebab timbulnya kredit bermasalah adalah:
1. Kegagalan usaha debitur
2. Musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur
3. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur
4. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.55
Menurut Mahmoeddin A.S, faktor-faktor tersebut antara lain
1. Kreditur memiliki kemampuan teknis yang kurang
Kreditur sangat memerlukan tenaga ahli/ konsultan untuk melakukan
penilaian atau analisis sebelum memberikan kredit kepada perusahaan atau
proyek yang melakukan usaha high technology seperti misalnyaindustri
komputer, otomotif, dan industri baja. Secara teknis sudah dapat dipastikan
pengetahuan kreditur jauh ketinggalan, oleh sebab itu diperlukan tenaga ahli
untuk melakukan penilaian terhadap prospek kerja usaha tersebut agar pihak
kreditur tidak dibohongi secara mentah-mentah oleh nasabahnya.
Semakin canggih usaha nasabah, maka semakin telitilah kreditur dalam
melakukan analisisnya. Jika nasabah memiliki usaha sederhana, maka
kreditur tentu lebih mudah memahami dan mempelajari lika-liku bisnis
nasabah tersebut. Sebaliknya jika bisnis tersebut kompleks maka sering para
kreditur tertinggal jauh pengetahuannya dibandingkan para nasabahnya. Hal
demikian dapat menyulitkan pihak kreditur dalam menganalisis dan
memberikan keputusannya.
2. Kreditur terlalu mengejar target
Kreditur sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, mempunyai
prinsip prositability. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka
semakin besar pula kreditur tersebut di mata para pemilik saham dan para
karyawannya. Banyaknya dana yang mengendap dalam bentuk kas, akan
merupakan dana yang harus dibayar sewanya, apakah itu menganggur atau
tidak. Dari segi keuntungan, dana yang menganggur dapat merugikan, atau
mengurangi keuntungan kreditur. Krediturir yang mempunyai target mengejar
keuntungan tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan dana yang
banyak mengendap. Untuk mencegah ini, sebaiknya para krediturir jangan
terlalu mengutamakan target tersebut dan menomorduakan analisis yang
tajam atas permohonan kredit para nasabah.
3. Kreditur terlalu melihat riwayat nasabah
Memang benar bahwa riwayat pinjaman seorang nasabah kreditur merupakan
faktor penting dalam penilaian karakternya. Tetapi tidak jarang bahwa suatu
waktu seseorang tersebut karakternya tidak teruji pada masamasa sulit, dan
tidak jarang pengusaha akan maju usahanya, jika ia berusaha dalam skala
kecil, namun begitu usahanya membesar ia menjadi merasa bahwa ia tidak
mampu mengelolanya.
54

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36835/6/Chapter%20III-V.pdf (diakses
tanggal 08 pebruari 2017)
55
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

48

4. Kreditur terlalu melihat agunan atau terlampau mementingkan jaminan
Kreditur adalah lembaga keuangan yang memberikan kredit kepada
nasabahnya, bukan rumah gadai yang memberikan kredit berdasarkan cukup
atau tidaknya nilai transaksi dari barang agunan yang dijaminkan nasabahnya.
Sebenarnya, hampir tidak ada hubungan sama sekali antara kredit dengan
jaminan, kalau dimulai dari jaminan. Tetapi sebaliknya, jika analisis telah
dilakukan secara cermat, paling akhir baru dibicarakan pemasalahan jaminan
sekedar benteng pengaman dari kredit atau dengan motif berjaga-jaga. Tugas
para analisis kredit adalah menghitung dengan cermat, berapa kebutuhan
kredit dari nasabah. Bukan sebaliknya, dengan nilai sejumlah agunan tertentu,
berapa nasabah diperbolehkan menikmati kredit. Jika permasalahan ini
dilakukan secara terbalik, maka pemberian kredit sama sekali mengabaikan
cash buget, atau tidak memperhitungkan Repayment capacity dari nasabah.
5. Kreditur terlalu besar memberikan kredit
Pemberian kredit yang berlebihan dapat menyebabkan nasabah menggunakan
uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak yang kurang bermanfaat
atau tidak produktif bagi perusahaannya. Selain itu alternatif lain yang akan
dilakukan nasabah yang kelebihan kredit yaitu menabungnya di kreditur lain,
yang tentu saja memperoleh bunga yang lebih kecil dari bunga yang harus
dibayarnya kepada kreditur pemberi kredit, atau bisa saja nasabah tersebut
menanamkan kelebihan kredit uang dengan membeli barang tetap yang
tingkat likuiditasnya rendah, sehingga tidak mungkin mampu menutupi
kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur. Ada beberapa kemungkinan
yang menyebabkan terjadinya pemberian kredit yang berlebihan atau yang
disebut juga dengan istilah over lending/ over creditering antara lain karena
adanya kelalaian petugas dalam kreditur dalam menganalisis, atau adanya
unsur kesengajaan atau pun dengan adanya kerja sama antara petugas (pihak)
kreditur dengan nasabahnya.
6. Kreditur terlalu sedikit memberikan kredit
Jika perusahaan dapat dan mampu beroperasi secara optimum maka
perusahaan tersebut juga akan dapat memperoleh laba yang maksimum.
Produksi pada operasi yang optimum diperoleh jika modal kerja yang
digunakan sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Berdasarkan
pengamatan kita sehari-hari, kita dapat melihat bahwa setiap perusahaan
umumnya memiliki hutang piutang dengan sesama relasi atau mitra usahanya.
Dengan demikian jika kredit yang diberikan tidak mencukupi maka bukan
tidak mungkin kredit nasabah tersebut akan disedot atau diminta oleh mitra
usahanya tersebut, sehingga mengakibatkan ia kehabisan dana untuk
menggerakkan aktivitas usahanya, dampaknya akan terlihat saat pada
ketidakmampuannya dalam memenuhi prestasinya kepada pihak kreditur
yang memberikan kredit tersebut.
7. Nasabah melarikan diri
Hal ini merupakan kasus yang ekstrim. Dalam kasus ini, nasabah langsung
meninggalkan alamat tempat tinggal (keberadaannya) secara formal, sesudah

Universitas Sumatera Utara

49

memperoleh kredit. Bahkan, nasabah bisa saja menghilang dari kota atau
negara tempat ia memperoleh kredit. Tujuannya agar pihak kreditur tidak
dapat atau pun kesulitan melacak nasabah tersebut.
8. Nasabah memalsukan catatan dan pembukuan
Pemalsuan catatan dan pembukuan, baik itu pada saat pengajuan kredit
maupun pada selama kredit berjalan, dapat menyebabkan terjadinya kasus
kredit yang boleh dikatakan mendekati fiktif dimana kreditur terjebak dalam
kasus penipuan. Catatan dan pembukuan nasabah merupakan sumber utama
dalam menganalisis perjalanan bisnis nasabah. Adapun isi dari catatan
tersebut adalah menerangkan mengenai prospek perusahaan dan keadaan
usaha nasabah yang bersangkutan. Jika catatan tersebut palsu maka si
pembaca yaitu pihak kreditur akan dibohongi oleh nasabah. Cepat atau lambat
catatan ini akan bermuara pada ketidak beresan kredit nantinya.
9. Perusahaan nasabah sulit berkembang
Kreditur memberikan kredit kepada perusahaan yang sulit berkembang.
Ukuran suatu kreditur dikatakan sulit berkembang dapat dilihat pada laporan
keuangan dimana angka-angka dari tahun ke tahun menunjukkan grafik yang
datar, bahkan bisa menurun. Terutama dapat dilihat pada laba perusahaan
yang hampir sama setiap tahun Usaha untuk menangkal hal ini, kreditur harus
mendidik nasabah berbisnis dengan baik dan tepat. Jika perlu mendidik
mereka melakukan pencacatan berdasarkan kebiasaan yang berlaku.
10. Nasabah dan krediturir melakukan kolusi
Nasabah dan krediturir harus melakukan kerjasama yang baik dalam arti
positif. Hal ini adalah demi kelancaran usaha nasabah, demi kelancaran
pengembalian kredit, demi keberhasilan usaha perbankan dan akhirnya demi
kesuksesan para krediturir dalam membina nasabah dan krediturnya sendiri.
Jika kerjasama antara krediturir dan nasabah dilakukan secara negatif, maka
hal ini disebut kolusi atau persekongkolan. Dimana yang paling dirugikan
adalah kreditur sebagai perusahaan, dan yang memperoleh keuntungan adalah
nasabah dan krediturir secara pribadi. 56
Apabila dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari
nasabah adalah:
1. Kelemahan nasabah
a. Manajemen kurang (kurang menguasai manajemen kredit).
b. Tidak memiliki perencanaan yang baik
c. Produk ketinggalan jaman
d. Kalah bersaing
e. Lokasi usaha yang tidak tepat
f. Adminitrasi yang kacau
2. Kenakalan nasabah
a. Tidak jujur dan sukar ingkar janji
b. Melakukan penyimpangan penggunaan
56

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

50

c. Pola hidup yang boros atau mewah
d. Suka berbuat skandal
e. Suka berjudi dan berspekulasi 57
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut, bertujuan
untuk meningkatkan peranan bank khususnya untuk

melaksanakan dan

menyalurkan KUR yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan dan
harus tetap berpedoman terhadap ketentuan-ketentuan yang ada.

C. Berbagai Pedoman Bank dalam Kredit Usaha Rakyat
Bank umum yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam melaksanakan dan
menyalurkan KUR harus berpedoman terhadap berbagai peraturan yang
ditetapkan, yaitu:
1. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan,
Pengembangan Sektor Rill, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Sebelum adanya Inspres Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan
Percepatan, Pengembangan Sektor Rill, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, pengaturan tentang kredit bank umum diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 2/PBI/2001 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/Bkr Tahun 2001.
Program kredit yang diberikan oleh Inpres Nomor 6 Tahun 2007 ini
berbeda dengan program kredit yang terdapat pada Undang-Undang Tentang
UMKM. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 memberikan instruksi kepada Menteri
Keuangan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM kepada
sumber pembiayaan, baik dalam bentuk kredit maupun pembiayaan syariah.
57

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

51

Inpres Nomor 6 Tahun 2007 melahirkan istilah baru yang sebelumnya
disebut Usaha Kecil dan Menengah menjadi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 telah diberikan jalan kepada UMKM agar
mendapatkan pembiayaan dalam kredit investasi dengan Menteri Keuangan
sebagai penanggungjawabnya.
Adapun program lain yang disebutkan dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007,
yaitu peningkatan efektivitas fungsi dan peran Terhadap Konsultan Mitra Bank,
dimana Menteri Koordinator Bidang Perekonomian berkordinasi dengan
Gubernur Bank Indonesia. Dalam Inpres ini Bank Indonesia hanyalah sebagai
pembimbing bagi UMKM untuk pelatihan agar UMKM dapat mengakses sumber
pembiayaan.
Program ini sebenarnya tidak sepenuhnya dapat membantu UMKM untuk
mengakses pembiayaan bank karena bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
dapat atau tidaknya menjalankan program ini, meskipun Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian menjadi penanggungjawabnya. Maka dari itu, apabila
UMKM sulit atau tidaknya untuk mengakses pembiayaan bank,

maka pada

akhirnya UMKM hanya bisa berjuang sendiri untuk mendapat pembiayaan bagi
perkembangan usahanya.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Salah satu hasil dari Inpres Nomor 6 Tahun 2007 adalah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sebagaimana
yang diinstruksikan pada Inpres Nomor 6 Tahun 2007, bahwa perlu adanya

Universitas Sumatera Utara

52

penataan kembali terhadap kebijakan di bidang UMKM termasuk meredefinisikan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pengaturan mengenai pembiayaan untuk UMKM diatur dalam undangundang ini, dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN,
usaha besar nasional dan asing, tetapi tidak ada penegasan bahwa pemerintah
pusat, pemerintah daerah, BUMN, usaha besar nasional dan asing mempunyai
kewajiban atau tanggungjawab untuk membantu pembiayaan dalam bentuk
pemberian pinjaman/kredit, penjaminan, hibah dan pembiayaan lainnya.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas
Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Peraturan Menteri Keuangan ini menjadi dasar hukum bagi program KUR
agar dapat dilaksanakan. Salah satu yang menjadi dasar hukum terbentuknya
Peraturan Menteri Keuangan ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
Tentang Usaha Kecil. Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dapat dilihat pada
Bab I tentang Ketentuan Umum, memakai istilah UMKM. Sedangkan Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tidak menggunakan dan mengatur sesuatu yang
dinamakan usaha mikro. Sepatutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat mengatur pengertian baru tentang
UMKM karena pada saat itu belum ada pengertian sekaligus kriteria mengenai
UMKM.
Dalam

pasal

4

ayat

(5)

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

22/PMP.05/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan

Universitas Sumatera Utara

53

Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat
disebutkan bahwa:
“Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR secara langsung kepada
UMKM-K

dan/atau

tidak

langsung

melalui

lembaga linkage

dengan

pola executing dan/atau pola channeling.”
Dapat dilihat bahwa bank juga dalam melakukan usahanya menggunakan
prinsip kehati-hatian. 58 Bank juga harus berhati-hati dalam menjalankan
usahanya, terutama dalam melakukan pemberian kredit, dikarenakan bank bisa
menjadi tempat dan atau tujuan kejahatan.
Di sisi lain bank juga harus mempunyai keyakinan terhadap kemampuan
dan kesanggupan setiap nasabahnya, termasuk nasabah UMKM. Bank yang
melaksanakan dan menyalurkan KUR juga memiliki kewajiban untuk mematuhi
semua ketentuan peraturan bank Indonesia yang berhubungan dengan pemberian
kredit, termasuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 Tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi

Bank

Umum,

Surat

Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor

27/67/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31
Maret 1995. Dengan adanya peraturan tersebut, bank dapat menetapkan standar
syarat-syarat pengajuan kredit yang bersifat kompleks dan sulit dipenuhi oleh
UMKM.
Program KUR yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memberdayakan
UMKM dapat berjalan tidak lancar, apabila dilihat dari pengaturannya. Pada Pasal
12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas
58

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubhan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 2

Universitas Sumatera Utara

54

Penjaminan Kredit Usaha Rakyat hanyalah mengatur mengenai pemberian sanksi
bagi perusahaan penjaminan yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan
Menteri Keuangan Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dengan
hanya memberikan sanksi berupa, teguran tertulis dan penundaan atau
penghentian pembayaran imbal jasa penjaminan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sangatlah diperlukan adanya kekuatan hukum yang benar-benar
mengikat bank untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR, baik dengan cara
mewajibkan bank pelaksana untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR ataupun
dengan sanksi karena mempersulit penyaluran KUR.
4. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Peraturan ini mengatur mengenai pelaksanaan dan penyaluran KUR yang
menjadi pedoman tiap-tiap bank. Dalam peraturan ini juga mengatur mengenai
pengawasan pelaksanaan KUR. Dalam pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa:
“dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR, dibentuk Forum
Koordinasi Pengawasan KUR yang beranggotakan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (koordinator), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomin,
Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan Otoritas Jasa Keuangan.”
Selain beberapa ketentuan peraturan diatas bank pelaksana penyalur KUR
juga memiliki berbagai ketentuan peraturan internal bank, yaitu dalam bentuk
keputusan direksi ataupun surat edaran direksi yang harus menjadi pedoman untuk
menilai permohonan KUR, analisa KUR, persetujuan pemberian KUR, pencairan
KUR, monitoring KUR, serta restruktur KUR.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
PADA PT BANK XXX MEDAN

A. Proses dan Syarat Pemberian Kredit Usaha Rakyat
Sebagaimana bank-bank lainnya, Bank XXX merupakan salah satu bank
pelaksana KUR. Bank XXX KUR adalah fasilitas kredit dari Bank XXX yang
dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha produktif dalam bentuk Kredit
Modal Kerja atau sebagai Kredit Investasi. Fasilitas kredit Bank XXX KUR
diberikan hingga maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan
jangka waktu pengembalian hingga 4 (empat) tahun untuk Kredit Modal Kerja
dan 5 (lima) tahun untuk Kredit Investasi. Suku bunga yang diberikan oleh Bank
XXX cukup ringan, yaitu 9% 59
Pemberian kredit pada dasarnya bank akan meminta barang yang akan
dijadikan sebagai jaminan. Hal ini unutk memberikan kepastian, dan memberikan
kepercayaan mengenai pemberian kredit. Apabila debitur melakukan wanprestasi
atau tidak melakukan kewajibannya untuk melunasi utang pokoknya beserta
bunganya, maka bank akan mengambil alih jaminan tersebut. Sejalan dengan itu
sebelum

bank

mengeksekusi

barang

jaminan,

bank

akan

melakukan

restrukturisasi, apabila tidak dapat memberikan jalan untuk menyelamatkan
kredit tersebut.
Dalam Bank XXX Medan, terdapat beberapa program KUR yang
ditawarkan. Seperti yang akan dijelaskan satu per satu, dibawah ini:

59

http://www.bni.co.id/idid/bankingservice/businessbanking/lending/kreditusaharakyat(kur).aspx

55
Universitas Sumatera Utara

56

1. KUR Mikro
KUR Mikro adalah kredit modal kerja dan/atau investasi kepada debitur di
bidang usaha sektor pertanian, perikanan, inndustri pengolahan, perdagangan serta
jasa-jasa (dhi. Penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan, transportasi,
pergudangan, dan komunikasi, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan,
jasa pendidikan, jasa kemasyarakatan, social budaya, hiburan, dan perorangan
lainnya) yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau
agunan tambahan belum cukup sesuai persyaratan agunan tambahan Penyalur
KUR dengan plafond kredit sampai dengan Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Sumber dana KUR Mikro 100%
merupkan dana dari Bank XX.
Kriteria KUR Mikro ialah:
1. Kredit maksimum sampai dengan Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah).
2. Jangka waktu sampai dengan 3 tahun jika kredit modal kerja dan 4 tahun
jika kredit investasi.
3. Suku bunga 9% efektif/efektif anuitas per tahun.
4. Jaminan tidak diwajibkan.
Adapun persyaratan calon debitur KUR Mikro ialah:
1) Mempunyai usaha Produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6
(enam) bulan.
2) Belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum mencukupi
sesuai yang dipersyaratkan Bank XXX.
3) Dapat sedang menerima kredit KUR Mikro dan/atau kredit konsumtif.

Universitas Sumatera Utara

57

4) Tidak sedang menerima kredit produktif dari perbankan dan/atau tidak sedang
menerima Kredit Program dari Pemerintah (kecuali KUR).
5) Berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah.
6) Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat
sebagai debitur macet/bermasalah.
7) Menyerahkan dokumen minimal sebagai berikut:
a) Surat permohonan kredit (format terlampir)
b) Identitas diri, berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dan Pas
Foto.
c) Fotokopi legalitas/ijin usaha sesuai bidang usaha dan bentuk badan usaha:
(1) Usaha perseorangan dan badan usaha perseorangan: minimal Surat Ijin
Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah Daerah
dan/atau surat keterangan usaha yang dikeluarkan dari kelurahan
setempat atau surat ijin lainnya.
d) Fotokopi bukti kepemiliki jaminan tambahan (bila ada).
e) Fotokopi rekening bank (bila ada).

2. KUR Ritel
KUR Ritel adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi
kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan,
dan perdagangan yang terkait, yang produktif dan layak namun belum memenuhi
persyaratan agunan tambahan Bank Pelaksana dengan plafon kredit oleh Bank
Pelaksana di atas Rp.25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan

Universitas Sumatera Utara

58

Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin.
Sumber dana KUR Ritel merupakan sepenuhnya dari Bank XXX.
Kriteria KUR Ritel ialah:
1. Besar kredit Rp. 25.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.00,- yaitu usaha
kecil sampai menengah
2. Jangka waktu sampai dengan 4 tahun jika kredit modal kerja dan 5 tahun
jika kredit investasi.
3. Jaminan disesuaikan dengan ketentuan Bank XXX.
4. Suku bunga 9% efektif/efektif antuitas per tahun
Adapun syarat KUR Ritel ialah:
1) Mempunyai usaha Produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6
(enam) bulan
2) Persyaratan administrasi, yaitu:
a. Surat permohonan kredit (format terlampir)
b. Identitas diri, berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dan
Pas Foto, NPWP (untuk diatas Rp. 50.000.000,-)
c. Fotokopi legalitas/ijin usaha sesuai bidang usaha dan bentuk badan
usaha:
(1) Usaha perseorangan dan badan usaha perseorangan: minimal Surat
Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah
Daerah dan/atau surat keterangan usaha yang dikeluarkan dari
kelurahan setempat atau surat ijin lainnya.
3) Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat
sebagai debitur macet/bermasalah.

Universitas Sumatera Utara

59

4) Tidak sedang menerima kredit produktif dari perbankan dan/atau tidak sedang
menerima Kredit Program dari Pemerintah (kecuali KUR).
5) Berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah.

3.

KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
KUR Penempatan TKI adalah kredit/pembiayaan modal kerja yang

disalurkan kepada TKI untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggung
jawabnya dalam proses penempatan ke luar negeri, terutama negara penempatan
Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang dengan
plafon kredit sampai dengan Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang
dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penyaluran KUR Penempatan TKI ditujukan
untuk membantu seluruh biaya penempatan yang menjadi beban TKI. Sumber
dana penyaluran KUR ini merupakan sepenuhnya bersumber dari Bank XXX.
Yang menjadi kriteria KUR TKI ialah:
1. Maksimum kredit sebesar Rp. 25.000.000,2. Jangka waktu disesuaikan dengan masa kontrak kerja, maksimal 3 tahun.
3. Jaminan tidak diwajibkan.
4. Tujuan negara penempatan, yaitu Singapura, Malaysia, Jepang, Hongkong,
Taiwan, Korea Selatan.
5. Suku bunga 9% efektif/efektif antuitas per tahun.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi ialah:
1) Calon debitur Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun,
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga atau
akte kelahiran/ Surat Kenal Lahir dari instansi yang berwenang.

Universitas Sumatera Utara

60

2) Surat ijin dari suami/istri/ orang tua/ wali untuk bekerja di luar negeri.
3) Surat hasil Medical Check-Up yang menyatakan fit untuk bekerja dari
rumah sakit /medical center yang ditunjuk oleh pemerintah.
4) Memiliki kemampuan baca tulis dan ketrampilan yang diperlukan untuk
bidang kerja tertentu.
5) Memiliki Perjanjian Penempatan bagi TKI yang ditempatkan oleh
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
6) Memiliki Perjanjian Kerja dengan Pengguna bagi TKI baik yang
ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS), Pemerintah atau TKI yang bekerja secara Perseorangan.
Adapun prosedur pemberikan kredit pada Bank XXX adalah sama dengan
semua program KUR tersebut, berikut adalah prosedurnya:
1) Persiapan kredit : Calon debitur mengajukan permohonan tertulis untuk
memperoleh kredit usaha rakyat kepada Bank XXX dengan dilengkapi
persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Atas dasar permohonan tersebut,
Bank XXX mencari informasi tentang calon debitur, baik dengan
melakukan peninjauan langsung ke tempat usaha pemohon maupun
melalui sarana on line, yaitu Sistem Informasi Debitur (SID) untuk
memeriksa kebenaran atas data yang disampaikannya dan untuk
menentukan kolektibilitas pinjamannya.
2) Analisa kredit : Analisa atas permohonan kredit usaha rakyat calon
debitur, dilakukan oleh Bank XXX agar diperoleh kepastian bahwa kredit
tersebut benar-benar tepat guna dan sasaran, serta aman bagi Bank XXX.

Universitas Sumatera Utara

61

3) Penyampaian aplikasi kredit kepada pemutus kredit : Dalam tahap ini telah
didapat kesimpulan pokok dari analisa kredit yang merupakan suatu
pendapat dan saran yang disampaikan kepada pemutus kredit di Bank
XXX (pemimpin cabang, pemimpin wilayah atau direksi, tergantung dari
kredit yang diajukannya dan maksimumnya).
4) Pengambilan keputusan kredit : Disetujui atau ditolaknya permohonan atas
kredit diputuskan oleh Bank XXX atas dasar hasil aplikasi yang
disampaikan dengan didukung oleh analisa atas data yang ada di Bank
XXX.
5) Perjanjian kredit : Setelah permohonan kredit disetujui, selanjutnya
dibuatkan Surat Keputusan Kredit dan dilakukan penandatanganan
perjanjian kredit dan pengikatan jaminan, baik secara resmi dihadapan
notaris yang ditunjuk Bank XXX maupun dilakukan di bawah tangan
(antara Bank XXX dengan debitur, diikat dengan perjanjian tersendiri)
6) Disposisi/pencairan kredit : Pada tahap ini kredit usaha rakyat yang telah
disetujui dan telah dilakukan penandatanganan perjanjian kredit beserta
agunannya, dikreditkan langsung ke rekening debitur yang ada di Bank
XXX (debitur wajib membuka rekening giro atau tabungan di Bank XXX).
Adapun prinsip-prinsip yang ada diberlakukan dalam penyaluran dana
Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank XXX ini adalah Bank XXX ini hanya akan
memberikan atau menyalurkan dana kredit apabila permohonan kredit yang
diajukan oleh calon debitur merupakan pengajuan kredit tertulis, di dalamnya
harus berisi informasi-informasi yang lengkap dan memenuhi syarat, dan
informasi yang diberikan juga harus dipastikan bahwa itu sudah benar dan

Universitas Sumatera Utara

62

semuanya itu ditinjau dengan standar prinsip 5 C antara lain character, capacity,
capital, collatera