Pesan Moral Dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki Chapter III IV

BAB III
ANALISIS PESAN MORAL YANG DIUNGKAPKAN PENGARANG DALAM
NOVEL BOTCHAN KARYA NATSUME SOSEKI

3.1

Sinopsis Cerita
Natsume Soseki merupakan seorang tokoh terbesar dalam kesusastraaan modern

Jepang yang lahir di Tokyo pada tahun 1867. Salah satu novel yang telah dihasilkan oleh
Natsume Soseki adalah novel yang berjudul “Botchan”, yang dibuat tahun 1906. Di awal
cerita, novel ini menceritakan kehidupan Botchan kecil yang tidak mendapatkan kasih sayang
dari kedua orangtuanya karena dianggap sebagai anak yang nakal. Kedua orang tuanya
bersikap tidak adil kepada Botchan karena hanya menyayangi kakak laki-lakinya. Hanya Kiyo
sang pelayan tua yang sangat menyayangi Botchan, ia selalu bisa melihat sisi positif dan
kejujuran dari seorang Botchan. Hubungan Botchan dengan ibu, ayah dan kakaknya tidak
pernah baik hingga ayah dan ibunya pun meninggal dunia.
Ketika warisan itu dimiliki sang kakak, ia pun lantas menjualnya dan membuat
Botchan harus keluar dari rumah dan tinggal di losmen sementara Kiyo harus tinggal di rumah
keponakannya dan dengan sangat menyesal tidak bisa lagi mengabdi kepada keluarga itu.
Namun, kakaknya hanya memberikan Botchan uang sebesar 600 yen yang digunakan untuk

melanjutkan kuliah ataupun membuka usaha. Botchanpun pada akhirnya memutuskan untuk
melanjutkan sekolahnya di Sekolah Ilmu Alam Tokyo.
Lulus dari Sekolah Ilmu Alam Tokyo, Botchan menerima tawaran menjadi guru
matematika di sekolah menengah pedesaan di Shikoku. Pada hari pertama Botchan mulai
40

Universitas Sumatera Utara

mengajar ia sudah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan, dimana salah satu
muridnya memberikan soal matematika yang mustahil untuk dipecahkan. Kemudian Botchan
berkata aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu sekarang, tapi aku akan berusaha
memecahkanya lain kali. Hal itu langsung menimbulkan cemooh dan kericuhan dari muridmuridnya. Botchan berkata di mana salahnya mengaku bila kau tidak mampu?

Botchan yang sebelumnya tinggal di Tokyo sering terkejut dengan kebiasaan dan
peraturan yang berlaku di sekolah tempat Botchan mengajar seperti seorang guru dilarang
berkunjung dan makan di restoran ramen dan dango. Awalnya “Botchan” tidak tau akan hal
itu dan ia berkunjung dan makan di toko ramen dan dango. Keesokan harinya ia diejek dan
ditertawakan murid-muridnya dengan menemukan tulisan ‘SENSEI TEMPURA’ tertulis di
papan tulis.
Botchan mendapatkan giliran menjadi guru tugas malam dan ia diwajibakan unutk

menginap di sekolah. Ia dikerjai oleh murid-muridnya yang nakal yang memasukkan belalang
ke dalam futonnya ketika ia tugas malam di sekolah. Botchan kemudian memanggil muridmurid penghuni asrama untuk meminta pengakuan dan pertanggungjawaban karena telah
beraninya mengerjai seorang guru tugas malam. Murid-murid penghuni asrama pura-pura
tidak tau akan hal itu. Tentu saja Botchan marah besar dan menimbulkan keributan di sekolah
karena muridnya tidak mau jujur mengakui kesalahan yang telah dilakukan. Kepala sekolah
tiba-tiba datang ke sekolah. Setelah mendengar penjelasan tentang apa yang terjadi dari
Botchan kepala sekolah tidak langsung menghukum murid-murid. Kepala sekolah malah
menyuruh murid-murid untuk masuk sekolah seperti biasa. Botchan tidak setuju atas apa yang

41

Universitas Sumatera Utara

telah dilakukankepala sekolah, karena Botchan menganggap kepala sekolah telah bersikap
lembek terhadap kenakalan siswa.
Botchan terlibat perseteruan/konflik terselubung dengan Kepala Guru yang di beri
julukan si Kemeja Merah oleh Botchan, yang dinilai Botchan munafik, licik dan pura-pura
baik, sok intelek dan merasa superior. Ia memanfaatkan jabatannya untuk merebut tunangan
orang lain seorang guru bahasa Inggris yang lebih rendah jabatannya yang bernama Koga, dan
akhirnya guru tersebut dipindah tugaskan ke daerah yang sangat terpencil. Kemeja

menawarkan kenaikan gaji kepada Botchan, karena sekolah mempunyai uang lebih akibat
kepindahan Koga. Hal ini tentu saja langsung ditolak oleh Botchan karena ia tahu kepindahan
Koga adalah siasat yang dilakukan oleh Kemaja Merah dan bukan atas kemauan Koga sendiri.
Kemeja merah juga mengadu domba Botchan dengan seorang guru Matematika senior
yang bernama Hotta yang mengakibatkan pertengkaran diantara Botchan dan guru tersebut.
Kemeja merah menipu Botchan dengan mengatakan bahwa Hottalah yang menghasut muridmurid untuk mengerjai Botchan dengan cara memasukan belalang ke dalam futon Botchan
ketika ia tugas malam. Ketika insiden kenakalan murid tersebut di bawa ke dalam rapat hanya
Hotta yang mendukung pendapat Botchan agar murid-murid harus dihukum atas kenakalan
yang dilakukan murid-murid agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Botchan kemudian
sadar bahwa Kemeja Merah dan si Badut lah yang berbohong dan ia sedang di adu domba.
Botchan kemudian segera berbaikan dengan Hotta. Semenjak mengetahui bahwa mereka di
adu domba oleh kepala guru yang licik, mereka pun menjadi bersahabat.Sekolah libur untuk
merayakan kemenangan tentara Jepang atas Cina. Semua staf guru dan murid-murid harus
hadir dalam upacara di lapangan parade kota. Malamnya diadakan pertunjukan dan acara
hiburan perayaan kemenangan. Adik Kemeja merah yang juga merupakan murid di sekolah
42

Universitas Sumatera Utara

tempat Botchan dan Hotta mengajar datang ke rumah Botchan untuk menanyakan apakah

Hotta dan Botchan akan menghadiri pertunjukan malam itu. Botchan dan Hotta pun datang
dalam pertunjukan perayaan kemenangan. Ketika menikmati pertunjukan tari dari Tokyo,
tiba-tiba adik Kemeja Merah datang mengadu kepada Botchan dan Hotta dan berkata bahwa
murid-murid dari sekolah tempat Botchan dan Hotta mengajar terlibat perkelahian dengan
murid-murid dari sekolah kejuruan. Botchan dan Hotta berteriak dan berusaha untuk
menghentikan perkelahian yang sedang terjadi tetapi malah Botchan dan Hotta yang dipukul
dan dilempari batu oleh murid-murid. Botchan dan Hotta tidak terima karena perlakuan
murid-murid dan membalas pukulan yang mereka terima dari murid-murid. Ketika polisi tiba
di lokasi kejadian, murid-murid kabur. Hotta dan Botchan menceritakan semua kejadian
kepada polisi, setelah itu mereka pun pulang ke rumah.

Keesokan harinya nenek pemilik rumah tempat Botchan tinggal datang membawakan
surat kabar harian Shikoku. Botchan terkejut perkelahian yang kemarin terjadi tertulis di sana
dengan artikel yang memutarbalikan fakta bahwa, Hotta dan Botchan lah yang sebagai
seorang guru telah menghasut murid-murid untuk berkelahi dengan murid-murid sekolah
kejuruan. Botchan marah besar karena koran telah menceritakan kebohongan. Ia berniat
mendatangi surat kabar itu agar meminta maaf atas artikel yang diterbitkan tetapi Botchan
dihalangi oleh kepala sekolah. Botchan dan Hotta kemudian sadar bahwa Kemeja Merah lah
yang mengatur supaya mereka terlibat dalam perkelahian itu karena adik Kemeja Merah yang
memanggil Botchan dan Hotta untuk menghadiri perayaan kemenangan dan memberitahukan

perkelahiaan yang terjadi. Kemudian Kemeja Merah langsung pergi ke kantor surat kabar dan
menyuruh menulis artikel tentang itu. Hotta kemudian diberhentikan dari sekolah karena
insiden perkelahian dan artikel surat kabar tersebut tetapi Botchan tidak diberhentikan oleh
43

Universitas Sumatera Utara

kepala sekolah. Botchan protes kepada kepala sekolah kenapa Hotta dipecat sedangkan ia
tidak, karena ia dan Hotta sama-sama terlibat dalam perkelahian dengan murid-murid.
Menurut Botchan kepala sekolah telah bertindak tidak adil. Botchan dan Hotta berencana
membalas perbuatan Kemeja merah dan rekannya dengan cara memergoki kepala guru dan si
badut berkunjung ke Kadoya (rumah bordil).

Botchan dan Hotta memergoki kepala guru dan rekannya yang penjilat seorang guru
seni yang diberi julukan si Badut oleh Botchan berkunjung ke Kadoya (rumah bordil) dan
bermain-main bersama dengan seorang geisha. Kemudian Hotta dan Botchanpun
melayangkan tinju kepada kepala guru dan si Badut. Padahal sebelumnya si kepala guru
berkata pergi ke tempat-tempat hiburan merusak disiplin sebagai seorang guru.
Botchan tak betah lagi tinggal lebih lama di desa tempatnya mengajar. Apalagi
Botchan sadar kalau ia tinggal lebih lama lagi murid-muridnya yang nakal akan terus-terusan

mengerjai dirinya. Akhirnya ia dan Hotta meninggalkan desa tersebut. Ia membuat surat
pengunduran diri kepada kepala sekolah, kemudian kembali Tokyo. Botchan mendapat
pekerjaan sebagai asisten mekanik di Tokyo Tram Car. Botchan pun hidup bahagia bersama
dengan pengasuh yang disayanginya Kiyo.

3.2

Analisis Cerita Botchan
Sebagaimana yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka untuk

selanjutnya penulis akan menjelaskan satu persatu prinsip moral bushido yang terdapat

44

Universitas Sumatera Utara

didalam novel Botchan yaitu kejujuran, keberanian, kehormatan atau harga diri dan
kesetiaan.
Teori-teori tersebut akan dianalisis pada cuplikan-cuplikan dari cerita novel
‘Botchan’ sebagai berikut :


3.2.1

Moral Kejujuran

Cuplikan hal 66
Aku juga melakukan beberapa kejailan saat di sekolah menengah, tapi ketika para
guru bertanya siapa yang bertanggung jawab, selayaknya lelaki aku selalu mengakuinya.
Kalau kau melakukan sesuatu, kaulah sipelaku; kalau kau tidak melakukannya, berarti
kau bukan pelaku. Sesederhana itu. Meski membuat kekacauan, setidaknya aku selalu
jujur.
Analisis :
Pada data diatas terjadi pada saat Botchan sedang tugas malam di sekolah, ketika
ia berbaring difuton sekumpulan belalang sudah ada didalamnya. Botchan memanggil
tiga murid yang ada diasrama, Botchan meminta mereka untuk mengakui siapa yang
telah memasukkan belalang kedalam futonnya, tapi tidak ada yang mau mengakui
perbuatan tersebut. Dari data tersebut menunjukkan sikap jujur yang dilakukan oleh
tokoh Botchan. Botchan mengakui jika ia salah, hal ini ditunjukkan pada kutipan ‘ Meski
membuat kekacauan, setidaknya aku selalu jujur’ kutipan tersebut merupakan sikap
yang diterapkan Botchan sejak kecil, ia selalu jujur dalam setiap tindakan yang ia perbuat.

Pada cuplikan diatas menunjukkan pesan moral kejujuran, dimana kejujuran
merupakan keyakinan dalam kode etik samurai. Kejujuran adalah tentang sikap jujur
45

Universitas Sumatera Utara

kepada diri sendiri sebagaimana kepada orang lain. Penyampaian penulis dalam hal ini
adalah secara eksplisit.

3.2.2. Moral Keberanian
Cuplikan hal 204
Sungguh tidak masuk di akal untuk berpikir anda (kepala sekolah) bisa meminta
Hotta berhenti, namun saya tidak. Jika saya tidak perlu mengundurkan diri, berarti
Hottapun demikian.
Analisis:
Pada kalimat tersebut Botchan mendatangi kepala sekolah untuk menanyakan
mengapa kepala sekolah tidak meminta pengunduran dirinya setelah kerusuhan yang
menyeret namanya dan Hotta. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa Botchan memiliki
sifat yang berani, jujur dan blak-blakan.
Dari cuplikan diatas, dapat dilihat makna indeksial dari etika bushido, yaitu

keberanian/Yu. Penyampaian penulis dalam hal ini adalah secara implisit.

3.2.3. Moral Kehormatan atau Harga diri
Cuplikan hal 113
Semua orang bergeming. Si kemeja merah mulai menggosok pipinya lagi. Aku
sangat bahagia. Seolah Hotta telah mengucapkan semua yang ingin kukatakan atas nama

46

Universitas Sumatera Utara

diriku. Aku manusia sederhana, sehingga dengan ekspresi wajah yang menunjukkan aku
sudah melupakan pertengkaran kami.
Hotta orang yang aneh. Tidak lama sesudah memuji, dia malah membeberkan
kesalahanku. Aku tahu bahwa orang yang bertugas sebelum diriku telah pergi keluar
kemudian aku juga pergi karena berpikir hal itu biasa dilakukan.
Kepala sekolah berdiri dan berkata karena sepertinya tidak ada pendapat lain, dia
akan mempertimbangkan semua kemudian memutuskan langkah apa yang akan diambil.
Hanya untuk memberitahu, hasilnya adalah para penghuni asrama dihukum
kurung dalam sekolah selama seminggu serta harus datang dan meminta maaf padaku.

Kalau mereka tidak mau meminta maaf, aku sudah berniat akan mengembalikan
sertifikat penugasanku dan pulang.

Analisis:
Pada cuplikan diatas terjadi pada saat Botchan dikerjai oleh murid-muridnya
dengan meletakkan belalang kedalam futon nya. Cuplikan kalimat ‘Kalau mereka tidak
mau meminta maaf, aku sudah berniat akan mengembalikan sertifikat
penugasanku dan pulang’ menunjukkan kehormatan atau harga diri sebagai seorang
guru.
Kehormatan atau harga diri menunjukkan sikap dalam etika moral bushido.
Penyampaian penulis dalam hal ini adalah secara implisit.
3.4.3. Moral Kesetiaan
Cuplikan hal 214-215
Adil atau tidak, kau pantas mendapatkannya. Kemudian Hotta meninjunya lagi.
Satu-satunya bahasa yang dimengerti penipu sepertimu adalah tinju. Setelah berkata
begitu, Hotta kembali memukul Kemeja Merah.
Sementara itu Botchan memukuli Yoshikawa. Akhirnya mereka berdua terpojok
di bawah pohon cedar sambil gemetar ketakutan.
47


Universitas Sumatera Utara

Bagaimana? Sudah puas? Kalau belum, kami kasih lagi, Tanya kami kepada
Kemeja Merah. Sudah cukup. Bagaimana dengan kau? Tanya kami kepada si Badut.
Tentu saja sudah cukup jawabnya.
Tak satu pun diantara mereka yang angkat bicara. Mereka mungkin terlalu lelah
berkata-kata.
‘Aku takkan kabur atau bersembunyi’. Kata Hotta. Kalau kalian mau
mencariku, atau mau menyuruh polisi atau siapa pun untuk menangkapku, aku
akan ada di Minatoya di dekat pantai hingga pukul lima sore ini. Kemudian
Botchan juga mengatakan hal yang sama aku akan menunggu bersama Hotta. Jadi
kalau kalian mau melapor ke polisi silakan saja.
Analisis:
Dari cuplikan diatas terjadi pada saat Hotta dan Botchan menangkap basah
Kemeja Merah dan Yoshikawa (badut) di Kadoya bersama geisha. Disatu sisi Kemeja
Merah dan Yoshikawa telah melanggar peraturan yang telah ditentukan di sekolah tempat
mereka mengajar, kemudian di sisi lain Hotta dan Botchan ingin mencari kebenaran
tentang keributan-keributan yang terjadi pada waktu merayakan upacara kemenangan
tentara Jepang atas Cina.Sementara Botchan sibuk melempar telur ke wajah Yoshikawa,
Hotta meneruskan introgasinya pada Kemeja Merah. Setelah itu Hotta dan Botchan pun
meninju dan berkata Kalau kalian mau mencariku, atau mau menyuruh polisi atau
siapa pun untuk menangkapku, aku akan ada di Minatoya di dekat pantai hingga
pukul lima sore ini. Kemudian Botchan juga mengatakan hal yang sama aku akan
menunggu bersama Hotta. Dari data tersebut menunjukkan bahwa Botchan setia
kepada sahabatnya Hotta.
Kesetiaan merupakan salah satu etika moral dalam bushido. Penyampaian penulis
dalam hal ini adalah secara eksplisit.

48

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap novel ‘Botchan’, penelitian ini dapat disimpulkaan

sebagai berikut:
1. Samurai atau Bushi

adalah golongan masyarakat atas

yang bertugas

melindungi dan mengabdi pada tuannya.
2. Novel Botchan karya Natsume Soseki menceritakan seorang guru yang
mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari mulai tempat ia
menginap sampai kepada murid-muridnya yang nakal dan memperjuangkan
pendapatnya yang tidak sesuai dengan peraturan di sekolah tempat ia
mengajar.
3. Didalam novel ’Botchan’ terdapat makna Bushido dan cara penyampaiannya ada
yang tersirat dan tersurat.
4. Didalam hidup ini kita hendaknya berjalan diatas garis yang lurus, bersikap
jujur kepada orang lain, demikianpun pada diri sendiri.

49

Universitas Sumatera Utara

4.2 Saran
Setelah membaca dan memahami isi dari skripsi ini, diharapkan kepada pembaca
agar dapat mengambil manfaat, yaitu:
1. Sikap bushido dari samurai yang diapliksikan dalam kehidupan sosial oleh rakyat
biasa adalah novel Botchan, seperti kejujuran, keberanian,

kehormatan

atau

harga diri serta kesetiaan.
2. Ada baiknya jika mahasiswa Sastra Jepang menambah pengetahuan mereka
tentang Jepang, karena pada umumnya dalam hasil karya sastra Jepang, isinya
selalu disangkut pautkan dengan unsur kebudayaan Jepang.
3. Penulis berharap melalui karya sastra ini, menjadi lebih banyak orang yang
mengerti pentingnya nilai-nilai kepribadian moral, sehingga ketika kita telah
memahaminya, akan menjadikan kita sebagai manusia yang dapat bertindak
lebih baik dan bijaksana dalam menjalani hidup

50

Universitas Sumatera Utara