Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Probst, et.al, (2000, p24) knowledge adalah kesadaran jiwa dan
keahlian-keahlian yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Kesadaran
dan keahlian tersebut termasuk teori-teori dan praktiknya, serta peraturan dan
instruksi-instruksi suatu aksi. Knowledge ada berdasarkan pada data dan
informasi, tetapi knowledge juga terbatas pada setiap orang. Knowledge dibangun
oleh idividu-individu dan menggambarkan kepercayaan tiap orang tentang suatu
hubungan kausal.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui pancaindera manusia; penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang penting terbentuknya perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan

seseorang.


Pengetahuan

diperlukan

sebagai

dukungan

dalam

menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga
dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2003).

11

Universitas Sumatera Utara

12


Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi
proses berurutan :
a. Awareness, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek)
b. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
c. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik
buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
kesadaran dan sikap.
2.1.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang
mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2003) :
a. Tahu (Know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.
b. Memahami (Comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Universitas Sumatera Utara

13

c. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu
komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.
e. Sintestis (Sinthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan

yang baru, dengan kata lain sintestis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek
tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan bagi
seseorang (Dewi & Wawan, 2010), yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Universitas Sumatera Utara

14

a. Faktor internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya:
1. Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang
menunjang


kesehatan

sehingga

dapat

meningkatkan kualitas hidup.

Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi.
2. Pekerjaan
Menurut

Thomas

yang


dikutip

oleh

Nursalam

(2003), pekerjaan

adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga.
3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan

menurut

Hurlock

(1998)


semakin

cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir
dan bekerja.

Universitas Sumatera Utara

15

b. Faktor Eksternal
Selain faktor internal, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Faktor eksternal tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Faktor lingkungan
Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan
merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya
yang


dapat

mempengaruhi

perkembangan

dan

perilaku orang atau

kelompok.
2. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
2.1.4 Pengetahuan tentang Kanker Leher Rahim
Pengetahuan tentang kanker leher rahim disini bahwa setiap individu dapat
memiliki pengetahuan berdasarkan proses yang dilalui, melalui media informasi
tentang kanker leher rahim dan deteksi dini kanker leher rahim dengan test IVA.
Individu akan memiliki tingkat pengetahuan yaitu yang pertama mengetahui
(know), kemudian memahami dan selanjutnya dapat mengambil sikap atau

mengambil keputusan. Di sini diharapkan individu memiliki pengetahuan tentang
penyakit kanker leher rahim secara menyeluruh seperti, kelompok-kelompok

Universitas Sumatera Utara

16

resiko, cara penularan, cara pencegahan, dan upaya untuk mendeteksi kanker
leher rahim secara dini dengan test IVA.

2.2 Konsep Sikap
2.2.1 Pengertian Sikap
Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan
sikap itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli
lainnya. Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa
pengertian yang diajukan oleh beberapa ahli, antara lain:
a. Thustone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik
bersifat positif maupun negative dalam hubungannya dengan objek-objek
psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan
(Zuriah, 2003).

b. Howard Kendle mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecenderungan
(tendency) untuk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau melakukan
sesuatu, baik secara positif maupun secara negatif terhadap suatu
lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep.
c. Paul Massen dan David Krech, berpendapat sikap merupakan suatu sitem dari
tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pngenalan), feeling
(perasaan), dan action tendency (kecenderungan untuk bertindak) (Yusuf,
2006)
d. Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa sikap adalah kesiapan
seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Azwar, 2007).

Universitas Sumatera Utara

17

Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah kondisi mental relative menetap untuk merespon suatu objek atau
perangsang tertentu yang mempunyai arti baik bersifat positif, netral, atau negatif
yang mengangkat aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak.
2.2.2 Unsur (Komponen) Sikap

Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap,
yaitu:
a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap, representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen ini berisi persepsi dan
kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen
kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah
issu atau problem controversial.
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang
merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.
Komponnen ini juga merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling
dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen
afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

18

c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar
kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek
sikap, merupakan aspek kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap yang
dimiliki seseorang. Komponen ini berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang
akan dihadapi.
2.2.3 Kategori Sikap
Ada beberapa kategori sikap menurut para ahli, diantaranya:
a. Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari:
1. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
menghadapkan objek tertentu.
2. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
b. Menurut Azwar (2007), sikap terdiri dari:
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang terhadap gizi dapat dilihat
dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan suatu

Universitas Sumatera Utara

19

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
lepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang tersebut menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangga, saudara, dan
sebagainya) untuk pergi menimbang anaknya ke Posyandu adalah bukti
bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko
adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun ibu tersebut mendapatkan tantangan dari
mertua dan orang tuanya sendiri
2.2.4 Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2007) sikap dapat dibentuk atau diubah melalui 4 macam
cara, yaitu:
a. Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan
terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya sikap.
b. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut terbentuk
sikap.

Universitas Sumatera Utara

20

c. Intelegensi, tadinya secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan suatu hal tertentu.
d. Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap
Menurut Purwanto (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
sikap, yaitu:
a. Faktor intern, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar
melalui persepsi, oleh karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan
mana yang akan kita teliti dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan
oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita.
b. Faktor ekstern, yang merupakan factor di luar manusia yaitu:
1. Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.
2. Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut.
3. Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut.
4. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
5. Situasi pada saat sikap dibentuk (Purwanto, 1998).
2.2.6 Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis
besarnya dapat dibedakan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap

Universitas Sumatera Utara

21

suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat
dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung berstruktur. Secara
langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dan survei (misal
public option survey). Sedangkan secara langsung yang berstruktur yaitu
pengukuran sikap

dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah

disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung
dibedakan kepada subjek yang diteliti (Arikunto, 2002).
2.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas
beberapa tingkatan :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga.

Universitas Sumatera Utara

22

4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik.
2.4 Teori Perilaku
Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2013) adalah hasil
hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Perilaku dari
pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas
dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai
bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian,
dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir,
persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut
Skinner dalam Notoatmodjo (2013) adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer
berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya
perilaku yang dimaksud.
c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuantujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau penguat untuk masingmasing komponen tersebut.

Universitas Sumatera Utara

23

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka
penguatnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku
(tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah
terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi
penguat (komponen pertama tidak memerlukan penguat lagi), demikian
berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan
dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku
yang diharapkan terbentuk.
Ada dua jenis respons, yaitu: perilaku pasif dan aktif. Bentuk pasif adalah
respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung
dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan. Sedangkan perilaku atau respons aktif yang secara langsung dapat
diamati.
Maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan
respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang bersifat terselubung dan
disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon
seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior.
2.5 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak
kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara konsumen
dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi

Universitas Sumatera Utara

24

pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan persoalan konsumen (Gronroos,
1990 dalam Ratminto dan Winarsih, 2005).
Dari berbagai bentuk pelayanan, pelayanan kesehatan merupakan salah satu
bentuk pelayanan yang menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (1999)
adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Menurut Brotosaputro (1997)
pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung berupaya untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat
untuk mengatasi kesehatannya. Sumber lain menyatakan bahwa pengertian
pelayanan kesehatan tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Pelayanan
kesehatan juga melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan) (Notoadmojo, 2003).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
oleh seseorang, yaitu:
a. Tarif atau biaya
Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan
kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan.

Universitas Sumatera Utara

25

b. Fasilitas
Fasilitas yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku pasien,
pembentukan fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan
nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial mempunyai
pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan
penampilan kerja (Kotler, 1997:145 ).
c. Pelayanan personil
Pelayanan personil memegang peranan dalam menjaga mutu pelayanan
sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri
dari dokter maupun perawat, tenaga para medis serta penunjang non medis.
Pelayanan personil dapat berupa pelayanan secara profesional dan keramahan
sehingga meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut.
d. Lokasi
Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi rendah
biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena
orang berpenghasilan tinggi tidak akan datang ke lingkungan miskin untuk
perawatan medis (Kotler, 1984; Harmesta dan Suprihantom, 1995: 99). Lokasi
adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak
yang dekat akan mempengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan untuk
berkunjung. Suatu studi mengatakan bahwa alasan yang penting untuk memilih
rumah sakit adalah yang dekat dengan lokasi.

Universitas Sumatera Utara

26

e. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan
Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari
pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari
pendaftaran sampai pada waktu pulang.
f. Informasi
Dengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung
didengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan
mempengaruhi pilihan konsumen. Informasi dapat berupa pengalaman pribadi,
teman-teman, surat kabar. Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan
yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan. Konsumen sering
tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi pelayanan
kesehatan ditambah dengan profesinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh
antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan (Mills, 1990: 136).
Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan.I (2003), lima faktor
utama yang mempengaruhi pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan adalah :
a. Persepsi sakit
b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat
istiadat).
c. Kemampuan membayar
d. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan
e. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan)

Universitas Sumatera Utara

27

2.6 Deteksi Dini Kanker Leher rahim
Deteksi dini kanker ialah usaha untuk mengidentifikasi atau mengenali
penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan menggunakan test
(uji), pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara tepat untuk
membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat, benar-benar sehat, dan yang
tampak sehat tapi sesungguhnya menderita kelainan (Rasjidi, 2010).
Deteksi dini bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit pada stadium yang
lebih awal atau dengan kata lain menemukan adanya kelainan sejak dini, yaitu
kanker yang masih dapat disembuhkan untuk mengurangi morbiditas (angka
kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) akibat kanker (Rasjidi, 2010).
Oleh karena itu, mengetahui kanker serviks beserta seluk-beluknya sejak dini
adalah suatu hal yang sangat perlu untuk mengantisipasi, bahkan mungkin wajib
bagi wanita yang sudah terserang penyakit mematikan ini. Sebab, dengan
mengetahui kanker serviks sejak dini, berarti sudah mempunyai peluang yang
sangat besar untuk bisa melakukan pencegahan atau pengobatan sendiri (Tilong,
2012).
2.7 Konsep Kanker leher rahim
2.7.1 Pengertian Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah leher rahim
(serviks), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang senggama
(vagina) (Jundi Muhammad, 2010).

Universitas Sumatera Utara

28

Kanker leher rahim adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks, Kanker
leher rahim dapat berasal dari sel-sel di leher rahim dan dari sel-sel mulut rahim
atau keduanya (Suheimi,2010).
2.7.2 Gejala Penyakit Kanker Leher Rahim
Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya
sel-sel abnormal. Sering kali pula Kanker leher rahim tidak menimbulkan
gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi Kanker leher
rahim barulah muncul gejala-gejala Kanker leher rahim sebagai berikut :
a. Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (contact
bleeding)
b. Perdarahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan di luar silkus
menstruasi, perdarahan diantara periode menstruasi yang regular, periode
menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, dan
perdarahan setelah menopause.
c. Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
d. Penurunan berat badan secara drastis
e. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita
keluhan nyeri panggul, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran
ginjal (Wijaya, 2010).

Universitas Sumatera Utara

29

2.7.3 Faktor Penyebab Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim disebabkan oleh virus HPV(Human Papilloma Virus).
HPV adalah singkatan dari Human Papilloma Virus, dan merupakan kelompok
virus yang terdiri dari sekitar 100 jenis virus. Virus ini memiliki lebih dari 100
tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan
sendirinya. Virus HPV menunjukan bahwa infeksi HPV ini menimbulkan lesi atau
bercak yang identik dengan lesi prakanker. Virus ini merupakan parasit yang
tumbuh dalam sel, termasuk golongan virus DNA. Jenis virus HPVsaat ini
digolongkan menjadi tipe ganas dan tidak yaitu: penggolongan tipe high risk dan
low risk.
Tipe resiko rendah atau low risk disebut dengan tipe non-orgenik. Jika
terinfeksi maka akan menimbulkan lesi jinak seperti kutil dan jengger ayam, tetapi
pada resiko yang tinggi atau hard risk jika terinfeksi dan tidak diketahui atau di
obati maka akan menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hampir
semua kasus kanker servik yaitu hingga mencapai 99%. Penularan virus HPV bisa
terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti
pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui
organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital.
Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu
berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui
cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Virus ini sangat mudah
berpindah dan menyebar. Selain itu, penggunaan wc umum yang sudah terkena
virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya jika tidak

Universitas Sumatera Utara

30

membersihkannya dengan baik. Dalam hal ini pembalut untuk kaum perempuan
juga merupakan suatu hal yang penting untuk dijaga kebersihannya.
2.7.4 Faktor yang Mempengaruhi Kanker Leher Rahim
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim dibagi atas faktor
individu dan faktor pasangan.
1. Faktor individu
a. HPV (Human Papillomavirus)
Penelitian baru-baru ini memperlihatkan bahwa infeksi HPV dapat
menyebabkan kanker leher rahim. Hal ini terdeteksi menggunakan penelitian
Molecur. Pada 99,7% wanita dengan karsinoma sel skuamosa karena infeksi
HPV merupakan penyebab mutasi neoplasma (perubahan sel normal
menjadi ganas).
Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 diantaranya dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Dari sekian tipe HPV yang menyerang
dubur dan alat kelamin. Ada 4 tipe HPV yang biasa menyebabkan masalah
di manusia. Seperti 2 subtipe HPV dengan resiko tinggi keganasan yaitu tipe
16 dan 18 yang ditemukan pada 70% kanker leher rahim. Serta HPV tipe 6
dan 11, yang menyebabkan 90% kasus genital warts (kutil kelamin).
b. Faktor etologik
Penelitian saat ini memang memfokuskan virus sebagai penyebab penting
kanker leher rahim. Sebab infeksi protozoa, jamur dan bakteri tidak
potensial onkogenik. Tidak semua virus memang dapat menyebabkan
kanker. Namun paling tidak dikenal kurang lebih dari 150 juta jenis virus

Universitas Sumatera Utara

31

diduga memegang peranan penting dalam kejadian kanker pada binatang.
Sepertiganya diantaranya adalah golongan virus DNA. Pada proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan
DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel.
c. Herpes Simpleks Virus (HVS) tipe-2
Pada awal tahun 1970 herpes simpleks tipe 2 banyak dibicarakan, lantaran
sebagai timbulnya Kanker leher rahim atau kanker leher rahim. Namun
ternyata virus tersebut tidak berperan besar dalam timbulnya Kanker leher
rahim. Virus ini hanya diduga sebagai faktor pemicu terjadinya kanker.
Atau dianggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik.
d. Perubahan fisiologik epitel serviks
Jaringan epitel pada serviks ada dua jenis yaitu epitel skuamosa dan epitel
kolumnar. Kedua epitel tersebut dibatasi oleh sambungan skuamosakolumnar (SSK). Namun letaknya menyesuaikan umur, aktivitas seksual
dan paritas.
Pada wanita yang seksualitasnya tinggi maka SSK terletak di ostium
eksternum. Wanita dapat terjadi perubahan fisiologis pada jaringan epitel
serviks. Jaringan epitel kolumnar akan digantikan epitel skuomosa yang
disebut dengan metaplasia. Perubahan ini terjadi karena pH yang rendah
dan biasanya sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia
ini maka terdapat 2 SSK, yaitu SSK asli dan SSK baru, menjadi tempat
pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di
antara kedua SSK ini disebut daerah transformasi.

Universitas Sumatera Utara

32

Perubahan pH yang rendah ini kemungkinan bisa disebabkan karena
aktivitas bahan pemicu kanker leher rahim. Hal ini berbahaya karena dapat
mengubah sel yang normal menjadi sel yang tidak normal.
e. Perubahan neoplastik epitel serviks
Proses terjadinya Kanker leher rahim begitu erat dengan proses metaplasia.
Akibat pH rendah maka bahan-bahan pemicu kanker dapat bermutasi dan
dapat mengubah sel aktif metaplasia. Ini menimbulkan sel-sel berpotensi
ganas. Bisa saja mutagen yang bermutasi berasal dari Human Papilo Virus
(HPV). Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel
diplastik dan dapat menyebabkan kelainan epitel. Dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat dapat berkembang menjadi karsinoma
invasive. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkat pra-kanker.
f. Merokok
Tembakau adalah bahan pemicu karsiogenik yang paling baik. Asap rokok
menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nittrosamines.
Wanita perokok memiliki resiko 2 kali lebih besar terkena Kanker leher
rahim dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Efek langsung
bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal
sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
Sebuah penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat

Universitas Sumatera Utara

33

tersebut akan menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan
kokarsinogen infeksi virus.
g. Penggunaan celana ketat
Kondisi lingkungan vulva dan vagina dapat terganggu diakibatkan
pemakaian celana dalam yang ketat. Terutama jika bahan celana itu terbuat
dari kain yang dapat menghambat pernafasan daerah vulva dan vagina
misalnya nilon. Sebetulnya secara umum tidak ada dampak langsung dari
pemakaian celana ketat atau legging terhadap kesehatan alat reproduksi
perempuan. Dampak tersebut akan bisa muncul jika digunakan terus
menerus dalam jangka waktu yang lama.
Secara normal di dalam vagina terdapat banyak mikroorganisme yang
sebagian besar tidak membahayakan tubuh. Hanya sekitar 5% saja bakteri
pathogen yang berkeliaran dalam vagina. Namun jika ada bakteri dari luar
yang menyerang maka bakteri tersebut dapat berkembang. Dalam
penggunaan legging dapat mempercepat berkembangnya bakteri karena
vagina menjadi lembab. Oleh sebab itu hindarilah penggunaan celana ketat
terlalu lama.
h. Umur
Menopause memang akan dialami semua wanita. Pada masa itu sering
terjadi perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Pada usia 35-55
tahun memiliki resiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker mulut rahim
(serviks). Semakin tua

umur seseorang akan mengalami

proses

kemunduran, proses tersebut tidak terjadi pada suatu alat saja tetapi pada

Universitas Sumatera Utara

34

seluruh organ tubuh. Semua bagian tubuh mengalami kemunduran,
sehingga pada usia lanjut lebih banyak kemungkinan jatuh sakit, atau
mudah mengalami infeksi.
i.

Paritas
Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi
yang dapat hidup atau viable. Paritas berbahaya adalah dengan memiliki
jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab
dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut
rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak dapat
menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut
rahim dan dapat berkembang menjadi keganasan.

j.

Usia wanita saat menikah
Dalam kenyataannya menikah dini mempunyai beberapa resiko. Selain
kurangnya kesiapan mental juga mempunyai resiko lebih besar mengalami
perubahan sel-sel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda, sel-sel
rahim masih belum matang. Sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat
kimia yang dibawa oleh sperma. Dengan segala macam perubahannya dan
jika belum matang ketika ada rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang
dengan sel yang mati maka kelebihan sel ini bisa berubah sifat menjadi sel
kanker.

Universitas Sumatera Utara

35

2. Faktor pasangan
a. Hubungan seksual pada usia muda
Faktor resiko ini merupakan faktor utama. Sebab semakin muda seseorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar resiko untuk terkena
Kanker leher rahim. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang
melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20
tahun.
b. Pasangan seksual lebih dari satu (Multipatner Sex)
Perilaku bergonta-ganti pasangan akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papiloma virus
(HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya Kanker leher rahim.
Resiko terkena Kanker leher rahim menjadi 10 kali lipat pada wanita yang
mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes
simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
Ditemukan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
golongan wanita yang mulai mempunyai pasangan seksual yang bergantiganti lebih resiko untuk menderita Kanker leher rahim. Sebab wanita yang
berganti-ganti pasangan akan rentan terkena virus HPV. Tinjauan
kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa
faktor resiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan
wanita tuna susila (WTS). Dari WTS itu suami dapat membawa virus dan
menularkan pada isterinya.

Universitas Sumatera Utara

36

2.7.5 Stadium Kanker Leher Rahim
Menurut Bobak (1993), Kanker leher rahim terbagi beberapa stadium, yaitu:
a. Tingkat 0.
Kanker hanya ditemukan pada lapisan atas darisel-sel pada jaringan yang
melapisi leher rahim.
b. Tingkat I.
Kanker telah menyerang leher rahim diatas lapisan atas dari sel-sel dan kondisi
ini hanya ditemukan dileher rahim.
c. Tingkat II.
Kanker meluas melewati leher rahim kedalam jaringan-jaringan berdekatan
kanker meluas ke vagina bagian atas.
d. Tingkat III.
Kanker meluas ke vagina bagian bawah. Kanker juga mungkin telah menyebar
ke dinding pinggul dan simpul-simpul getah bening yang berdekatan.
e. Tingkat IV.
Kanker telah menyebar kandung kemih, rektum, atau bagian-bagian lain dari
tubuh.
2.7.6 Pemeriksaan Diagostik Kanker Leher Rahim
Diagnosis kanker leher rahim tidak sulit apabila tingkatannya sudah lanjut.
Permasalahan dalam pemeriksaan diagnostik kanker leher rahim adalah
bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker leher rahim, dilakukan
dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi pra kanker leher rahim.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker leher rahim disertai dengan

Universitas Sumatera Utara

37

kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka
kematian akibat kanker leher rahim seperti keputihan merupakan gejala yang
paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Perdarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan
timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi
diluar senggama, rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
2.7.7 Pencegahan Kanker Leher Rahim
Pencegahan kanker leher rahim meliputi tiga tingkatan pencegahan yaitu :
primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasi
pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk mengurangi kerentanan
individu terhadap efek dari penyebab kanker. Selain faktor risiko, ada faktor
protektif yang akan mengurangi kemungkinan seseorang terserang kanker.
Pendekatan pencegahan ini memberikan peluang paling besar dan sangat cost
effective dalam pengendalian kanker tetapi membutuhkan waktu yang lama,
seperti memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening test) dan edukasi
tentang penemuan dini (early diagnosis):

Universitas Sumatera Utara

38

a Penapisan (screening test)
Penapisan adalah upaya pemeriksaan atau test yang sederhana dan mudah
yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat yang bertujuan untuk
membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit diantara
masyarakat yang sehat. Upaya penapisan dikatakan adekuat bila test
mencakup seluruh atau hampir seluruh populasi sasaran, untuk itu dibutuhkan
kajian jenis pemeriksaan yang mampu laksana pada kondisi sumber daya
terbatas seperti Indonesia.
b Penemuan dini (early diagnose)
Penemuan dini adalah upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah
merasakan adanya gejala. Oleh karena itu edukasi untuk meningkatkan
kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker diantara petugas
kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum merupakan
kunci utama keberhasilannya. Program atau kegiatan deteksi dini yang
dilakukan pada masyarakat hanya akan berhasil apabila kegiatannya
dihubungkan dengan pengobatan yang adekuat, terjangkau aman dan mapu
laksana, serta mencakup 80% populasi perempuan yang berisiko. Untuk itu
dibutuhkan perencanaan akan kebutuhan sumber daya dan strategi-strategi
yang paling efektif untuk melaksanakan program ini. Dimana ada beberapa
metode yang dikenal untuk melakukan penapisan kanker leher rahim dengan
tujuan penapisan untuk menemukan lesi prakanker.
a. Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan
dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum melihat leher rahim

Universitas Sumatera Utara

39

yang telah dipoles dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi
prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white
epithelium.
b. Pemeriksaan Sitologi (Papanicolaou/ test pap) adalah suatu prosedur
pemeriksaan sederhana sitopatologi, yang dilakukan dengan tujuan untuk
menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epitel leher rahim yang
ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker
3. Pencegahan Tersier
a Diagnosis dan terapi
Diagnosis kanker leher rahim membutuhkan kombinasi antara kajian klinis
dan investigasi diagnostik. Sekali diagnosis ditegakkan harus dapat
ditentukan stadiumnya agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan
melakukan terapi yang tepat. Tujuan dari pengobatan adalah menyembuhkan,
memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Prioritas
pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan stadium awal dang yang
lebih berpotensial untuk sembuh. Standar pengobatan kanker meliputi operasi
(surgery), radiasi, kemoterapi dan hormonal disesuaikan dengan indikasi
patologi.
b Pelayanan Paliatif
Hampir diseluruh dunia, pasien kanker yang terdiagnosis stadium lanjut dan
pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial, rehabilitasi dan
terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk memastikan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

40

kualitas hidup pasien kanker. Untuk kasus seperti ini pengobatan yang
realistis adalah mengurangi nyeri dengan pelayanan paliatif (KEMENKES
RI, 2013).
2.8 Test IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
2.8.1 Pengertian Test IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Program penapisan dalam mendeteksi perubahan prakanker di negara
berkembang harus dilakukan dengan efektif dengan sumber daya yang terbatas.
Program berbasis test pap sulit dilakukan dan dipertahankan di banyak negara
berkembang karena melibatkan langkah yang kompleks dan mahal. Test IVA
merupakan salah satu metode untuk melakukan test kanker leher rahim yang
mempunyai kelebihan yaitu kesederhanaan teknik dan kemampuan memberikan
hasil yang segera. Selain murah dan sederhana, test IVA merupakan alternatif
yang efisien untuk pengujian sitologi di daerah dengan sumber daya rendah.
Test IVA adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam
cuka dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan
asam cuka 3-5% (Depkes, 2010). Test IVA merupakan salah satu cara melakukan
test kanker leher rahim yang mempunyai kelebihan yaitu kesederhanaan teknik
dan kemampuan memberikan hasil yang segera kepada ibu. Selain itu juga bisa
dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan, yang telah mendapatkan pelatihan
(Depkes, 2007). Tujuan test IVA sendiri yaitu untuk melihat adanya sel yang
mengalami displasia sebagai satu metode skrining kanker leher rahim, namun test
IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause karena daerah zona

Universitas Sumatera Utara

41

transisional seringkali terletak di kanalis serviks dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo. Test IVA memiliki sensitifitas 80% dan spesifitas 92%
dan test IVA juga yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya rendah
dibandingkan dengan penapisan lain dengan beberapa alasan; murah, aman,
mudah dilakukan, kinerja test sama dengan test lain, dapat dilakukan oleh hampir
semua tenaga kesehatan, memberikan hasil yang segera sehingga dapat diambil
keputusan segera untuk penatalaksanaannya, peralatan mudah didapat dan tidak
bersifat invasif serta efektif mengidentifikasi berbagai lesi prakanker (Depkes,
2007; Rasjdi, 2008; Emilia et al., 2010; Sauvaget et al., 2011).
Sasaran pemeriksaan IVA dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 sampai
dengan 50 tahun. Dengan memfokuskan pada pelayanan test dan pengobatan
untuk wanita usia 30-50 tahun atau yang memiliki faktor risiko akan dapat
meningkatkan nilai prediktif positif dari test IVA. Karena angka penyakit lebih
tinggi pada kelompok usia tersebut, maka lebih besar kemungkinan untuk
mendeteksi lesi prakanker, sehingga meningkatkan efektifitas biaya dari program
pengujian dan mengurangi kemungkinan pengobatan yang tidak perlu. Interval
pemeriksaan di Indonesia adalah lima tahun sekali, jika hasil pemeriksaan negatif
maka dilakukan ulangan lima tahun dan jika hasilnya positif maka dilakukan
pemeriksaan ulang 1 tahun kemudian (Depkes, 2007).
Persiapan fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia untuk deteksi dini
kanker leher rahim dengan metode test IVA yaitu; pada pelayanan primer dan
rujukan tahap pertama tenaga kesehatan yang boleh melakukan yaitu perawat,
bidan dan dokter umum yang terlatih. Sedangkan pada pelayanan rujukan tahap

Universitas Sumatera Utara

42

kedua (diagnostic dan terapi) tenaga kesehatan yang boleh melakukan
pemeriksaan yaitu dokter spesialis obstetri dan ginekologi serta dokter spesialis
patologi anatomi. Kompetensi yang harus dimiliki oleh para tenaga kesehatan
berbeda pada tiap pelayanan. Untuk fasilitas kesehatan yang bisa memberikan
pelayanan test IVA yaitu posyandu, bidan praktek swasta, puskesmas, klinik
dokter, dan rumah sakit (pemerintah maupun swasta) (Depkes, 2008).
Sarana dan prasarana IVA diantaranya meja ginekologi dan kursi, sumber
cahaya/lampu yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher rahim,
speculum/cocor bebek, rak atau nampan tempat alat yang telah didesinfeksi
tingkat tinggi sebagai tempat untuk meletakkan alat dan bahan yang akan dipakai,
sarana pencegahan infeksi berupa tiga ember plastik berisi larutan klorin, lartan
sabun dan air bersih bila tidak tersedia wastafel. Kemudian persiapan bahan untuk
pemeriksaan antara lain kapas lidi atau forcep untuk memegang kapas, sarung
tangan periksa untuk sekali pakai, spatula kayu yang masih baru, larutas asam
asetat 3-5% (cuka putih dapat digunakan), dan larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi alat dan sarung tangan serta formulir catatan untk mencatat temuan
(Depkes, 2010).
2.8.2 Teknik dan Interpretasi Pemeriksaan Test IVA
Prinsip metode test IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih
(acetowhite) padalesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan
asam asetoasetat (asam cuka). Bila

ditemukan

lesi

makroskopis

yang

dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera

Universitas Sumatera Utara

43

dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah menopause tidak
direkomendasikan menjalani skrining dengan metode test IVA karena zona
transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoserviks
rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi
spekulum.
Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian
dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap
kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan dicatat. Kemudian
leher rahim dioles dengan larutan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang
lebih 1-2 menit untuk dilihat hasilnya. Leher rahim yang normal akan tetap
berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan area, plak atau
ulkus yang berwarna putih.
Lesi prakanker ringan/jinak menunjukkan lesi putih pucat yang bisa
berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah
menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya
selalu berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar (SSK).
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah
biopsi yang dipandu
perempuan

yang

oleh

kolposkopi.

Apabila

hasil

skrining

positif,

diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi

untuk penegakan diagnosis melalui biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah
itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada beberapa cara yang dapat

Universitas Sumatera Utara

44

digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop electrosurgical
excision procedure (LEEP), laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang
dapat dipergunakan adalah:
a. IVA negatif = Leher rahim normal.
b. IVA radang = Leher rahim dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip leher rahim).
c. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker leher rahim dengan metode test
IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis leher rahim pra kanker
(dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker leher rahim in situ).
d. IVA-kanker leher rahim = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker leher rahim bila ditemukan masih padastadium invasif dini
(stadium IB-IIA).
2.9 Konsep Wanita Usia Subur (WUS)
Menurut Suparyanto (2012) yang dimaksud dengan wanita usia subur
(WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik
antara umur 20-45 tahun. Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat dari
pada pria. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini
wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an persentasenya
menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan hamil berkurang

Universitas Sumatera Utara

45

hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita hanya punya maksimal 10%
kesempatan untuk hamil. Kondisi yang perlu dipantau pada masa subur adalah
perawatan antenatal, jarak kehamilan, deteksi dini kanker payudara dan kanker
leher rahim, serta infeksi menular seksual (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).
Untuk mengetahui tanda-tanda wanita subur antara lain :
1. Siklus haid
Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya subur. Satu
putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid
datang kembali, yang biasanya berlangsung selama 28 hingga 30 hari. Oleh
karena itu siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang
wanita subur atau tidak. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks
perempuan yaitu esterogen dan progesteron. Hormon-hormon ini menyebabkan
perubahan fisiologis pada tubuh perempuan yang dapat dilihat melalui
beberapa indikator klinis seperti, perubahan suhu basal tubuh, perubahan
sekresi lendir leher rahim (serviks), perubahan pada serviks, panjangnya siklus
menstruasi (metode kalender) dan indikator minor kesuburan seperti nyeri
perut dan perubahan payudara.
2. Alat pencatat kesuburan
Kemajuan teknologi seperti ovulation thermometer juga dapat dijadikan
sebagai alat untuk mendeteksi kesuburan seorang wanita. Thermometer ini
akan mencatat perubahan suhu badan saat wanita mengeluarkan benih atau sel
telur. Bila benih keluar, biasanya thermometer akan mencatat kenaikan suhu
sebanyak 0,2 derajat celsius selama 10 hari. Namun jika wanita tersebut tidak

Universitas Sumatera Utara

46

mengalami perubahan suhu badan pada masa subur, berarti wanita tersebut
tidak subur.
3. Test Darah
Wanita yang siklus haidnya tidak teratur, seperti datangnya haid tiga bulan
sekali atau enam bulan sekali biasanya tidak subur. Jika dalam kondisi seperti
ini, beberapa test darah perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dari tidak
lancarnya siklus haid. Test darah dilakukan untuk mengetahui kandungan
hormon yang berperan pada kesuburan seorang wanita.
4. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui seorang wanita subur juga dapat diketahui dari organ tubuh
seorang wanita. Beberapa organ tubuh, seperti buah dada, kelenjar tiroid pada
leher, dan organ reproduksi. Kelenjar tiroid yang mengeluarkan hormon
tiroksin berlebihan akan mengganggu proses pelepasan sel telur. Sedangkan
pemeriksaan buah dada ditujukan untuk mengetahui hormon prolaktin di mana
kandungan hormon prolaktin yang tinggi akan mengganggu proses pengeluaran
sel telur. Selain itu, pemeriksaan sistem reproduksi juga perlu dilakukan untuk
mengetahui sistem reproduksinya normal atau tidak.
5. Track record
Wanita yang pernah mengalami keguguran, baik disengaja ataupun tidak,
peluang terjangkit kuman pada saluran reproduksi akan tinggi. Kuman ini akan
menyebabkan kerusakan dan penyumbatan saluran reproduksi.

Universitas Sumatera Utara

47

2.10 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan teori yang dilakukan dan rumusan masalah serta tujuan
penelitian maka kerangka konsep penelitian ini menjelaskan bahwa perilaku
merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar
organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada
karakteristik atau faktor

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur tentang Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan

10 80 82

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

1 43 116

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Kader Kanker Terhadap Kanker Leher Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Kecamatan Medan Deli tahun 2005

0 43 144

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

6 17 152

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 4 10

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

1 3 5

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan Test IVA Pada Wanita Usia Subur (WUS) dilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

0 0 26

HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR (WUS) TENTANG KANKER LEHER RAHIM DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI DENGAN METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KELURAHAN KANDRI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNUNG PATI KOTA SEMARANG

0 0 8