Analisis Konsentrasi SO2 dan CO menggunakan model Gaussian Line Source di udara ambien (studi kasus: Pintu Tol Tanjung Morawa dan Pintu Tol Amplas)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Pencemaran udara
2.1.1 Definisi Pencemaran Udara
Udara merupakan campuran dari berbagai macam gas dan partikel yang berada di
permukaan yang menyelimuti bumi dan membentuk atmosfer. Komposisi udara di
atmosfer yang menopang kehidupan manusia terdiri dari nitrogen (N 2) sebesar 78% dari
volume udara kering, oksigen (O2) sebesar 20,94%, argon (ar) sebesar 0,02%,dan gasgas lainnya serta berbagai gas dan partikel yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan
alam (Dewi,2011).
Menurut PP No.41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 4 tentang pengendalian pencemaran udara,
udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang
berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Menurut Seinfeld (2006), pencemaran udara adalah kondisi atmosfer ketika suatu
substansi konsentrasi pencemar melebihi batas konsentrasi udara ambien normal yang
menyebabkan dampak terukur pada manusia,hewan tumbuhan dan material. Substansi
tersebut dapat berasal dari sifat alami atau aktivitas manusia maupun campuran diantara
keduanya. Arya (1999) menambahkan bahwa pencemaran udara selain berdampak pada
manusia,tanaman, hewan, dan material juga berdampak pada atmosfer.
Menurut PP No.41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1, pencemaran udara adalah masuknya atau

dimasukkanya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebakna udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Mengacu pada UndangUndang No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
pasal 1 ayat 14, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh

Universitas Sumatera Utara

kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.
2.1.2 Sumber Pencemar Udara
Menurut PP No.41 tahun 1999 pasal 1 ayat 3 tentang pengendalian pencemaran udara,
sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan pencemar
ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Secara garis besar sumber pencemar udara dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu yang
bersifat alami dan bersifat antropogenik. Sumber pencemar udara yang bersifat alami
merupakan bagian yang ditimbulkan dari proses atau gejala alam yang menyebabkan
peerubahan kualitas udara sekitarnya. Contoh dari sumber alami adalah proses kimia
bakteri dalam tanah maupun perairan, kebakaran hutan, erosi angin, letusan gunung
berapi, emisi biogenik dan lainnya. Sumber pencemar udara yang bersifat antropogenik

dihasilkan dari aktivitas manusia yang menyertainya.contoh dari sumber antropogenik
adalah aktivitas transportasi kendaraan bermotor, pertanian, industri (termasuk
pembangkit listrik berbahan bakar fosil) dan rumah tangga (Eko,2009).
Menurut Liu (2000), sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa aspek tertentu, yaitu terdiri dari:
1.

Klasifikasi sumber pencemar udara berdasarkan letaknya,dibedakan menjadi:
a. Sumber pencemar indoor
Sumber pencemar indoor adalah kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan
menghasilkan zat pencemar udara yang dapat mempengaruhi kualitas udara di
dalam ruangan tersebut, contohnya kegaitan sehari-hari seperti memasak,
fotocopy, cat rumah, bahan kimia pembersih,dan lain sebagainya.
b. Sumber pencemar outdoor
Sumber pencemar outdoor adalah kegiatan yang dilakukan di luar lapangan yang
berpotensi menghasilkan zat pencemar udara yang dapat mempengaruhi kualitas
udara yang dapat mempengaruhi kualitas udara ambien, contohnya adalah
kegiatan transportasi, pembakaran sampah, cerobong industri, dan lain-lain.

2.


Klasifikasi sumber pencemar udara berdasarkan pergerakkannya, terdiri dari:
a. Sumber bergerak

Universitas Sumatera Utara

Merupakan sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat
berupa kendaraaan bermotor. Selain itu juga ada yang disebut sebagai sumber
bergerak spesifik, yaitu sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu
tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut, dan kendaraan
berat lainnya.
b. Sumber tidak bergerak
Merupakan sumber emisi yang tetap pada suatu tempat, contohnya adalah emisi
dari kegiatan industri, kebakaran hutan, konstruksi jalan tanpa aspal atau
pembakaran sampah.
3.

Klasifikasi sumber pencemar udara berdasarkan bentuk pencemarnya terdiri dari:
a. Pencemar gas
Zat pencemar udara berbentuk gas, seperti CO, NOX, CO dan SOX.

b. Pencemar partikulat
Zat pencemar udara berbentuk partikulat, seperti PAN, PAH, dan lain
sebagainya.

4.

Klasifikasi sumber pencemar udara berdasarkan lokasi sumber pencemarnya, terdiri
dari:
a. Titik
Sumber pencemar berupa suatu titik tertentu yang tidak berpindah, seperti
pembakaran sampah, cerobong industri dan lain-lain.
b. Garis
Sumber pencemar berupa sepanjang lintasan dengan panjang tetentu, sebagai
contoh adalah jalan sebagai tempat dilakukannya kegaitan transportasi.
c. Area
Sumber pencemar berupa area dengna luas tertentu sebagai contoh adalah
kebakaran hutan, rawa, hutan pinus, dan lain-lain.

2.1.3 Zat Pencemar Udara
Zat pencemar udara dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

1.

Polutan primer
Polutan primer adalah polutan yang langsung diemisikan oleh sumber polutan,
seperti CO2, NOX, SOX, hidrokarbon dan lain sebagainya.

2.

Polutan sekunder

Universitas Sumatera Utara

Polutan sekunder adalah polutan yang terbentuk akibat adanya reaksi primary
polutan udara, seperti ozon yang merupakan hasil reaksi atom oksigen dengan
molekul oksigen dan PAN (Peroxy Acetyl Nitrate) yang terbentuk akibat reaksi
NOX dengan sinar matahari di udara.
2.1.4 Dampak Pencemaran Udara
Pencemaran udara dapat menyebabkan kerusakan terhadap manusia dan lingkungan.
Pencemaran udara meningkat mempengaruhi produktivitas pertanian, merusak bahanbahan, berdampak negatif terhadap ekosistem, dan menyebabkan gangguan estetika.
Dari seluruh dampak tersebut, dampak terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia

adalah yang dominan dengan kontribusi kurang lebih 90% dari total kerusakan akibat
pencemaran udara. Berikut merupakan Tabel 2.1 tentang dampak pencemaran udara
terhadap kesehatan manusia.
Tabel 2.1 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia
No

Pencemar

Dampak

Partikulat (timbal, nikel, arsen, karbon)
terutama yang berukuran 10 mikrometer
ke bawah

Meningkatkan risiko gangguan dan
penyakit sistem pernapasan dan
kardiovaskular

CO
2.


Menyebabkan kantuk dan dapat
memperparah penyakit kardiovaskular
akibat defesiensi oksigen. CO mengikat
hemoglobin sehingga jumah oksigen
dalam darah berkurang

SOx
3.

Meningkatkan risiko penyakit paru-paru
dan menimbulkan batuk pada
pemajanan singkat dengan konsentrasi
tinggi

NOx

Meningkatkan total mortalitas, penyakit
kardiovaskular, mortalitas pada bayi,
serangan asma dan penyakit paru-paru

kronis

1.

4.

Universitas Sumatera Utara

Ozon

Menimbulkan iritasi mata,
meningkatkan ganguan pernapasan dan
serangna asma serta menurunkan daya
tahan tubuh terhadap flu dan pneumonia

Senyawa organik mudah menguap

Meyebabkan iritasi mata, hidung dan
tenggorokan; pada beberapa kasus
menimbulkan pusing, mual dan

kehilangan koordinasi; bersifat
karsinogen terutama zat polyclic
aromatic hydrocarbons (PAH), benzena
dan 1,3 butadiena

5.

6.
Sumber : Colville, dkk 2001

2.2 Sulfur Dioksida (SO2)
2.2.1 Karakteristik Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida (SO2) adalah salah satu spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx). Gas ini
sangat mudah terlarut dalam air, memiliki bau, dan tidak berwarna. Sulfur oksida (SOx)
terdiri dari gas sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) yang keduanya
mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam, tidak berwarna dan menimbulkan
iritasi, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah beraksi dengan uap
air di udara membentuk asam sulfat (H2SO4) (Arya, 1999 dalam Seinfeld dan Pandis,
2006).
2.2.2 Sumber Sulfur Dioksida (SO2)

Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber
alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan
reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H 2S yang akan
cepat berubah menjadi SO2. Sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar
kendaraan bermotor dan terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi. Sumbersumber buatan ini diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiga dari seluruh
SO2 atmosfir/tahun. Gas SO2 diproduksi terutama oleh insinerator yang menggunakan
bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi. SO2 diemisikan oleh pabrik kimia,
pabrik pemroses besi dan baja, pembuatan semen, pabrik batu bata, industri keramik,
pembuatan kaca dan pelepasan asap buangan (Nugroho,2005).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Dampak Sulfur Dioksida (SO2)
Akibat utama polutan SO2 terhadap manusia adalah terjadinya iritasi pada sistem
pernafasan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada tenggorokan
terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu
yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang
berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap manusia usia lanjut dan penderita yang
mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular. Individu dengan
gejala tersebut sangat sensitif jika kontak dengan SO2 walaupun dengan konsentrasi

yang relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau lebih (Kristanto,2002).
Gas SO2 yang ada di udara dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan kenaikan
sekresi mukosa. Konsentrasi SO2 sebesar 500 ppm dapat menyebabkan kematian pada
manusia. Pencemaran SO2 yang cukup tinggi telah menimbulkan malapetaka yang
cukup serius seperti yang terjadi di lembah sungai Nerse Belgia pada tahun 1930. Pada
saat itu, kandungan SO2 di udara mencapai 38 ppm dan menyebabkan toksisitas akut.
Kasus yang paling mengerikan terjadi di London. Selama lima hari terjadi perubahan
temperatur dan pembentukan kabut yang menyebabkan kematian 3500-4000 penduduk.
Peristiwa ini dikenal dengan nama “London Smog” (Mulia, 2005). Dampak sulfur
dioksida (SO2) akan disajikan pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Dampak SO2 Pada Kesehatan Manusia
Konsentrasi
Dampak
No

(PPM)
3-5

Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya

8-12

Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan
iritasi tenggorokan

1

2

3

20

50-100
4

- Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan
iritasi mata dan batuk
- Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk
konsentrasi dalam waktu lama
Maksimum yang dierbolehkan untuk kontak
singkat (30 menit)

Universitas Sumatera Utara

400-500

Berbahaya meskipun kontak singkat

5
Sumber: www.depkes.go.id

2.3 Karbonmonoksida (CO)
2.3.1 Karakteristik Karbonmonoksida (CO)
Sifat fisik gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak
berasa, dan pada suhu normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas CO
dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna yang berasal dari minyak tanah,
bensin, solar, batu bara atau kayu. Pembakaran tidak sempurna memang sangat
mungkin terjadi. Secara teoritis hal tersebut terjadi karena kekurangan gas oksigen
(udara) untuk proses pembakarannya. Senyawa CO mempunyai potensi racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin (Afrilia,2011).
2.3.2 Sumber Karbonmonoksida (CO)
Di lingkungan karbon monoksida dapat terbentuk secara alamiah, namun sumber
utama dari gas tersebut adalah dari kegiatan manusia.

Karbon monoksida

yang

berasal dari alam yaitu akibat kebakaran hutan, oksidasi metal di atmosfer, lautan,
serta badai listrik alam. Sementara sumber CO buatan antara lain berasal dari
kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan
estimasi, Departemen Kesehatan (2003) mencatat jumlah CO dari sumber buatan
diperkirakan mendekati 60 juta ton/tahun (Afrilia,2011).
2.3.4 Dampak Karbonmonoksida (CO)
Karakteristik biologis yang paling penting dari CO adalah kemampuannya dalam
berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke
seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksi-hemoglobin (HbCO)
yang 200 kali lebih stabil bila dibandingkan dengan oksihemoglobin (HbO2).
Penguraian HbCO yang relatif lebih lambat menyebabkan terhambatnya kerja
molekul sel pigmen dalam membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi tersebut
dapat berakibat fatal karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme

Universitas Sumatera Utara

otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO
yang stabil. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah
menderita gangguan

pada

otot

jantung

atau

sirkulasi darah peripheral yang

parah.Dampak dari CO bervariasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada
saat terpapar. Pada beberapa orang yang memiliki berat badan di atas normal
dapat mentolerir paparan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40%
dalam waktu yang singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau
paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar
5-10% terhadap kesehatan manusia (Afrilia,2011). Efek terbentuknya COHb dalam
darah dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Efek terbentuknya COHb dalam darah
No

Konsentrasi
%
hemoglobin
CO di udara darah membentuk
(PPM)
COHb

Efek

1.

3

0,98

Tidak ada

2.

5

1,3

Belum begitu terasa

3.

10

2,1

Sistem syaraf sentral

4.

20

3,7

Panca indera

5.

40

6,9

Fungsi jantung

6.

60

10,1

Sakit kepala

7.

80

13,3

Sulit bernafas

8.

100

16,5

Pingsan hingga kematian

Sumber: Wardhana, 2001
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pencemaran Udara
2.4.1 Sumber Emisi
Emisi menurut peraturan pemerintah No.41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 9 adalah zat,
energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai potensi sebgai unsur
pencemar. Evaluasi tentang tingkatan kualitas udara di suatu wilayah perlu dipahami

Universitas Sumatera Utara

secara benar, baik dari segi kuantitas maupun karakteristik emisi sejumlah sumber
pencemar yang berkontribusi langsung ke udara ambien. Emisi yang keluar dari proses
kegiatan dihubungkan dengan jenis dan banyaknya polutan yang dikeluarkan untuk
menjadi suatu indikator dari kapasitas produksi, banyak dan jenis bahan bakar yang
terpakai, dan jarak tempuh kendaraan bermotor (Liu dalam Eko,2009).
2.4.2 Meteorologi
Menurut Stull (2000) dalam Supriyadi (2009), proses dispersi polutan di atmosfer
dipengaruhi oleh kondisi fisik meteorologi seperti stabilitas atmosfer, distribusi angin,
suhu udara, radiasi surya, dan kelembaban udara serta dipengaruhi oleh gejala cuaca
seperti presipitasi dan stabilitas atmosfer.
Kondisi meteorologi pada polusi di perkotaan terbentuk karena terjadinya proses
transportasi dan dispersi yang disebut dengan lapisan Ekman. Sekitar tahun 1960an,
cara paling umum yang digunakan untuk mengklasifikasikan turbulensi di atmosfer
adalah Pasquill. Turbulensi di atmosfer diklasifikasikan menjadi enam kelas yaitu A, B,
C, D, E dan F dengan kelas A adalah kelas yang paling tidak stabil, dan kelas F adalah
kelas paling stabil atau paling kecil turbulensinya (Costabile dan Allegrini,2007 dalam
Pramitadevi, 2014). Kelas kestabilan Pasquill akan disajikan pada tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Kelas Kestabilan Pasquill

Kecepatan angin
permukaan (m/s)

Radiasi Matahari
(siang/hari)
Sedang
Kuat
Lemah
300>600
1 km

x < 1 km
kestabilan

a

b*
c

D

f

c

d

f

A

213

440,8

1,941

9,27

459,7

2,094

-9,6

B

156

106,6

1,149

3,3

108,2

1,098

2

C

104

61

0,911

0

61

0,911

0

D

58

33,2

0,725

-1,7

44,5

0,516

-13

Universitas Sumatera Utara

E

50,5

22,8

0,678

-1,3

55,4

0,305

-34

F

34

14,35

0,74

-0,35

62,6

0,18

-48,6

b* = 0.894 untuk semua kelas atmosfer dan semua jarak x
Sumber: Venkantram,2006
Menurut Putut dan Widodo (2011), Asumsi-asumsi yang digunakan pada model ini
adalah:
1.

Sumber polutannya adalah lurus.

2.

Data meteorologi yang digunakan valid.

3.

Polutan SO2 dan CO tidak bersifat reaktif, yaitu tidak mengalami perubahan fisis
dan kimia akibat bereaksi dengan partikel lain. Laju perubahan bentuk serta
penghilangannya tidak diperhitungkan.

4.

Kecepatan angin dihitung dilokasi pengamatan.

5.

Faktor emisi yang digunakan untuk menghitung konsentrasi CO dan SO2 sama
untuk kondisi idle dan kondisi kendaraan yang bergerak.

2.7 Uji Validasi
Validasi yang sering digunakan untuk membandingkan data model dengan data hasil
observasi di lapangan, terutama pemodelan kualitas udara, antara lain Wilmott’s Index
of Agreement (d), Normalized Mean Square Error (NMSE), Korelasi Pearson (R),
Fractional Bias (FB) dan Factor of 2 (Fa2) (Ganguly et al. 2009 dan Willmott et al.,
2011).
Index of Agreement (d) menjelaskan tingkat kesesuaian antara model dan hasil
pengukuran di lapangan, dengan nilai d mendekati 1 menandakan bahwa tingkat
kesesuaian antara model dengan hasil pengukuran tinggi. NMSE adalah parameter dasar
dalam statistik (Hassan 2006), NMSE memberikan informasi mengenai besarnya error
pada model. Normalisasi menjamin bahwa NMSE tidak menimbulkan data bias pada
model, baik diatas (over-predict) maupun dibawah (under-predict) perkiraan. Nilai
rerata NMSE sekitar 0.5 menjelaskan bahwa terjadi kesetaraan (Fa2 = 50%) antara
model dengan kenyataan.
Koefisien korelasi Pearson (R) menggambarkan perubahan proporsional pada dua
kondisi, namun tidak dapat menjelaskan besarnya keragaman pada kondisi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Baik d, NMSE dan R mengukur kesesuaian antara konsentrasi model dengan
konsentrasi hasil pengukuran dalam prosedur yang urut (time series) (Goyal dan
Khrisna, 2013).
Fractional Bias (FB) mengukur kesesuaian rerata dua kondisi dengan nilai 10 antara +2
dan -2, dimana nilai +2 menandakan kondisi under-prediction secara ekstrim dan nilai 2 adalah over-prediction secara ekstrim. Fa2 merupakan statistik kasar namun mudah
dimengerti dalam membandingkan model dengan kenyataannya. Rumusannya adalah
(Ganguly et al.2009) :
d = 1-



NMSE =

FB =





−� �

−� � + � � −� �
� � −�

..............................................................................................(2.6)

� � .�



−� �

+� �

..............................................................................(2.5)

....................................................................................................(2.7)

Fa2 adalah fraksi data, dimana 0,5 <



� �

< 2 .........................................................(2.8)

Keterangan:
Cpred

: Konsentrasi model (µg/Nm3)

Cobs

: Konsentrasi hasil observasi di lapangan (µg/Nm3)

Cpred

: Rerata konsentrasi model (µg/Nm3)

Cobs

: Rerata konsentrasi hasil observasi di lapangan (µg/Nm3)

σpred

: Standar deviasi model

σobs

: Standar deviasi hasil observasi di lapangan

Menurut Kumar et al. (2003), performa model kualitas udara yang baik berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1.

NMSE dalam kisaran 0.5

2.

FB dalam rentang -2 sampai dengan 2

3.

Nilai R d mendekati 1

4.

Fa2 sekitar 50%

Universitas Sumatera Utara

2.8 Baku Mutu Udara Ambien
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Baku Mutu Udara Ambien
(BMUA) di dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Udara
(PP Nomor 41 tahun 1999). BMUA nasional ini hanya menyebutkan 9 (sembilan) jenis
polutan umum, yaitu: SO2, CO, NO2, O3, CO, PM10, PM2.5, TSP, Pb, dustfall.
Kesembilan polutan ini dianggap sebagai polutan-polutan yang memiliki pengaruh
langsung dan signifikan pada kesehatan manusia. Setiap paramater memiliki nilai
maksimum yang berbeda. Nilai-nilai tersebut umumnya dinyatakan dalam satuan
konsentrasi yaitu berat senyawa polutan dalam mikrogram per meter kubik
(µg/m3) dalam kondisi normal (yaitu pada suhu 25°C dan tekanan 1 atmosfer).
Kualitas udara ambien dikatakan baik apabila konsentrasi polutan masih berada di
bawah nilai baku mutunya.
Adapun nilai baku mutu, apabila nilai satuannya dalam ppm, maka perlu dikonversi ke
µg/Nm3 agar dapat langsung dibandingkan dengan standar baku mutu udara ambien.
Konversi satuan tersebut dapat menggunakan persamaan 2.9 berikut ini (Liu,2000):
µg/Nm3 =

ppm x

,

x�

....................................................................................(2.9)

Baku mutu udara ambien nasional dapat dilihat pada lampiran 1.
2.9 Pengendalian Pencemaran Udara
Pencemaran udara mempuyai dampak yang sangat luas dan sangat merugikan manusia
maka perlu diusahakan pengendalian pencemaran udara atau bila mungkin meniadkan
sama sekali (Agusnar,2007).
Menurut PP No.41 tahun 1999 pasal 16 pengendalian pencemaran udara adalah upaya
pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara
dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar,
baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan
serta penanggulangan keadaaan darurat.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Agusnar (2007) usaha pengendalian pencemaran udara ada 2 jenis yaitu secara
teknis dan non teknis.
1. Pengendalian teknis
Kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang digunakan dalam
pengendalian secara teknis tergantung pada faktor berikut:
a. Mengutamakan keselamatan lingkungan
b. Teknologi telah dikuasai dengan baik
c. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan
Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh beberapa cara pengendalian secara teknis
yaitu:
1) Mengubah Proses
2) Mengganti sumber bahan bakar/sumber energi.
3) Mengelola emisi udara dengan teknologi pengendalian udara. sebagai contoh
catalic converter untuk emisi sumber bergerak.
2. Pengendalian non teknis
Pengendalian non teknis yaitu usaha untuk mengurangi dan menanggulangi
pencemaran udara dengan cara menciptakan peraturan perundang-undangan yang
dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan
industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran udara
(Agusnar,2007).

Universitas Sumatera Utara