T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salatiga merupakan kota kecil yang berada di provinsi Jawa Tengah. Pada
tahun 2015, jumlah penduduk Kota Salatiga sebesar 183.815 jiwa1. Kota yang
dahulunya sejuk karena berada di lereng gunung merbabu ini, kini menjadi
panas, serta kemacetan yang ditimbulkan dari sepeda motor dan mobil.
Sampai pada bulan Desember 2014 jumlah obyek kendaraan bermotor
sebanyak 106.910 unit2. Sebagai kota ”transit” yang berada di antara kota
Semarang dan Solo, Salatiga bisa dikatakan sebagai kota yang ramai akan lalu
lalang kendaraan bermotor.
Kota Salatiga saat ini terus berkembang dan semakin lama menunjukkan
ciri-ciri perkotaannya yang semakin kental. Dari waktu ke waktu, sejalan
dengan

meningkatnya

jumlah

penduduk


mengakibatkan

semakin

bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap perumahan, perkantoran, dan
fasilitas sosial ekonomi lain. Dengan bertambahnya pusat kegiatan
masyarakat dan beriringan dengan pertumbuhan jumlah unit kendaraan
bermotor sehingga berpotensi munculnya tempat-tempat parkir yang baru.
Data yang didapat dari situs resmi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset
Daerah (DPPAD) beberapa tahun terakhir mengalami penigkatan dengan
jumlah unit kendaraan bermotor sebanyak 88.153 unit pada tahun 2013, dan
106.910 unit pada tahun 20143.
Warpani (2002) mengatakan kendaraan bermotor (sepeda motor dan
mobil) tidak mungkin bergerak terus menerus,pada saatnya harus berhenti
sementara atau berhenti lama (parkir), yaitu keadaan tidak bergerak suatu
transportasi yang tidak bersifat sementara. Fasilitas parkir harus tersedia di
tempat tujuan (perkantoran, perbelanjaan, tempat hiburan, dll) dan di rumah
1

Salatiga Dalam Angka 2016, Banyaknya Penduduk Kota Salatiga Menurut Kelompok Umur dan

Jedis Kelamin, 2016
2
http://dppad.jatengprov.go.id/up3ad-kota-salatiga/ diakses pada tanggal 03 september 2016
3
http://dppad.jatengprov.go.id/up3ad-kota-salatiga/ diakses pada tanggal 03 september 2016

1

berupa garasi. Apabila tidak tersedia, maka ruang jalan akan menjadi tempat
parkir
Keterbatasan ruang parkir di kawasan pusat kota merupakan permasalahan
utama perparkiran di Kota Salatiga. Peningkatan jumlah penduduk dan
perkembangan guna lahan akan meningkatkan mobilitas dan aktivitas
penduduk, yang berimbas pada peningkatan penggunaan sarana angkutan
jalan sebagai salah satu model transportasi yang ada. Peningkatan mobilitas
dan penggunaan sarana angkutan jalan tersebut membutuhkan penyediaan
ruang parkir yang cukup serta pengaturan yang tepat.
Beberapa contoh persoalan di Salatiga adalah pembangunan pertokoan
atau swalayan yang kurang memperhatikan kebutuhan lahan parkir, baik dari
segi kemampuan daya tampung luas lahan pertokoan. Sehingga pada saat

pertokoan sudah beroperasi, lahan parkir tidak dapat menampung jumlah
kendaraan pengunjung yang parkir, terutama pada waktu jam padat
pengunjung. Hal ini dapat merugikan semua pihak, baik pemilik tempat
kegiatan maupun pengguna jalan pada umumnya. Pemilik tempat kegiatan
akan dirugikan karena jika tempat parkir terbatas dan ruas jalan di depannya
terjadi kongesti atau pemenuhan ruang yang menyebabkan macet, maka calon
konsumen akan enggan menuju ke tempat kegiatan dimaksud. Sedangkan
pengguna jalan secara umum dirugikan akibat hambatan lalu lintas yang
ditimbulkan saat melintas di ruas jalan yang dilaluinya terjadi. Permasalahan
parkir lainnya adalah manajemen penyelenggaraan teknis parkir, baik dari
desain tata ruang, lokasi, sirkulasi arus keluar masuk lahan parkir dan tarif.
Parkir menggunakan fasilitas yang sudah diberikan oleh pemerintah
biasanya akan membayar retribusi. Siahaan (2010) mengatakan, retribusi
adalah pembayaran dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu
yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan. Sementara
itu menurut Pasal 1 ayat 64 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk


2

kepentingan pribadi atau orang. Salah satu contoh retribusi adalah retribusi
pelayanan parkir yang disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh
pemerintah.
Di Salatiga sendiri banyak sekali titik-titik parkir yang dianggap sebagai
titik parkir yang dikelola oleh dinas terkait seperti contoh adalah beberapa
titik parkir di jalan Monginsidi. Terlepas dari kebijakan yang mengatur,
anggapan orang awam ketika melihat parkir yang menggunakan badan jalan
sepenuhnya dikendalikan atau diatur oleh dinas terkait, padahal ada beberapa
ketentuan-ketentuan tertentu yang membuat beberapa titik parkir tersebut
tidak dikelola oleh dinas.
Dalam data rekapitulasi yang didapat penulis dari UPT Perparkiran hanya
sebanyak 70 titik yang dikelola. Berikut lokasi yang dikelola oleh UPT
Perparkiran. Seperti pengertian sebelumnya yang dijelaskan oleh Warpani
dengan bukunya (2002). Fasilitas parkir harus disediakan didekat pusat
perbelanjaan, perekonomian, dll. Apabila tidak disediakan akan menggunakan
badan jalan sebagai alternatif tempat parkir. Padahal jalan adalah fasilitas
umum, sesuai Perda No 12 Tahun 2011 BAB VII Retribusi Pelayanan Parkir
Di Tepi Jalan Umum Pasal 33:

“Dengan nama Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan
Umum dipungut Retribusi atas pelayanan parkir di tepi jalan
umum yang disediakan Pemerintah Daerah.”
Setiap orang yang parkir ditepi jalan umum, yang disediakan oleh
pemerintah daerah dipungut biaya retribusi. Namun dalam beberapa kasus
penulis menemukan beberapa lokasi yang tidak terdaftar di rekapitulasi lokasi
yang dikelola oleh UPT Perparkiran di kelola oleh juru parkir.
Juru parkir yang disebut juga sebagai Jukir adalah orang yang membantu
mengatur kendaraan yang keluar masuk ke tempat parkir. Jukir juga berfungsi
untuk mengumpulkan biaya parkir dan memberikan karcis kepada pengguna
parkir pada saat akan keluar dari ruang parkir (Wikipedia). Secara resmi,
melihat data rekapitulasi lokasi yang dikelola dinas terdapat 70 lokasi,

3

otomatis ada 70 juru parkir resmi. Namun banyak lokasi yang tidak dikelola
oleh dinas terdapat juru parkir yang memakai atribut resmi.
Kebijakan pengelolaan juru parkir merupakan pekerjaan UPT parkir.
Mendapatakan status resmi sebagai juru parkir sebenarnya tidak sulit, hanya
beberapa syarat saja tetapi terkadang juru parkir sendiri tidak mau mencoba

mendaftarkan diri4. Juru parkir resmi yang dikelola pemerintah mendapatkan
surat izin juru parkir sebagai legalitas dalam bekerja. Namun terkadang atribut
yang digunakan secara resmi disalahgunakan oleh juru parkir untuk
mendapatkan pemasukan tambahan secara pribadi5.
Dalam skripsi yang ditulis oleh Supriyono tentang Penegakan Hukum
Bagi Parkir Liar di Salatiga pada tahun 2014, selama ini belum ada Peraturan
Daerah yang memadai untuk mengatasi masalah secara khusus tentang
pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran di Kota Salatiga, maka masyarakat
menganggap tidak ada patokan dalam pelaksanaan fungsi parkir di Kota
Salatiga.

1.2 Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang yang telah diuraikan diatas maka didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi kebijakan parkir di Salatiga oleh Dinas
Perhubungan ?
2. Bagaimana sistem pengelolaan parkir di Salatiga oleh Dinas
Perhubungan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem pengelolaan
parkir dan menjelaskan implementasi kebijakan parkir oleh Dinas
Perhubungan.
4
5

Wawancara dengan Bapak Agus Nur Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 5 November 2016
Wawancara dengan Bapak Agus Nur Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 5 November 2016

4

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat secara praktis yakni dapat memberikan pemahaman dan
pengetahuan bagi penulis tentang gambaran sistem pengelolaan parkir di
Salatiga.
Manfaat secara teoritis dalam penelitian adalah sumbangsih bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang sosiologi yaitu memperkaya kajian
sosiologi politik dan kajian analisa kebijakan publik.

1.5 Konsep dan Batasan Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Sistem Pengelolaan Parkir Di Salatiga ”
peneliti menggunakan konsep dan batasan dalam penelitian :
a. Kebijakan Publik
“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang
kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau
kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132).
b. Implementasi
Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan
menyebutnya implementasi kebijakan

(policy implementation) adalah

pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu
tertentu (Dunn, 2003:132)

c. Pengelolaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata pengelolaan, mempunyai
4 pengertian, yaitu :
1. Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola ;

2. Pengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan
menggerakkan tenaga orang lain;

5

3. Pengelolaan

adalah

proses

yang

membantu

mermuskan

kebijaksanaan dan tujuan organisasi ;
4. Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada
semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan

pencapaian tujuan

d. Juru parkir
Juru parkir yang disebut juga sebagai Jukir adalah orang yang membantu
mengatur kendaraan yang keluar masuk ke tempat parkir. Jukir juga
berfungsi untuk mengumpulkan biaya parkir dan memberikan karcis
kepada pengguna parkir pada saat akan keluar dari ruang parkir.
(Wikipedia)

6