Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan

BAB II
KAJIAN TEORI

Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi
dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian
dan self efficacy. Fasilitas pedestrian yang akan dibahas yaitu mengenai fasilitas
utama dan fasilitas pendukung serta Self efficacy yang akan dibahas mengenai
aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan.
2.1

Fasilitas Pedestrian
Pedestrian berasal dari Bahasa Yunani yaitu pedos atau pedester-pedestris

yang berarti kaki, jadi pedestrian adalah pejalan kaki. Pejalan kaki adalah
pergerakan atau perpindahan manusia dari suatu tempat ketempat lainnya (Danoe,
2006). Pemerintah mengatur hak pejalan kaki pada UU No 22 tahun 2009 yaitu
“setiap lalu lintas jalan harus dilengkapi dengan perlengkapan jalan”.
Perlengkapan jalan yang dimaksud adalah fasilitas pedestrian. sudah selayaknya
pejalan kaki bisa menikmati fasilitas pedestrian. Perencanaan dan perancangan
fasilitas pedestrian yang memenuhi kebutuhan penggunanya akan mendorong
minat seseorang untuk berjalan karena dengan berjalan individu akan mendapat

banyak manfaat.
Menurut Ariffin dan Zahari (2013) manfaat dari berjalan kaki yaitu jika
dilihat dari aspek ekonomi, dapat mengurangi biaya transportasi dan keuntungan
dikawasaan komersial dapat menghidupkan aktivitas perdagangan, dari aspek

5

sosial yaitu dapat meningkatkan interaksi dengan masyarakat serta jika dilihat dari
aspek manfaat lingkungan yaitu dapat mengurangi ketergantungan terhadap
kendaraan sehingga bisa meningkatkan kualitas lingkungan karena berkurangnya
polusi udara dan konsumsi energi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pejalan kaki (Pattisinai,
2013) yaitu: (1) waktu, (2) kenyamanan, (3) tata guna lahan dan (4) ketersediaan
kendaraan. Berjalan kaki pada waktu tertentu mempengaruhi jarak berjalan yang
mampu ditempuh. Misalnya individu yang berjalan untuk tujuan berbelanja akan
berjalan lebih jauh tanpa disadari. Sebab berjalan dengan tujuan belanja dilakukan
dengan santai dan biasanya kecepatan berjalan lebih rendah. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Danoe (2006) usia juga mempengaruhi jarak tempuh serta
kecepatan berjalan kaki. Kategori orang dewasa cenderung berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan anak-anak dan orang tua.

Cuaca dan jenis aktivitas juga mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki
(Pattisinai, 2013). Indonesia memiliki iklim tropis dengan cuaca yang panas dan
lembab. Apabila pejalan kaki terpapar langsung oleh sinar matahari maka akan
mengurangi minat untuk beraktivitas. Pejalan kaki pada dasarnya membutuhkan
ruang untuk dapat terhindar dari paparan sinar matahari langsung dan cuaca
buruk.
Tata guna lahan juga mempengaruhi kecepatan berjalan individu
(Pattisinai, 2013). Misalnya pada tata guna lahan campuran diperkotaan,

6

kebanyakan individu mempunyai jadwal yang padat atau sibuk sehingga
kecenderungan individu untuk berjalan lebih cepat.
Selain itu, ketersediaan transportasi umum dan pribadi sebagai moda
penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki akan mempengaruhi jarak tempuh
orang saat berjalan kaki. Menurut Kusbiantoro, Natalivan dan Aquarita (2007),
terdapat kategori pejalan kaki menurut sarana perjalanannya, yaitu: (1) Pejalan
kaki penuh; (2) Pejalan kaki memakai kendaraan umum; (3) Pejalan kaki
memakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi; (4) Pejalan kaki memakai
kendaraan pribadi. Ketersediaan fasilitas kendaraan umum yang memadai dalam

hal penempatan akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh. Faktor lain yang
mempengaruhi yaitu reaksi terhadap orang disekeliling, pengaruh lalu lintas dan
tujuan berjalan kaki. Pada penelitian ini fasilitas pedestrian dibagi menjadi 2
yaitu: fasilitas utama dan fasilitas pendukung.
2.1.1

Fasilitas Utama
Jalur pedestrian merupakan fasilitas utama dalam suatu perencanaan

sebuah kota. Jalur pedestrian adalah jalur khusus yang berfungsi sebagai ruang
sirkulasi pejalan kaki (Pratitis, 2015). Sirkulasi yang memberikan individu
kemudahan untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Perencanaan
sirkulasi pedestrian harus mempertimbangkan dimensi ruang penggunanya. Pada
jalur pedestrian dengan fungsi perdagangan dibutuhkan lebar untuk pejalan kaki
sebesar 2,8 -3,6 m (Gambar 2.1.). Selain itu, jalur pedestrian juga harus bisa
mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas yaitu pengguna
kursi roda (Gambar 2.2).

7


Gambar 2.1 Kebutuhan ruang pejalan kaki normal
(Sumber: Washington State Department of Transportation 1997)

Gambar 2.2 Kebutuhan ruang pejalan kaki untuk penyandang cacat
(Sumber: Washington State Department of Transportation 1997)

Perencanaan dan perancangan jalur pedestrian yang baik akan mendukung
kegiatan yang dilakukan oleh penggunanya. Menurut Suryani, Wahid dan Ginting
(2010) jalur pedestrian yang baik tercipta dengan memperhatikan beberapa

8

kriteria dalam perancangan antara lain: Keamanan dari kecelakaan yang
disebabkan kendaraan bermotor, kriminalitas, kemudahan jalur pedestrian, daya
tarik yang berasal dari jalur pedestrian dan fasilitas pendukung.
Untuk memenuhi kriteria perencanaan yang baik, jalur pedestrian harus
direncanakan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan
menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995
pada jalur pedestrian yaitu:
1.


Lebar jalur pejalan kaki harus leluasa, minimal bila dua orang pejalan kaki
berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu lintas
kendaraan. Berdasarkan pedoman perhitungan kapasitas lingkungan jalan
(2013), jalan lokal dengan guna lahan perdagangan yang memiliki lebar
badan jalan antara 5-12 m harusnya mempunyai lebar jalur pedestrian antara
2,5-4 m.

2.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka
jalur harus diperkeras.

3.

Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah apabila fasilitas pendukung
ditempatkan pada jalur tersebut. Adapun penambahan lebar jalur pedestrian
dapat dilihat pada tabel 2.1

9


Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki
Fasilitas
Lebar Tambahan (cm)
Patok penerangan
75-100
Patok lampu lalu lintas
100-120
Rambu lalu lintas
75-100
Kotak surat
100-120
Keranjang sampah
100
Tanaman peneduh
60-120
Pot bunga
150
(Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995)
Keselamatan pejalan kaki merupakan faktor utama yang harus

diperhatikan. Begitu juga dengan pejalan kaki difabel yang menggunakan kursi
roda. Penggunaan ramp di jalur pedestrian mempengaruhi keselamatan pejalan
kaki. Ramp di jalur pedestrian berfungsi untuk memudahkan pejalan kaki difabel
serta pelayanan angkutan barang.
Pada umumnya ramp dibuat di jalur pedestrian yang berdekatan dengan
fasilitas penyeberangan dan persimpangan jalan. Hal tersebut bertujuan untuk
memudahkan pengguna khususnya pejalan kaki yang menggunakan kursi roda
untuk bisa mengakses keseluruh bagian jalan. Selain itu, kemiringan ramp juga
harus diperhatikan untuk keselamatan pejalan kaki (Prijadi, Sangkertadi dan
Tararo, 2014). Ramp dengan sudut kemiringan yang tidak memenuhi standar,
akan menganggu pejalan kaki difabel yang menggunakannya.
Adapun persyaratan teknis ramp berdasarkan Peraturan Pemerintah No
468 / KPTS / 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan
Umum dan Lingkungan yaitu permukaan awalan dan akhiran ramp dibuat datar
serta bertekstur agar tidak licin saat hujan, ramp harus diterangi dengan
pencahayaan yang cukup untuk membantu pengguna ramp dimalam hari, ramp

10

harus diberi pembatas yang berada di tepi ramp dengan tinggi 10 cm yang

berfungsi untuk melindungi pengguna kursi roda agar tidak jatuh atau keluar dari
jalur ramp.

Gambar 2.3 Ramp pada jalur pedestrian
(Sumber: Peraturan Pemerintah No 468 / KPTS / 1998)

Selain dari penggunaan ramp, fasilitas penyeberangan juga mempengaruhi
keamanan pejalan kaki. Tersedianya fasilitas penyeberangan yang baik dapat
meminimalisir

kecelakaan

lalu

lintas

(Sutikno

dkk,


2013).

Fasilitas

penyeberangan dibedakan menjadi 2 yaitu penyeberangan sebidang dan
penyeberangan tidak sebidang. Zebra cross merupakan penyeberangan sebidang.
Zebra cross dipergunakan pada arus lalu lintas kendaraan. Manurut Pekerjaan

Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 Zebra cross dibuat
pada jarak pandang yang cukup, namun apabila tidak memungkinkan
menggunakan zebra cross, maka gunakan fasilitas tidak sebidang seperti jembatan
dan terowongan penyeberangan. Pada umumnya zebra cross dibuat 5 m dari

11

lengan persimpangan di penyeberangan pejalan kaki dan biasanya dilengkapi
dengan stop line sejauh 3 m yang menjadi zona aman pejalan kaki untuk
menyeberang di depan lalu lintas kendaraan yang berhenti (World Health
Organization, 2013 hal 63)


Gambar 2.4 Zebra Cross
(Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995)

Bentuk dan warna perkerasan di jalur pedestrian mempengaruhi
ketertarikan pejalan kaki untuk menggunakannya (Danoe, 2006). Hal ini berkaitan
dengan penggunaan lapisan permukaan dari material tertentu. Adapun elemen
material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian (Danoe, 2006) yaitu: (1)
Paving Block; (2) Batu alam; (3) Bata. Pada umumnya material paving block

paling sering digunakan di jalur pedestrian karena pemasangan dan pemeliharaan
material paving block yang mudah serta memiliki daya tahan yang kuat. Pola
paving block dapat dibuat sesuai keinginan untuk menghindari kesan monoton.

Material batu di jalur pedestrian memiliki daya tahan kuat serta pemeliharaannya
yang mudah. Batu granit adalah salah satu material yang umum digunakan untuk
jalur pedestrian. Batu granit memiliki komposisi, bentuk dan warna alami yang

12

memiliki keindahan. Material lainnya adalah bata. Bata dapat menyerap air dan

panas dengan cepat namun daya tahannya kurang karena mudah retak.
2.1.2

Fasilitas Pendukung
Pada

jalur

pedestrian

terdapat

fasilitas

pendukung

yang

dapat

meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Letak fasilitas pendukung
yang konsisten, bisa lebih menarik minat orang untuk berjalan (Natalivan, 2003).
Adapun fasilitas pendukung yang dimaksud yaitu:
2.1.2.1 Lampu Penerangan
Lampu Penerangan yang memadai dapat meminimalisir dari tindak
kejahatan dan masalah transportasi (Florez dkk, 2014). Oleh sebab itu penerangan
harus dirancang menurut standar lokal yang berlaku agar memberikan keamanan
dan kenyamanan pejalan kaki Adapun kriteria penerangan jalan di kawasan
perkotaan menurut SNI (7391:2008) yaitu menghasilkan kekontrasan antara objek
dan permukaan jalan sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan
keselamatan pengguna jalan khususnya pada malam hari, mendukung keamanan
lingkungan, serta memberikan keindahan lingkungan jalan dengan bentuk dan
warna yang menarik (Gambar 2.5).

13

Gambar 2.5 Penerangan Jalan
(Sumber: SNI (7391:2008))

2.1.2.2 Tempat Sampah
Lingkungan yang bersih dapat membuat suatu kawasan lebih menarik
(Zakaria dan Ujang, 2015). Tempat sampah digunakan untuk menjaga agar jalur
pedestrian tetap bersih. Lingkungan yang tidak higienis akan menganggu
psikologi dan fisik pejalan kaki (Alfonzo, 2005). Jalur pedestrian yang bersih akan
menambah daya tarik serta kenyamanan individu saat berjalan. Menurut danoe
(2006) jarak antar tempat sampah adalah 15-20 m, mudah dalam sistem
pengangkutan sampah (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 tempat sampah
(Sumber: https://hijihawu.files.wordpress.com/2011/12/memilah-sampah)

14

2.1.2.3 Tempat duduk
Tempat duduk merupakan fasilitas pendukung yang dapat menciptakan
kenyamanan pejalan kaki serta dapat memperindah jalur pedestrian jika di desain
dengan baik. Pedoman penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang
pejalan kaki di perkotaan yang dikeluarkan oleh departemen pekerjaan umum
bahwa tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 m dengan
lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter dan menggunakan bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.
Menurut pattisinai (2013) jalur pedestrian memiliki fungsi rekreatif
sehingga diperlukan bangku untuk tempat beristirahat. Sedangkan menurut
natalivan (2003) bangku merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan
kenyamanan pejalan kaki dan mudah digunakan oleh semua lapisan masyarakat.
Fungsi lain dari bangku yaitu meningkatkan interaksi sosial dengan masyarakat
lainnya (Natalivan, 2003).
2.1.2.4 Vegetasi
Penempatan dan pemilihan jenis vegetasi yang sesuai akan memberikan
kenyamanan secara fisik dan psikologi pejalan kaki. Pemilihan jenis pohon
tertentu dapat menghindari pejalan kaki dari paparan sinar matahari Serta dapat
menyaring polusi (sutikno, 2013). Vegetasi bukan hanya dipergunakan sebagai
penambah nilai estetis suatu kawasan, namun bisa dipergunakan untuk pemisah
antara jalur pedestrian dan jalan lintas kendaraan (Danoe, 2006).

15

2.1.2.5 Rambu Jalan
Rambu jalan berfungsi untuk memberikan informasi maupun larangan
kepada kendaraan (Danoe, 2006). Kendaraan yang mematuhi peraturan lalu lintas
akan mengurangi konflik dengan pejalan kaki, sehingga akan mengurangi resiko
kecelakaan. Adapun persyaratan rambu lalu lintas menurut Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 yaitu rambu diletakkan di
sebelah kiri menurut arah lalu lintas dan berada di tepi paling luar jalur pedestrian,
mudah terlihat khususnya pada malam hari, tidak menghalangi pejalan kaki serta
bersifat tetap dan kokoh.
2.1.2.6 Bangunan
Berjalan kaki di jalur pedestrian membutuhkan pemandangan visual yang
baik karena bangunan memberikan pengalaman visual pada pejalan kaki (Zakaria
dan Ujang, 2015). Proporsi serta fasad bangunan mengambil peranan penting
untuk meningkatkan minat berjalan serta menambah rasa nyaman ketika
seseorang berada pada suatu lingkungan (Natalivan, 2003). Pemasangan kanopi
bangunan merupakan inisiatif pemilik bangunan komersial untuk menambah
kenyamanan. Keberadaan kanopi bangunan khususnya pada area komersial bisa
menjadi penghalang pejalan kaki dari paparan sinar matahari langsung (Aristo dan
Natalivan, 2012).

2.2

Self Efficacy
Self efficacy adalah kepercayaan individu terhadap kemampuan yang

dimiliki untuk dapat meraih tujuan tertentu (Bandura dan Locke, 2003). Self

16

efficacy juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk dapat memunculkan

keyakinan pada diri sendiri (Idrus, 2014). Individu yang percaya dengan dirinya
mampu menunjukkan bakat, pengetahuan, keterampilan dengan kesabaran dan
ketekunan untuk meraih kesuksesan. Hal ini menunjukan bahwa self efficacy pada
penelitian tersebut terfokus dari dalam diri individu atau internal efficacy.
Sedangkan, Internal efficacy berbeda dengan eksternal efficacy.
Eksternal efficacy menurut Eden (2001) adalah kepercayaan inividu
terhadap sumber daya yang berasal dari luar dirinya. Eksternal efficacy tidak
mengacu kepada kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, melainkan
kepercayaan yang muncul karena pengaruh dari luar dirinya.
Self efficacy berkaitan dengan identitas tempat yang merujuk kepada

lingkungan fisik yang berada di luar dirinya (Ernawati, 2011). Identitas tidak
terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbentuk karena adanya pemahaman dan
pemaknaan terhadap tempat yang melekat di pikiran manusia (Amar, 2010).
Selanjutnya identitas juga terbangun karena adanya persepsi positif sehingga
membentuk keterikatan terhadap tempat (Twigger dan Uzzel, 1996). Persepsi
berdasarkan kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan keyakinan diri. Hal
tersebut berdasarkan respon manusia terhadap lingkungan, sehingga lingkungan
mengambil peranan penting dalam pembentukan makna sebuah tempat yang pada
akhirnya berkontribusi terhadap identitas. Ginting dan Rahman (2016)
berpendapat bahwa identitas tempat dapat memberikan keunikan dan daya tarik
pariwisata.

17

Faktor lingkungan fisik merupakan elemen penting untuk meningkatkan
eksternal efficacy (Ben-Ami dkk, 2014). Kriteria lingkungan yang dapat
meningkatkan eksternal efficacy yaitu lingkungan yang mampu memfasilitasi dan
memudahkan individu untuk mencapai tujuan. Berikut adalah penelitian dari
beberapa teori mengenai self efficacy yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy
Referensi
Ginting (2016)

Alfonzo
(2005)

Faktor
Kenyamanan
Keamanan
Aksesibilitas
Keyakinan
Kemungkinan

Aksesibilitas
Keamanan

Kenyamanan
Kesenangan
Twigger dan
Uzzel (1996)

Kenyamanan
Keamanan
Aksesibilitas

Pembahasan
Fasilitas pendukung
Jalur pedestrian
Transportasi umum
Internal efficacy
Gerakan
(Usia dan berat badan)
Waktu
Kesinambungan jalan
Kriminalitas
Penerangan jalan
Desain yang sesuai
standar
Fasilitas
pedestrian
yang memadai
Estetika lingkungan
Polusi
Fasilitas umum
Kriminalitas
Transportasi publik

Pada penelitian Alfonzo (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan
self efficacy saat berjalan, faktor kemungkinanpada jangka waktu tertentu menjadi

hal utama untuk meningkatkan self efficacy yang dipengaruhi motivasi dari dalam
diri (internal efficacy) karena individu mempunyai harapan yang baik terhadap
lingkungan fisik. Akses yang mudah akan ikut serta memantapkan keyakinan diri

18

untuk datang berkunjung (Ginting, 2016). Lalu ketika sampai pada tempat tujuan,
lingkungan yang aman dan nyaman akan semakin meningkatkan eksternal efficacy
sehingga individu mendapatkan kesenangan di lingkungan tersebut. Atas dasar
teori-teori tersebut, unsur-unsur utama self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu
aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan.
2.2.1

Aksesibilitas
Akses yang mudah akan mempengaruhi minat individu untuk datang

berkunjung ke suatu tempat (Ginting, 2016). Individu tidak bisa merasakan
lingkungan yang aman dan nyaman apabila tidak terdapat akses yang memadai
menuju kesuatu tempat. Aksesibilitas diartikan sebagai kemudahan bergerak dari
tempat asal ke tempat tujuan (Zakaria dan Ujang, 2015). Hal tersebut berkaitan
erat dengan kesinambungan jalur pedestrian. Kesinambungan jalur pedestrian
akan mempermudah akses seseorang ke tempat tujuan yang diinginkannya.
Natalivan (2003) menjelaskan bahwa pejalan kaki membutuhkan jalur pedestrian
yang mampu memenuhi kebutuhan untuk bisa bersosialisasi. Artinya jalur
pedestrian membutuhkan lebar yang mencukupi untuk individu saling berinteraksi
satu sama lainnya, minimal harus bisa dilalui oleh 2 pejalan kaki. Selain itu jalur
pedestrian harus mampu mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah
mobilitas.
2.2.2

Keamanan
Lingkungan

yang

aman

memberikan

individu

kebebasan

untuk

beraktivitas, karena dengan merasa aman, individu merasa terlindungi dari bahaya
yang mengancam jiwanya (Nur dan Suwandono, 2015). Hal tersebut dapat

19

meningkatkan efficacy pengunjung untuk berperilaku efisien dan rasional pada
suatu lingkungan (Ginting, 2016), sehingga berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan karena tidak ada perasaan takut akan rintangan yang menghambat tujuan.
Individu yang berkunjung kesuatu tempat membutuhkan keamanan dan
kenyamanan untuk berkeliling menikmati suasana. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi lingkungan yang aman yaitu faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik
adalah kualitas fisik jalur pedestrian yang terhindar dari hambatan untuk
memudahkan individu bergerak ketempat tujuan yang diinginkan (Nataliven,
2003). Kualitas fisik jalur pedestrian akan menentukan keinginan pejalan kaki
untuk mengakses jalur pedestrian (Rahman, Shuhana, dan Izzam 2014). Kualitas
fisik tersebut berkaitan dengan keadaan permukaan jalur pedestrian. Sedangkan
faktor non fisik adalah kriminalitas. Twigger dan Uzzel (1996) menjelaskan
bahwa lingkungan dengan kriminalitas yang tinggi membuat individu tidak betah
untuk berlama-lama berada dilingkungan tersebut. Lingkungan yang transparan
akan mengurangi resiko dari tindakan kejahatan (Zakaria dan Ujang, 2015).
Karena individu dapat bebas melihat kawasan sekitar. Selain itu, perilaku
pengendara motor juga berpengaruh terhadap keselamatan pejalan kaki (Zakaria
dan Ujang, 2015). Untuk meminimalisir konflik antara pejalan kaki dan
pengendara dapat dicegah dengan tersedianya jalur penyeberangan untuk pejalan
kaki, rambu jalan dan penerangan yang memadai pada malam hari.

20

2.2.3

Kenyamanan
Cukup sulit untuk menentukan kenyamanan seseorang, sebab setiap orang

mempunyai cara berbeda dalam merespon dan memberikan persepsi pada
lingkungan. Konsep kenyamanan menurut Zakaria dan Ujang (2015) yaitu
keadaan menyenangkan dari fisiologis, fisik dan psikologi manusia terhadap
lingkungannya. Alfonzo (2005) juga menjelaskan bahwa kenyamanan merupakan
tingkatan dari kemudahan, nyaman lalu merasa puas. Pernyataan-pernyataan
tersebut mengacu kepada perasaan senang individu ketika berinteraksi dengan
lingkungan. Dengan merasa nyaman seseorang pasti merasa senang berada di
lingkungan.
Lingkungan mengambil peranan yang penting untuk kenyamanan
seseorang. Keharmonisan dan keindahan lingkungan sekitar akan menambah
kesenangan orang untuk berjalan (Natalivan, 2003), sehingga pejalan kaki akan
berjalan lebih jauh.
Faktor polusi juga berpengaruh terhadap kenyamanan. Suatu kawasan
dengan tingginya minat menggunakan kendaraan serta tidak adanya penanganan
dapat menimbulkan permasalahan seperti polusi udara dan suara (Florez dkk,
2013). Hal ini akan membuat minat individu untuk berjalan semakin berkurang.

2.3

Rangkuman
Untuk mendukung kegiatan suatu tempat, dibutuhkan fasilitas yang dapat

memudahkan manusia untuk melakukan berbagai aktivitas sehingga akan

21

meningkatkan self efficacy. Fasilitas pedestrian menjadi kebutuhan untuk
mendukung kegiatan berbelanja. Menurut Ginting (2016), Alfonzo (2005) serta
Twigger dan Uzzel (1996) beberapa hal yang dapat meningkatkan self efficacy
pada fasilitas pedestrian yaitu kenyamanan, keamanan, dan aksesibilitas. Berikut
adalah kerangka teori dari self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan
Perniagaan.
Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian
di Jalan Perniagaan

Self Efficacy

Fasilitas Pedestrian

Kenyamanan

Fasilitas Utama

Keamanan

Jalur pedestrian

Aksesibilitas

Fasilitas Pendukung
Penerangan

Vegetasi

Tempat Sampah

Bangunan

Bangku
Jalan

Rambu

Gambar 2.7 Diagram Kerangka Teori Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di
Jalan Perniagaan

22