Evaluasi Kinerja IPCLN dalam Pencegahandan Pengendalian Infeksidi Ruang Rawat InapRSUP. H. Adam Malik Medan Chapter III VI

BAB 3
KERANGKA PENELITIAN

3.1Kerangka konsep
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kinerja IPCLN
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Dalam gambar ini terlihat bahwa
kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi dikategorikan baik,
cukup, dan kurang. Maka dapat digambarkan sebagai berikut:
Kinerja

IPCLN

dalam

pencegahan

dan

pengendalian infeksi (Kemenkes RI, 2008).
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir
surveilans setiap pasien di unit rawat inap

masing-masing

serta

menyerahkannya

kepada IPCN ketika pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang
pelaksanaan

kepatuhan

pengendalian
Baik

infeksi.
3. Memberitahukan kepada IPCNapabila ada

Cukup


kecurigaan adanya HAIs.
4. Berkoordinasi dengan IPCNsaat terjadi

Kurang

infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung di ruang rawat masingmasing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan
yang lain dalam menjalankan standar
isolasi.

31

Universitas Sumatera Utara

32

3.2 Definisi Operasional
Variabel

Kinerja

Definisi operasional
Alat ukur
IPCLN dalam pencegahan dan Kuisioner

Hasil ukur
Evaluasi

IPCLN

pengendian

meliputi:

kinerja

dalam

Mengisi


mengumpulkan

IPCLN

pencegahan

formulir surveilans setiap pasien

dan

di

pengendalia

masing.

n infeksi

menyerahkannya kepada IPCN


pengendalian

ketika

pulang;

infeksi terdiri

dan

atas 3 kriteria

infeksi

dan

unit

rawat


inap

masing

Kemudian

pasien

Memberikan
teguran

motivasi

tentang

kepatuhan

pelaksanaan


pencegahan

dan

dalam
pencegahan
dan

penilaian.
Kurang=

pengendalian infeksi pada setiap

21-42

personil

Cukup=

ruangan


rawatnya

di

unit

masing–masing;

43-63

Memberitahukan kepada IPCN

Baik=

apabila ada kecurigaan HAIs

64-84

pada


pasien;

Skala
Ordinal

Berkoordinasi

dengan IPCN saat terjadi infeksi
potensial mengalami kejadian
luar

biasa,

pengunjung
masing

penyuluhan
di


masing,

ruang

bagi
rawat

Memonitor

kepatuahan petugas kesehatan
lain dalam menjalankan standar
isolasi; di ruang rawat inap
RSUP. H. Adam Malik

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif evaluasi. Penelitian ini

menuntut persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu kriteria, tolok ukur, atau standar
yang digunakan sebagai pembanding data yang diperoleh, setelah data tersebut
diolah dan merupakan kondisi nyata dari objek yang diteliti. Kesenjangan antara
kondisi nyata dengan kondisi harapan yang dinyatakan dalam kriteria itulah yang
dicari (Arikunto, 2013). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi kinerja
IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di Ruang Rawat Inap RSUP.
H. Adam Malik Medan.
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat IPCLN yang bekerja di ruang
rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan yaitu 26 orang.
4.2.2 Sampel penelitian
Jumlah sampel awalnya direncanakan 26 orang, tetapi pada saat
pengumpulan data hanya 25 IPCLN yang diteliti karena 1 (satu) IPCLN di Pusat
Jantung Terpadu (PJT) sedang mengikuti pelatihan.
4.2.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik sampling jenuh. Teknik sampling jenuh merupakan teknik pengambilan
sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Setiadi,
2013).
33

Universitas Sumatera Utara

34

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan,
karena rumah sakit tersebut sudah menerapkan standar PPI. Rumah Sakit ini juga
merupakan rumah sakit umum pusat rujukan nasional yang memiliki pasien yang
relatif banyak, dan lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti. RSUP H. Adam
Malik sendiri sudah melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi
sejak tahun 2006, sehingga peneliti dapat mengambil data tentang kinerja IPCLN
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP H. Adam
Malik Medan.
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap penyusunan proposal sampai
pengumpulan data, yaitu dari bulan September 2016 sampai Mei 2017.
4.4 Pertimbangan Etik
Pengumpulan

data

dilakukan

dengan

memperhatikan

aspek-aspek

autonomy, confidentiality, beneficience (Polit & Beck, 2012). Autonomy yaitu
responden memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti menghormati keputusan dari responden
dengan memberikan informedconsent untuk meminta persetujuan perawat yang
terdiri dari penjelasan manfaat penelitian, penjelasan kemungkinan risiko dan
ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan, penjelasan manfaat yang akan
didapatkan, persetujuan perawat dapat mengundurkan diri kapan saja dan jaminan
anonimitas dan kerahasiaan.

Universitas Sumatera Utara

35

Confidentiality yaitu peneliti menjelaskan kepada responden bahwa identitas
tidak akanditampilkan untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas
perawat.

Peneliti

menggunakan

koding

(nomor

responden)

sebagai

gantiindentitas. Beneficience yaitupenelitian yang dilakukanmembawa manfaat
yang besar khususnya bagi institusi yang diteliti.Hasil penelitian ini sangat
bermanfaat bagi manajemen rumah sakit,khususnya bagi komite PPI dalam
meningkatkan kinerjanya.
4.5 Instrumen Penelitian
Peneliti dalam pengumpulan informasi dari responden menggunakan alat
pengumpulan data dalam bentuk kuesioner. Karena belum tersedianya instrumen
yang terstandar untuk evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi, maka peneliti menyusun sendiri instrumen penelitian ini
dalam bentuk kuesioner berdasarkan dari tinjauan pustaka. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu lembar data demografi
dan kuisioner pencegahan dan pengendalian infeksi.
4.5.1 Lembar data demografi
Lembar data demografi terdiri dari: kode responden, inisial, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama bekerja dan pernah atau tidak mengikuti pelatihan PPI.
4.5.2 Kuisioner
Kuesioner ini berisi pernyataan tentang kinerja IPCLN dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi. Alat ukur yang digunakan dalam kuesioner ini adalah
berupa pernyataan yang menggunakan skala likert sebanyak 21 pernyataan.

Universitas Sumatera Utara

36

Pernyataan 1 dan 2 merupakan tugas IPCLN yang pertama yaitu mengisi
dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masingmasing serta menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang. Pernyataan 3
dan 4 merupakan tugas IPCLN yang kedua yaitu memberikan motivasi dan
teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pengendalian infeksi. Pernyataan

5

merupakan tugas IPCLN ketiga yaitumemberitahukan kepada IPCNapabila ada
kecurigaan adanya HAIs. Pernyataan ke 6,7 dan 8 merupakan tugas IPCLN
keempat yaitu berkoordinasi dengan IPCNsaat terjadi infeksi potensial KLB,
penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur
yang

harus

dijalankan

bila

belum

paham.

Pernyataan

9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20 dan 21 merupakan tugas IPCLN kelima
yaitumemonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
standar isolasi
Keseluruh pernyataan dalam kuesioner ini merupakan pernyataan tertutup
dengan pilihan jawaban tidak pernah dilakukan (TP), kadang-kadang dilakukan
(KD), sering dilakukan (SR), dan selalu dilakukan (SL). Pernyataan dalam
kuesioner ini terdiri dari pernyataan positif. Jawaban tidak pernah dilakukan
diberi nilai 1, kadang-kadang dilakukan diberi nilai 2, sering dilakukan diberi nilai
3, dan selalu dilakukan diberi nilai 4. Nilai yang paling rendah adalah 21 dan nilai
paling tinggi adalah 84. Skala ukur yang digunakan dalam pengukuran variabel ini
adalah skala ordinal yaitu membagi menjadi 3 kategori (baik, cukup, kurang).
Berdasarkan rumus statistik:

P=

������������
�����������

Universitas Sumatera Utara

37

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 63 (selisih nilai
tertinggi dan terendah) dan banyak kelas adalah 3 (baik, cukup dan kurang).
Dengan menggunakan p=21, maka diperoleh kinerja IPCLN dalam pencegahan
dan pengendalian infeksiyaitu :
Kurang = 21-42
Cukup = 43-63
Baik = 64-84
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Validitas merupakan indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Cara mengetahui apakah kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur apa yang akan kita ukur, maka perlu dikonsultasikan
dengan pakar dan ahlinya. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan oleh orang
yang ahli dalam memahami kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi. Uji validitas dilakukan oleh tiga orang ahli yaitu Bapak Roymond. H.
Simamora, S.Kep,. Ns,. M.Kep, Ibu Merliana S. Munthe, S.Kep,. Ns,. M.Kep dan
Ibu Zahranur Nasution, S.Kep,. Ns,. M.Kep.
Content validity indeks kuisioner ini adalah 0,98 dengan beberapa saran
perubahan yaitu pada item nomor 1,2,8,11,13,16,17 dan 19. Pada item nomor 1
dari pernyataan saya mengisi formulir surveilans infeksi menjadi saya mengisi
formulir surveilans infeksi bersama IPCN. Pada item nomor 2 dari pernyataan
saya menyerahkan lembar formulir infeksi kepada IPCN ketika pasien pulang
menjadi saya menyerahkan lembar formulir infeksi kepada IPCNsebulan sekali.

Universitas Sumatera Utara

38

Item nomor 8 dari pernyataan saya konsultasi tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi yang harus dijalankan bila belum paham menjadi saya
konsultasi kepada IPCN tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus
dijalankan bila saya belum paham. Pernyataan nomor 11 dari pernyataan saya
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam malakukan perawatan peralatan
pasien menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam malakukan
perawatan peralatan yang digunakan kepada pasien. Pada item nomor 13 dari
pernyataan saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan
pengendalian lingkungan menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan
dalam melaksanakan pengendalian lingkungandisekitar pelayanan pasien.
Item nomor 16 dari saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam
menempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan menjadi saya
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam

menempatkan pasien

yang

potensial infeksius. Item nomor 17 dari pernyataan Saya memonitor kepatuhan
petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik menyuntik yang aman menjadi
saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik
menyuntik yang sesuai dengan SPO dan item nomor 19 dari pernyataansaya
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan kewaspadaan
transmisi kontak menjadi saya memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam
penggunaan APD saatmelaksanakan kewaspadaan transmisi kontak.

Universitas Sumatera Utara

39

4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini
menunjukkansejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dari waktu ke waktu.
Uji reliabilitas dilakukan kepada 25 IPCLN yang bekerja di ruang rawat
inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, dimana responden
dalam uji tersebut adalah responden yang sama dengan sampel penelitian.
Kuesioner evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
diuji menggunakan Cronbach Alpha, skor dalam instrumen variabel penelitian ini
merupakan rentang dari beberapa nilai (skala likert). Nilai Cronbach Alpha dalam
penelitian ini sebesar 0,88 dan menurut Pollit &Beck (2012) yang menyatakan
bahwa kuisioner dikatakan reliabel bila nilai Cronbach Alpha lebih besar dari
0,70. Jadi dengan kata lain kuisioner dalam penelitian ini dikatakan reliabel.
4.7 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan pengisian kuesioner oleh responden. Pengumpulan data dimulai setelah
peneliti mendapat surat izin dari Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari
lokasi penelitian yaitu RSUP HAM Medan, yang berkoordinasi dengan Bidang
Keperawatan, Kepala Instalasi dan Kepala Ruangan masing-masing ruang Rawat
Inap. Ruangan yang dijadikan tempat penelitian adalah ruang RA1, RA2, RA3,
HDU, RA4, Stroke Corner, Bedah Syaraf, RA5, VIP A, Ruangan Infeksi, RB1,

Universitas Sumatera Utara

40

Perianatologi, RB4, RB2A, RB2B, RB3, VIP B, ICU Pasca Bedah, ICU Dewasa,
ICU Anak, ICU Jantung, HCU IGD, PJT Lt. III, dan PJT Lt. IV.
Pembagian kuesioner dilakukan peneliti dengan mendatangi responden ke
masing-masing ruangan. Pada saat pengumpulan data penelitian terlebih dahulu
peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada calon responden. Setelah
calon responden menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi
responden. Selanjutnya responden mengisi kuesioner penelitian, sebelumnya
responden diberi waktu untuk bertanya apabila ada pernyataan yang kurang jelas.
Setelah responden selesai mengisi kuesioner maka peneliti memeriksa kembali
kelengkapan jawaban kuesioner. Apabila ada data yang kurang maka responden
diminta untuk melengkapinya kembali. Setelah semua data terkumpul kemudian
dilakukan analisis data.
4.8 Analisis Data
Analisis data dimulai dengan tahap editing untuk memeriksa kelengkapan
data, kemudian memberikan kode untuk memudahkan dalam tabulasi. Selanjutnya
data dimasukkan ke dalam komputer dan diolah dengan menggunakan program
statistik komputer. Analisis dalam penelitian ini menggunakan univariat dengan
tujuan untuk mendapatkan deskriptif dari variabel.Hasil analisis data demografi;
jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, data tentang pelatihan PPI akan
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kinerja
IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP H.
Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 19 April sampai 17 Mei
2017 dengan jumlah responden sebanyak 25 IPCLN di ruang Rawat Inap Terpadu
(RINDU) A dan B, Pusat Jantung Terpadu (PJT), Intensive Care Unit (ICU), serta
ruangan High Care Unit Inap Gawat Darurat (HCU IGD).
5.1 Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan

RSU H. Adam Malik merupakan pusat pelatihan regional pencegahan dan
pengendalian infeksi. Salah satu program RSUP H. Adam Malik melaksanakan
program pencegahan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan kesehatan
lingkungan agar tidak terjadi transmisi penyakit infeksi sudah dilaksanakan sejak
tahun 2006. Direktur rumah sakit diwajibkan untuk membentuk suatu komite PPI
ataupun Tim PPI dengan SK Menkes 270/Menkes/SK/III/2007. Komite PPI
secara struktur langsung berada dibawah direktur RSUP H. Adam Malik. Komite
dibawah koordinasi Direktur. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan
kewenangan yang jelas. RSUP H. Adam Malik sudah memiliki komite PPI terdiri
dari 4 orang dokter sebagai IPCO, 7 orang IPCN dan 28 IPCLN yang tersebar di
Ruang Rawat Inap Terpadu (RINDU) A dan B, Pusat Jantung Terpadu (PJT),
Intensive Care Unit (ICU), ruangan Inap Gawat Darurat ( IGD) dan Ruang Rawat
Jalan (IRJ).

41

Universitas Sumatera Utara

42

RSUP H. Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau no 17 Medan
Tuntungan. RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1990 sebagai rumah sakit
kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/VII/1990, dan pada tahun
1991

sebagai

rumah

sakit

pendidikan

dengan

SK

Menkes

No.502/Menkes/SK/IX/1991.
5.2. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan cara membagikan kuesioner
kepada IPCLN dan menguraikan karakteristik dan evaluasi kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi.
5.1.1 Karakteristik Demografi IPCLN
IPCLN yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah IPCLN yang
bekerja di ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan. Total IPCLN
berjumlah sebanyak 25 IPCLN. Dari keseluruhan IPCLN yang ada, diperoleh
gambaran mengenai karakteristiknya meliputi: jenis kelamin, tingkat pendidikan,
lama bekerja dan pernah/tidak pernah mengikuti pelatihan pencegahan dan
pengendalian infeksi.
Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa semua IPCLN di ruang rawat inap
berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan S1 Keperawatan/ DIV Kebidanan
sebanyak 72% dan D3 keperawatan/Kebidanan sebanyak 28%. Terdapat 1 IPCLN
DIV kebidanan yaitu di ruangan RB1 obgyn. Semua IPCLN sudah bekerja lebih
dari 3 tahun dan semua sudah pernah mengikuti pelatihan PPI. Karakteristik
IPCLN dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
42
Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi IPCLN di Ruang
Rawat Inap RSUP. H. Adam Malik Medan ( n=25 ).
No

Data Demografi

1.

Jenis kelamin
Perempuan
Tingkat pendidikan
D3 Keperawatan/Kebidanan
S1 Keperawatan/
DIV
Kebidanan
Lama bekerja
> 3 tahun
Pelatihan PPI
Pernah

2.

3.
4.

Frekuensi
(f)

Persentase
(%)

25

100

7
18

28
72

25

100

25

100

5.1.2 Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Data ini menunjukkan bahwa kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan bernilai
baik sebanyak 56%, hasil ini tidak jauh berbeda dengan nilai kinerja IPCLN yang
memiliki kinerja cukup yaitu sebanyak 44%, sedangkan kinerja IPCLN pada
rentang kurang baik tidak ada.Hasil penelitian tentang kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kinerja IPCLN dalam Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUP HAM Medan
(n=25)
Kinerja IPCLN
Baik
Cukup
Total

Frekuensi
(f)
14
11
25

Persentase
(%)
56
44
100
43
Universitas Sumatera Utara

44

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa IPCLN yang
berpendidikan D3 lebih bayak pada kategori cukup baik yaitu sebesar 24%,
sedangkan IPCLN yang berpendidikan S1 mayoritas berada pada rentang baik
yaitu sebesar 52%.
Tabel 5.3 Evaluasi kinerja IPCLN dalam pencegahan dan pengendalian Infeksi
dikaitkan dengan data demografi ( n=25)
Data Demografi
Jenis kelamin
Pendidikan
Lama kerja
Pelatihan PPI

perempuan
D3
S1
>3 tahun
Pernah

Baik
n
14
1
13
14
14

%
56
4
52
56
56

Cukup
n
%
11
44
6
24
5
20
11
44
11
44

Total
n
%
25
100
7
28
18
72
25
100
25
100

Pernyataan yang menyatakan mengisi dan mengumpulkan formulir
surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing serta menyerahkannya
kepada IPCN ketika pasien pulang adalah pernyataan nomor 1 dan 2. Dari hasil
penelitian mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans yang paling sering
dilakukan adalah pernyataan nomor 2 yaitu IPCLN menyerahkan formulir
surveilans infeksi kepada IPCN sebulan sekali (76%). Pernyataan yang
menyatakan memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pengendalian infeksi adalah pernyataan nomor 3 dan 4. Dari hasil penelitian
tentang memberikan motivasi dan teguran diperoleh bahwa yang paling banyak
dilakukan adalah pernyataan nomor 4 yaitu IPCLN menegur petugas kesehatan
jika tidak melaksanakan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi (68%).

44
Universitas Sumatera Utara

45

Pernyataan yang menyatakan melaporkan kepada IPCN ketika ada
kecurigaan HAIs adalah pernyataan nomor 5. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa IPCLN selalu melaporkan kepada IPCN ketika ada kecurigaan HAIs
(68%). Pernyataan yang menyatakan berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi
infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masingmassing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham adalah
pernyataan nomor 6, 7, 8.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa item yang paling sering dilakukan
adalah pernyataan nomor 8 yaitu IPCLN konsultasi kepada IPCN tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dijalankan bila belum paham
(52%). Pernyataan yang menyatakan memonitor kepatuhan petugas kesehatan
yang lain dalam menjalankan standar isolasi adalah pernyataan nomor 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21. Hasil penelitian yang selalu dilakukan
adalah pernyaataan nomor 10 dan 17 yaitu IPCLN memonitor kepatuhan petugas
kesehatan dalam memakai alat pelindung diri dan memonitor kapatuhan petugas
kesehatan dalam melaksanakan praktik menyuntik yang aman (68%).
Tabel 5.4Evaluasi kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan pengendalian Infeksi
Berdasarkan Item Pernyataan Di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2017 (
n=25)
No
1.

2.

n
4

%
16

Kinerja IPCLN
KD
SR
n %
n
%
7 28
5
20

5

20

0

TP

Pernyataan
Saya mengisi formulir
surveilans infeksi
bersama IPCN.
Saya menyerahkan
lembar formulir

0

1

4

Total

SL
n
9

%
36

n
25

%
100

19

76

25

100

45
Universitas Sumatera Utara

46

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

infeksi kepada (IPCN)
sebulan sekali.
Saya memotivasi
petugas kesehatan
untuk melaksanakan
kepatuhan pencegahan
dan pengendalian
infeksi
Saya menegur petugas
kesehatan jika tidak
melaksanakan
kepatuhan pencegahan
dan pengendalian
infeksi
Saya melaporkan
kepada IPCN ketika
ada kecurigaan HAIs
Saya berkoordinasi
dengan IPCN saat
terjadi infeksi
potensial KLB
Saya melakukan
penyuluhan bagi
pengunjung tentang
pencegahan infeksi
Saya konsultasi
kepada IPCN tentang
pencegahan dan
pengendalian infeksi
yang harus dijalankan
bila saya belum
paham.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
menjalankan
kebersihan tangan
yang benar
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
memakai APD
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
malakukan perawatan

0

0

4

16

5

20

16

64

25

100

0

0

1

4

7

28

17

68

25

100

1

4

3

12

4

16

17

68

25

100

3

12

2

8

8

32

12

48

25

100

1

4

5

20

9

36

10

40

25

100

0

0

4

16

8

32

13

52

25

100

0

0

1

4

9

36

15

60

25

100

0

0

3

12

5

20

17

68

25

100

1

4

3

12

5

20

16

64

25

100

46
Universitas Sumatera Utara

47

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

peralatan yang
digunakan kepada
pasien.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
melaksanakan etika
batuk yang benar
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
melaksanakan
pengendalian
lingkungan
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
penanganan linen
yang terkena cairan
tubuh pasien
Saya memonitor
program program
kesehatan
karyawan/perlindunga
n petugas kesehatan.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
menempatkan pasien
yang potensial
infeksius.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
melaksanakan praktik
menyuntik yang aman.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
melaksanakan praktik
untuk lumbal punksi.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
penggunaan APD saat
melaksanakan

0

0

2

8

12

48

11

44

25

100

0

0

1

4

15

60

9

36

25

100

0

0

2

8

9

36

14

56

25

100

5

20

7

28

8

32

5

20

25

100

0

0

3

12

13

52

9

36

25

100

0

0

3

12

5

20

17

68

25

100

13

52

3

12

8

32

1

4

25

100

2

8

3

12

10

40

10

40

25

100

47
Universitas Sumatera Utara

48

20.

21.

kewaspadaan
transmisi kontak.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
melaksanakan
kewaspadaan
transmisi droplet.
Saya memonitor
kepatuhan petugas
kesehatan dalam
melaksanakan
kewaspadaan
transmisi udara
(airborne
precautions)

2

8

4

16

11

44

8

32

25

100

2

8

6

24

12

48

5

20

25

100

5.3 Pembahasan
Tindakan pencegahan yang dilakukan perawat dalam upaya pengendalian
infeksi harus diterapkan kepada semua pasien dan setiap waktu untuk mengurangi
resiko infeksi pada pasien maupun pada petugas kesehatan lainnya yang
ditularkan melalui darah, cairan tubuh ataupun mediator lainnya (Clinical
Government, 2016). Seluruh tindakan tersebut harus sesuai dengan SPObaik itu
dalam mencuci tangan, penggunaan alat medis, serta dalam penggunaan APD
yang ada dirumah sakit yang sudah ditetapkan supaya nantinya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dapat bertolak ukur terhadap SPO yang sudah
ada dan dapat mematuhinnya. Hal tersebut tentu tidak mudah karena harus ada
tanggung jawab yang diemban oleh perawat dalam mematuhi peraturan yang
sudah ada untuk melaksanakan standar dalam upaya pencegahan (Nugraheni dkk,
2012).

48
Universitas Sumatera Utara

49

Adanya upaya tersebut harus diimbangi dengan adanya pengawasan oleh tim
pengendali infeksi yang memiliki tugas sedemikian agar dapat dikontrol sesuai
dengan tujuan yang dibuat sebelumnya agar nantinya dapat benar-benar
memberikan manfaat yang baik bagi rumah sakit ataupun pelayanan yang ada
dirumah sakit (Jo Tropea, 2008).
Tim pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dibentuk berdasarkan kaidah
organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan
tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud
agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal (Depkes RI dan PERDALIN, 2008)
yaitu antara lain dilaksanakan oleh IPCO, IPCNdan IPCLN. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lebih banyak kinerja IPCLN
dalam kategori baik dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat
inap RSUP H. Adam Malik Medan sebesar 56% dan sebesar 46% dalam kategori
cukup baik.
Kinerja IPCLN dalam kategori baik dipengaruhi oleh IPCLN yang sudah
mendapat pelatihan PPI serta adanya struktur organisasi yang baik dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUP HAM.Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2016) menyatakan bahwa IPCLN
sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Pengawasan tehadap pasien, petugas
kesehatan, lingkungan, masalah yang ditemukan dan membuat laporan sudah
dilaksanakan setiap hari dan setiap saat.

49
Universitas Sumatera Utara

50

IPCLN di RSUP H. Adam Malik berjenis kelamin perempuan (100%).
Gibson (1987) menyatakan bahwa variabel individu yaitu jenis kelamin dapat
mempengaruhi kinerja (kualitas pelayanan). Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Megawati (2005) menyatakan bahwa perawat dengan jenis
kelamin perempuan lebih mampu melakukan pelayanan keperawatan dengan baik
dibandingkan perawat laki-laki di ruang rawat inap RSU dr. Pirngadi Medan.
Tingkat pendidikan IPCLN jenjang D3 sebanyak 7 orang dan S1 sebanyak 18
orang. Kinerja IPCLNdalam kategori baik yaitu D3 sebanyak 1 IPCLN dan S1
sebanyak 13 IPCLN. Sedangkan dalam kategori cukup baik, D3 sebanyak 6
IPCLN dan S1 sebanyak 5 IPCLN.
Hasil penelitian Herpan (2012) menyatakan bahwa responden dengan tingkat
pengetahuan rendah berpeluang untuk tidak mengendalikan infeksi. Handoko
(2002) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam
menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah
awal untuk melihat kemampuan seseorang. Hasibuan dan Arruum (2007) juga
menyatakan pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan
seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pula
seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu pendidikan
juga merupakan suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar
yang ada padanya.Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan cerminan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
berdasarkan kemampuan dasar yang ada padanya.

50
Universitas Sumatera Utara

51

Megawati (2005) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor karakteristik
yang paling berpengaruh terhadap kinerja. Data demografi tentang tingkat
pendidikan menyatakan bahwa IPCLN yang bekerja di RSUP. HAM sudah
memenuhi kriteria bahwa IPCLN memiliki tingkat pendidikan minimal D3. Hal
ini sudah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kemenkes kriteria sebagai IPCLN.
IPCLN yang telah dipilih oleh manajemen tentunya didasarkan pada tingkat
kemampuan, pendidikan dan mempunyai jiwa leadership sehubungan dengan
tugasnya sebagai motivator bagi rekan-rekan kerjanya di unit tempat mereka
bertugas. Hal ini dapat diamati lamanya masa kerja mereka yang semua IPCLN
di RSUP H. Adam Malik Medan sudah bekerja >3 tahun, sehingga bisa dikatakan
mempunyai pengalaman kerja yang cukup. Simanjuntak (2011) menyatakan
bahwa pengalaman kerja akan mempengaruhi kemampuan dan ketrampilan kerja
setiap orang selain kebugaran fisik, kesehatan jiwa, pendidikan dan akumulasi
pelatihan. Pengalaman kerja dapat memperluas dan memperdalam kemampuan
kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin
terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tugas-tugas
IPCLN memerlukan kemampuan dan ketrampilan khusus yang bisa didapat
melalui program pelatihan PPI.
Tujuan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan menurut Moekijat (2003)
adalah mengembangkan ketrampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan efektif, untuk mengembangkan pengetahuan sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional serta mengembangkan sikap sehingga
menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama pegawai dan pimpinan.
51
Universitas Sumatera Utara

52

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa semua IPCLN di
RSUP HAM sudah pernah mengikuti pelatihan dasar PPI (100%). Kinerja IPCLN
dalam program PPI di RSUD dr. Iskak Tulungagung sudah cukup baik dan sesuai
dengan pedoman yang berlaku ditunjukkan karena semua IPCLN sudah pernah
mengikuti pelatihan PPI.
Program pelatihan PPI dasar yang telah dilaksanakan berhasil meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menjalankan tugasnya (TM, et all,
2015). Hasil penelitian terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang
rawat inap RSUP. HAM menyatakan bahwa kinerja IPCLN dalam ketegori baik,
namun sebanyak 46% dalam kategori cukup baik. Hal ini dikarenakan adanya
struktur organisasi yang baik. Sejalan dengan penelitian (Pristiwani dan Arruum,
2012) menyatakan bahwa peran perawat cukup baik dalam pengendalian HAIs.
Kinerja IPCLN sudah cukup baik dalam hal pencegahan dan pengendalian infeksi
namun hasil penelitian Jeyamohan dan Fikri (2010) menyatakan bahwa angka
kejadian Hais luka operasi bersih pasca bedah terbilang tinggi di Adam Malik dan
masih memerlukan pengawasan yang ketat. Hal ini disebabkan oleh lama masa
perawatan di rumah sakit, data tahan pasien yang rendah, agen yang menginfeksi,
faktor lingkungan di rumah sakit dan mikroba yang resisten dengan obat-obatan
(Jeyamohan dan Fikri, 2010).
Penelitian yang pernah dilakukan di Adam Malik oleh Situmorang (2016)
menyatakan bahwa IPCLN kurang mengerti mengenai tugas IPCLN secara
lengkap sebagai perpanjangantangan pengendali infeksi di ruangan. Seharusnya
IPCLN mengetahui tugasnya dengan lengkap sesuai dengan Depkes RI
52
Universitas Sumatera Utara

53

&PERDALIN (2008). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh TM,et all
(2015) menyatakan bahwa rendahnya kinerja surveilans infeksi diakibatkan
karena kurangnya sosialisasi program yang berkesinambungan dengan pertemuan
rutin dan kurangnya komitmen manajemen rumah sakit serta belum berperannya
fungsi pengawasan dan koordinasi dari komite dan tim PPI.
IPCLN di Adam Malik merangkap juga sebagai perawat pelaksana, atau
sebagai katim dan ada juga sebagai CI di ruangan. Menurut penelitian TM, et al.
(2015) menyatakan bahwa IPCLN mengalami hambatan dalam pelaksanaan tugas
fungsinya

dalam

pengendalian

infeksi

karena

mempunyai

tugas

rangkap,

menyebabkan IPCLN mengalami hambatan dari waktu kerja sehingga membuat
laporan pun tidak sempat. Hal ini dikarenakan peran ganda perawat dengan peran
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dari yang sederhana sampai yang

kompleks kepada individu, keluarga, masyarakat. Disamping itu perawat memiliki
peran lainnya seperti advokat, edukator, kolaborator, koordinator, konsultan dan
pembaharu. Asuhan keperawatan dilakukan sesuai tahapan proses keperawatan
dengan 5 (lima) langkah. Mulai pengkajian, diagnosa, perencanaan (intervensi),
pelaksanaan (implementasi) sampai evaluasi.
Meskipun sudah baik namun belum maksimal kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. IPCLN sebagai pelaksana program PPI di
rumah sakit diharapkan menjadi opinion leaderuntuk memotivasi seluruh
karyawan dan pengunjung dalam hal kontrol infeksi. Mengisi dan mengumpulkan
formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing serta
menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang, memberikan motivasi dan

53
Universitas Sumatera Utara

54

teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pengendalian infeksi memberitahukan
kepada IPCNapabila ada kecurigaan adanya HAIs, berkoordinasi dengan
IPCNsaat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang
rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum
paham dan memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
standar isolasi harus terus ditingkatkan.
Surveilans infeksi nosokomial merupakan salah satu kegiatan dalam
program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk mencapai tujuan utama dari program pengendalian infeksi di
rumah sakit yaitu mengurangi risiko terjadinya endemik dan epidemik kejadian
HAIs pada pasien. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 25 IPCLN di RSUP
H. Adam Malik Medan tentang kinerja IPCLN dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi tentang pengisian dan pengumpulan formulir surveilans
setiap pasien di unit rawat inap masing-masing serta menyerahkannya kepada
IPCN ketika pasien pulang didapatkan bahwa sebanyak 36% IPCLN yang mengisi
formulir surveilans dan sebesar 20% IPCLN yang menyerahkannya kepada IPCN.
Hal ini menyatakan kinerja surveilans infeksi belum berjalan dengan baik.
Sependapat dengan TM, et all (2015) penelitian yang dilakukan di RSUD.
Dr. Iskak Tulungagung yang menyatakan surveilans infeksi belum maksimal
dikerjakan

disebabkan

belum

adanya

sosialisasi

program

yang

berkesinamnbungan dengan pertemuan rutin, kurangnya pendidikan dan pelatihan
tentang surveilans bagi tim PPI, kurangnya dukungan dan komitmen manajemen
rumah sakit serta belum berperannya pungsi pengawasan dan koordinasi dari
54
Universitas Sumatera Utara

55

komite tim PPI. Faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kinerja
IPCLN yaitu dengan meningkatkan motivasi kerja mereka (TM, et all, 2015).
Siregar, 2008 menyatakan bahwa ada pengaruh antara motivasi kerja dengan
kinerja perawat di RSUD Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara.
Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan dari 25
IPCLN, 17 IPCLN selalu memotivasi petugas kesehatan untuk melaksanakan
kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini sejalan dengan penelitian
TM, et all (2015) menyatakan bahwa motivasi kerja IPCLN di RSUD dr. Iskak
Tulungagung menunjukkan bahwa motivasi kerja yang dimiliki sebagian IPCLN
masih dalam taraf sedang atau belum maksimal.
TM, et all, (2015) menyatakan bahwa koordinasi yang dilakukan oleh
atasan (IPCN atau Komite PPI) sudah cukup baik dalam mendorong efektifitas
pelaksanaan program PPI di rumah sakit. Pelaksanaan supervisi bertujuan untuk
mengawasi apakah seluruh IPCLN menjalankan tugasnya dengan baik sesuai
dengan instruksi atau SPO yang berlaku, memperbaiki proses pelaksanaan
kegiatan progaram PPI yang sedang berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian ini
menyatakan bahwa dari 25 IPCLN, sebanyak 68% yang melaporkan kepada IPCN
ketika ada kecurigaan HAIs dan 48% yang berkoordinasi dengan IPCN ketika ada
kecurigaan KLB. IPCLN menyatakan bahwa tidak di semua ruangan pernah
terjadi kecurigaan HAIs atau KLB, contohnya di PJT 3 menyatakn bahwa
diruangan tersebut belum pernah terjadi KLB dan belum pernah melapor ke
IPCN. Dan kalaupun ada kecurigaan KLB pasti akan dillapor ke IPCN.

55
Universitas Sumatera Utara

56

Infeksi yang didapat dari rumah sakit tidak hanya terjadi pada pasien atau
petugas kesehatan saja tepapi pengunjung juga bisa terkena infeksi ini (Depkes
dan PERDALIN, 2018). Hasil penelitian mengenaikinerja IPCLN dalam
penyuluhan kepada pengunjung menyatakan bahwa sebesar 10 IPCLN selalu
melakukan penyuluhan kepada pengunjung tentang HAIs.
Terlaksananya penyuluhan kepada pengunjung dapat dilihat melalui pengetahuan
pengunjung tentang infeksi.

Sejalan dengan penelitian yang membahas

pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan HAIs di
ruang instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa
56 dari 77 responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah.
Kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar dan kewaaspadaan
berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi resiko
terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes dan PERDALIN, 2008).
Kebersihan tangan merupakan salah satu kewaspadaan standar dan merupakan hal
yang paling penting dan merupakan pilar dari PPI. Berkaitan dengan tindakan
mencuci tangan dari 25 IPCLN didapatkan sebanyak 15 IPCLN yang selalu dan 9
IPCLN yang sering memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan
kebersihan tangan yang benar. Hasil penelitian Puspitasari (2010) menyatakan
bahwa perawat RSUP HAM Medan dinyatakan baik dalam tindakan cuci tangan
tetapi hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Pane dan
Arruum (2016) yang menyatakan bahwa sebanyak 60,4% perawat yang
melakukan teknik cuci tangan yang tidak sesuai dengan standar prosedur dari
56
Universitas Sumatera Utara

57

WHO (2014) yaitu tindakan perawat dalam mencuci tangan dilakukan dengan
seadanya hanya mengusap telapak tangan satu kali usapan dengan cairan cuci
tangan.
Hasil penelitian tentang tugas IPCLN dalam memonitor kepatuhan petugas
kesehatan dalam memakai alat pelindung diri (APD)17 IPCLN menyatakan selalu
memonitor. Tugas IPCLN dalam memonitor kepatuhan memakai APD bisa dilihat
dari kepatuhan perawat dalam memakai alat pelindung diri salah satunya
penggunaan handscone. WHO (2007) menjelaskan tujuan dari penggunaan sarung
tangan (handscone) yaitu untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah,
cairan tubuh, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang
terkontaminasi. Hasil penelitian Pane dan Arruum (2016) menyatakan sebanyak
58% perawat menggunakan handscone disetiap tindakan perawatan dan hasil ini
masih tergolong kategori culup baik. Darmawati, dkk menyebutkan bahwa hal ini
disebabkan perawat kurang menyadari dan sering mengabaikan standar
operasional pemakaian APD khususnya sarung tangan.
Salah satu standar isolasi dalam pencegahan pengendalian infeksi adalah
praktek untuk lumbal punksi. Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi
suatu obat kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat
melakukan anastesi spinal dan epidural untuk mencegah transmisi droplet flora
orofaring (Depkes dan PERDALIN, 2008). Hasilnya sebanyak 13 orang
menyatakan bahwa memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam melaksanakan
praktik lumbal punksi tidak pernah dilakukan.

57
Universitas Sumatera Utara

58

Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi
spinal dan epidural untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring (Depkes dan
PERDALIN, 2008).
Kebersihan tangan dan pemakaian alat pelindung diri sebelum melakukan
pemberian anestesi spinal merupakan salah satu cara yang penting untuk menekan
angka kejadian infeksi saat pemberian anestesi spinal. praktek untuk lumbal
pungsi di kamar operasi seperti pemberian anestesi spinal atau epidural dilakukan
oleh dokter anestesi.Pencegahan kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
dapat dilakukan dengan praktek menyuntik yang aman dengan memakai jarum
yang steril, sekali pakai pada setiap suntikan. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa IPCLN yang selalu memonitor petugas kesehatan dalam menyuntik yang
aman sebanyak 17 IPCLN. Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang
infeksius merupakan kunci program pengendalian sumber penularan infeksi.
Salah satu langkah pengendalian sumber penularan infeksi adalah kebersihan
pernapasan dan etika batuk yang dikembangkan saat munculnya severe acute
respiratory syndrome (SARS).
Hygiene respirasi/etika batuk adalah cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.Hygiene respirasi atau etika batuk di kamar
operasi dilakukan melalui pemakaian masker. Berdasarkan hasil penelitian IPCLN
yang selalu memotivasi petugas kesehatan sebanyak 11 IPCLN. Saat menjadi
karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi
apa saja dan status imunisasinya. Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas
58
Universitas Sumatera Utara

59

kesehatan adalah Hepatitis B, dan bila memungkinkan A, influenza, campak,
tetanus, difteri, rubella (Depkes RI dan PERDALIN, 2008). Hasil penelitian di
Adam Malik menyatakan bahwa sebanyak 9 IPCLN yang selalu memperhatikan
petugas kesehatan lainnya.

59
Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang rawat inap RSUP. H. Adam
Malik Medan dalam rentang baik, namun hasil ini tidak jauh berbeda
dengan nilai kinerja IPCLN yang memiliki kinerja cukup baik.
6.2. Saran
6.1.1. Pelayanan Keperawatan
Diharapkan kepada organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI) sebaiknya tidak merengkap tugas IPCLN dan diharapkan supaya
mensosialisasikan kembali uarian tugas kepada IPCLN.
6.1.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi
mahasiswa keperawatan sehingga dapat saling berbagi pengetahuan dan
pengalaman dalam meningkatkan mutu pelayanan yang professional dan
meningkatkan pendidikan keperawatan dalam pengetahuan kognitif untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi ketika praktik di
rumah sakit.
6.1.3. Penelitian Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyarankan
kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang sama
supaya mengidentifikasi perbedaan kinerja IPCLN yang mendapat pelatihan
PPI dasar dengan IPCLN yang mendapat pelatihan PPI lanjutan.
60

Universitas Sumatera Utara

61

Penelitian tidak hanya membagikan kuisioner kepada IPCLN tetapi juga
bisa mengevaluasi kinberja IPCLN dari lembar portopolio atau laporan
angka kejadian infeksi setiap bulan.

61
Universitas Sumatera Utara