Pesan Moral Dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MORAL DAN NOVEL BOTCHAN

2.1

Definisi Moral
Menurut Syahfitri (2013:27) kata moral berasal dari bahasa latin mores. Mores

berasal dari kata mos, yang berarti kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral dengan demikian
dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Sikap moral
yang sebenarnya disebut dengan moralitas.
Moralitas merupakan sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah
(mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari sikap hati). Moralitas
terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan tanggung jawab
dan kewajibannya dan bukan karena ia ingin mencari untung. Moralitas adalah sikap dan
perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitaslah yang bernilai secara
moral (Magnis-Suseno, 2010:58).
Sedangkan menurut Nurgiantoro (1995:321) Moralitas adalah sistem nilai tentang
bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung
dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejengan, peraturan dan sebagainya,
yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang

bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang
baik.

13

Universitas Sumatera Utara

Dalam KBBI terdapat keterangan bahwa moral adalah tentang baik buruk
perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral). Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik
buruknya suatu perbuatan. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis
atau moral.
Jadi, dari berbagai definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa moralitas
merupakan sistem nilai tentang perbuatan baik yang dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari secara baik sebagai seorang manusia. Sasaran dari moral adalah keselarasan
dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan manusia.


2.2

Prinsip-Prinsip Dasar Moral
Prinsip-prinsip dasar moral terbagi atas : prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan

prinsip hormat terhadap diri sendiri (Suseno:2010).

2.2.1

Prinsip sikap baik.
Prinsip adalah asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir dan bertindak).

Sedangkan sikap adalah perbuatan dan tindakan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan

14

Universitas Sumatera Utara

(KBBI, 2007:180). Jadi prinsip sikap baik merupakan perbuatan dan tindakan yang baik yang
didasarkan pada pemikiran dalam bertindak.

Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului
dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi
kehidupan manusia.
Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang
harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuan. Prinsip ini mengatakan bahwa
pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan
positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik
dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya.
Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi
dirinya,

melainkan

menghendaki,

menyetujui,

membenarkan,

mendukung,


membela,

membiarkan dan menunjang perkembangannya (Suseno 1989:131).
Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkrer, tergantung pada apa yang baik
dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas,
supaya dapat diketahui apa yang masing-masing baik bagi yang bersangkutan.

2.2.2

Prinsip Keadilan
Kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku

bagi benda-benda materil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih. Kemampuan
untuk memberi hati kita juga terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang
menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi.

15

Universitas Sumatera Utara


Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan apa yang
menjadi haknya. Karena pada hakikatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka
tuntunan paling dasar keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam
situasi yang sama (Suseno, 1989:132).
Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberi perlakuan yang sama
terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak
semua pihak yang bersangkutan.
Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan termasuk
hal yang baik dengan melanggar hak seseorang.

2.2.3

Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai

sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah
person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahkluk
yang berakal budi (Suseno, 1989:133).
Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri

diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak,
maka yang diperlukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia
melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu
tidak pernah wajar. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar.
Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa
kewajibannya terhadap orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.

16

Universitas Sumatera Utara

Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu
diimbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahkluk yang bernilai. Kita berbaik hati
dan bersikap baik terhadap orang lain dengan tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3

Sikap-Sikap Kepribadian Moral
Sikap adalah perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan. Kepribadian


adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dengan orang lain
(KBBI,2007:895). Sikap-sikap kepribadian moral terbagi atas: kejujuran, kesediaan untuk
bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral dan kerendahan hati.

2.3.1. Kejujuran
Kejujuran adalah merupakan sifat (keadaan) jujur, ketulusan hati, kelurusan hati
(KBBI,2007:479).
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa
kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita belum berani menjadi diri kita
sendiri. Tidak jujur berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang
tidak lurus, tidak mengambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan menjadi apa yang
diperkirakan dan diharapkan orang lain.
Tanpa kejujuran, keutamaan-keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap
baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan.

17

Universitas Sumatera Utara

Menurut Suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua:

sikap terbuka dan sikap wajar (fair). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa segala
pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain
berhak untuk untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Melainkan yang
dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan
keyakinan kita. Kita tidak menyesuaikan kepribadian kita dengan harapan Orang lain.
Dalam segala sikap dan tindakan kita memang hendaknya tanggap terhadap
kebutuhan, kepentingan dan hak-hak orang yang berhadapan dengan kita. Kita tidak
boleh bersikap egois. Kita memang perlu mengorbankan kepentingan kita demi
keperntingan orang lain. Tetapi kita melakukannya bukan untuk menyesuaikan diri,
karena takut atau malu, melainkan sebagai apa adanya diri kita dengan menyadari bahwa
memang wajar dan tepat jika kita memberikan pengorbanan itu dan memang jika
diperlukan kita akan membantu orang lain dengan perasaan yang tenang. Terbuka berarti
orang boleh tahu siapa kita.
Selanjutnya, orang yang jujur harus bersikap wajar (fair) terhadap orang lain. Ia
memperlakukannya menurut standar-standar yang diharapkannya dipergunakan orang
lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang
diberikan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak akan
pernah akan bertindak yang bertentangan dengan suara hati atau juga keyakinannya.
Tetapi hanya dapat bersikap jujur terhadap orang lain, apabila kita jujur terhadap diri kita
sendiri. Dengan kata lain, kita harus berhenti membohongi diri kita sendiri dengan

melihat keadaan kita apa adanya. Begitu kita berani untuk berpisah dari kebohongan, kita
akan mengalami sesuatu yang berbeda yaitu, kita akan merasa kekuatan batin kita
18

Universitas Sumatera Utara

bertambah. Meskipun lemah kita mengetahui bahwa kita kuat. Dibuat malu oleh orang
lain pun kita akan tetap tegar. Maka sangatlah penting agar kita mulai menjadi jujur.

2.3.2

Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam

kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap
tugas yang membebani kita, ada perasaan terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu
sendiri.
Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut
pengorbanan, kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan
sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan

kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai sekarang
harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.
Merasa bertanggung jawab, meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa
puas sampai pekerjaan itu diselesaikan dengan baik.
Wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipal tidak
terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan
kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia perlukan. Ia bersedia
untuk mengerahkan tenaga dan kemampuan ketika ia di tantang untuk menyelamatkan
sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif , kritis dan objektif (Suseno,2010:146)

19

Universitas Sumatera Utara

Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta
dan untuk memberikan, mempertanggung jawabkan atas tindakan-tindakannya , atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ternyata ia lalai atau melakukan kesalahan,
ia bersedia untuk mengaku dan bertanggung jawab atas segala kesalahannya. Ia tidak
akan pernah melempar tanggung jawab atas segala kesalahan yang diperbuatnya kepada
orang lain. Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan batin

yang sudah kuat.

2.3.3

Kemandirian Moral
Jika kita ingin mencapai kepribadian moral yang kuat, maka kita harus memiliki

sikap kemandirian moral.
Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak pernah ikut-ikutan saja dengan
berbagai pandangan moral lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan
pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Kita tidak hanya sekedar meniru apa
yang biasa.
Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk
mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara
moral berarti bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan pernah
rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.
Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk
penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

20

Universitas Sumatera Utara

2.3.4

Keberanian Moral
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan

sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui ataupun secara
terang-terangan di tentang oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak
mundur dari tugas maupun tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasikan diri, dibuat
malu, dicela, ditentang, atau diancam oleh banyak orang, oleh orang-orang yang kuat
yang memiliki kedudukan dan juga oleh mereka yang penilainnya disegani.
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri
dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147). Keberanian moral
berarti berpihak kepada yang lebih lemah melawan yang lebih kuat yang memperlakukan
nya secara tidak adil.
Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap
kali ia mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam
hatinya, yang berarti ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu dalam dirinya.
Moral keberanian akan membuat kita merasa lebih mandiri. Yang memberikan
semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka yang lemah.

2.3.5

Kerendahan Hati
Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah kerendahan

hati. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita
melihat diri kita seadanya. Kerendahan hati adalah kekuatan batin melihat diri sesuai
21

Universitas Sumatera Utara

dengan kenyataan (Suseno,2010:148). Orang yang rendah hati tidak hanya melihat
kelemahannya, melainkan juga melihat kekuatannya.
Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan
keterbatasan ‘kebaikan’ kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan kita untuk
memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan kerendahan hati, kita benar benar
bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk
seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri.
Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral. Tanpa kerendahan
hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela memperhatikan
orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takuat dan tidak berani membuka diri.
Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar, apa
bila benar-benar diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa bahwa
dirinya terlalu penting, karena keberanian akan datang apabila ia sudah yakin bahwa
sikapnya telah memiliki nilai moral.

2.4

Prinsip Etika Moral Bushido
Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung adalah

etika moral. Etika moral yang terdapat dalam etika moral bushido berpusat pada konsep
kemanusiaan.
Etika moral yang terkandung dalam bushido menurut Suryohadiprodjo (1982:49),
meliputi kejujuran (makoto 真), keberanian (yu 湯), kebajikan atau murah hati (jin 陣),
22

Universitas Sumatera Utara

kesopanan atau hormat (rei 例), keadilan/kesungguhan atau integritas (gi 儀), kehormatan
atau martabat (meiyo 名誉) dan kesetiaan (chungi 中ん儀).

2.4.1. Kejujuran/Makoto 真
Kejujuran (Makoto 真 ) adalah tentang bersikap jujur kepada diri sendiri
sebagaimana kepada orang lain. Artinya, bertingkah laku yang benar secara moral dan
selalu melakukan hal-hal dengan kemampuan terbaik.
Kejujuran merupakan keyakinan dalam kode etik samurai. Didalam diri samurai
tidak ada ynag lebih buruk daripada curang dalam pergaulan dan perbuatan yang tidak
wajar.
Ajaran bushido mendefinisikan kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi,
kejujuran adalah kekuatan pasti pada setiap tingkah laku tanpa keragu-raguan. Samurai
siap mati jika dianggap pantas untuk mati dan berhenti sebagai samurai jika dianggap
sebagai kebenaran.
Konsep kejujuran dalam bushido adalah pembuatan keputusan yang benar dengan
alas an yang tepat. Alasan yang tepat ini adalah Giri. Giri lah yang merupakan alas an
seseorang untuk memutuskan berbuat sesuatu dan bersikap dengan orang tua, kepada
masyarakat luas. Menurut Nitobe (dalam Sipahutar 2007:30), kejujuran adalah sifat yang
wajib dimiliki oleh samurai.

23

Universitas Sumatera Utara

Jika seseorang memiliki sifat jujur dan berjalan diatas jalan lurus, dapat dipastikan
bahwa ia seorang yang pemberani. Berani tidak saja mengacu kepada keberanian dalam
berperang tetapi juga berani menghadapi berbagai cobaan hidup.
Kejujuran dikalangan samurai merupakan etika yang tidak bisa diragukan lagi. Ia
harus tegas ketika menghadapi kapan harus mati dan kapan harus membunuh, asalkan
demi kebenaran yang dianutnya. Keberanian seorang samurai harus didasari oleh
kejujuran serta kal sehat, tanpa kecerobohan maupun kecurangan.

2.4.2

Keberanian/Yu 湯
Keberanian/Yu 湯 merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan

dengan keberanian dan keyakinan. Keberanian ini dapat dilihat dari sikap orang Jepang
dalam mempertahankan kelompoknya. Untuk dapat membela kebenaran, diperlukan rasa
keberanian dan keteguhan hati. Seorang samurai tidak dibenarkan ragu-ragu dalam
melaksanakan tugasnya, jika seorang samurai ragu-ragu dalam melaksanakan suatu hal
akan membuat mereka menjadi terlihat tidak mempunyai pendirian dalam mengambil
keputusan ataupun dalam melaksanakan tugas.
Dalam ajaran konfusionisme, keberanian itu adalah melakukan hal yang dianggap
benar. Namun keberanian itu juga dibedakan antara

berani karena membela atau

mempertahankan prinsip kebenaran dengan keberanian yang ada pada tingkah laku
kejahatan (Napitupulu, 2007:21).

24

Universitas Sumatera Utara

2.4.3

Kebajikan atau Kemurahan Hati/ jin 人
Kebajikan/Jin 人 merupakan gabungan antara kasih sayang dan kemurahan hati.

Prinsip ini terjalin dengan Gi dan menghindarkan samurai dari penggunanaan keahlian
mereka dengan congkak atau untuk mendominasi.
Simpati dan rasa belas kasihan diakui menjadi unsur tertinggi dalam kebajikan.
Kebajikan merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai dan mencegah
mereka berbuat sewenang-wenang.
Menurut Sipahutar (2007:31), rasa kasih sayang dimiliki oleh samurai tidak jauh
berbeda dengan yang dimiliki rakyat biasa, tetapi pada seorang samurai harus didukung
oleh kekuatan untuk membela dan melindungi.

2.4.4

Kesopanan atau Hormat/Rei 例
Kesopanan/Rei 例 adalah hal yang berkenan dengan kesopanan dan prilaku yang

pantas kepada orang lain. Prinsip ini berarti menghormati semua orang.
Menurut Napitupulu

(2008:22), mengatakan bahwa di Jepang penghayatan

musik merdu dan sajak-sajak indah merupakan kurikulum pendidikan untuk membangun
perasaan dan jiwa lembut, yang kemudian akan menggugah penghayatan terhadap
penderitaan orang lain. Kerendahan hati untuk memahami orang lain adalah akar dari
sikap sopan santun.

25

Universitas Sumatera Utara

Kemudian menurut Sipahutar (2007:31-32), etika kesopanan bangsa Jepang sudah
dikenal dunia. Dan sikap ini merupakan unsure kemanusiaan tertinggi dan hasil terbaik
dari hubungan masyarakat. Kesopanan yang tercermin pada masyarakat Jepang bermula
dari tata cara yang bersifat rutinitas. Bagaimana seseorang harus tunduk pada teguran
orang lain, bagaimana seseorang harus berjalan, duduk mengajar dan diajar dengan penuh
kepedulian.

2.4.5

Keadilan/ Kesungguhan atau Integritas/Gi
Keadilan/Gi 儀 merupakan kemampuan untuk membuat keputusan yang benar

dengan keyakinan moral dan untuk bersikap adil serta sama kepada semua orang tanpa
memperdulikan warna kulit, ras, gender ataupun usia.
Dalam melaksanakan tugasnya seorang Bushi atau samurai harus memandang
sama semua golongan, hal ini juga ada agar para samurai tidak semena-mena ataupun
menggunakan kekuasaan atau kekuatannya untuk hal-hal yang tidak sewajarnya.

2.4.6

Kehormatan atau Harga diriMeiyo 名誉
Kehormatan/ Meiyo 名誉 dicapai dengan sikap positif dalam berpikir dan hanya

akan mengikuti perilaku yang tepat. Selain itu, kehormatan merupakan implikasi dari satu
kesadaran hidup akan martabat individu yang berharga.

26

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sipahutar (2007:32), seorang samurai yang lahir dan dibesarkan dengan
nilai-nilai kewajiban dan keistimewaan profesi mereka, sadar benar bahwa kehormatan
adalah kemuliaan pribadi yang mewarnai jiwa mereka. Didalam bahasa Jepang ada istilah
seperti na (nama), memoku (wajah), dan guaibun (pendengaran). Istilah ini bisa
diterjemahkan sebagai reputasi atau nama baik seseorang. Nama baik adalah bagian nonfisik yang tidak kelihatan dari manusia, tetapi dapat dirasakan. Kalau hal ini tidak dijaga,
maka reputasi bisa jatuh dan memberikan kesan yang baik bagi orang lain.
Kehormatan bagi bangsa Jepang diyakini sebagai suatu sensitifitas sejak anak
berada dalam kandungan ibunya. Hilangnya kehormatan bagi bangsa Jepang tercermin
dari rasa malu yang merupakan hukuman yang paling buruk. Kesadaran akan rasa malu
menjadikan orang Jepang menolak untuk terhadap segala sesuatu yang berupa
penghinaan.
Landasan filosofi yang terkandung dalam etika kehormatan ini adalah adanya
yang mencerminkan kebutuhan individu terhadap penghargaan berupa hasil kerja. Dalam
bushido, kehormatan bisa dicapai sejalan dengan bertambahnya usia yang mencerminkan
bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi. Reputasi ini harus dijaga dengan baik,
karena reputasi yang dibangun bertahun-tahun mungkin saja bisa hancur dalam satu hari
saja.

27

Universitas Sumatera Utara

2.4.7

Kesetiaan/ Chungi 中ん儀
Kesetiaan/ Chungi 中ん儀 merupakan dasar dari semua prinsip, tanpa dedikasi

dan kesetiaan pada tugas yang sedang dikerjakan dan kepada sesama, seseorang tak dapat
berharap akan mencapai hasil yang diinginkan.
Kesetiaan merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seorang samurai. Kesetiaan
muncul dari adanya rasa solidaritas yang memunculkan rasa kebersamaan dalam
kehidupan sosial utuk mempertahankan daerah atau wilayah mereka dari serangan musuh.
Kesetiaan untuk kepentingan bersama dan tuannya merupakan pemenuhan
kewajiban seorang samurai untuk menanti nilai-nilai kemasyarakatan dengan cara
mengabdi sepenuhnya kepada tuan mewujudkan pengabdian itu dengan cara berprestasi
sebaik mungkin.
Kesetiaan yang diajarkan dalam bushido merupakan kesetiaan seorang bushi
dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Dalam menjalankan tugasnya ini
mereka dituntut untuk tunduk terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh tuannya.
Sedangkan didalam konfusionisme makna kesetiaan menjadi bernuansa moral,
nilai moral yang yang terkandung didalamnya meliputi nilai moral sosial, ynag
mendasarkan ajarannya dengan adanya hubungan antara anak dengan orang tua, kaka
dengan adik, antara sesame, terhadap pejabat pemerintah, dan terhadap kaisar Napitupulu
(2008:23).

28

Universitas Sumatera Utara

2.5 Setting Cerita
Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta terjadinya
peristiwa (Suroto 1989:94). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa latar
atau setting merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa. Nurgiyantoro juga menjelaskan
(1995:216) bahwa latar atau setting menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lungkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa.

2.5.1. Latar Tempat
Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang digunakan berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, ataupun lokasi tanpa nama yang jelas.
Dalam novel Botchan, sebagian besar mengambil setting lokasi di Tokyo,
Shikoku dan sebagainya . Adapun beberapa latar tempat terjadinya peristiwa dalam novel
Botchan adalah sebagai berikut :
1. Rumah
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Saat aku sampai dirumah’ (Halaman 1)
2. Sumur
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘ Sumur ini sumber tempat air mengalir
masuk dan keluar ke sawah dan sekitarnya’ (halaman 13)
3

Losmen

29

Universitas Sumatera Utara

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Tapi aku tidak tahu secara persis
karena aku sudah tinggal di losmen di Ogawamachi, Kanda’ (halaman 21)
4

Sekolah Ilmu Alam Tokyo
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Ketika suatu hari aku melewati
Sekolah Ilmu Alam Tokyo, aku melihat pengumuman penerimaan siswa baru’
(Halaman 23)

5

Stasiun
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Kami pergi ke stasiun berdampingan
dengan rikshaw’ (Halaman 27)

6

Yamashiroya
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Di mana kau tinggal? Tanya Hotta.
Yamashiroya?’ (Halaman 38)

7

Sekolah
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Sejak hari itu,aku pergi setiap hari ke
sekolah’ (Halaman 48)

8

Pantai
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Lalu bersama-sama kami pergi ke
pantai’ (Halaman 78)

30

Universitas Sumatera Utara

9

Pemandian air panas
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Ketika pergi ke pamandian air panas’
(Halaman 104)

10 Kajiyachou
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Ketika aku mendapati tempat bernama
Kajiyachou’ (Halaman 118)
11 Kashintei
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Pesta perpisahan diadakan di tempat
yang bernama Kashintei’ (Halaman 161)
12 Tokyo Tramcar Company
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: ‘Seorang teman membantuku
mendapatkan pekerjaan sebagai asisten mekanik di Tokyo Tramcar Company’
(Halaman 217)

31

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan dengan waktu
faktual atau waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.
Dalam novel Botchan, biasanya berlatar waktu di siang atau malam hari. Namun
ada juga beberapa latar terdapat dalam novel Botchan diantaranya
Latar waktu pada cerita ini dimulai pada kata sejak dulu yang sebenarnya tidak
faktual. Frasa ini terdapat pada halaman 15, alinea kedua yang menyatakan ‘Sejak dulu
pembawaannya memang kewanita-wanitaan, dan karena dia sedikit licik, kami tidak
pernah akur’.
Latar waktu yang menggunakan kata sore juga ada digunakan yaitu pada halaman
12 alinea keempat yang menyatakan ‘ Di satu sore, aku bersembunyi di balik pagar dan
akhirnya menangkap basah dirinya’.
Latar waktu yang menggunakan tahun juga ada digunakan, yang terdapat pada
halaman 20 alinea pertama yang menyatakan ‘Begitulah hidupku selama lima atau enam
tahun pertama setelah kematian ibuku’.
Latar waktu pagi hari juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman 27,
alinea kedua yang menyatakan ‘Kiyo datang di pagi hari dan membantuku bersiap-siap’.
Latar waktu cerita ini juga terdapat pada saat matahari bersinar begitu terang pada
halaman 28 alinea pertama yang menyatakan ‘Matahari bersinar begitu terang sehingga
pantulannya di air bisa membuatmu silau dan pening’.
32

Universitas Sumatera Utara

Pukul tiga juga disebutkan pada cerita ini, yang terdapat pada halaman 46, alinea
pertama yang menyatakan ‘Aku harus menunggu sendirian di sekolah hingga pukul tiga’.
Latar waktu setiap hari juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman 48 ,
alinea kedua yang menyatakan ‘Sejak hari itu, aku pergi setiap hari ke sekolah’.
Keesokan hari juga disebutkan pada cerita ini, yang terdapat pada halaman
54,alinea kelima yang menyatakan ‘Aku pergi kesekolah keesokan harinya’.
Latar waktu pada cerita ini juga terdapat pada saat sinar matahari mulai melemah
pada halaman 86, alinea kedua yang menyatakan ‘ Sinar matahari mulai melemah dan
angin dingin bertiup’.
Musim gugur juga disebutkan pada cerita ini, yang terdapat pada halaman 92,
alinea pertama yang menyatakan ‘Musim gugur akhirnya menjumpai kita’.
Beberapa menit juga disebutkan pada cerita ini, yang terdapat pada halaman 102
alinea pertama yang menyatakan ‘Beberapa menit kemudian bel jam pelajaran berbunyi’.
Latar waktu detik juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman 111, alinea
pertama yang menyatakan ‘Pada detik itu, Hotta yang sejak awal hanya duduk diam
mendengarkan, tiba-tiba berdiri dengan pasti’.
Latar waktu hari ini juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman 124,
alinea kedua yang menyatakan ‘Sungguh penghinaan terhadapt dewa hari ini’.
Latar waktu seminggu juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman 206,
alinea kedua yang menyatakan ‘Namun setelah seminggu berlalu tanpa hasil, aku mulai
kehilangan semangat’.
33

Universitas Sumatera Utara

Latar waktu kemarin malam juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman
214, alinea ketiga yang menyatakan ‘Aku melihat geisha masuk ke Kadoya kemarin
malam’.
Latar waktu bulan juga ada pada cerita ini yang terdapat pada halaman 217, alinea
ketiga yang menyatakan ‘Aku mendapat gaji dua puluh lima yen per bulan’.
Inilah latar tempat dan latar waktu yang digunakan dan terdapat pada cerita novel
Botchan.

2.6

Biografi Pengarang
Natsume Kinnosuke , yang lebih luas dikenal dengan nama pena Soseki, lahir di

Tokyo, 9 Februari 1867, setahun sebelum Kaisar Meiji menerima kembali pemerintahan
dari shogun Tokugawa. Meskipun kekaisaran Meiji sejak 1872 telah melakukan
pembaharuan di bidang pendidikan dengan memperkenalkan sistem pendidikan Barat,
tetapi Soseki masih harus belajar dalam suasana lama.
Demikianlah dia pun mempelajari bahasa dan sastra Cina klasik, sebagai salah
satu pelajaran utama dalam pendidikan zaman Edo. Selama setahun mempelajari Sastra
Cina di sekolahnya menimbulkan kecintaan Soseki pada sastra Cina dalam dirinya
sepanjang hidup. Pada tahun 1882, Soseki menyatakan keinginan untuk menjadikan
sastra sebagai karir, meskipun tidak menjelaskan apakah sebagai penulis atau peneliti
akademis. Soseki masuk ke Departemen Sastra Inggris TokyoImperial University di tahun
1890.

34

Universitas Sumatera Utara

Selama periode Meiji, kaum intelektual Jepang merasa mempelajari berbagai
pengetahuan dari dunia Barat demi membantu pembangunan negeri merupakan
kewajiban mereka. Soseki bukanlah pengecualian dan semangat memperoleh
pengetahuan dalam salah satu aspek peradaban Baratlah yang menuntunnya menekuni
sastra Inggris. Soseki adalah sarjana kedua yang lulus dari Universitas Kerajaan (yang
kemudian menjadi Universitas Tokyo atau Tokyo Daigaku) di Tokyo jurusan bahasa
Inggris (yang dibuka 1888) dan kemudian ia pun beberapa lama mengajarkan sastra
Inggirs di universitas tersebut di samping beberapa sekolah lain. Ia tamat dari Universitas
Kerajaan pada tahun 1893. Ia pun menerima pengangkatan sebagai guru bahasa Inggris di
Sekolah Guru di Tokyo.
Dua tahun kemudian pada tahun 1895, dia tiba-tiba pindah ke Matsuyama di
pulau Shikoku dan mengajar pada sebuah Sekolah Menengah. Pada waktu itu pula dia
menulis haiku dan mempergunakan nama samaran Soseki. Yang jelas ialah bahwa di
Matsuyamalah dia melamar Nakane Kyoko, yang kemudian menjadi istrinya. Namun
ternyata di Matsuyama pun ia tidak betah, karena setahun kemudian pada tahun 1896 dia
pindah ke Kumamoto di pulau Kyushu, mengajar di Akedemi Nasional Kelima. Di
situlah dia menikah, mempunyai anak dan dan hidup berbahagia, sampai tahun 1900
ketika ia tiba-tiba ditunjuk sebagai orang yang mendapat beasiswa pemerintah ke Inggris.
Dua tahun lebih tinggal di London membuat Soseki frustasi. Ia mengurung diri dalam
kamar dan membaca terus-menerus, mula-mula tentang sastra, tetapi kemudian juga
tentang berbagai ilmu yang lain, terutama psikologi dan filsafat. Ia sendiri mengganggap
pengalamanya di London sebagai yang paling tidak meyenangkan dalam hidupnya.

35

Universitas Sumatera Utara

Keadaan sedemikian rupa sehingga ia mengalami guncangan saraf yang sejak itu terus
merundungnya sepanjang hidup.
Awal tahun 1903 ia tiba kembali ke tanah airnya, dan mengajar di Akedemi
Nasional Pertama di Tokyo. Ia pun kemudian mengajarkan sastra Inggris di Universitas
Kerajaan. Cara Soseki mengajar dianggap kering dan membosankan, sehingga dia tidak
disukai oleh para mahasiswa. Tetapi pada waktu itu pulahlah dia memberikan
serangkaian kuliah yang mengemukakan pandangan-pandanganya tentang sastra pada
umumnya, dan sastra Inggris serta sastra Jepang pada khususnya, seperti “Konsep umum
tentang sastra”, ”Tentang sastra”, Sastra Inggris abad ke-18.
Memang, meskipun Soseki seorang sarjana sastra Inggris yang terpandang, yang
pernah tinggal di London selama dua tahun lebih, tetapi tidaklah ia menjadi seorang
pengagum buta kebudayaan barat. Padahal pada waktu itu kaum intelektual dan
budayawan Jepang sedang bersemangat sekali meniru segala sesuatu yang datang dari
Barat. Di kalangan kesusastraan, berbagai aliran yang sedang popular di Eropa ditiru
dengan antusias sekali. Kehidupan sastra di zaman Tokugawa yang lebih bersifat hiburan
daripada sungguh-sungguh, dianggap tidak sesuai lagi dengan jiwa masyarakat Jepang
yang berubah. Tidak syak lagi, Soseki hidup pada masa yang sangat menentukan dalam
sejarah Jepang. Dalam dunia sastra zaman Meiji paruh yang pertama merupakan zaman
pemindahan karya-karya barat ke dalam bahasa Jepang dan hal itu menyebabkan
pengaruh Barat merajalela dalam karya sastra bahasa Jepang yang ditulis pada paruh
kedua zaman tersebut. Sebagai orang yang mendalami sastra Barat, terutama sastra
Inggris, Soseki melihat bahwa sastra Jepang tidak boleh menyangkal fitrahnya.

36

Universitas Sumatera Utara

Walaupun begitu Soseki bukan pula seorang yang terbakar oleh semangat
nasionalisme yang sempit. Kalau dia melihat kekurangan-kekurangan pada modernisasi
ataupun pada kebudayaan Barat, bukan berarti dia menolak secara apriori terhadapnya.
Para peneliti tentang Soseki pun sama-sama melihat bahwa pada karya-karya Soseki
tampak pengaruh para pengarang Inggris. Tetapi para peneliti itu pun sepakat, bahwa
pengaruh dari para pengarang Barat itu diimbanginya dengan keeratannya pada akar
budaya Jepang sendiri, sehingga karya-karyanya merupakan sesuatu yang orisinil.
Karyanya yang paling terkenal, Botchan misalnya memperlihatkan pengaruh dari bahasa
roman-roman lucu masa itu. Sebagai seseorang yang lahir di Edo (Tokyo), Soseki
memang akrab sekali dengan kebudayaan Edo, hal mana tampak bukan saja pada gaya
bahasa yang dipakainya menulis Botchan, melainkan dengan caranya menyebut tokohtokohnya dengan nama ejekan. Dengan begitu karyanya diakui memang berbeda sekali
dengan karya sastra jepang pada masa itu, baik dalam bentuk, gaya bahasa, maupun
karakteristiknya.
Pada tahun 1906 dia menolak tawaran surat kabar Yomiuri yang berpengaruh
untuk menjadi pengasuh ruangan sastra. Pada waktu itu ia telah berhasil menarik para
penggemar dan pengagum serta kawan-kawannya, sehingga mereka mengadakan
pertemuan sekali seminggu. Di antara pesertanya ada Komiya Toyotaka yang kemudian
menulis biografi Natsume Soseki yang lengkap dengan Akutagawa Ryuunosuke (18921927) yang kemudian juga jadi terkenal sebagai salah seorang sastrawan Jepang modern
yang penting. Pada waktu itu terbit Tiga Cerita (Uzurakugo, 1906) yang terdiri atas
Botchan, Bantalan Rumput (Kusamakura) dan Hari Angin ribut (Nihyakutooka). Botchan

37

Universitas Sumatera Utara

(1906) sangat popular dan bersama Aku Seekor Kucing (1904) merupakan karya Sooseki
yang paling terkenal. .
Pada bulan Februari 1907 dia menerima tawaran dari Asahi, surat kabar terbesar
di Jepang pada waktu itu untuk bekerja sebagai penulis cerita. Soseki meninggalakan
pekerjaannya sebagai pengajar di universitas karena ia melihatnya sebagai kesempatan
untuk menjadi penulis kreatif secara penuh. Keputusan itu menggegerkan kalangan
universitas dan kawan-kawanya. Tidak pernah terjadi sebelumnya ada orang yang mau
melepaskan kedudukan terhormat dan terjamin sebagai pengajar di universitas
pemerintah untuk masuk ke sebuah perusahaan swasta yang tidak jelas masa depannya.
Tetapi sejarah kemudian membuktikan bahwa pilihan Soseki tidaklah keliru. Bukan saja
untuk dirinya pribadi, melainkan juga bagi dunia kesusastraan Jepang. Dengan
meninggalakan universitas, Soseki telah memperkaya khazanah sastra Jepang.
Pada tahun 1909 Soseki membuat geger ketika ia menolak Piala Emas yang
diberikan majalah Taiyo, karena terpilih sebagai seniman yang paling banyak mendapat
suara penggemar. Alasanya Soseki menganggapa hal itu membahayakan pribadi seniman,
karena merupakan tirani mayoritas. Dua tahun setelah itu, ia menggegerkan lagi karena
menolak gelar Doktor Kehormatan dalam sastra yang hendak diberikan oleh pemerintah.
Soseki merasa tersinggung karena menganggap hak asasinya sebagai individu dilanggar
karena dia tidak ditanya suka atau tidak menerima gelar kehormatan itu. Dia ingin hidup
sebagai manusia biasa. Memang Soseki dikenal eksentrik, tetapi hanya dalam hal-hal
yang menyangkut prisip dasar yang dianutnya saja.

38

Universitas Sumatera Utara

Dalam uraiannya yang berjudul “Dasar filsafat sastra dan seni” Soseki menyebut
tentang empat macam akibat yang ditimbulkan oleh suatu karya sastra terhadap
pembacanya, yaitu yang disebutnya sebagai sesutau keindahan, kebenaran, kebaikan dan
kepahlawanan.
Nuansa satir ringan dalam karya-karya awalnya kemudian digantikan dengan
Koofu (1908), Sanshiroo (1908), dan Sorekara (1909) yang bernada serius. Meski
berjuang melawan sakit parah, termasuk dalam karya sastra Soseki pada dekade terakhir
hidupnya antara lain Mon, Kojin (1913), dan Kokoro (1914), kemudian memuncak pada
novelnya yang tidak selesai, Meian (1916) yang merupakan sebuah studi pengasingan
dan kesepian. Ia meninggal di tahun 1916.

39

Universitas Sumatera Utara