Analisis Klorofil dan Laju Pengisian Biji Progeni F4 Hasil Persilangan Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Varietas Anjasmoro dengan Grobogan Tahan Salin

5

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2005) klasifikasi tanaman kedelai yaitu kingdom:
plantae, divisi: spermatophyte, sub division: angiospermae, kelas: cotyledonae,
ordo: polypetales, family: legumoinosae, sub family: papilionoideae, genus:
glycine, sub genus: soja, spesies: Glycine max (L.) Merrill.
Batang tanaman kedelai berbentuk persegi dengan rambut cokelat yang
menjauhi batang atau mengarah ke bawah. Pertumbuhan batang terdiri dari dua
tipe yaitu determinate dan indeterminate yang didasarkan keberadaan bunga pada
pucuk batang (Steenis, 2005).
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu: (1) kotiledon atau daun
biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan 4) profila. Daun
primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak
berseberangan pada buku pertama diatas kotiledon. Setiap daun memiliki
sepasang stipula yang terletak pada dasar daun yang menempel pada batang. Tipe
daun yang lain terbentuk pada batang utama, dan pada cabang lateral terdapat
daun trifoliat yang secara bergantian dalam susunan yang berbeda. Anak daun
bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-macam, mulai bulat hingga lancip.
Ada kalanya terbentuk 4-7 daun dan dalam beberapa kasus terjadi penggabungan

daun lateral dengan daun terminal. Daun tunggal mempunyai panjang 4-20 cm
dan lebar 3-10 cm. Tangkai daun lateral umumnya pendek sepanjang 1 cm atau
kurang. Dasar daun terminal mempunyai dua stipula kecil dan tiap daun lateral
mempunyai sebuah stipula. Setiap daun primer dan daun bertiga mempunyai
pulvinus yang cukup besar pada titik perlekatan tangkai dengan batang. Pulvini

Universitas Sumatera Utara

6

berhubungan dengan pergerakan daun dan posisi daun selama siang dan malam
hari yang disebabkan oleh perubahan tekanan osmotik di berbagai bagian pulvinus
(Adie dan Krisnawati, 2013).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam yaitu akar tunggang dan
akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar
tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang
optimal, sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30
cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuhn didekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4
hari setelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan
pembentukan akar-akar muda yang lain (Irwan, 2006).

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami.
Tanaman memasuki fase reproduktif saat tunas aksiler berkembang menjadi
kelompok bunga dengan 2 hingga 35 kuntum bunga setiap kelompok. Buku pada
bunga pertama berhubungan dengan tahap perkembangan tanaman. Ketika buku
kotiledon, daun primer, dan daun bertiga dalam fase vegetatif, bunga pertama
muncul pada buku kelima atau keenam dan atau buku diatasnya. Bunga muncul
kearah ujung batang utama dan kearah ujung cabang. Periode berbunga
dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3- 5 minggu. Umumnya varietas
dengan banyak bunga per buku memiliki presentase keguguran bunga yang lebih
tinggi dari pada yang berbunga sedikit. Keguguran bunga dapat terjadi pada
berbagai fase perkembangan, mulai dari pertunasan, selama perkembangan organorgan pembungaan, saat pembuahan, selama perkembangan awal embrio, atau
pada berbagai tahapan perkembangan kotiledon (Adie dan Krisnawati, 2013).

Universitas Sumatera Utara

7

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam antara 1-10 buah dalam setiap

kelompok. Pada setiap tanaman jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50
bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk
polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini
kemudian diikuti oleh perubahan warna polong dari hijau menjadi kuning
kecokelatan pada saat masak (Irwan, 2006).
Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis.
Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar kedelai
yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Pengelompokan ukuran biji kedelai
berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (berat
>14 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Di Jepang
dan Amerika biji kedelai berukuran besar jika memiliki berat 30 g/100 biji. Biji
sebagian besar tersusun oleh kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara
kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan endosperm (Adie dan Krisnawati, 2013).
Syarat Tumbuh
Iklim
Interaksi antara suhu intensitas radiasi matahari kelembaban tanah sangat
menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu tinggi berasosiasi dengan
transpirasi yang tinggi, defisit tegangan uap air yang tinggi, dan cekaman
kekeringan pada tanaman. Suhu di dalam tanah dan suhu atmosfer berpengaruh
terhadap pertumbuhan Rhyzobium, akar dan tanaman kedelai. Suhu yang sesuai


Universitas Sumatera Utara

8

bagi

pertumbuhan

tanaman

kedelai

berkisar

antara

22-27°C

(Adie dan Krisnawati, 2013).

Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama
penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman hari pendek, artinya
tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis yaitu
15 jam per hari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah
sub tropic dengan panjang hari 14-16 jam ditanam didaerah tropic dengan ratarata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan
produksi karena masa bunganya menjadi pendek yaitu umur 50-60 hari menjadi
35-40 hari setelah tanam (Irwan, 2006).
Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara RH
75-90% selama periode tanaman tumbuh hingga stadia pengisian polong dan
kelembaban udara rendah (RH 60-75%) pada waktu pematangan polong hingga
panen. Suhu udara yang agak rendah (20-22°C) dan udara kering pada saat panen
sangat ideal bagi pelaksanaan panen sehingga biji kedelai bermutu tinggi. Dialam
tropika Indonesia, kondisi udara seperti tersebut tidak mudah diperoleh, namun
apabila cuaca kering, tidak ada hujan dan tidak ada kabut selama pematangan
polong merupakan kondisi yang cukup ideal untuk panen kedelai. Kedelai yang
ditanam pada bulan Februari-Maret dan Juni-Juli umumnya mencapai stadia
pematangan polong dan panen pada kondisi udara yang relatif kering, tidak ada
hujan. Sebaliknya, di lahan tegal atau lahan sawah tadah hujan, kedelai yang
ditanam pada awal musim hujan, pematangan polong dan panen terjadi pada
musim hujan, sehingga kualitas biji rendah, apalagi kalau terjadi serangan hama

polong (Adie dan Krisnawati, 2013).

Universitas Sumatera Utara

9

Tanah
Kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati
netral, pada pH 5,5-7,0 dan pH optimal 6,0-6,5. Pada kisaran pH tersebut hara
makro dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi masam
(pH kurang dari 5,5), hara fosfat (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K),
sulfur (S) tidak mudah tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi
basa (pH lebih dari 7,0) unsur hara mikro terutama Fe, Zn, Mn, dan juga P
menjadi tidak mudah tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam, mineral Mn, Al,
dan Fe tersedia secara berlebihan, sehingga dapat meracun bagi tanaman. Pada
tanah masam yang mengandung Al tinggi, kadar lebih dari 20% menyebabkan
terjadinya keracunan pada akar kedelai, sehingga akar tidak berkembang, tanaman
tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk
polong. Perkembangan bakteri Rhizobium juga terhambat pada tanah yang masam,
kemungkinan


disebabkan

oleh

kurangnya

fotosintat

dari

daun

(Adie dan Krisnawati, 2013).
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu
kedalaman olah tanah yang merupakan media pertumbuhan akar. Artinya semakin
dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang
lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam.
Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm,
akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 meter. Sementara pada

jenis tanah dengan kadar liat tinggi pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman
sekitar 3 meter (Irwan, 2006).

Universitas Sumatera Utara

10

Benih kedelai yang ditanam harus mendapat kelembaban tanah dan
mampu menyerap air setara dengan 50% dari bobot setiap biji kedelai, untuk
dapat berkecambah. Kelembaban tanah yang tinggi, berkisar antara 80-100%
kapasitas lapang, diperlukan pada saat benih ditanam hingga berkecambah dan
tanaman berdaun tunggal muncul di permukaan tanah (1-12 hari setelah tanam).
Untuk pertumbuhan selanjutnya, tanaman kedelai memerlukan kelembaban tanah
75-85% kapasitas lapang. Penyerapan air semakin banyak sejalan dengan
pertumbuhan perkaran dan tajuk tanaman. Penyerapan air mulai menanjak pada
stadia menjelang berbunga (R1), dan tetap tinggi pada stadia pembentukan polong
(R2), pengisian polong (R3-R4), dan mulai menurun pada stadia biji dalam
polong mencapai ukuran maksimum (R6), dan sudah rendah–sangat rendah pada
saat


polong

mulai

matang

hingga

polong

matang

penuh

(R7-R8)

(Adie dan Krisnawati, 2013).
Salinitas
Tanah tergolong salin bila mengandung garam dalam jumlah yang cukup
untuk mengganggu pertumbuhan kebanyakan spesies tanaman. Akan tetapi ini

bukan merupakan jumlah yang tepat karena akan tergantung kepada spesies
tanaman, tekstur tanah dan kandungan air tanah, seta komposisi garamnya sendiri.
Sesuai dengan definisi yang dipakai oleh US Salinity Laboratory bahwa ekstrak
jenuh (larutan yang diekstraksi dari tanah pada kondisi jenuh air) dari tanah salin
mempunyai nilai DHL (daya hantar listrik, EC= electrical conductivity) lebih
besar dari 4 deci Siemens/m (ekivalen dengan 40 mM NaCl) dan persentase
natrium yang dapat dirukar (ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari
15 (Djukri, 2009).

Universitas Sumatera Utara

11

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang secara temporer atau
permanen memiliki salinitas tinggi, dengan nilai ESP (Exchangeable Sodium
Percentage) < 15%atau nilai EC (Electrical Conductivity) > 4 dS/m. Terdapat dua
macam bentuk salinitas tanah, yaitu salinitas primer dan sekunder. Salinitas
primer terbentuk akibat akumulasi garam terlarut dalam tanah atau air tanah
melalui proses alami yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Salinitas
sekunder terbentuk akibat aktivitas manusia yang mengubah keseimbangan tata

air tanah, antara air yang digunakan (air irigasi atau air hujan) dengan air yang
digunakan oleh tanaman dan penguapan. Penyebab utama salinitas sekunder
adalah pembukaan lahan dan penggantian vegetasi tahunan dengan tanaman
semusim, pengairan menggunakan air berkadar garam tinggi atau keterbatasan air
irigasi (El-Hendawy 2004).
Tanaman memiliki kemampuan menanggapi faktor lingkungan seperti
halnya kelompok organisme lain. Tanggapan tersebut muncul akibat adanya
cekaman lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Tumbuhan
akan mengembangkan strategi adaptasi tertentu, baik secara morfologis, anatomi,
fisiologis, maupun biokemi agar terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan (Djukri, 2009).
Kondisi yang membahayakan bahkan dapat menyebabkan kematian akan
memacu tumbuhan untuk beradaptasi demi meningkatkan ketahanannya. Adaptasi
itu dapat ditunjukkan dengan terbentuknya molekul-molekul tertentu di dalam sel,
seperti prolin dan berbagai asam amino bebas lainnya, yang berperan dalam
peningkatan ketahanan terhadap cekaman garam. Tanggapan tersebut bervariasi
tergantung spesies tumbuhan, derajat dan lamanya cekaman (Rachmawati, 2000).

Universitas Sumatera Utara

12

Untuk pertumbuhan tanaman, nilai EC (electrical conductivity) pada
ekstrak tanah jenuh dinilai sebagai indikator yang belum tepat karena (1)
konsentrasi actual garam pada permukaan akar dapat jauh lebih tinggi disbanding
tanah di sekitarnya, dan (2) karakter EC hanya dari kandungan garam total, bukan
menunjuk pada komposisinya. Walaupun NaCl yang dominan, garam yang lain
pun mungkin dalam konsentrasi tinggi dan dengan komposisi yang beragam
tergantung pada asal dari air salin itu dan kelarutannya (Djukri, 2009).
Seleksi
Seleksi merupakan program dalam pemuliaan tanaman yang penting
karena akan berhubungan dengan pemilihan tetua yang dapat dijadikan sebagai
bahan persilangan untuk memperoleh kultivar kedelai unggul. Salah satu cara
seleksi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan persilangan. Dengan
adanya persilangan diharapkan karakter-karakter unggul yang ada pada tetua
dapat diturunkan kepada keturunannya (Yenny, 2010).
Sebelum menentukan metode seleksi yang akan digunakan dan kapan
seleksi

akan

dimulai

perlu

untuk

mengetahui

hubungan

antar

sifat

(Ainiyah et al. 2016). Seleksi akan efektif bila terdapat hubungan erat antar
karakter penduga dengan karakter yang dituju dalam suatu program seleksi.
Pengetahuan adanya korelasi antar sifat merupakan hal yang sangat penting dalam
program pemuliaan tanaman karena untuk memilih suatu bahan tanaman unggul
diperlukan seleksi dua atau tiga sifat secara bersama-sama (Wirnas et al. 2006).
Mekanisme Adaptasi Tanaman
Dua tipe utama mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yaitu (1)
meminimalkan jumlah garam yang masuk ke dalam tanaman atau memperkecil

Universitas Sumatera Utara

13

akumulasinya pada jaringan fotosintetik dan (2) meminimalkan konsentrasi garam
di dalam sitoplasma. Toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas tergantung
pada morfologi, kompartemen dan senyawa organik kompatibel, pengaturan
transpirasi, control pergerakan ion, karakteristik membran, tingginya rasio Na/K
pada sitoplasma serta kelenjar garam (Flowers and Flowers, 2005).
Secara umum cekaman salinitas membahayakan tanaman melalui tiga cara
yaitu: (1) level garam tinggi menyebabkan tekanan osmotik meningkat (potensial
air pada media perakaran lebih rendah atau negatif) sehingga menyebabkan
tanaman mengalami cekaman kekeringan, (2) toksisitas ion seperti ion-ion Cl- dan
Na+ yang berlebihan, (3) ketidak seimbangan unsur hara akibat penghambatan
penyerapan

nutrisi,

serta

kombinasi

dari

faktor-faktor

tersebut

(Ashraf dan Harris, 2003). Dampak cekaman salinitas terhadap tanaman
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti: konsentrasi ion, lama terjadinya
cekaman, spesies tanaman, kultivar, fase pertumbuhan tanaman, organ tanaman
dan kondisi lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian Aini et al. (2014) salinitas tanah berpengaruh
pada indeks klorofil daun. Indeks klorofil daun beberapa varietas/genotip kedelai
menurun dengan meningkatnya salinitas tanah. Penurunan klorofil ini
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh penghabatan oleh adanya akumulasi dari
garam-garam pada biosintesis klorofil. Menurut Ali et al. (2004) salinitas
mempengaruhi kekuatan dari cairan protein komplek pigmen dalam struktur
kloroplas. Penurunan indeks klorofil berakibat pada penurunan fotosintesis dan
sebagai konsekuensinya terjadi penurunan hasil biji per tanaman, meskipun
tingkat toleransi tanaman terhadap salinitas tidak hanya ditentukan oleh hanya

Universitas Sumatera Utara

14

satu

atribut

dari

tanaman.

Hasil

yang

sama

juga

dilaporkan

oleh

Mahboobeh dan Akbar (2013), bahwa kandungan klorofil total daun Niccotiana
plumbaginifolia menurun dengan meningkatnya konsentrasi NaCl. Menurut
Aini et al. (2012) kandungan klorofil tidak selalu dipengaruhi oleh level salinitas
tetapi juga dipengaruhi oleh genetik tanaman.
Laju fotosintesis dan kandungan klorofil merupakan tolok ukur
pertumbuhan

yang

berkaitan

dengan

produksi

tanaman

(Proklamasiningsih et al. 2012). Pada tanaman padi terjadi penurunan klorofil
yang signifikan, namun klorofil b menunjukkan persentase yang lebih tinggi dari
penurunan bila dibandingkan klorofil a (Chandramohanan et al. 2014).
Berdasarkan laporan Sorveda dan Alia (2013) peningkatan klorofil a akan
meningkatkan klorofil b dan klorofil total daun serta bobot segar tanaman. Hal ini
dapat dipahami karena klorofil a merupakan prekusor bagi klorofil b, sementara
itu klorofil a dan klorofil b merupakan komponen penyusun klorofil total daun
sekaligus bagian dari bobot segar tanaman. Klorofil merupakan karakter yang
mempunyai

kaitan

erat

dengan

toleran

terhadap

kondisi

naungan.

Sevengor et al. (2011) melaporkan genotip labu yang toleran lebih melindungi
klorofil totalnya. Hal ini menunjukkan bahwa genotip tersebut tahan terhadap
salin. Genotip toleran telah mendorong kemampuan perlindungan tanaman
terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan stress garam. Hal tersebut sejalan
dengan laporan Wibowo (2016) yang menunjukkan bahwa genotip toleran
memiliki kandungan klorofil dan rasio klorofil a/b lebih tinggi dibanding genotip
peka.

Universitas Sumatera Utara

15

Berdasarkan hasil penelitian Manshuri (2011) diketahui bahwa laju partisi
asimilat ke biji yaitu 0,299 g/tanaman/hari. Liu et al. (2006) melaporkan bahwa
besarnya intensitas cahaya dapat mempengaruhi laju partisi asimilat ke biji,
naungan 25% belum berpengaruh namun naungan 52% dapat menurunkan partisi
asimilat ke biji. Menurut Bellaloui and Gillen, (2010) mekanisme pengendalian
partisi asimilat ke biji melalui batang utama masih merupakan kontroversi. Laju
partisi protein, minyak, dan asam lemak ke biji bergantung pada posisi buku pada
batang utama, perbedaan kultivar, status N dan S biji.
Berdasarkan hasil penelitian Sutoro et al. (2008) menyatakan bahwa
Selama masa pengisian biji, laju pertumbuhan biji kedelai dipengaruhi oleh
konsentrasi CO2 dan intensitas cahaya. Laju pengisian biji yang berlangsung sejak
awal pengisian biji (fase R4) hingga masak (fase R8) dapat memberikan bobot biji
kedelai relatif tinggi.
Berdasarkan laporan Cicek and Cakirlar (2002) stres garam menyebabkan
persamaan penurunan pada kadar relatif daun kedua kultivar tanaman jagung.
Walaupun kadar air relatif menurun, osmotik daun meningkat, perkembangan
melambat pada pengurangan air dan tidak hanya muncul dipenyesuaian osmotik
tetapi juga pengurangan elastisitas jaringan daun. Hasil yang sama juga dilaporkan
oleh Akca and Samsunli (2012) pada tanaman walnut kadar air relatif menurun
dengan menaiknya salinitas, dalam keadaan seperti ini tanaman mencoba untuk
mengatasi stres air oleh peningkatan konsentrasi pada gabungan osmotik
intraselulernya. Saeed et al. (2014) melaporkan kadar air relatif pada daun okra
secara proporsional menurun dengan meningkatnya salinitas.

Universitas Sumatera Utara

16

Hasil penelitian Kurniasih et al. (2008) bahwa cekaman kekeringan dan
salinitas pada padi menunjukkan yakni penyiraman garam tidak berpengaruh
nyata terhadap umur berbunga tanaman, sedangkan untuk perlakuan cekaman
garam rerata menunjukkan bahwa pada kadar garam tertinggi umur berbunga
tanaman ternyata paling cepat. Adanya cekaman garam yang tinggi menyebabkan
tanaman lebih cepat untuk berbunga. Hal ini disebabkan toleransi tanaman yang
menghindari

cekaman

dengan

mempercepat

siklus

hidupnya.

Wijayanti et al. (2014) melaporkan cekaman salinitas mempengaruhi hasil, umur
berbungan dan umur panen pada beberapa galur tanaman kacang tanah.
Syakir et al. (2008) juga melaporkan salinitas menyebabkan bawang merah
berbunga lebih awal.
Hasil biji kedelai lebih ditentukan oleh laju partisi asimilat yang tinggi ke
biji dari pada lama periode pengisian biji yang lama (Manshuri, 2011). Hasil mutu
benih kedelai dengan budidaya basah menunjukkan perbedaan bobot benih
pertanaman lebih dipengaruhi oleh lama periode pengisian benih yang segenetis
berbeda antar varietas (Raka et al. 1995).

Universitas Sumatera Utara