Toksisitas Metabolit Skunder Penicillium sp. pada Berbagai Media Kultur untuk Mengendalikan Spodoptera sp. secara In Vitro

17

TINJAUAN PUSTAKA
Ulat Grayak Spodoptera sp. ( Lepidotera : Noctuidae )
Spodoptera sp. merupakan serangga hama yang terdapat di berbagai
negara seperti Indonesia, India, Jepang, Cina, dan negara-negara lain di Asia
Tenggara (Sintim et al., 2009). Kerusakan yang disebabkan oleh ulat grayak
pada tanaman tembakau dapat mencapai 40 – 50% atau tanaman tembakau
tidak

bisa

dipanen

daunnya

(BPTD, 2004). Telur diletakkan secara

berkelompok pada helaian daun sebelah bawah sebanyak 250-300 butir. Telur
ditutupi jaringan halus warna putih kekuningan (Gambar 1) dan menetas setelah
berumur 3-5 hari (Purnama, 2003).

Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya bergerombol
sampai instar ketiga. Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri 5-6 instar
(BPTD, 2004). Lama stadia larva 17-26 hari, yang terdiri dari larva instar 1
berkisar 5-6 hari, instar 2 berkisar 3-5 hari, instar 3 berkisar 3-6 hari, instar 4
berkisar 2-4 hari, dan instar 5 berkisar 3-5 hari (Cardona et al., 2007) (Gambar
1). Stadia larva berkisar antara 15-30 hari.
Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang
dan berwarna cokelat mengkilat. Pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29
+ 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm, lama stadia pupa 9-14 hari Dapat dilihat pada
(Gambar 1) (Cardona et al., 2007).
Imago jantan dan betina memiliki rambut harus pada tubuhnya. Betina
berwarna coklat pucat sedangkan jantan berwarna lebih gelap. Ukuran tubuh
betina lebih besar dengan abdomen yang besar sedangkan jantan lebih sempit
dengan bagian ujung abdomen runcing (Cardona et al., 2007). Pada stadia imago

Universitas Sumatera Utara

18

sayap depan berwarna coklat atau keperakan, sayap belakang S.litura berwarna

keputihan dengan noda hitam. Panjang ngengat betina 14 mm sedangkan jantan
17 mm (UF/IFAS Pest Alert, 2007). Ngengat aktif pada malam hari dan serangga
betina bila meletakkan telur secara berkelompok dan satu kelompok dapat
mencapai 200-300 butir. Seekor betina dapat meletakkan telur mencapai 800-1000
butir. Lama hidup imago 5-9

hari. Daur hidup hama ini adalah 24-41 hari

(Subandrijo et al., 1992) (Gambar 1).
Gejala Serangan
Akibat serangan ini daun-daun akan berlubang-lubang sehingga daun
tembakau menjadi tidak utuh, dan secara langsung akan menurunkan rendemen
cerutu dari setiap daun yang rusak (Abidin, 2004). Kerusakan daun yang
diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar
lanjut merusak tulang daun. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya
tanaman (Sudarmo, 1992). Serangan yang ditimbulkan akan kelihatan daun
transparan karena daging daun habis dimakan. Pada instar ke-4 dan ke-5 larva
menyebar ke tanaman didekatnya terutama bila daun sebagai sumber pakannya
sudah berkurang (BPTD, 2004) (Gambar 1).

Pengendalian
Beberapa pestisida nabati yang dapat dipilih untuk pengendalian
hama tanaman (Lukitaningsih, 2009) : daun pepaya mengandung bahan aktif
papain, sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. Biji
jarak mengandung reisin dan alkaloid, efektif untuk mengendalikan ulat dan
hama penghisap (dalam bentuk larutan), juga efektif untuk mengendalikan

Universitas Sumatera Utara

19

nematoda (dalam bentuk serbuk). Pacar

cina

mengandung

minyak

atsiri,


alkaloid, saponin, flavonoin, dan tanin. Efektif untuk mengendalikan hama ulat.
Umbi

gadung mengandung diosgenin, steroid saponin, alkohol

dan

fenol.

Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. Srikaya mengandung
annonain dan resin. Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama pengisap.
Pengendalian hayati seperti pemanfaatan parasitoid, predator dan entomopatogen
mempunyai harapan besar dimasa mendatang untuk menggantikan insektisida
karena tidak mempunyai dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan.
Cendawan patogen merupakan salah satu komponen pengendalian yang dapat
memberi peluang yang cukup baik. Hasil pengamatan uji patogenitas cendawan
Beauveria bassiana di lapangan menunjukkan bahwa cendawan tersebut masih
tetap efektif meskipun telah disimpan di dalam lemari pendingin selama 4 bulan
(Yasin et al., 2014).

A

B

D

E

C

Gambar 1. (a). Kelompok telur Spodoptera sp., (b). Larva Spodoptera sp., (c).pupa Spodoptera sp.,
(d).Imago jantan Spodoptera sp. dan (e). Gejala serangan Spodoptera sp. pada
tanaman cacao. Sumber : UF/IFAS Pest Alert ( 2007).

Universitas Sumatera Utara

20

Cendawan Penicillium sp.
Cendawan Penicillium sp. digolongkan dalam Kingdom: Fungi, Phylum:

Ascomycetes, Kelas: Eurotiomycetes, Ordo:Eurotiales, Family: Trichocomaceae,
Genus: Penicillium dan Spesies: Penicillium sp. Pitt dan Samsons (1993),
menyatakan bahwa kurang lebih 223 spesies Penicillium. Pada dasarnya,
cendawan Penicillium sp. terdiri dari 4 sub genus yaitu Penicillium: Penicillium,
Furcatum, Aspergiloides dan Biverticillium (Peterson, 2000).
Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora
yang disebut konidium. Konidium memiliki cabang-cabang yang disebut
phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Tangkai konidium disebut
konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Badan buah biasanya
berbentuk seperti sapu yang diikuti sterigma dan konidia yang bersusun seperti
rantai. Sterigma adalah lapisan dari pialid yang merupakan tempat pembentukan
dan pematangan spora. Konidia adalah spora yang dibentuk pada ujung hifa
(Fardiaz, 1998).
Penicillium sp. adalah jenis cendawan yang bersporulasi hijau. Hampir
semua mempunyai spesies konidia pada saat masih muda berwarna hijau
kemudian berubah menjadi kecoklatan. Menurut Gams et al. (1987), koloni
Penicillium sp. biasanya berwarna hijau, kadang putih, sebagian besar memiliki
konidiofor. Konidiofor tunggal (mononematus) atau majemuk (synematous),
terdiri dari batang tunggal membagi beberapa pialid (sederhana/monoverticillata).
Semua sel diantara metula dan batang berpotensi menjadi cabang. Phialid

merupakan struktur yang menopang konidia berbentuk silindris. Konidia

Universitas Sumatera Utara

21

berbentuk rantai panjang, divergent atau kolom, globular, elips atau fusiform,
transparan atau kehijauan dengan dinding mulus atau bergelombang.
Penicillium sp. Mucor sp, dan Trichoderma sp, adalah cendawan saprofit
yang paling umum dijumpai dalam tanah. Nurariaty et al., (2013) melaporkan
bahwa rhizosfer pertanaman kakao, selain cendawan Penicillium sp. juga
ditemukan Aspergillus spp., dan Trichoderma spp. Cendawan Penicillium sp.
merupakan cendawan opurtunistik dengan suatu senjata berupa enzim-enzim yang
disekresikan untuk menyerang inang-inangnya. Penicillium sp., Fusarium sp.,
Aspergillus sp., digolongkan opurtunistik karena hampir semua sampel larva
Plutella xylostella yang mati terdapat cendawan-cendawan ini. Vega (2008),
selalu menggolongkan ketiga genus cendawan ini ke dalam cendawan-cendawan
opportunistik, yang selalu berasosiasi dengan serangga di berbagai negara
(Deshpande dan Pune, 2011).
Diketahui terdapat sekitar 200 spesies Penicillium sp. yang peranannya

berbeda-beda. Cendawan tersebut diketahui sebagai entomopatogen karena
menyerang hama-hama tertentu dan memproduksi metabolit yang beracun untuk
serangga. Beberapa racun metabolit tersebut adalah Ochratoxin A, Brevianamide
A, Penicillic Acid, dan Citrinin yang menyebabkan kematian pada larva
Drosophila melanogaster dan Spodoptera littoralis (Paterson et al., 1987; Tanada
dan Kaya, 1993).
Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Trichoderma sp. merupakan
cendawan yang penyebarannya sangat luas dan masih cukup banyak ditemukan
pada lahan pertanaman kakao (Nurariaty et al., 2013). Namun keberadaannya

Universitas Sumatera Utara

22

pada berbagai tanaman masih belum banyak dikaji sehingga masih kurang
informasi tentang peranan cendawan tersebut.
Cendawan Penicillium sp. merupakan cendawan saprottrofik yang dapat
diisolasi dari tanah, bahan organik yang membusuk, makanan, selulosa, bijibijian, tumpukan kompos serta dapat juga ditemukan pada tanaman.
Penicillium sp. sangat penting di alam serta bermanfaat untuk produksi makanan
dan obat-obatan. Cendawan ini menghasilkan penicillin, sebuah molekul yang

digunakan sebagai antibiotik.

Gambar 2.

Bentuk percabangan konidiofor Penicillium sp. (a). konidiofor tunggal,
(b). Monoverticillate. (c.) Divaricate. (d) & (e.) Biverticillate. (f.) Terverticillate
(g.)Quaterverticillate. Sumber : Visagie (2014).

Medium Tumbuh dan Substrat Penicillium sp.
Media pertumbuhan mikroorganisme merupakan suatu bahan yang terdiri
dari campuran zat-zat makanan atau nutrisi yag diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media yang berupa
molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan
media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni
dan

juga

memanipulasi


komposisi

media

pertumbuhannya

(Prayogo dan Tengkano, 2002).

Universitas Sumatera Utara

23

Media dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu: (1). Media
minimal yaitu media minimalis untuk pertumbuhan mikroba, (2). Media kompleks
yaitu

media

dengan


senyawa

penyusun

tidak

diketahui

pasti

karena

kekompleksannya, (3). Media diferensial yaitu media untuk membedakan
beberapa mikroba, jadi keduanya tidak terbunuh. Media ini bertujuan untuk
mengidentifikasi mikroba dari campurannya berdasarkan karakter khusus yang
ditunjukkan pada media diferensial (4). Media Selektif yaitu media untuk
menyeleksi mikroba, sehingga salah satu jenis mikroba akan terbunuh.
Terbunuhnya salah satu mikroba dikarenakan dalam media tersebut selain nutrisi
juga ditambahkan suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan
pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang
diinginkan (5). Media sintetik terdefinisi: media dengan senyawa penyusun yang
diketahui pasti (6). Media kaya dan diperkaya: media dengan komponen dasar
untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah komponen kompleks seperti darah,
serum, kuning telur. Media kaya dan diperkaya juga bersifat selektif untuk
mikroba tertentu. Bakteri yang ditumbuhkan dalam media ini tidak hanya
membutuhkan nutrisi sederhana untuk berkembang biak, tetapi membutuhkan
komponen kompleks (Widayat dan Rayati, 1993).
Menurut Safawi et al. (2007), cendawan entomopatogen membutuhkan
media tumbuh maupun bahan pembawa dengan kandungan gula yang tinggi
selain protein. Media dengan kadar gula yang tinggi akan meningkatkan virulensi
cendawan entomopatogen (Prayogo dan Tengkano, 2002).

Universitas Sumatera Utara

24

PDA (Potato Dextrose Agar)
Merupakan media umum komplek dan media diferensiasi untuk
pertumbuhan jamur serta yeast sehingga sering digunakan sebagai uji untuk
menentukan jumlah jamur dan yeast dengan menumbuhkan mikroba pada
permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat dilihat dan dihitung
Selain itu PDA (Potato Dextrose Agar) juga digunakan untuk pertumbuhan,
isolasi dan enumerasi dari kapang serta khamir pada bahan makanan dan bahan
lainnya (Faridaz, 1998).
Tabel 1. Komposisi medium PDA (Potato Dextrose Agar) (Koch, 1881)
Komponen Penyusun
Pati dari ekstrak kentang
Dextrose (C6H12O6)
Agar

Volume / l
4g
20g
15g

Pati ektrak kentang setiap 100 g mengandung energi 85 kal, air 77,8 g,
protein 2g, lemak 0,2g, karbohidrat 19,1g, mineral 1g, kalsium 11mg, fosfor 56
mg, besi 0,7mg, thiamine 0,11mg, asam askorbat 17 mg (Nio, 1992) berfungsi
sebagai sumber nitrogen dan vitamin bagi cendawan. Dekstrosa (C6H12O6)
berbeda dengan gula yang di konsumsi, dekstrosa merupakan wujud murni gula
yang berasal dari sumber alami langka merupakan wujud lain dari L-gulkosa.
Dextrosa berfungsi sebagai komber karbon bagi cendawan dan Agar berfungsi
sebagai pemadat pada substrat yang telah di homogenkan (Koch, 1881)
SDA (Sabouroud`s Dextrose agar)
Sabouraud media agar diperkaya dikembangkan oleh dokter kulit
Perancis Raymond JA Sabouraud pada akhir 1800 untuk mendukung
pertumbuhan jamur yang menyebabkan infeksi pada kulit, rambut , atau kuku ,
secara kolektif disebut sebagai dermatofit. Penyelidikan medis Sabouroaud

Universitas Sumatera Utara

25

terfokus pada bakteri dan jamur yang menyebabkan luka kulit, ragi dan
Malassezia (Sabouraud, 1986).
Tabel 2. Komposisi medium SDA (Sabouroud`s Dextrose agar)
Komponen Penyusun
Pepton dari daging
Gulkosa (C6H12O6)
Agar

Volume/l
10g
40g
15g

Pepton dipakai dalam kultur media sebagai sumber nitrogen, banyak
senyawa nitrogen dan asam amino esensial sederhana terkandung dalam pepton,
sehingga mudah dilepas unsur nitrogennya (Sutarma, 2000). Gulkosa merupakan
senyawa sumber karbohidrat pada biakan jamur Agar berfungsi sebagai pemadat
pada substrat yang telah di homogenkan (Robert Koch, 1881).
CDA (Czapek Dox Agar)
CDA (Czapek Dox Agar) merupakan medium spesifik kultur Aspergillus,
Penicillium dan Paecilomyces (Thom & Church, 1926). Medium kultur ini
mengandung sukrosa sebagai sumber karbon sendiri dan nitrat sebagai sumber
nitrogen sendiri .
Tabel 3. Komposisi medium CDA (Czapek Dox Agar)
Komponen Penyusun
Sukrosa
Sodium Nitrat (NaNO3)
Magnesium Sulfat (MgSO4)
Potassium Clorida (KCl)
Iron (III) Sulfat (Eisen (III) SO4)
Di-Potassium Hidrogen Phosphat (K2HPO4)
Agar

Volume / l
30g
3g
0,5g
0,5g
0,01g
13g

D0C2-4
D0C2-4 merupakan medium diferensial selektif untuk cendawan
entomopatogen. Medium ini mengandung senyawa bersifat racun terhadap
cendawan saprofitik. Medium ini mengandung beberapa fungisida (seperti oxgall,

Universitas Sumatera Utara

26

tembaga sulfat, tembaga (II) klorida (CuCl), benomyl dan dodine) dan antibiotik
(seperti cholramphenicol, tetracygline dan streptomisin). Media selektif (Beilhartz
et al, 1982;. Chase et al., 1986; Shimazu dan Sato, 1996; Mark dan Douglas,
1997; Shimazu et al., 2002 ; Keller et al., 2003; Meyling dan Eilenberg 2006;). Di
antara mereka, dodine dan CuCl telah dievaluasi karena lebih efektif untuk isolasi
cendawan entomopatogendari tanah (Chase et al, 1986;. Shimazu dan Sato, 1996).
Tabel 4. Komposisi medium D0C2-4
Komponen Penyusun
Pepton dari daging
Cuprum di Clorida (CuCl2)
Krital Violet
Agar

Volume/l
3g
0,2g
0,002g
15g

Medium Substrat Tubuh Spodoptera sp.
Substrat tubuh Spodoptera sp. merupakan medium organik guna
menumbuhkan cendawan entomopatogen yang bersifat obligat. Tubuh Spodoptera
sp. mengandung beberapa senyawa organik pada berbagai lapisan kulitnya antara
lain :

Gambar 2. Struktur dan komposisi kultikula serangga dan penetrasi jamur entomopatogen
(Clarkson & Charnely, 1996).

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 5. Komposisi kultikula serangga (Clarkson & Charnely, 1996)
Lapisan Kutikula
Lapisan lilin dan semen

Epikultikula

Prokultikula:
Eksokultikula

Mesokultikula

Endokultikula
Epidermis
Hemosel

Senyawa Penyusun
Protein
Polyphenol
Hydrocarbon
Faty acid
Ester
Sterol
Lipid polymerase
Polymerase lipo protein
Impergranule lipid
Protein tannin
Khitin
Lipid
Protein
Khitin
Lipid
Protein
Khitin
Protein dan khitin
Protein

Universitas Sumatera Utara