Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah

4

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Desa Sitardas
Desa Sitardas berada di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan
berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Tinggi gelombang laut berkisar
antara 0,6-2,5 m, dengan tinggi rata-rata pasang surut 0,7 m. Kedalaman air laut
berkisar antara 1-10 m dan jenis substrat dasar pantai berpasir dan batu kerikil.
Massa air pesisir berinteraksi dengan massa air Sungai Aek Lobu, Sungai Aek
Tunggal dan Sungai Kualo Maros, sehingga perairan dekat pantai mempunyai
salinitas rata-rata 18 ppt, sedangkan di perairan lepas pantai (offshore) salinitas
mencapai 30 ppt. Suhu permukaan laut rata-rata 28oC, kecerahan tinggi, TSS 32
ppm, warna air laut biru-hijau, kadar oksigen terlarut (DO) 7,6 ppm, BOD5 1,2
ppm, dan pH air 8,2. Berdasarkan paramater tersebut dinyatakan bahwa perairan
tersebut belum tercemar, sehingga masih mendukung perkembangan sumberdaya
hayati perairan pesisir, seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun
dan ikan (Dhewani dan Kusumawati, 2009).

Komunitas Padang Lamun

Lamun biasanya terdapat dalam jumlah yang melimpah dan sering
membentuk padang yang lebat dan luas di perairan tropik. Lamun adalah
tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Terdapat 4 Famili
lamun yang diketahui diseluruh perairan di dunia, 2 diantaranya terdapat di
perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Potamogetonaceae, di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

5

tercatat ada 12 jenis lamun, 6 jenis dari Suku Hydrocharitaceae, dan 6 jenis dari
Suku Potamogetonacea (Nur, 2011).
Lamun (Seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan
berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat
perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput didarat, lamun mempunyai
tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk
berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan
rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Lamun juga
mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara
(Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Semua lamun-lamun memiliki rhizoma berbentuk silinder terutama
rerumputan, walaupun pada jenis Thalassodendron ciliatum percabangan rhizoma
sangat berkayu memungkinkan spesies mendiami habitat terumbu karang
sedangkan lamun lainnya tidak mampu bertahan hidup. Thalassodendron ciliatum
menjajah pacuan energi yang tinggi dan zona-zona alur dari terumbu karang tepi
sepanjang pantai pantai selatan Bali (Tomascik, dkk., 1997).
Penyesuaian morfologi dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya daun
yang seperti rumput, lentur dan sistem akar dari rimpang yang meluas mampu
bertahan terhadap pengaruh ombak, pasang surut, dan perpindahan sedimen di
habitat pantai yang dangkal. Lamun yang hidup di perairan yang sering terkena
pemanasan yang intensif sehingga suhu air meninggi lebih banyak berupa varietas
yang berdaun kecil (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Seperti semua tumbuhan yang memiliki satu kiteledon, daun-daun lamun
dihasilkan dari meristem dasar bertempat di rhizoma dan cabang-cabangnya.

Universitas Sumatera Utara

6

Kesamaan umum dalam bentuk, spesies lamun-lamun memperlihatkan ciri-ciri

morfologi dan anatomi yang khusus merupakan taksonomi luar biasa. Beberapa
ciri-ciri morfologi ini dengan mudah dilihat dengan mata telanjang adalah pola
dari daun, bentuk dari puncak daun dan ada tidaknya ujung atas selubung daun
rumput (Tomascik, dkk., 1997).
Menurut Kiswara dan Hutomo (1985) Klasifikasi bentuk daun lamun
adalah sebagai berikut:
A. Herba, percabangan monopodial.
a. Daun panjang, berbentuk pita atau ikat pinggang, punya saluran udara.
1.

Parvozosterid yaitu daun panjang dan sempit, seperti Halodule dan
Zostera subgenus Zosterella.

2.

Magnozosterid yaitu daun panjang atau berbentuk pita tetapi tidak
lebar, seperti Zostera subgenus Zostera, Cymodecea dan Thalassia.

3.


Syringodid yaitu daun bulat seperti lidi dengan ujung ranting (sublate),
seperti Syringodium.

4.

Enhalid yaitu daun panjang dan kaku seperti kulit (leathery linier) atau
berbentuk ikat pinggang yang kasar (coarse strap shape), seperti
Enhalus, Posidonia dan Phyllospadix.

b. Halophilid yaitu daun berbentuk elips, bulat telur, berbentuk tombak
(lanceolate) atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara, seperti Halophila.
B. Amphibolid yaitu berkayu, percabangan simpodial, daun tumbuh teratur di kiri
dan kanan cabang tegak, seperti Amphibolis, Thalassodendron dan
Heterozostera.

Universitas Sumatera Utara

7

Distribusi Lamun

Lamun memiliki distribusi yang luas diseluruh samudera-samudera dunia
hanya

tidak ada dilaut kutub walaupun genus Phyllospadix dan Zostera ada

sejauh utara laut Bering dan sejauh selatan laut Tasman. Dari daerah diatas
subtropis hingga mendekati garis khatulistiwa, lamun mendiami varietas habitathabitat pantai berair dangkal dimana lamun berperan penting sebagai kunci
ekologi. Phanerogram laut ini memiliki komponen-komponen yang dikenal baik
dari pasang surut sampai komunitas “rawa garam” dikenal akan kemampuan
mereka untuk membantu menstabilkan garis pantai dan menyediakan makanan
dan perlindungan untuk organisme laut (Tomascik, dkk., 1997).
Tumbuhan lamun tumbuh di perairan laut dangkal dan tersebar luas mulai
dari utara, benua Artika sampai ke sebelah selatan, benua Afrika dan New
Zealand. Lamun terkonsentrasi di dua daerah utara yaitu Indo-Pasifik dan pantaipantai Amerika Tengah, di daerah Caribbean-pacific. Tumbuhan lamun di dunia
ini terdiri dua famili, 12 genera dengan 48 spesies. 12 genera tersebut, 7 di
antaranya hidup diperairan tropis yaitu Enhalus, Thalassia, Halophilia, Halodule,
Cymodocea, Syringodium, dan Thalassodendron (Supriharyono, 2007).
Lamun bersama-sama dengan mangrove dan terumbu karang merupakan
satu pusat kekayaan nutfah dan keanekaragaman hayati di Indo-Fasifik Barat.
Sebanyak 20 negara, termasuk Indonesia terletak di wilayah yang memiliki

keragaman jenis lamun. Di kawasan negara-negara ASEAN, beberapa jenis lamun
tersebar di semua Negara ASEAN (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Parvozosterid dan Halophilid dapat ditemukan pada hampir semua habitat,
mulai dari dasar pasir kasar sampai ke lumpur yang lunak, mulai dari daerah

Universitas Sumatera Utara

8

pasang surut (intertidal) sampai ke tempat yang cukup dalam dan mulai dari laut
terbuka sampai ke estuari. Magnozosterid dapat dijumpai pada berbagai habitat,
tetapi lebih terbatas pada daerah sublitoral. Syringodid didapatkan sampai batas
kedalaman sublitoral atas (upper sublittoral). Enhalid dan Amphibolid juga
terbatas pada bagian atas dari sublitoral. Enhalid dan Amphibolid hidup pada
substrat pasir dan karang, kecuali Enhalus acoroides didapat pada habitat
bersubstrat pasir berlumpur (Kiswara dan Hutomo, 1985).
Tabel 1. Catatan Ekologis Lamun di Perairan Indonesia
Famili/Genus
Spesies
Karakeristik

Famili Hydrocharitaceae
Enhalus
Enhalus acoroides
Secara umum pada endapan
lumpur/sedimen berlumpur dan
area dengan bioturbasi yang
tinggi. Ditemukan di habitat
muara dan laguna. Bentukbentuk
monospesifik
dan
mendominasi
komunitas
tercampur dimana sering timbuh
dengan Thalassia hemprichii.
Tempat perlindungan bagi ikanikan masih kecil
Halophila
Halophila decipiens
Ditemukan di laguna dan sebagai
makanan dugong
Halophila minor

Ditemukan di laguna dangkal
dengan substrat pasir bersamaan
dengan Halophila ovalis
Halophila spinulosa
Tidak ada informasi tersedia.
Mungkin sulit dibedakan antara
Halophila spinulosa dengan
spesies alga hijau seperti
Caulerpa sertularioides dan
Caulerpa Mexicana
Thalasia
Thalasia hemprichii
Spesies
ini
yang
paling
berlimpah dan menyebar luas,
sering mendominasi komunitas,
yang tercampur jarak kedalaman
pasang surut 30 m dan tumbuh

pada varietas substrat seperti
pasir endapan, pasir kasar atau
puing koral yang kasar.

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 1. Lanjutan
Famili/Genus
Spesies
Famili Cymodoceaceae
Cymodocea
Cymodocea rutondata

Cymodocea serrulata

Halodule

Halodule pinifolia


Halodule uninervis

Syringodium

Syringodium isoetifolium

Thalassodendron Thalassodendron ciliatum

Karakteristik
Salah satu spesies dominan pada
pasang surut dan dikenal
makanan dogung dari Indonesia
bagian Timur
Dikenal sebagai makanan dugong
dan sering ditemukan mengarah
ke arah laut mangrove.
Bertumbuh
dengan
cepat,

membentuk monospesifik dan
berdiri pada substrat berlumpur.
Membentuk padang rumput
monospesifik di lereng sedimen
dan sebagai makanan Dugong.
Umumnya hidup pada substrat
pasir yang dangkal, lumpur, dan
substrat yang kasar
Sering mendominasi di sublitoral
lebih atas di asosiasi dengan
koral, jarak kedalaman dari
puncak terumbu karang 4 m.
Umumnya di laguna atol dimana
akan membentuk padang rumput
monospesifik yang luas.

Sumber: Tomascik, dkk., (1997).

Fungsi Ekologi Lamun
Lamun tidak mempunyai struktur yang besar, namun dapat mengurangi
atau mereduksi pengaruh kekuatan dan energi ombak yang menerpannya.
Tampaknya lamun lebih tahan terhadap badai daripada terumbu karang dan
mangrove. Lamun memiliki kemampuan filtrasi sehingga dapat mengurangi
energi ombak yang datang secara efisien melindungi habitat ke arah laut, misalnya
terumbu karang (Goltenboth, dkk., 2012).
Menurut Supriharyono (2007), potensi dari padang lamun (Seagrass)
adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

10

a. Memiliki kemampuan untuk menangkap (trapped) sedimen, menstabilkan
substrat dasar, dan menjernihkan air.
b. Merupakan sumber produktivitas primer, yang mana diketahui mempunyai nilai
produksi yang cukup tinggi.
c. Merupakan sumber makanan langsung bagi kebanyakan hewan.
d. Merupakan habitat yang baik bagi beberapa jenis hewan air.
e. Merupakan substrat bagi organisme (fitoplankton) yang menempel.
f. Mempunyai kemampuan yang baik untuk memindahkan unsur-unsur hara
terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen.
g. Akar dan rhizoma lamun mampu mengikat sedimen sehingga mencegah erosi.
Lamun mengembangkan jaringan perakaran dan rhizoma yang sangat luas
sehingga dapat secara efektif berperan menangkap nutrient-nutrien. Gerak air
surut atau pasang cukup lambat, maka POM (Particulate Organic Material) juga
terangkat di antara akar-akar lamun. Padang lamun tergolong ekosistem laut yang
paling produktif dan mempunyai peran penting dalam dinamika nutrien pesisir.
Selain itu padang lamun juga berhubung`an dengan perolehan perikanan lokal dan
ekosistem tetangganya (Goltenboth, dkk., 2012).
Menurut Supriharyono (2007), potensi lain dari padang lamun adalah
sebagai berikut:
a. Penyaring limbah dan penstabil sedimen.
b. Karena daun tumbuhan lamun memiliki mempunyai kandungan lignin yang
rendah dan cellulose yang cukup tinggi, maka dapat digunakan sebagai bahan
dasar kertas.

Universitas Sumatera Utara

11

c. Rhizoma muda dari beberapa jenis tertentu seperti zostera dapat dimasak dan
buah dari beberapa jenis lamun lainnya dapat dimakan langsung.
d. Daun-daun kering lamun dapat dmanfaatkan sebagai makanan ternak.

Parameter Lingkungan Lamun
Suhu
Kisaran suhu pada perairan laut yang beriklim tropis berkisar 20-30oC.
Suhu yang baik untuk kehidupan lamun di daerah iklim tropis adalah 25-32oC
(Tarigan dan Edward, 2003). Sebaran suhu air laut disuatu perairan dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain radiasi sinar matahari, letak geografis perairan,
sirkulasi arus, kedalaman laut, angin dan musim (Simon dan Patty, 2013).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh
terhadap ekosistem lamun. Suhu juga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan
dan distribusi lamun. Perubahan suhu mempengaruhi metabolisme, penyerapan
unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25-30°C fotosintesis
bersih pada lamun akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Wirawan, 2014).

Kedalaman dan Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari atau kecerahan adalah penting sekali bagi
tumbuhan lamun. Tumbuhan lamun biasanya tumbuh dilaut yang sangat dangkal,
karena membutuhkan cahaya yang sangat banyak untuk mempertahankan
populasinya. Namun pada perairan jernih, tumbuhan ini biasa tumbuh dtempat
yang dalam. Thalassia dan syringodium dapat dijumpai sampai pada kedalaman
10 m (Supriharyono, 2007).

Universitas Sumatera Utara

12

Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10-40 ppt
dan nilai optimumnya adalah 35 ppt. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi
juga terhadap jenis dan umur lamun. Salinitas juga berpengaruh terhadap
biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Salah satu
faktor

yang

menyebabkan

rusaknya

ekosistem

padang

lamun

adalah

meningkatnya salinitas (Wirawan, 2014).
Seperti cahaya dan suhu, salinitas juga merupakan faktor penting yang
cukup tinggi bagi kehidupan tumbuhan lamun. Secara umum salinitas optimum
untuk pertumbuhan lamun adalah berkisar 25-35 ppt. Sedangkan untuk fase
pembungaan kisaran salinitas yang baik adalah antara 28-32 ppt. Namun toleransi
terhadap salinitas sangat bervariasi di antara spesies lamun. Lamun yang hidup di
daerah

estuari cenderung lebih toleran terhadap salinitas (euryhaline).

Dibandingkan dengan spesies yang stenohaline, yaitu selamanya tinggal di laut
atau di perairan hipersaline (Supriharyono, 2007).

Substrat
Substrat dibedakan atas kerikil/batu (>2,00 mm), pasir (0,05-2,00 mm),
geluh (silt) (0,002-0,05 mm) dan lempung (clay) (< ,002 mm). Berdasarkan
karakteristik tipe substratnya, padang lamun di Indonesia dikelompokkan ke
dalam enam kategori yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, pasir berlumpur,
pasir, lumpur berpasir, puing-puing karang (Kiswara dan Hutomo, 1985).

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2. Ukuran Butiran untuk Ukuran Substrat
Nama
Subtrat
Bongkahan (Boulder)
Krakal (coble)
Batu (Stone)
Krikil (pebble)
Butiran (granule)
Pasri sangat kasar (v.coarse sand)
Pasir kasar (coarse sand)
Pasir (Sand)
Pasir halus (fine sand)
Pasir sangat halus (very fine sand)
Lumpur kasar (coarse silt)
Lumpur sedang (medium silt)
Lumpur (Silt)
Lumpur halus (silt)
Lumpur sangat halus (verry fine silt)
Lempung kasar (coarse clay)
Lempung sedang (medium clay)
Lempung (Clay)
Lempung halus (fine clay)
Lempung sangat halus (very fine
clay)
Sumber: Davids dan Fitzgerald (2004).

Ukuran (mm)
1.256
64-256
64-256
2-4
1-2
½-1
1/4–1/2
1/8-1/4
1/16-1/8
1/32-1/16
1/64-1/32
1/128-1/64
1/256-1/128
1/640-1/256
1/1024-1/640
1/2360-1/1024

Arus
Arus membuat kolom air tercampur dengan baik, mempengaruhi sebaran
suhu atau salinitas, membawa nutrien dan membawa pasokan oksigen ke perairan
yang lebih dalam. Arus secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan,
rekruitmen, morfometri daun, rhizoma dan akar. Arus yang berkurang
kecepatannya dapat meningkatkan konsentrasi fitotoksin dalam sedimen dan
peningkatan ketebalan lapisan batas difusi yang dapat membatasi fotosintesis
(Amri, dkk., 2011).
Kecepatan arus merupakan faktor yang mempunyai pengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan lamun di suatu perairan.

Produktivitas padang lamun

tampak dari pengaruh keadaan kecepatan arus perairan. Padang lamun
mempunyai kemampuan maksimum menghasilkan ”standing crop” pada saat

Universitas Sumatera Utara

14

kecepatan arus 0,5 m/detik dan bila lebih dari 0,5 m m/detik menyebabkan
tegakan lamun rusak akibat terjerus arus (Nur, 2011).

Oksigen Terlarut
Bagian penting dari gambaran oseanografi suatu perairan laut adalah
deskripsi dari penyebaran atau distribusi spasial maupun temporal dari parameter
suhu, salinitas dan oksigen. Pengamatan suhu, salinitas dan oksigen terlarut
merupakan parameter yang tak dapat dipisahkan dalam hampir setiap penelitian di
laut. Hal ini karena berbagai aspek distribusi parameter seperti reaksi kimia dan
proses biologi merupakan fungsi dari suhu, sehingga suhu ini menjadi suatu
variabel yang menentukan. Sedangkan salinitas merupakan faktor penting bagi
penyebaran organisme perairan laut dan oksigen dapat merupakan faktor
pembatas dalam penentuan kehadiran biota perairan (Simon dan Patty, 2013).
Salah satu yang memengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan adalah
suhu. Oksigen terlarut juga menentukan kuantitas organisme suatu perairan.
Selain itu oksigen terlarut juga dipengaruhi faktor lain seperti tekanan uap air dan
salinitas. Oksigen larut di kolom air dengan berbagai reaksi dan proses-proses
kimia yang berlangsung di perairan (Purba dan Khan, 2011).
Rendahnya kardar oksigen di daerah pantai atau muara sungai, erat
kaitannya dengan kekeruhan air laut dan juga diduga disebabkan semakin
bertambahnya aktivitas mikroorganisme, sedangkan tingginya kadar oksigen
terlarut di perairan pantai, dikarenakan airnya jernih sehingga dengan lancarnya
oksigen yang masuk kedalam air (Simon dan Patty, 2013).

Universitas Sumatera Utara