BOOK Mediamorfosa Made DA, Mubarok Dinamika Sosialisasi

Dinamika Sosialisasi Kebijakan Digitalisasi
Penyiaran di Jawa Tengah
Made Dwi Adnjani, Mubarok
Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
made@unissula.ac.id,
mubarok@unissula.ac.id


Pendahuluan
Kehadiran sebuah teknologi semestinya memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi seluruh manusia. Hal ini penting agar teknologi
tidak hanya menjadi kepentingan segelintir orang. Banyak kehadiran
teknologi yang tidak sesuai dengan kebutuhan penggunanya sehingga
justru lebih sering menimbulkan masalah daripada memberikan
manfaat. Pola diseminasi teknologi yang bersifat top down seringkali
hanya memandang dari kacamata pemangku kebijakan bukan kacamata
penggunanya. Begitu pula dengan kebijakan migrasi penyiaran analog
ke digital, kebijakan alih teknologi ini pada dasarnya bukan hanya
sekedar perpindahan teknologi akan tetapi tetapi juga perubahan
mindset terhadap berbagai aspek yang akan muncul dari teknologi

digital ini. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk melakukan
sosialisasi yang intensif agar masyarakat sebagai pemilik dari frekuensi
ini dapat memahami mengenai teknologi digital, memahami langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk menikmati dan menerima siaran
digital, karena konsekuensinya bagi yang masih memiliki televisi analog
harus membeli alat tambahan untuk menerima siaran digital, juga agar
membuat masyarakat memahami bahwa dalam waktu tertentu siaran
analog akan dihentikan sehingga masyarakat sebagai publik dari sistem
penyiaran juga tidak merasa dirugikan.
Ketika migrasi analog ke digital di Indonesia sudah mulai
berlangsung semestinya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah
bisa lebih banyak dan merata bagi masyarakat Indonesia. Migrasi
penyiaran dari analog ke digital sebenarnya tidak hanya bisa dimaknai
233

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

sebagai perpindahan teknologi saja, karena banyak permasalahan
baru yang akan muncul dengan adanya migrasi ini sehingga
sosialisasi yang maksimal dan pengkajian yang komprehensif adalah

tugas utama pemerintah. Rianto dkk (2012:24) mengatakan bahwa
persoalan digitalisasi penyiaran merupakan persoalan yang kompleks
sehingga mestinya melibatkan perdebatan publik dan parlemen sebagai
representasi rakyat yang menjadi pemilik sah frekuensi.
Studi-studi memang telah banyak dilakukan sebagaimana tampak
dari pembentukan working group oleh pemerintah. Meskipun
demikian, sebagaimana pengalaman di banyak negara, migrasi ke
sistem digital tidak hanya memerlukan studi yang panjang, tetapi juga
sosialisasi dan penyusunan regulasi teknis yang matang, termasuk
di dalamnya penyiapan infrastruktur. Jika digitalisasi penyiaran
sebagaimana diatur dalam Permen No. 22 tahun 2012 bahwa selambatlambatnya dimulai pada tahun 2012 maka permasalahan sosialisasi
kepada masyarakat juga perlu dilakukan secara maksimal. Sejauh
ini bagi lembaga penyiaran televisi baik di tingkat lokal maupun
nasional saja belum terasa sosialisasinya apalagi sosialisasi di tingkat
masyarakat.
Kendala sosialisasi yang minim dari pemerintah terhadap
kebijakan migrasi penyiaran analog ke digital karena memang dalam
pelaksanaan kebijakan ini dari beberapa pihak juga menolak untuk
dilanjutkan hingga Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002
selesai. Berdasarkan fenomena tersebut maka yang menjadi research

question dari penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat
terhadap kebijakan migrasi penyiaran analog ke digital di Jawa Tengah?.

Metode Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari beberapa hal yaitu : subyek
penelitian, metodologi, operasionalisasi variabel, teknik pengumpulan
data dan teknik analisis data. Populasi yang menjadi sasaran penelitian
adalah masyarakat Jawa Tengah dengan menggunakan metode
pengambilan sampel secara incidental sampling karena populasinya
relatif heterogen dan jumlah yang cukup banyak sehingga ditentukan
jumlah sampel yang diambil adalah 200 orang dari empat kota yang ada
di Jawa Tengah yaitu Semarang, Magelang, Purwokerto dan Pekalongan

234

Made Dwi Adnjani & Mubarok, Dinamika Sosialisasi Kebijakan...

dengan pertimbangan bahwa Keempat kota tersebut dipilih karena
mewakili Jawa Tengah bagian selatan, utara, barat, dan timur. Selain
itu keempat kota tersebut juga masuk dalam rencana percontohan

sosialisasi digitalisasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan tipe penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan
secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu
secara faktual dan cermat. Dalam penelitian ini pengumpulan data
dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Sesuai dengan metode yang
digunakan yaitu deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis deskriptif, dengan cara data yang masuk dari kuesioner
yang disebarkan kepada responden dikumpulkan, disusun, direduksi
dan diinterpretasikan serta disajikan.

Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui survey di empat kota besar di
Jawa Tengah, yaitu Semarang, Magelang, Purwokerto, dan Pekalongan.
Keempat kota tersebut dipilih karena mewakili Jawa Tengah bagian
selatan, utara, barat, dan timur. Selain itu keempat kota tersebut juga
masuk dalam rencana percontohan sosialisasi digitalisasi di Indonesia.
Jumlah responden penelitian mencapai 200 responden dengan rincian:
kota Semarang: 45 responden, Magelang: 55 responden, Purwokerto:
40 responden dan Pekalongan: 60 responden.

Kuesioner yang dibuat menggunakan datar pertanyaan yang
bersifat tertutup dan terbuka. Responden berkesempatan untuk
memberikan jawaban sesuai alternatif yang diberikan sekaligus bisa
menambahkan jawaban sendiri sesuai dengan opini, persepsi dan
pengetahuan yang dimiliki. Berdasarkan hasil temuan di lapangan,
paling banyak jumlah responden yang berada pada usia 20-30 tahun.
Mereka yang lahir di era digital, menguasai teknologi informasi dan
bergaya hidup digital. Sedangkan usia 31-45 tahun berada pada urutan
ke dua mereka berada di usia matang dan mereka juga memiliki
kemampuan untuk mengakses teknologi. Usia 46-55 berada pada
urutan ketiga, mereka yang berada pada masa transsisi menjelang
pensiun, dan yang terakhir adalah mereka yang berada pada usia 55
tahun ke atas, pada umumnya sudah pensiun dari pekerjaan formal.

235

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Mereka memiliki waktu luang lebih banyak untuk mengakses televisi,

dan bisa juga mereka mulai meninggalkan televisi untuk melakukan
persiapan yang sifatnya lebih relijius.
Berdasarkan pendidikan terakhir, mereka yang menjadi responden
dapat dikelompokkan pada tabel berikut ini

Graik 1
Persebaran Responden Berdasar Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan berkorelasi dengan kemampuan seseorang
untuk memahami pesan, menggunakan media sekaligus juga berkaitan
dengan cara, kebiasaan dalam menggunakan media tersebut. Mayoritas
responden berpendidikan terakhir SMA sederajat untuk responden
yang berasal dari Semarang, Magelang dan Purwokerto, sementara
di Pekalongan mayoritas berpendidikan SMP. Sedangkan mayoritas
pekerjaan utama responden adalah wiraswasta, pegawai swasta dan PNS
di urutan ketiga serta sebagian kecil adalah nelayan. Jenis pekerjaan
berpengaruh pada kemampuan akses media, perilaku akses media dan
waktu yang digunakan untuk mengakses media. Sebagai contoh, tidak
semua orang berlangganan Koran atau majalah tetapi mereka bisa
mengaksesnya di tempat kerja atau di tempat layanan publik. Mereka

yang bekerja di instansi tertentu memiliki akses lebih mudah untuk
mengkonsumsi media cetak seperti koran dan majalah karena instansi
tempat mereka bekerja biasanya berlangganan.

236

Made Dwi Adnjani & Mubarok, Dinamika Sosialisasi Kebijakan...

Graik 2
Persebaran Responden Berdasar Kepemilikan TV di Rumah

Keberadaan televisi di rumah dianggap sebagai sebuah kelaziman.
Tidak seperti dahulu ketika televisi masih dianggap sebagai barang
langka dan hanya dimiliki orang tertentu. Meski demikian di jaman
yang sudah maju secara teknologi informasi justru membuat orang
berpaling dari televisi sehingga memiliki televisi di rumah sudah bukan
keharusan lagi. Kehadiran piranti lain seperti ponsel pintar, komputer,
dan gawai lainnya justru membuat orang meninjau ulang pentingnya
memiliki televisi. Pergeseran teknologi televise dari hitam putih ke
warna, dari model tabung ke model layar datar atau LED membuat

variasi kepemilikan televisi menjadi penting untuk diketahui. Hal
ini terkait dengan perbedaan kemampuan dari setiap televisi dalam
menangkap siaran digital.
Dalam kanal digital memungkinkan semakin banyak kanal
TV yang mengudara. Ini berarti persaingan akan semakin ketat.
Responden yang sudah berlangganan TV berbayar menunjukkan
bahwa kebutuhanya akan konten televise tidak bisa dipenuhi oleh TV
siaran umum. Pelanggan ini bisa menjadi pasar potensial TV digital.
Pertumbuhan pelanggan TV berbayar di Indonesia patut untuk dilihat
sehingga kehadiran TV Digital memungkinkan semakin banyak kanal
TV dengan konten yang semakin tersegmen.
Dari hasil temuan di lapangan mayoritas responden menyatakan
tidak tahu tentang recana migrasi penyiaran analog ke penyiaran

237

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

digital. Belum adanya kepastian tentang pelaksanaan migrasi dan belum

adanya sosialisasi yang massif dan terencana menjadikan masyarakat
tidak mengetahui rencana migrasi tersebut. Mereka yang tahu proses
migrasi adalah responden muda yang pada umumnya masih kuliah.
Sedangkan bagi masyarakat di beberapa daerah proses migrasi tersebut
dianggap tidak penting sehingga mereka tidak peduli.

ke TV Digital
60
50
40
30

Perlu

20
10
0
Kota
Semarang


Magelang Purwokerto Pekalongan

Graik 3.
Persebaran persentase responden berdasar tanggapan perlu tidaknya sosialisasi
kebijakan pemerintah untuk perpindahan dari TV Analog ke TV Digital

Mayoritas responden tidak tahu rencana migrasi penyiaran
analog ke penyiaran digital. Karena itu sosialisasi menurut responden
perlu dilakukan sehingga masyarakat memahami proses digitalisasi
penyiaran tersebut. Mereka harus tahu keuntungan kerugian dari
proses migrasi tersebut, kenapa migrasi harus dilakukan. Masyarakat
juga melihat pentingnya sosialisasi terkait hak dan kewajiban apa yang
akan mereka terima ketika proses migrasi dilakukan.
Ketika ditanyakan kepada responden mengenai bentuk sosialisasi
yang mereka inginkan melalui pertanyaan terbuka, beragam jawaban
diberikan oleh responden dan sosialisasi melalui berita di media
cetak dan online menjadi pilihan yang paling disukai responden
yaitu sebanyak 28% responden memilih cara tersebut sebagai cara
sosialisasi yang efektif. Sedangkan sosialisasi dari rumah ke rumah
menjadi jawaban kedua yang dipilih oleh responden sebanyak 24%

dari keseluruhan responden. Berita di media cetak dan online dipilih
238

Made Dwi Adnjani & Mubarok, Dinamika Sosialisasi Kebijakan...

oleh responden sebagai cara sosialisasi yang paling tepat untuk
menjelaskan proses migrasi analog ke digital. Berita di media cetak
bisa dibaca berulang dan menghasilkan kedalaman. Sms resmi juga
menjadi alternatif yang diusulkan responden sebanyak 21% sedangkan
Iklan di televisi mendapat porsi yang cukup besar sebanyak 17% untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat. Sementara sosialisasi dari
rumah ke rumah seperti halnya sensus dianggap sangat efektif untuk
menjangkau masyarakat dengan tingkat pengetahuan rendah dan
mereka yang kesulitan untuk mengakses media informasi. Sosialisasi
dari rumah ke rumah juga membantu masyarakat untuk bertanya
secara langsung kepada petugas sehingga mendapat gambaran yang
jelas tentang proses migrasi.

Graik 4
Cara Sosialisasi Yang Diusulkan Responden

Konsep Dasar Sosialisasi
Menurut David A. Goslin dalam Ihrom (2004:30) berpendapat
“Sosialisasi adalah proses belajar yang di alami seseorang untuk
memperoleh pengetahuan ketrampilan, nilai-nilai dan normanorma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok
masyarakatnya.”
Dari pernyataan David A. Goslin tersebut dapat disimpulkan
bagaimana seseorang didalam proses belajar, memahami, menanamkan
didalam dirinya untuk memperoleh pengetahuan ketrampilan, nilainilai dan norma-norma agar individu tersebut dapat diterima serta
berperan aktif didalam kelompok masyarakat.

239

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Menurut Ihrom yang menjelaskan gagasan Berger dan Luckman
(2004:32) dalam sosialisasi dibedakan atas dua tahap yakni: Sosialisasi
primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa
kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat, dalam tahap ini
proses sosialisasi primer membentuk kepribadian anak kedalam
dunia umum dan keluargalah yang berperan sebagai agen sosialisasi.
Sosialisasi sekunder, dideinisikan sebagai proses berikutnya yang
memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan ke dalam sektor
baru dunia objektif masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi
mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme; dan dalam hal
ini menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group,
lembaga pekerjaan, lingkungan yang lebih luas dari keluarga.
Walau demikian, pada pihak lain, proses sosialisasi itu pun amat
besar pengaruhnya bagi kehidupan warga masyarakat itu sendiri
secara individual. Kiranya tanpa mengalami proses sosialisasi yang
memadai tidak mungkin seorang warga masyarakat akan dapat hidup
normal tanpa menjumpai kesulitan dalam masyarakat. Jelas, bahwa
hanya dengan menjalani proses sosialisasi yang cukup banyak sajalah
seorang individu warga masyarakat akan dapat menyesuaikan segalah
tingkah pekertinya dengan segala keharusan norma-norma sosial.
Dalam studi sosiologi para teoretikus mengemukakan beberapa
teori sosialisasi yang menjelaskan cara melakukan sosilasisasi, di
mana cara-cara tersebut merupakan proses komunikasi sosial dan
komunikasi antarbudaya yang selama ini sekaligus menjadi medium
dari interaksi berikut : (1) Teori Sosialisasi Pasif. Pertama, dari Talcot
Parson (1959) dalam Liliweri (2001) yang mengemukakan bahwa
proses sosialisasi merupakan bagian dari perspektif fungsionalisme.
Sosialisasi seperti belajar berlangsung terus selama hidup namun
proses yang paling dramatis dikaitkan dengan anak didik. Jadi, ada
proses yang mengharuskan perubahan terhadap struktur kepribadian
dasar. Di satu pihak, tuntutan anak didik harus diubah namun di lain
pihak anak didik masih bergantung pada keteraturan dalam struktur
dan fungsi, misalnya fungsi keluarga. Kedua, sosialisasi dari Kluchkon
yang konsepnya didasarkan pada proses mengubah orientasi anak
didik. Misalnya orientasi nilai, orientasi terhadap kodrat, alam, waktu,
modalitas. Ketiga, sosialisasi dari Mc. Clelland bahwa keinginan
untuk mencapai prestasi pribadi, kebutuhan akan berprestasi sudah
240

Made Dwi Adnjani & Mubarok, Dinamika Sosialisasi Kebijakan...

merupakan keinginan setiap manusia. Ketiga-tiganya tetap menekankan
pengaruh dari struktur sosiokultur dominan yang paling vital
membentuk individu dalam proses sosialisasi. Individu hanya sekadar
bagian kecil dari sistem sosial makro yang melingkupi kehidupannya
hanya bermaksud memberikan reaksi-reaksi pasif untuk menyesuaikan
tuntutan-tuntutan eksternal; (2) Teori Sosialisasi Aktif. Menurut Mead
dalam Liliweri (2001) manusia tidak saja merespon nilai baru tetapi
menciptakan peranannya dalam kondisi material di mana ia hidup agar
bisa sukses merespon hal baru. Kondisi itu hanya bisa dibentuk melalui
proses interaksi dengan orang lain; (3)Teori sosialisasi radikal, yang
berlangsung dalam masyarakat yang berlapis-lapis. Konsep ini mengacu
pada hegemoni Gramsci yang mengemukakan bahwa kemampuan
kelompok dominan selalu berusaha untuk mempertahankan statusnya
kemudian mensosialisasikan nilainya kepada yang lain.
Digitalisasi Penyiaran di Beberapa Negara: Sebuah Perbandingan
Jepang
Mr. Masanori Kondo - Ministry of Internal Afairs and
Communications, Japan pada Workshop on Digital Broadcasting:
Opportunities, Business and Challenges di Asia Media Summit 2012
Bangkok, mengatakan bahwa pengembangan atau penemuan TV
Digital berangkat dari kebutuhan masyarakat untuk eisiensi spektrum
frekuensi, peningkatan layanan TV : Lebih bersih (high deinition)
serta dapat di akses kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun. Selain
itu baik industri maupun masyarakat pengguna mengharapkan adanya
eisiensi biaya untuk mendapatkan layanan TV yang lebih baik tersebut
dan hal utama lain di Jepang adanya kebutuhan program safety (disaster
management) melalui Early Warning Broadcasting System. Industri di
jepang berharap dapat menggunakan satu transmitter untuk layanan
broadcasting ix dan mobile sedangkan masyarakat pengguna berharap
penggunaan set top box tidak lebih dari 20$ (