Koping Pada Pasien Kanker Kolorektal Saat Menjalani Perawatan Post Kolostomi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Kolorektal
2.1.1 Defenisi Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat
tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke
jaringan disekitarnya serta merusaknya (Diananda, 2007).
Kanker kolorektal terjadi paling sering di area rektum dan sigmoid. Tumor
bermula pada lapisan mukosal dinding kolonik dan akhirnya menembus dinding
dan menyebar ke struktur dan organ sekitar (kandung kemih, prostat, ureter, dan
vagina). Kanker menyebar secara invasi langsung dan melalui sistem limfe serta
aliran darah (Maharani, 2015).

2.1.2 Etiologi
Hingga saat ini, tidak diketahui dengan pasti apa penyebaba terjadinya kanker
kolorektal. Tidak dapat diterangkan, mengapa seseorang terkena kanker ini
sedangkan yang lain tidak. Namun yang pasti kanker kolorektal ini bukanlah
penyakit menular . Hanya saja ada beberapa hal yang diduga kuat berpotensi
memunculkan penyakit ganas ini diantaranya adalah (Diananda, 2007)
1. Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua.

Lebih dari 90% penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun.

8
Universitas Sumatera Utara

9

Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahun pun dapat saja terkena.
Sekitar 3% kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun.
2. Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam
usus besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Kebanyakan polip ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah
menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polip ini dapat menurunkan
resiko terjadinya kanker kolorektal.
3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena
(orangtua, kakak, adik, atau anak), maka resiko untuk terkena kanker ini
menjadi lebih besar, terutama bila keluarga tersebut terserang kanker
kolorektal pada usia muda.
4. Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatakan resiko
terkena kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen

yang dapat menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon
cencer (HNPCC), yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC.
Sekitar tiga dari empat penderita cacat gen HNPCC akan terkena
kolorektal, dimana usia yang sering saat terdiagnosis adalah di atas usia 44
tahun.
5. Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan
penyakit yang sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang
memiliki riwayat kanker indung telur, kanker rahim, kanker payudara
memiliki resiko yang tinggu untuk terkena kanker ini.

Universitas Sumatera Utara

10

6. Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakin Crohn yang
menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu
lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.
7. Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah
kalsium, folat, fan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan,
sering minum alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker

kolorektal.
8. Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini. Dalam buku
Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal disebutkan bahwa
meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merkokok dengan
kejadian kanker usus besar, namun penelitaian terbaru menunjukkan,
perokok jangka lama (30-40 tahun) mempunyai resiko berkisar 1,5 – 3
kali. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika
Serikat bisa diatributkan kepada perokok. Penelitian kohort dan kasuskontrol dengan desain yang baik menunjukkan bahwa merokok
berhubungan dengan kenaikan resiko terbentuknya adenoma dan juga
kenaikan resiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar.

2.1.3 Patofisologi
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat tumbuh
secara lokal dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini melalui beberapa
cara. Penyebaran secara lokal biasanya masuk ke dalam lapisan dinding usus
sampai ke serosa dan lemak mesenterik, lalu sel kanker tersebut akan mengenai
organ sekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih luas lagi di dalam lumen usus

Universitas Sumatera Utara


11

yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi. Bila sel tersebut masuk melalui
limfatik, maka sel kanker tersebut dapat terus masuk ke organ hati, kemudian
metastase ke organ paru-paru. Penyebaran lain dapat ke adrenal, ginjal, kulit,
tulang, dan otak. Sel kanker pun dapat menyebar ke daerah peritoneal pada saat
akan dilakukan reseksi tumor (Maharani, 2015).
Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip adenoma jenis
villous, tubular, dan viloutubular. Namun, dari ketiga jenis adenoma ini, hanya
jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan menjadi premaligna. Jenis
tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai, sedangkan jenis villous berstruktur
tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh
menyerupai bunga kol di dalam kolon sehingga massa tersebut akan menekan
dinding mukosa kolon. Penekanan yang terus menerus akan mengalami lesi-lesi
ulserasi yang akhirnya akan menjadi perdarahan kolon. Selain perdarahan, maka
obstruksi pun kadang dapat terjadi. Hanya saja lokasi tumbuhnya tumbuhnya
adenoma tersebut sebagai acuan (Maharani, 2015).
Bila adenoma tumbuh di dalam lumen luas ( ascendens dan transversum),
maka obstruksi jarang terjadi. Hal ini dikarenakan isi feses mempunyai
konsentrasi air cukup masih dapat melewati lumen tersebut dengan mengubah

bentuk (disesuaikan dengan lekukan lumen karena tonjolan massa). Tetapi bila
adenoma tersebut tumbuh dan berkembang di daerah lumen yang sempit
(descendens atau bagian bawah), maka obstruksi akan terjadi karena isi tidak
dapat melewati lumen yang telah terdesak oleh massa. Namun kejadian obstruksi
tersebut dapat menjadi total atau parsial (Maharani, 2015).

Universitas Sumatera Utara

12

2.1.4 Stadium Kanker
Maharani (2015) menyatakan berikut ini merupakan panduan tingkatan
kanker kolorektal dari Duke sebagai berikut :
Stadium I

: terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan

Stadium II

: menembus dinding otot, belum metastase


Stadium III

: melibatkan kelenjar limfe

Stadium IV

: metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dari organ

kolon)

lain.
Bila sel kanker tersebut berkembang biak secara lokal atau metastase dan
tidak segera ditangani, maka akan timbul komplikasi sebagai berikut : periforasi
usus sehubungan dengan peritonitis, abses, fistula traktus urinarius.

2.1.5 Gejala Klinis
Gejala kanker kolorektal tergantung dari stadiumnya. Timbulnya gejala
beberapa bulan sebelum dilakukan diagnosis. Umumnya, gejala yang tampak
serupa dengan penyakit kolorektal lainnya seperti wasir (hemoroid), disentri,

sembelit (obstipasi), atau radang usus besar (kolitis) sehingga bisa terkecoh bila
kurang waspada (Dalimartha, 2004). Menurut Maharani (2015) pertumbuhan sel
kanker dapat mengenai seluruh lokasi kolon dengan persentasi sebagai berikut :
1. Rectum 30
2. Kolon ascendens dan coecum 25 %
3. Sigmoid 20%
4. Kolon descendens 15 %

Universitas Sumatera Utara

13

5. Kolon transverum 10 %
• Daerah kolon yang terkena mempunyai tanda dan gejala yang berbeda,
diantaranya :
Tabel 2.1 Distribusi tanda gejala berdasarkan lokasi kanker kolon
Lokasi
Kolon ascendens

Tanda dan Gejala

Adanya darah samar pada feses
Anemia
Nyeri pada kuadran kanan atas
Massa yang dapat diraba
Penurunan berat badan

Kolon descendens

Adanya sarah dalam feses
Nyeri perut
Konstipasi secara progresif yang semakin lama
semakin meningkat
Bentuk feses seperti pensil karena adanya
penyempitan

Kolon sigmoid
rektum

Coecum


dan Perdarahan per rektal
Perubahan kebiasaan defekasi, konstipasi, dan
meningkatnya frekuensi
Perasaan BAB yang belum tuntas
Bentuk feses lendir dan berdarah
Kolik abdomen bagian kiri bawah
Tanpa keluhan dalam waktu lama
Tidak enak pada perut kanan bawah
Anemia
Massa diperut kanan bawah

2.1.6 Pola Penanganan dan Pengobatan
Untuk menangani kanker usus besar, terapi bedah merupakan cara yang
paling efektif, utamanya bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisasi.
Namun, bila sudah terjadi (penyebaran), penanganan menjadi lebih sulit. Bila lesi
hanya sebatas pada lapisan mukosa dan submukosa disebut kanker stadium dini,
bila kanker sudah mencapai lapisan otot atau lebih disebut kanker stadium sedang

Universitas Sumatera Utara


14

dan lanjut. Operasi radikal merupakan metode terapi paling penting terhadap
kanker usus besar (Diananda, 2007). Untuk kanker usus besar (kolorektal) yang
tidak sesuai dioperasi radikal dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Operasi paliatif ditambah terapi krioablasi argon-helium intraoperasi : bila
kanker sudah menyebar luas, tidak dapat dibuang total. Tetap perlu
mengangkat kanker untuk menghindari kelak timbul obstruksi atau
perdarahan usus; selain itu, kanker sering mengalami nekrosis atau infeksi
sekunder, setelah dioperasi kondisi fisik dapat membaik. Untuk kelenjar
limfe yang sulit diangkat dapat dilakukan krioablasi intra-operasi untuk
mengurangi rudapaksa dan mempercepat proses pemulihan.
2. Metastasis kanker usus besar paling sering ke hati. Sekitar 10-25% pasien
ketika didiagnosa sudah terdapat anak sebar di hati, pada kanker usus
besar stadium sedang dan lanjut 40-70% memiliki metastasis di hati.
Untuk pasien dengan anak sebar dihati, tidak boleh putus asa, karena bila
anak sebar di hati ditangani dengan tapat dan hasilnya lebih baik daripada
kanker hati primer.
3. Terhadap anak sebar di paru-paru terutama dengan siameter kurang dari 3
cm, dapat dipertimbangkan reseksi paru, tapi bila kondisi pasien

memburuk, dapar dilakukan krioablasi perkutan.
4. Kemotrapi penunjang: termasuk komotrapi pra-operasi, sering dengan
5FU peroral atau intravena, atau infuse intra-arteri; waktu operasi
dilakukan pembilasan rongga peritoneum dengan obat kemotrapi dan
kemotra pi intralumen usus; kemotrapi pasca operasi, pasien dapat

Universitas Sumatera Utara

15

meminum levamisol (50mg peroral, tiap 8 jam, selama 3 hari berturutturut, diulang tiap minggu), ditampah 5FU intravena (450mg/m2 per hari,
selama 5 hari berturut-turut, lalu dalam 28 hari setiap minggu di infuskan
450mg/m2), terapi dilanjutkan 18 bulan.
5. Untuk kanker usus besar lanjut, masih dapat dilakukan terapi berikut :
1. Terapi kombinasi dengan 5FU dan CF
2. Melalui kolonoskopi dilakukan reseksi tumor dengan elektrokoagulasi
frekuensi tinggu
3. Terapi fotofinamik, sesuai kanker rektum
4. Terapi imunomodulasi, dapat digunakan sel LAK (lymphocyte
activated killer cell) atau sel DC (dendritic cell) vaksinasi tumor.

2.1.7 Deteksi dini
Kanker kolorektal timbul dari tumor jinak seperti polip atau lesi prakanker (adenoma) yang sudah lama ada. Oleh karena itu, untuk menemukan kaner
kolorektal dalam stadium dini dilakukan penapisan. Deteksi dini dilakukan pada
orang yang beresiko tinggi mendapat kanker kolorektal atau pada usia di atas 40
tahun (American Cencer Society, 2009).
Diananda (2007) menyatakan bahwa deteksi dini adalah investigasi pada
individu simtomatik (tanpa gejala) yang bertujuan untuk mendeteksi adanya
penyakit pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif. Deteksi dini
berupa screeningyang diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya kanker
kolorektal adalah dengan menjalani :

Universitas Sumatera Utara

16

1. Fecal occult blood test ( FOBT), kanker maupun polip dapat
menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada
tinja. FOBT ini adalah test untuk memeriksa tinja. Bila tes ini mendeteksi
adanya darah, harus dicari dari mana sumber darah tersebut, apakah dari
rektum, kolon, atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain.
Peyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah pada tinja
2. Sigmoidoscopy, yakni suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel
seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya
dan

bisa

diteropong.

Alanya

disebut

sigmoidoscope,

sedangkan

pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui
lubang dubur ke dalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding
dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat. Bila ditermukan adanya
polip, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker,
dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi
untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
3. Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel
yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat
diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
4. Double-contrast barium enema, yakni pemeriksaan radiologi dengan sinar
rontgen (sinar X) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema
dengan larutan barium dan udara uang dipompakan ke delam rektum dan
kemudian difoto. Seluruh lapidan dinding dalam kolon dapat dilihat
apakah normal atau ada kelainan.

Universitas Sumatera Utara

17

5. Colok dubur, yakni pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter ahli dengan
memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi ke
dalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Hal ini
merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum
akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.

2.1.8 Pencegahan
Usaha pencegahan dengan menghilangkan dan atau melindungi tubuh dari
kontak dengan karsinogen dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kanker
kolorektal. Misalnya, hindari makanan tinggi lemak, protein, kalori, serta daging
merah. Jangan lupakan konsumsi kalsium dan folat; setelah menjalani polipektomi
adenoma disarankan pemberian suplemen kalsium; makan buah dan sayur setiap
hari; pertahankan Indeks Masa Tubuh antara 18,5-25,0 kg/m2 sepanjang hidup;
lakukan aktifitas fisik, semisal jalan cepat paling tidak 30 menit dalam sehari;
hindari kebiasaan merokok; lakukan deteksi dini dengan tes darah samar sejak
usia 40 tahun (Dalimartha, 2004).

2.1.9 Prognosis
Apabila ditemukan dalam stadium dini, kanker kolorektal dapat
disembuhkan. Angka harapan hidup menurun sejalan dengan semakin lanjutnya
penyakit pada saat ditemukan. Bila tidak dilakukan operasi pembedahan maka
harapan hidup hanya mencapai 10 bulan, < 25% bisa mencapai lebih dari 1 tahun,
10% bertahan 2 tahun, dan hanya 2% mencapai 5 tahun. Dengan kemajuan sarana
diagnosis, angka harapan hidup 5 tahun bisa mencapai 30% (Dalimartha, 2004).

Universitas Sumatera Utara

18

2.2 Kolostomi
2.2.1 Defenisi Kolostomi
Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus
besar (Smeltzer & Bare, 2002). Melvielle dan Baker (2010) menyatakan
kolostomi merupakan tindakan pembedahan untuk membuka jalan usus besar ke
dinding abdomen anterior. Akhit atau ujung dari usus besar yang dikeluarkan pada
abdomen disebut sebagai stoma. Stoma itu sendiri berasal dari bahasa yunani yang
berarti mulut. Stoma bersifat basah, mengkilat dan permukaannya berwarna
merah muda, seperti membran mukosa pada oral. Stoma tidak memiliki ujung
syaraf sehingga tidak terlalu sensitif terhadap sentuhan ataupun nyeri. Tetapi
stoma kaya akan pembuluh darah dan mungkin dapat berdarah jika dilakukan
pengusapan. Hal ini termasuk normal, hanya perlu diwaspadai jika darah yang
keluar terus menerus dan dalam jumlah yang banyak.
Kolostomi memungkinkan pasien dengan kanker kolorektal melakukan
proses eliminasi BAB dengan lancar. Akan tetapi, berbeda dengan proses
eliminasi normal, pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran feses. Feses yang
keluar dari stoma akan ditampung pada kantong kolostomi yang direkatkan pada
abdomen. Pada awal pembedahan, konsistensi feses akan nampak lebih cair,
namun akan membaik secara bertahan hingga menvapai konsistensi yang normal,
sesuai dengan letak stoma pada kolon (Melvielle & Baker, 2010).

Universitas Sumatera Utara

19

2.2.2 Jenis Kolostomi
Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi dari keadaan
klien. Menurtu Melvielle & Baker (2010) ada beberapa jenis kolostomi diantarnya
adalah :
1. Loop Stoma atau transversal
Loop stoma atau transversal adalah jenis kolostomi yang dibuat dengan
mengangkat usus kepermukaan abdomen, kemudian membuka dinding usus
bagian anterior untuk memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada loop
stoma selama 7 hingga 10 hari pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai
plastik agar mencegah stoma masuk kembali kedalam rongga abdomen.
2. End stoma
End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong
dan mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma
tunggal. Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam
rongga abdomen.
3. Fistula Mukus
Fistula mukus merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke
permukaan abdomen sebagai stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus terdapat
pada jenis stoma double barrel dimana segmen proksimal dan distal usus
dikeluarkan ke dinding abdomen sebagai dua stoma yang terpisah.
4. Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon,
karena kolon tidak dikeluarakan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi

Universitas Sumatera Utara

20

ini menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum hingga ujung
apendiks pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen. Kateter ini
membutuhkan irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.

2.2.3 Pengertian Perawatan Kolostomi
Perawatan kolostomi adalah membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar
stoma dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan
Lusianah & Suratun (2010).

2.2.4 Tujuan Perawatan Kolostomi
Menurut Lusianah & Suratun (2010) menjelaskan ada dua tujuan
perawatan kolostomi, yaitu :
1. Menjaga kebersihan klien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Menegah iritasi kulit disekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan klien dan lingkungannya

2.2.5 Prosedur Perawatan Kolostomi
Berikut akan dijelaskan tentang prosedur melakukan perawatan stoma
rutin (kolostomi) menurut Hegner & Caldwell (2003) yang harus diketahui
keluarga dalam perawatan stoma :
a. Ingatlah untuk mencuci tangan terlebih dahulu dan mengidentifikasi
pasien misalahnya keluhan yang dialami pasien
b. Siapkan peralatan yang diperlukan :
1. Waslap dan handuk

Universitas Sumatera Utara

21

2. Baskom berisi air hangat
3. Perlak
4. Selimut mandi
5. Kantung kolostomi sekali pakai dan sabuknya
6. Sarung tangan sekali pakai
7. Losion kulit sesuai instruksi
8. bedpan
c. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi
d. Letakkan perlak dibawah panggul pasien
e. Pakai sarung tangan, lepaskan kantung stoma sekali pakai yang kotor
(appliance) dan letakkan didalam bedpan. Perhatikan jumlah dan jenis
drainase
f. Buka sabuk yang menahan kantong stoma dan simpan jika bersih
g. Bersihkan dengan perlahan daerah disekitar stoma dengan tisu toilet
untuk membersihkan feses dan drainase. Buang tisu didalam bedpan.
h. Besihkan daerah sekitar stoma dengan sabun dan air. Basuh dengan
menyeluruh dan keringkan
i. Jika diinstruksikan, oleskan sedikit losion disekitar stoma. Losion yang
terlalu banyak dapat mengganggu daya rekat kantong ostomi yang baru
j. Letakkan sabuk yang bersih disekeliling tubuh pasien . periksa kulit
dibawah sabuk akan adanya iritasi atau kerusakan kulit
k. Jika perlu, lepas dan ganti obat perekat. Letakkan kantong ostomi
bersih diatas stoma dan kaitkan sabuk tersebut

Universitas Sumatera Utara

22

l. Angkat perlak. Periksa seprei di bawahnya untuk memastikan bahwa
seprei tersebut tidak basah dan ganti jika perlu
m. Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur, buat pasien merasa
nyaman
n. Kumpulkan peralatan yang kotor dan bedpan. Buang semua bahan
bahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
o. Kosongkan, cuci, dan keringkan bedpan
p. Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat
Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci
tangan, dan perhatikan kondisi stoma dan jariangan sekitarnya dan reasi
pasien.

2.3 Koping
2.3.1 Defenisi Koping
Seseorang penderita kanker kolorektal dan mengalami stres atau
ketegangan psikologik dalam mengahadapi masalah kehidupan sehari-hari
memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat
mengurangi stres, cara yang digunakan oleh individu untuk mengurangi stres
itulah yang disebut dengan koping (Rasmun, 2004). Menurut Lazarus dan
Folkman (1984) dalam Siswanto (2007) mekanisme koping merupakan sesuatu
perubahan yang konstan dari usaha kognitif dan tingkah laku untuk menata
tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai hal yang membebani atau
melebihi sumber daya individu.

Universitas Sumatera Utara

23

Ada banyak defenisi koping yang dikemukakan para ahli. Koping adalah
proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping
tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam
dirinya baik fisik maupun psikologik (Rasmun, 2004). Koping yang efektif
menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan
perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir
dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan
dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan (Rasmun, 2004).
Berdasarkan pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa koping
merupakan cara-cara yang digunakan oleh individu untuk menghadapi situasi
yang menekan. Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian
diri, namun koping merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan
reaksi individu ketika menghadapi tekanan atau stres.

2.3.2 Strategi Koping
Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan
atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi.
Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya
menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya bervariasi, tergantung dari
kemampuan dan kondisi individu (Rasmun, 2004).
Keputusan pemilihan strategi koping dan respons yang dipakai individu
untuk menghadapi situasi yang penuh tekanan tergantung dari dua faktor.
Pertama, faktor eksternal dan kedua, foktor internal. Faktor eksternal termasuk di
dalamnya adalah ingatan pengalaman dari berbagai situasi dan dukungan sosial,

Universitas Sumatera Utara

24

serta seluruh tekanan dari berbagai situasi yang penting dalam kehidupan. Faktor
internal, termasuk di dalamnya adalah gaya coping yang biasa dipakai seseorang
dalam kehidupan sehari-hari dan kepribadian dari seseorang tersebut (Taylor,
1995 dalam safaria 2009).
Setelah keputusan dibuat untuk menentukan strategi koping yang dipakai,
dengan mempertimbangkan dari faktor eksternal dan internal, individu akan
melakukan pemilihan strategi koping yang sesuai dengan situasi tekanan yang
dihadapinya untuk penyelesaian masalah, ada dua strategi koping yang dapat
dipakai, apakah strategi koping yang berfokus pada pemasalah ataupun pemilihan
strategi koping untuk mengatur emosi. Kedua strategi koping tersebut dapat
bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan oleh situasi tekanan dari
lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif, sehingga hasil dari proses
koping tersebut dapat menciptakan berfungsinya kembali aktivitas yang biasa
dilakukan oleh individu.

2.3.3Fungsi Koping
Koping memiliki dua fungsi umum, yaitu fungsinya dapat berupa fokus ke
titik permasalahan, serta melakukan regulasi emosi dalam merespons masalah
(Lazarus dan Folkman 1984, dalam Safaria 2009).
1. Emotion-focused coping adalah suatu masalah suatu usaha untuk
mengontrol respons emosional terhadap situasi yang sangat menekan.
Emotion-focusedcoping cenderung dilakukan apabila individu tidak mampu
atau merasa tidak mampu mengubah kondisi stressful, yang dilakukan
individu adalah mengatur emosinya. Sebagai contoh yang jelas ketika

Universitas Sumatera Utara

25

seseorang yang dicintai meninggal dunia, dalam situasi ini, orang biasanya
mencari dukungan emosi dan mengalihkan diri atau menyibukkan diri
dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah atau kantor. Menurut
Sarafino (1998) Emotion-focusedcoping merupakan pengaturan respons
emosional dari situasi yang penuh stres. Individu dapat mengatur respons
emosinya dengan beberapa cara, antara lain adalah dengan mencari
dukungan emosi dari sahabat atau keluarga, melakukan aktivitas yang
disukai, seperti olahraga atau nonton film untuk mengalihkan perhatian dari
masalah, bahkan tak jarang dengan penggunaan alkohol atau obat-obatan.
Cara lain yang biasa digunakan individu dalam pengaturan emosinya
adalah dengan berfikir dan memberikan penilaian situasi yang stressful.
Sebagai contoh, ketika terjadi perceraian pada sepasang suami istri maka
yang sering terjadi adalah pikiran yang mengatakan bahwa, “ Aku
sesungguhnya tidak benar-benar membutuhkannya, dan aku tetap dapat
hidup tanpanya.”
Folkman dan Lazarus (Taylor, 1995 dalam Safaria, 2009) mengidentifikasi
beberapa aspek Emotional focusedcoping yang didapat dari penelitianpenelitiannya. Aspek aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Seeking social emotional support, yaitu mencoba untuk memperoleh
dukungan secara emosional maupun sosial dari orang lain.
b. Distancing, yaitu mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari
masalah atau membuat sebuah harapan positif.

Universitas Sumatera Utara

26

c. Escape avoidance, yaitu mengkhayal mengenai situasi atau melakukan
tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu
melakukan fantasi andaikan permasalahannya pergi dan mencoba untuk
tidak memikirkan mengenai masalah dengan tidur atau menggunakan
alkohol yang berlebih.
d. Self control, yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau
tindakan dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah.
e. Accepting responsibility, yaitu menerima untuk menjalankan masalah yang
dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya.
f. Positive reapprasial, yaitu mencoba untuk membuat suatu arti positif dari
situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan
sifat religius.
2. Problem-focused coping adalah usaha untuk mengurangi stresor, dengan
mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk
digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Individu
akan cenderung menggunakan strategi ini apabila dirinya yakin akan dapat
mengubah situasi (Smet, 1994). Setiap hari dalam kehidupan kita secara
tidak langsung Problem-focused coping telah sering kita gunakan, saat kita
bernegosiasi untuk membeli sesuatu ditoko, saat membuat jadwal
perkuliahan, mengikuti treatment-treatment psikologi, atau belajar untuk
meningkatkan keterampilan di bidang seni, akademi atau bahasa Folkman
dan Lazarus (1984) dalam Safaria (2009)

Universitas Sumatera Utara

27

Folkman dan Lazarus (1984) dalam Safaria (2009) mengidentifikasikan
beberapa aspek problem focused coping yang didapat dari penelitianpenelitiannya. Aspek-aspek tersebut adalah:
a. Seeking informational support, yaitu mencoba untuk memperoleh
informasi dari orang lain, seperti dokter, perawat, psikolog, atau guru.
b. Confronative coping, yaitu melakukan penyelesaian masalah secara
konkret.
c. Planful problem-solving, menganalisis setiap situasi yang menimbulkan
masalah serta berusaha mencari solusi secara langsung terhadap masalah
yang dihadapi.

2.3.4Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam
menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan sitauasi yang
mengancam, baik secara kognitif maupun prilaku. Mekanisme koping berdasarkan
penggolongannya terbagi menjadi dua:
1.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984, dalam Rubayana, 2012) Adaptif
coping adalah sikap yang lebih efektif dan bermanfaat dalam mengatasi
sumber stress. Koping yang efektif akan membantu seseorang untuk
mentoleransi dan menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan
tekanan yang tidak dapat dikuasainya. Agar koping dilakukan dengan
efektif, maka strategi koping perlu mengacu pada lima fungsi tugas koping
yaitu mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan
prospek untuk memperbaikinya, mentoleransi atau menyesuaikan diri

Universitas Sumatera Utara

28

dengan kenyataan yang negatif, mempertahankan gambaran diri yang
positif, mempertahankan keseimbangan emosional, serta melanjutkan
kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
2.

Maladaptive coping merupakan kecenderungan koping yang kurang
bermanfaat dan kurang efektif dalam mengatasi sumber stres dan dapat
menyebabkan masalah lebih lanjut (Carver, dkk, 1989). Rogers dan
Rippetor (1987) dalam Rubbyana (2012:62) menambahkan koping adaptif
cenderung mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan
mencapai tujuan. Koping maladaptif menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan.
Adapun dimensi dari adaptive coping (Carver,dkk, 1989) antara lain:
a. Coping aktif

merupakan proses pengambilan langkah aktif untuk

mencoba memindahkan atau menghilangkan sumber stres atau untuk
mengurangi akibatnya. Koping aktif merupakan tindakan langsung
individu untuk mengatasi stres dengan langkah yang bijaksana. Koping
aktif termasuk memulai aksi langsung, meningkatkan upaya seseorang,
dan berusaha untuk melaksanakan upaya penanggulangan dengan cara
bertahap.
b. Mencari dukungan sosial, yaitu lebih mengarah kepada dukungan moral
yang diperoleh individu, simpati ataupun pengertian dari orang lain
terhadap masalah yang sedang dihadapainya

Universitas Sumatera Utara

29

c. Reinterpretasi positif, yaitu berpikir positif terhadap situasi yang
membuat individu tertekan.
d. Pengendalian, merupakan mengatasi masalah dengan menunggu sampai
situasi benar-benar mengijinkan untuk menyelesaikan permasalahannya.
Ini adalah strategi koping aktif dalam arti bahwa perilaku seseorang
difokuskan pada strategi menghadapi stressor secara efektif, tetapi juga
merupakan strategi pasif dalam arti bahwa menggunakan menahan diri
berarti tidak bertindak.
e. Perencanaan, yaitu memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi
stressor. Termasuk didalamnya adalah memikirkan suatu strategi untuk
bertindak, langkah-langkah apa yang harus diambil dan bagaimana cara
paling baik untuk mengatasi masalah.
f. Penerimaan, menerima keadaan atau situasi yang membuat individu
tertekan dengan tetap mengikuti situasi tersebut. Seseorang yang
menerima akan adanya situasi yang menekan, meraka akan lebih terbiasa
melakukan koping yang efektif sehingga akan mampu mengurangi
kondisi yang menekannya.
g. Coping agama, kecenderungan individu untuk melibatkan unsur-unsur
agama dalam mengatasi situasi yang menekan. McCrae dan Costa (1986)
dalam Carver, dkk (1989) orang beralih ke agama saat sedang stres
karena alasan sangat beragam, antara lain agama bisa berfungsi sebagai
sumber dukungan emosional, sebagai wahana reinterpretasi positif dan
pertumbuhan, atau sebagai taktik koping aktif dengan stresor.

Universitas Sumatera Utara

30

h. Humor, mengatasi situasi tertekan dengan menceritakan dan melakukan
hal-hal yang lucu sehingga hal yang menjadi beban pikiran akan
berkurang.
Sedangkan maladaptive coping (Carver dkk, 1989) antara lain:
a. Penolakan, merupakan ketidakmauan untuk mempercayai adanya sumber
stres atau mencoba untuk bertindak seolah-olah sumber stres tidak ada.
Menurut Matthews, Siegel, Kuller, Thompson, & Varat (dalam
Carver,dkk, 1989) penolakan hanya akan dapat menciptakan masalah
tambahan. Artinya dengan menyangkal atau tidak menerima kenyataan
akan dapat menimbulkan masalah yang lebih serius sehingga akan
mempersulit untuk melakukan koping.
b. Penggunaan zat, individu berusaha untuk melepaskan diri dari masalah
dengan lari kepada alcohol atau obat-obatan terlarang
c. Penggunaan dukungan sosial emosional, mencari dukungan secara
emosional seperti kenyamanan dan penerimaan dari orang lain, simpati,
serta pengertian dari orang lain.
d. Pelepasan perilaku, upaya individu untuk mengurangi situasi tertekan
dengan cara menyerah pada situasi.
e. Fokus pada pelepasan emosi, kecenderungan untuk selalu melepaskan
emosinya disaat menghadapi situasi yang kurang menyenangkan, yang
dimaksud disini adalah emosi yang negatif dalam waktu yang lama,
penggunaan fokus pada emosi ini akan menghambat penyesuaian.

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.5 Metode Koping
Ada 2 metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi
masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977) dalam Rasmun
(2004), dua metode tersebut antara lain adalah :
a. Metode koping jangka panjang
Cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis
dalam menangani masalah psikologis untuk kurun eaktu yang lama
contohnya adalah
1. Berbicara dengan orang lain “curhat” dengan teman, keluaraga, atau
profrsi tentang msalah yang sedang dihadapi
2. Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang
dihadapi
3. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan
kekuatan supra natural
4. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/masalah.
5. Membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi
6. Mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.
b. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres
atau ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara,
tetapi tidak efektif jika digunakan dalam jangka panjang, contohnya :
1.

Menggunakan alkohol atau obat-obatan

2.

Melamun dan fantasi

Universitas Sumatera Utara

32

3.

Mencoba

melihat

aspek

humor

dari

situasi

yang

tidak

menyenangkan
4.

Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil

5.

Banyak tidur

6.

Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah

Pada tingkat keluarga, koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah
atau ketegangan seperti yang dikemukakan oleh Mc. Cubbin (1979) dalam
Rasmun (2004) adalah :
1. Mencari dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga, tetangga,
teman, atau keluarga jauh
2. Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat
menanganinya dan menerima, menggunakan pengalaman masa lalu
untuk mengurangi stres/kecemasan.
3. Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau
aktif pada pertemuan ibadah
4. Menggerakkan keluarga untuk mencari dan menerima bantuan
5. Penilaian secara pasive terhadap peristiwa yang dialami dengan cara
menonton tv, atau diam saja.

Universitas Sumatera Utara

33

2.3.6 Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Koping Individu
Beberapa faktor yang mempengaruhi strategi koping pada individu
dikemukan oleh Smet (1994), yaitu :
a. Usia
Usia mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memerangi rasa sakit.
Kemampuan tubuh memerangi rasa sakit sudah ada pada masa kanak-kanak,
tetapi kemampuan ini menurun pada masa tua.
b. Pendidikan
Individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan menilai segala sesuatu
secara realistis dan koping akan lebih aktif dibanding dengan individu yang
mempunyai pendidikan yang lebih rendah.
c. Status Sosial Ekonomi
Seseorang yang memiliki status sosial ekonomi rendah akan menyebabkan
tingkat stress yang tinggi terutama dalam masalah ekonomi, jika
dibandingkan dengan yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih
tinggi.
d. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang positif berhubungan dengan berkurangnya kecemasan
dan depresi. Dukungan sosial diperoleh dari orang-orang di sekitar individu,
seperti orangtua, saudara, teman dekat, dan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

34

2.4 Pengukuran Koping

Dalam penelitian ini, koping diukur dengan menggunakan alat ukur Brief
COPE yang dibuat oleh Carver (1997) berdasarkan teori dari Lazarus & Folkman.
Alat ukur ini digunakan untuk melihat bagaimana individu mengatasi masalah
yang dihadapi, mengakses respon koping yang penting dan potensial dengan
cepat. Brief COPE terdiri dari 28 item ( dengan pilihan jawaban dimulai dari
1”tidak pernah”. Sampai 4 “ selalu”) dimana mengukur 14 konsep coping yang
berbeda. Alat ukur ini merupakan hasil adaptasi dari alat ukur COPE yang juga
dibuat oleh Carver dan rekan-rekan (1989). Alat ukur ini terdiri dari dua askpek
yaitu koping adaptif dan koping maladaptif.

Aspek pertama yaitu adaptive coping yang berisi mengenai koping aktif,
mencari dukungan sosial, reinterpretasipositif, pengendalian, perencanaan,
penerimaan, coping agama, dan humor. Aspek kedua yaitu maladaptive
copingyang berisi mengenai penolakan, penggunaan zat, penggunaan dukungan
sosial emosional, pelepasan perilaku dan fokus pada pelepasan emosi.

Universitas Sumatera Utara