Pengaruh Pemberian Ga3 Terhadap Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merrill) Selama Fase Generatif
PENGARUH PEMBERIAN GA3 TERHADAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) SELAMA FASE GENERATIF
SIKRIPSI
OLEH :
ROSDIANA SILITONGA
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
PENGARUH PEMBERIAN GA3 TERHADAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) SELAMA FASE GENERATIF
SIKRIPSI
OLEH :
ROSDIANA SILITONGA
050307006 / PEMULIAAN TANAMAN
Sikripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Judul :Pengaruh Pemberian GA3 Terhadap Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merrill) Selama Fase Generatif
Nama : Rosdiana Silitonga
NIM : 050307006
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Diketahui oleh:
(Prof. Dr Ir. Edison Purba, Ph.D) Ketua Departemen
NIP : 1959010519860011001
(Ir. Syafrudin Ilyas) Anggota Pembimbing
NIP : 132 639 805 (Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. Ph.D)
Ketua Pembimbing NIP : 132 315 867
(4)
ABSTRACT
The research aims to know the effect of the GA3 to soybean varieties (Glycine max (L) Merrill) up to generatif fase. This research was performed in tune Agriculture Faculty University of North Sumatera, Medan. From September until November 2009.
Design used in this reseach was in randimization blok design with 2 factor. This first was varieties (Anjasmoro, Argomulyo and Tanggamus). The second was GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm and 75 ppm).
Result of this research to show varieties are significant different with parameters the planted heigh, diameters of the branch, number of flowers, age of production, numbers of pods, persentage of pods, production the seeds and the weight of 100 seeds.
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m di atas permukaan laut pada bulan September sampai Nonember 2009.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah varietas (Anjasmoro, Argomulyo dan Tanggamus) dan faktor II adalah GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75 ppm).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong per sampel, persentase polong terbentuk, bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Rosdiana Silitonga dilahirkan di Sitapongan pada tanggal 7 Desember 1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda E. Silitonga dan Ibunda T. Simangunsong.
Adapun pendidikan yang pernah di tempuh adalah SD Negeri 174582 Sitapongan lulus tahun 1999, SLTP N 1 Sipahutar lulus tahun 2002 dan SMU HKBP 2 Tarutung lulus tahun 2005. Pada tahun 2005 terdaftar sebagai mahasiswa Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan masuk melalui jalur PMP.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan intra kampus Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA). Penulis melaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Sungai Putih, Galang pada bulan Juli – Agustus 2009.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan karunia-Nya yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan sikripsi ini.
Adapun judul sikripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian GA3 Terhadap
Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merrill) Selama Fase Generatif". Sikripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertaniaan Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak
Lutfi A.M. Siregar SP, MSc. Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. Syafrudin Ilyas selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan sikripsi ini.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayahanda E. Silitonga
dan Ibunda T. Simangunsong serta untuk adek-adekku Aladin Silitonga, Karlos Silitonga dan Meida Silitonga beserta seluruh keluarga yang telah banyak
memberikan dukungan motivasi, doa dan kasih sayang selama menyelesaikan
studi dan sikripsi ini. Tak lupa juga kepada seluruh sahabat-sahabatku: B’ Yoel Berisigep, Hedidiana Pardede, Andreas Simamora, Reinhart Hutagaol,
Swonary Sianturi, Oktavianus Sinuraya, Rotamba Tua Nababan, Andrian Bangun, Seriwati Sembiring, Sri Wildani, K’ Sesby Sembiring, Twince, Vina, Delfi, teman-teman kost B’56, teman-teman Armyplant dan adek-adek stambuk 2008 serta teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis tidak dapat membalasanya, hanya Tuhan yang mampu membalas dengan Kasih dan Anugrah-Nya.
(8)
Penulis menyadari bahwa sikripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu penulis akan menerima segala saran dan masukan yang bersifat membangun guna penyempurnaan sikripsi ini dikemudian hari.. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih.
Medan, Maret 2010
(9)
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PANDAHULUAN Latar belakang ... 1
Tujuan penelitian ... 3
Hipotesis penelitian ... 3
Kegunaan penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4
Syarat Tumbuh ... 6
Iklim ... 6
Tanah ... 7
GA3 ... 7
Varietas ... 10
Heritabilitas ... 13
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 14
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 18
Persiapan Media Tanam ... 18
Persiapan Benih ... 18
Penanaman ... 18
Pemupukan ... 19
Aplikasi GA3 ... 19
Pemeliharaan Tanaman ... 19
(10)
Penjarangan ... 19
Penyiangan ... 19
Pengendalian hama dan penyakit... 20
Panen ... 20
Peubah Amatan ... 20
Tinggi tanaman (cm) ... 20
Jumlah cabang (cabang) ... 20
Umur mulai berbunga (HST) ... 20
Jumlah bunga per sampel (buah) ... 21
Umur panen (HST) ... 21
Jumlah polong per sampel (buah) ... 21
Persentase polong terbentuk per sampel (%) ... 21
Jumlah biji per tanaman (biji)... 21
Bobot 100 biji (gr) ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Tinggi tanaman (cm) ... 23
Jumlah cabang per sampel (cabang) ... 25
Umur berbunga (HST) ... 26
Jumlah bunga per sampel (buah) ... 27
Umur panen (HST) ... 28
Jumlah polong per sampel (buah) ... 29
Persentase polong terbentuk per sampel (%) ... 30
Jumlah biji per sampel (g) ... 31
Bobot 100 biji (gr) ... 32
Heritabilitas ... 33
Pembahasan ... 34
Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Kedelai ... 34
Pengaruh GA3 Terhadap Kedelai Selama Fase Generatif ... 37
Interaksi Antara Varietas Dengan Pemberian GA3 ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Tabel. 1. Model sidik ragam dengan nilai kuadrat tengah ... 17
2. Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 pada 2 MST sampai dengan 6 MST ... 24
3. Rataan jumlah cabang per sampel (cabang) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 26
4. Rataan umur berbunga (hari)dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 27
5. Rataan jumlah bunga per sampel (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 27
6. Rataan umur panen (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 28
7. Rataan jumlah polong per sampel (polong) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 29
8. Rataan persentase polong terbentuk per sampel (polong) dengan perlakuan varietas dan GA ... 30
9. Rataan jumlah bunga yang gugur (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 32
10.Rataan bobot biji per sampel (g) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 33
11.Rataan bobot 100 biji (g) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 34
(12)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Grafik pertambahan Tinggi Tanaman 2 MST – 6 MST ... 25
2. Histogram jumlah cabang pada beberapa varietas... 26
3. Histogram jumlah bunga per sampel pada beberapa varietas ... 28
4. Histogram umur panen pada beberapa varietas ... 29
5. Histogram jumlah polong per sampel pada beberapa varietas ... 30
6. Histogram persentase polong terbentuk pada beberapa varietas ... 31
7. Histogram jumlah bunga yang gugur pada beberapa varietas ... 32
8. Histogram bobot biji pada beberapa varietas ... 33
9. Histogram bobot 100 biji pada beberapa varietas ... 34
10.Foto lahan percobaan ... 62
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bagan penelitian ... 43
2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 44
3. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ... 45
4. Deskripsi Kedelai Varietas Argomulyo ... 46
5. Deskripsi Kedelai Varietas Tanggamus ... 47
6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 48
7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 48
8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 49
9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 49
10.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 50
11.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 50
12.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 51
13.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 51
14.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 52
15.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 52
16.Data Pengamatan Jumlah Cabang (cabang) ... 53
17.Sidik Ragam Jumlah Cabang (cabang) ... 53
18.Data Pengamatan Umur Berbunga (HST) ... 54
19.Sidik Ragam Umur Berbunga (HST) ... 54
20.Data Pengamatan Jumlah Bunga (bunga) ... 55
21.Sidik Ragam Jumlah Bunga (bunga) ... 55
(14)
23.Sidik Ragam Umur Panen (HST) ... 56
24.Data Pengamatan Jumlah Polong (polong) ... 57
25.Sidik Ragam Jumlah Polong (polong) ... 57
26.Data Pengamatan Persentase Polong Terbentuk (%) ... 58
27.Sidik Ragam Persentase Polong Terbentuk (%) ... 58
28.Data Pengamatan Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) ... 59
29.Sidik Ragam Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) ... 59
30.Data Pengamatan Bobot Biji per Sampel (g) ... 60
31.Sidik Ragam Bobot Biji per Sampel (g) ... 60
32.Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) ... 61
(15)
ABSTRACT
The research aims to know the effect of the GA3 to soybean varieties (Glycine max (L) Merrill) up to generatif fase. This research was performed in tune Agriculture Faculty University of North Sumatera, Medan. From September until November 2009.
Design used in this reseach was in randimization blok design with 2 factor. This first was varieties (Anjasmoro, Argomulyo and Tanggamus). The second was GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm and 75 ppm).
Result of this research to show varieties are significant different with parameters the planted heigh, diameters of the branch, number of flowers, age of production, numbers of pods, persentage of pods, production the seeds and the weight of 100 seeds.
(16)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m di atas permukaan laut pada bulan September sampai Nonember 2009.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah varietas (Anjasmoro, Argomulyo dan Tanggamus) dan faktor II adalah GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75 ppm).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong per sampel, persentase polong terbentuk, bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.
(17)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman leguminosae yang kaya akan protein dan lemak. Kedelai merupakan bahan baku makanan yang sangat penting bagi kebutuhan seperti tahu dan tempe. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai.
Tingginya tingkat kebutuhan akan kedelai tidak diimbangi dengan tingkat produksi kedelai. Dimana kebutuhan kedelai di dalam negeri meningkat setiap tahunnya (sekitar 2 juta ton) seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Kisman, dkk, (2008) untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, pemerintah mengimport sekitar 700 ribu ton per tahun 1998 bahkan meningkat menjadi 1,2 juta ton rata-rata per tahun sejak tahun 2000 sampai sekarang. Berbagai upaya pemerintah seperti program kedelai mandiri (prokema), gema palagung dan program lainnya ternyata tidak mampu meningkatkan produksi kedelai nasional. Untuk mengatasi kesenjangan itu maka pemerintah mencanangkan Program Swasembada Kedelai 2008 melalui penerapan teknologi produksi dan juga melalui perluasan areal tanam.
Menurut Suprapto (2001), faktor-faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain: kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen, serangan hama dan persaingan dengan rerumputan (gulma). Pandangan petani yang masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan juga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budaya untuk tanaman kedelai
(18)
Masalah lain pada tanaman kedelai adalah rentannya tanaman kedelai tersebut terhadap terjadinya bunga yang gugur. Menurut Sofia (2007) keguguran yang terjadi pada bunga selama fase berbunga dapat mencapai 40-80%. Salah satu usaha untuk mengatasi pengaruh tersebut agar terjadinya pembungaan dan pembentukan polong yang tinggi yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh, salah satunya adalah GA3.
Menurut Yennita (2003) bahwa pemberian GA3 pada tanaman kedelai bertujuan untuk membuat tanaman lebih produktif, yaitu dengan mengeliminasi hambatan biologi yang ada dalam kedelai tersebut. Diantaranya adalah mengurangi keguguran bunga dan polong- polong yang sudah jadi. Dalam hal ini pemberian GA3 dapat mengurangi keguguran bunga, sehingga memperbaiki kualitas buah.
Wuryaningsih dan Sutater (1993) melaporkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi bunga adalah dengan meningkatkan jumlah bunga per tanaman. Untuk mencapai kualitas bunga yang diinginkan dapat dilakukan dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT pada konsentrasi rendah bersifat sebagai promotor pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Induksi pembungaan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan jumlah bunga pertanaman dan keseragaman pembungaan pada tanaman. Budiarto dan Wuryaningsih (2007) juga menjelaskan bahwa beberapa jenis zat pengatur tumbuh seperti GA3 diketahui dapat mempengaruhi pembungaan. Pemberian ZPT ini dengan konsentrasi yang bervariasi diharapkan dapat mempengaruhi pembungaan
(19)
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif.
Hipotesis Penelitian
Adanya pengaruh pemberian GA3 terhadap terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max L (Merill) selama fase generatif dan interaksi antara pemberian GA3 dengan beberapa varietas kedelai (Glycine max L (Merill) selama fase generatif.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki produksi kedelai (Glicyne max L (Merill) akibat dari kerontokan bunga sebelum
pembentukan polong
2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutukan.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Pauji (2009) kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L) Merrill
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuhan dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya akar adventif terjadi karena cekamam tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Suastika dkk, 1997).
Kedelai berbatang agak tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat cabang menjadi berkurang. Tipe pertumbuhan batang dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate) dan setengah terbatas (semi-determinate). Tipe terbatas memiliki ciri berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah. Tipe indeterminate memiliki ciri berbunga
(21)
sacara bertahap dari bawah ke atas dan terus tumbuh, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe semi-indeterminate berada diantara ke dua tipe tersebut (Pauji, 2009).
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (triofoliate leaves) yang tumbuh setelah masa perkecambahan. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Pada daun terdapat bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi (Adisarwanto, 2005 ). Tanaman kedelai memiliki daun
majemuk. Daun majemuk beranak daun tiga, berselang-seling. Helaian daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun majemuk memiliki tangkai agak
panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis dan berwarna hijau ( Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Pembungaan berbentuk tandan aksilar atau terminal berisi 3 - 30 kuntum bunga. Bunganya kecil berbentuk kupu-kupu dan berwarna lembayung atau putih. Daun kelopak berbentuk tabung. Benang sarinya sepuluh helai dan berbentuk bonggol. Polong agak bengkok dan pipih biasanya berisi 2 - 3 butir biji tetapi ada yang sampai 5 butir (Maesen and Somaatmadja, 1992). Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan. Pada suhu tinggi, jumlah sinar matahari yang masuk pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan meransang pembentukan bunga. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan. Sekitar 60 % bunga rontok sebelum membentuk polong (Adisarwanto, 2005).
(22)
Buah kedelai berbentuk polong, setiap buah berisi 1 - 4 biji, tetapi rata-rata berisi 2 biji. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman atau kecoklatan. Jumlah polong per tanamn
bervariasi tergantung varietas, kesuburan tanah dan jarak tanam (Suastika, dkk, 1997)
Syarat Tumbuh Iklim
Kedelai dapat dibudidayakan mulai dari daerah katulistiwa sampai letak lintang 550 LU atau 550 LS dengan ketinggian sampai 2000 meter dari
permukaan laut. Suhu optimun untuk pettumbuhannya adalah 210C – 320C (http://aliimpoenya.wordpres.com, 2009).
Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (150 C), proses perkecambahan akan jadi lambat. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji yang terbentuk menjadi berkurang ( Adisarwanto, 2005 ).
Curah hujan yang cukup selama pertumbuhan dan berkurang saat pembungaan dan menjelang pemasakan buah akan meningkatkan hasil kedelai. Untuk panen yang baik curah hujan 500 mm per musim. Curah hujan optimal 100-200 mm/ bulan. Gangguan kekeringan selama masa pembungaan akan
(23)
mengurangi pembentukan polong, tetapi pengurangan produksi lebih terasa pada tahap pengisian polong dari pada tahap pembungaan (Tindall, 1983).
Tanah
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8 - 7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul (http://www.ristek.go.id, 2009 ).
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah kurang subur (miskin unsur hara) diberi pupuk organik dan pengapuran (Maesen and Somaatmadja, 1992).
GA3 (Asam giberelat)
Giberelin diambil dari nama jamur Giberella fujikuroi penyebab penyakit “bakanae” pada tanaman padi yang menjadikan tanaman yang diserangnya tumbuh memanjang serta berwarna kuning. Efek yang ditimbulkan oleh giberelin umumnya bertitik berat pada pola pertumbuhan normal. Giberelin alami ada lebih dari 30 macam, semuanya memiliki konfigurasi kimia yang khusus tetapi yang paling sering digunakan adalah Asam giberelat (GA3) dan efek fisiologi giberelin kebanyakan dianggap hanya dari senyawa ini ( Loveless, 1991).
(24)
Giberelin bekerja pada gen dengan menyebabkan aktivasi gen-gen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan akan membentuk enzim-enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morphogenetik (penampilan/kenampakan tanaman). Beberapa fungsi giberelin pada tumbuhan sebagai berikut:
1. Mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses pembelahan sel.
2. Meningkatkan pembungaan.
3. Memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah
4. Berperan pada pemanjangan sel. (Santoso, 2009).
Salah satu efek yang nyata dari perkembangan adalah kemampuan giberelin untuk menyebabkan beberapa tanaman tertentu menjadi berbunga yaitu menyebabkan pengubahan dari fase-fase vegetatif menjadi fase-fase floral (generatif). Efek kedua dari pemberian GA3 adalah kemampuannya untuk mengubah jenis kelamin bunga. Hal ini menjadi subjek bagi sekumpulan kondisi lingkungan tertentu. Proses pengeluaran bunga dipercayai dipengaruhi oleh hormon yang dibentuk pada daun di bawah kondisi lingkungan yang tepat dan
(25)
kemudian berpindah ke apeks yang akhirnya berubah dari kondisi vegetatif menjadi floral (generatif). Tindakan menambahkan GA3 memang untuk mengaktifkan meristem subapikal yang mungkin mulai terjadinya pengeluaran bunga (Wilkins, 1992).
Saat tanaman membentuk bunga, bergantung pada beberapa faktor termasuk umur dan keadan lingkungan. Misalnya perbandingan lamanya siang dan malam. Beberapa spesies hanya berbunga apabila lamanya siang hari melewati titik kritis tertentu, dan lainnya hanya berbunga jika lamanya siang hari lebih pendek dari titik kritis. Giberelin dapat menggantikan hari panjang yang dibutuhkan oleh beberapa spesies tanaman. Hal ini pun menunjukkan adanya interaksi dengan cahaya. Giberelin juga dapat menginduksi pembungaan agar
berbunga lebih awal (vernalisasi). Hal ini membuktikan bahwa GA3 jauh lebih efektif dalam mendorong pembungaan dari pada faktor-faktor luar ( Salisbury dan Ross, 1995 ).
Pemberian GA3 terhadap tanaman (varietas) menunjukkan respon yang berbeda-beda. Menurut Budiarto dan Wuryaningsih (2007), bahwa penampilan fenotip suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Sehubungan dengan itu tanggap varietas terhadap konsentrasi GA3 yang diberikan dapat dipengaruhi oleh waktu inisiasi bunga, jumlah bunga per tanaman, panjang dan diameter tangkai bunga. Perbedaan penampilan antar varietas ini diduga berhubungan dengan perbedaan genotip yang disebabkan oleh faktor genetik tanaman berbeda spesifik. Suatu jenis tanaman seringkali tidak memberikan respon yang berbunga terhadap aplikasi suatu jenis giberelin tertentu walaupun kandungan dan aktifitas geberelin
(26)
meningkat pada saat pembungaan. Kompatibilitas antara giberelin endogen dengan giberelin eksogen yang diaplikasikan merupakan faktor yang menentukan keberhasilan induksi pembungaan.
Pemberian ZPT pada tanaman kedelai bertujuan untuk membuat tanaman menjadi lebih produktif. GA3 dapat meningkatkan persentase bunga jadi polong. Hal ini terjadi karena pemberian GA3 pada tanaman akan menigkatkan kandungan auksin dan dapat mengurangi keguguran bunga sehingga persen bunga jadi polong meningkat. Peningkatan jumlah polong juga didukung oleh faktor lingkungan yang mendukung dan proses fotosintesis sehingga jumlah asimilat yang dihasilkan meningkat. Dalam Manurung et al (1993) Yennita menjelaskan bahwa kemampuan tanaman menyediakan asimilat dan kemapuan tanaman menyimpan asimilat (Source and Sink) tergantung pada tanaman mengadaptasikan diri dalam lingkungan tumbuhnya (Yennita, 2003).
Varietas
Berdasarkan teknik pembentukannya varietas dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit. Keuntungan varietas hibrida adalah pada kondisi optimun mampu berproduksi lebih tinggi, lebih mudah diperoleh daya gabung dan kekurangannya yaitu komponen penyusun terbatas dan produksi benih sulit, karena setiap kali menanam memperbaharui benih. Variasi suatu tanaman juga dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik. Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menetukan penampilan akhir dari tanaman tersebut ( Mangoendidjojo, 2003 ).
(27)
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan dan salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya ( Darliah, dkk, 2001 ).
Untuk berhasilnya tanaman perlu dipilih varietas-varietas yang mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan . Karena tingginya hasil ditentukan oleh interaksi suatu varietas terhadap kondisi lingkungan. Setiap varietas dapat menghasilkan produksi yang optimal jika ditanam pada area geografis yang sesuai. Dengan melihat sifat-sifat berbagai varietas, serta adanya pengaruh geografis suatu daerah terhadap perkembangan kedelai maka disuatu daerah yang memiliki ketinggian tertentu hanya bisa ditanam dan dikembangkan varietas tertentu pula (Andrianto dan Indarto, 2004).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang utama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada ( Allard, 2005 ).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik akan diekspresikan pada suatu fase atau keseluruhan fase pertumbuhan dan juga pada berbagai sifat tanaman yang
(28)
mencakup bentuk dan fungsi tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat keragaman genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama ( Sitompul dan Guritno, 1995 ).
Heritabilitas
Heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok popolasi tergantung dari seberapa jauh keragaman hasil yang disebabkan faktor genetik yang nantinya diwariskan kepada turunannya dan seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh tanaman (Makmur, 1992).
Karakter nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menunjukkan variasi fenotip antar genotip dibandingkan dengan faktor lingkungan. Seleksi untuk karakter yang demikian akan memiliki kemajuan genetik yang lebih tinggi, karena sifat yang dikendalikan secara kuat dikendalikan oleh faktor genetik (Moedjiono dan Mejaya, 1994)
Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas ini dapat dirumuskan sebagai : h= Vg/(Vg+Ve), dimana Vg= variasi genetik, Ve= variasi lingkungan Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 adalah bila seluruh varian yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh varian disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak diantara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991).
Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Sesuai dengan
(29)
komponen varian genetiknya, dibedakan dengan adanya heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit. Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara varian genetik total dan varian fenotif. Nilai heritabilitas diklasifikasikan tinggi apabili H > 50%, sedang apabila H terletak antara 20 %-50 %, dan dikatakan rendah jika nilai H <20 % (Mangoendidjojo, 2003).
Seleksi akan berlangsung efektif apabila karakter yang diamati memiliki variabilitas genetik yang luas dengan nilai heritabilitas yang tinggi. Suatu karakter yang meniliki herilabilitas tinggi menunjukkan bahwa penampilan karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, juhs menggambarkan bahwa karakter tersebut mudah diwariskan (Djuariah, 2006).
Nilai heritabilitas dalam arti luas berarti peranan faktor genetik pada penampilan fenotip sangan besar, atau peranan faktor lingkungan kecil. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat semakin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Untuk sifat yang meniliki nilai heritabilitas sedang, menunjukkan bahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada awal, seleksi
pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi selanjutnya (Sudarmadji, 2007).
Secara umum perrbedaan yang terjadi di dalam pertumbuhan kedelai diakibatkan oleh adanya faktor genetik fan lingkungan. Faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman sampai dengan pemasakan buah. Faktor lingkungan juga dapat menyebabkan gagalnya penyerbukan, serangan hama-penyakit dan persaingan unsur hara, air, sinar matahari. Ukuran biji maksimun pada tiap tanaman ditentukan secara genetik, namun ukuran biji yang terbentuk juga ditentukan oleh lingkungan semasa pengisian biji (Mursito, 2003).
(30)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 25 meter dpl, yang dilakukan pada bulan September 2009 sampai dengan bulan November 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) varietas kedelai yaitu varietas Anjasmoro, Agromulyo dan Tanggamus sebagai obyek yang diamati, GA3 sebagai perlakuan, Top soil, kompos sebagai media tanam, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, insektisida Decis 2,5 EC, polibag ukuran 10 kg sebagai tempat media tanam.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk membersihkan lahan, gembor sebagai alat untuk menyiram lahan, meteran sebagai alat untuk mengukur luas lahan, hansprayer sebagai alat untuk meyemprotkan GA3 dan pestisida, pacak sampel, plank nama dan timbangan analitik.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu :
Faktor I : Varietas kedelai yang terdiri dari 3 Varietas (V) yaitu : V1 : Varietas Anjasmoro
V2 : Varietas Agromulyo
(31)
Faktor II : Konsentrasi GA3 (G) terdiri dari 4 taraf yaitu: G0 : 0 ppm
G1 : 25 ppm
G2 : 50 ppm
G3 : 75 ppm
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan: V1 G0 V1G1 V1G2 V1G3
V2 G0 V2G1 V2G2 V2G3
V3G0 V3G1 V3G2 V3G3
Kombinasi perlakuan : 12 Kombinasi
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah Plot : 36 Plot
Ukuran Plot : 100 x 100 cm
Jarak antar Blok : 50 cm
Jarak antar Plot : 30 cm
Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman
Jumlah tanaman sampel/plot : 2 tanaman Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 72 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman
Data yang diperoleh, dianalisis dengan sidik ragam linier sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3
Σijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan pemberian GA3 (G) pada taraf
(32)
µ = Nilai tengah
ρi = Efek blok ke-i
αj = Efek pemberian GA3 pada taraf ke-j
βk = Efek varietas (V) pada taraf ke-k
(αβ)jk= Efek interaksi antara pemberian GA3 pada taraf ke-j dan varietas pada
taraf ke - k
εijk = Efek galat pada blok ke-i yang disebabkan pemberian GA3 pada taraf ke-j
dan varietas pada taraf ke-k.
Jika perlakuan yang diperoleh menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata melalui analisis sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% ( Steel dan Torrie, 1993 ).
Heritabilitas
Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas
Dimana :
H2 : Nilai duga heritabilitas
σ2
g :Varian genotip σ2
: KT Error
Menurut Standfield (1991) kriteria nilai heritabilitas adalah sebagai berikut:
H tinggi > 0,5 H sedang = 0,2 – 0,5 H rendah < 0,2
(33)
Untuk mengetahui varian fenotif (σ2p) dan varian genotif (σ2g) disajikan model sidik ragam dengan nilai kuadrat tengah sebagai berikut:
Tabel. 1. Model sidik ragam dengan nilai kuadrat tengah Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas JK KT
Estimasi Kuadrat Tengah Blok
Varietas (V)
GA3 (G) Interaksi V x G
Error
(r-1) (a-1) (b-1) (a-1)(b-1) (ab-1)(r-1)
JKB JKV JKP JKV x G
JKE
KTB KTV KTP KTV x G
KTE
σ2
+ r σ2gp + rb σ2g
σ2
+ r σ2gp + ra σ2p
σ2+ r σ2
gp
σ2
(34)
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal yang digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diukur sesuai kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma. Setelah itu dibentuk blok-blok sebanyak 3 blok dengan jarak antar blok 50 cm. Setiap blok dibagi menjadi 12 plot dengan jarak antar plot 30 cm. Pada sekeliling areal dibuat areal drainase sedalam 50 cm untuk menghindari adanya penggenangan air disekitarnya.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah campuran top soil dan kompos dengan perbandingan 2 :1.Kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran 10 kg. Polibag disusun sesuai bagan lahan percobaan.
Persiapan Benih
Disiapkan benih dari 3 varietas yang akan ditanam sesuai perlakuan , sebelumnya direndam terlebih dahulu dalam air selama + 10 menit untuk mempercepat perkecambahan.
Penanaman
Penanaman dilakukan di polibag berukuran 10 kg, dimana benih ditanam dengan 2-3 benih per polibag. Setelah itu lubang tanam ditutup dengan tanah.
(35)
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelau yaitu Urea 100 kg/ha (0,3 g/lubang tanam), TSP 200 kg/ha (0,6 g/ lubang tanam) dan KCl 100 kg/ha (0,3 g/ lubang tanam). Pemupukan dilakukan setelah 4 MST.
Aplikasi GA3
Aplikasi GA3 dilakukan pada saat tanaman sudah mulai memasuki fase berbunga sesuai dengan dosis perlakuan yaitu: 0 ppm, 25 ppm, 50 dan 75 ppm. Aplikasi dilakukan dengan menyemprotkan GA3 terhadap bunga.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pagi dan sore dengan menggunakan gembor, penyiraman dilakukakan sesuai dengan kondisi lapangan.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman sehingga hanya ada satu tanaman per polibag.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan membersihkan dengan cara mencabut gulma yang ada disekitar tanaman, untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
(36)
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Decis 2,5 EC 2 cc/liter air dan fungisida Dithane 45 M 2 cc/liter air. Penyemprotan disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan menggunakan handsprayer.
Panen
Panen dilakukan setelah biji pada polong sudah mencapai kriteria panen seperti warna daun menguning, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari warna hijau menjadi kuning kecokelatan, batang berwarna kuning kecokelataan dan gundul.
Peubah Amatan Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman de3ngan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan saat tanaman berumur 2 MST hingga memasuki fase generatif yang dilakukan dnegan interval 1 minggu sekali.
Jumlah cabang (cabang)
Jumlah cabang yang dihitung adalah cabang yang berasal dari batang utama pada tiap tanaman.
Umur berbunga (HST)
Umur berbunga dihitung saat bunga pertama sudah muncul dalam satu tanaman.
(37)
Jumlah bunga per sampel (bunga)
Jumlah bunga dihitung dengan cara menghitung bunga yang muncul pada setiap tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman mulai memasuki fase berbunga.
Umur panen (HST)
Umur panen dihitung mulai dari penaman benih hinga tanaman siap untuk di panen dengan menunjukkan kriteria panen yakni daun menguning dan kecoklat-coklatan.
Jumlah polong per sampel(buah)
Jumlah polong dihitung dengan cara menghitung polong yang tumbuh sempurna. Jumlah polong dapat diketahui dengan menghitung semua polong yang terbentuk pada setiap tanaman.Pengamatan dilakukan pada saat panen.
Persentase polong terbentuk per sampel (%)
Persentase polong diamati dengan menghitung seluruh polong yang terbetuk setiap tanaman, dengan rumus:
% polong terbentuk = Jumlah polong terbentuk Jumlah bunga yang terbentuk
X 1 00 %
Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga)
Jumlah bunga yang gugur diamati setelah polong terbentuk. Pengamatan dilakukan setelah panen, dengan rumus:
(38)
Bobot biji per sampel (g)
Perhitungan produksi per sampel dilakukan dengan cara menimbang bobot buah per tanaman tanaman setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot 100 biji (g)
Diambil 100 biji dari masing-masing varietas pada tanaman sampel kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing-masing perlakuan. Untuk tanaman yang tidak mencapai 100 biji, maka dikonversikan dengan menggunakan rumus 100/X x bobot X, dimana, X= jumlah biji.
(39)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis sidik ragam diketahui bahwa varietas berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 minggu setelah tanam (MST), 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST, jumlah cabang per sampel, jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong, persentase pembentukan polong, jumlah bunga yang gugur, bobot biji per sampel, bobot 100 biji dan tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga. Sedangkan pemberian GA3 dan interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap semua pengamatan parameter.
Tinggi tanaman (cm)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran 6 s/d 15, diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST. Sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 2.
(40)
Tabel.2. Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 pada 2 MST sampai dengan 6 MST.
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) pada … MST
2 3 4 5 6
Varietas
V1 (Anjasmoro) 12.90 a 17.92 a 26.05 a 38.85 a 51.41 a
V2 (Argomulyo) 7.86 c 11.82 c 17.41 c 27.47 bc 37.33 bc
V3 (Tanggamus) 9.68 b 14.24 b 20.72 b 29.76 b 39.58 b
GA3
G0 (0 ppm) 9.85 14.74 21.38 31.38 42.13
G1 (25 ppm) 10.06 14.31 21.20 32.08 43.48
G2 (50 ppm) 10.28 14.82 21.02 31.93 42.19
G3 (75 ppm) 10.38 14.77 21.98 32.71 43.29
Interaksi
V1G0 12.55 17.38 25.77 37.55 48.52
V1G1 13.37 17.90 27.08 40.23 54.57
V1G2 12.63 18.07 25.77 38.92 51.88
V1G3 13.03 18.33 25.60 38.70 50.68
V2G0 7.28 11.87 17.68 26.70 38.33
V2G1 7.50 11.13 15.67 24.72 33.38
V2G2 8.12 11.83 17.05 28.33 37.57
V2G3 8.53 12.45 19.23 30.13 40.05
V3G0 9.72 14.98 20.68 29.90 39.55
V3G1 9.32 13.88 20.85 31.28 42.50
V3G2 10.10 14.57 20.23 28.55 37.13
V3G3 9.57 13.53 21.12 29.30 39.15
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %. Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan varietas V1 yaitu 12,90 cm, 17,92 cm, 26,05 cm, 38,85 cm dan 51,41 cm sedangkan tanaman terendah terdapat pada V2 yaitu 7,86 cm, 11,82 cm, 17,41 cm, 27,47 cm dan 37,33 cm. Pada pengamatan 2 MST sampai 4 MST semua perlakuan saling berbeda nyata. Pada pengamatan 5 MST dan 6 MST V1 berbeda nyata dengan V2 dan V3 sedangkan V2 berbeda tidak nyata dengan V3.
(41)
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
Minggu Setelah Tanam (MST)
T in g g i T a n a m a n ( c m ) V1 V2 V3
Grafik pertambahan tinggi tanaman mulai dari 2 MST sampai 6 MST dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kedelai pada 2 MST sampai 6 MST dengan perlakuan varietas dan GA3
Jumlah cabang per sampel (cabang)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah cabang per sampel dapat dilihat pada lampiran 16 dan 17, diperoleh bahwa varietas berbeda nyata dengan jumlah cabang per sampel, sedangkan pemberian GA3 belum berpengaruh nyata dan interaksi antara varietas dengan GA3 juga belum berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang per sampel.
Rataan jumlah cabang per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 3.
(42)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
V1 V2 V3
Varietas J u m la h C a b a n g ( c a b a n g )
Tabel 3. Rataan jumlah cabang per sampel (cabang) dengan perlakuan varietas dan GA3
Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 6.33 7.00 6.00 6.17 6.38 b
V2 6.17 5.17 6.67 5.17 5.79 bc
V3 8.17 8.17 8.83 7.33 8.13 a
Rataan 6.89 6.78 7.17 6.22
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 3 diperoleh bahwa rataan jumlah cabang terbanyak terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 8,13 dan yang paling sedikit pada varietas Agromulyo (V2) yaitu 5,79. Perlakuan saling berbeda nyata dengan V3 tetapi tidak berbeda nyata dengan V2.
Histogram rataan jumlah cabang pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Rataan jumlah cabang pada beberapa varietas kedelai
Umur berbunga (HST)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam umur berbunga dapat dilihat pada lampiran 18 dan 19 diperoleh bahwa varietas, GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.
Rataan umur berbunga dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 4.
(43)
Tabel 4. Rataan umur berbunga (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3 Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 36.83 37.00 36.50 37.17 36.88
V2 36.33 36.33 36.17 36.00 36.21
V3 36.50 36.33 37.00 36.00 36.46
Rataan 36.56 36.56 36.56 36.39
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan umur berbunga tidak berbeda nyata pada varietas Anjasmoro (36,88 hari), Argomulyo (36,21 hari) dan varietas Tanggamus (36,46 hari).
Jumlah bunga per sampel (bunga)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah bunga per sampel dapat dilihat pada lampiran 20 dan 21 diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per sampel, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per sampel.
Rataan jumlah bunga per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel .5. Rataan jumlah bunga per sampel (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3
Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 177.50 181.50 191.50 185.17 183.92 b
V2 179.17 148.50 157.00 123.67 152.08 bc
V3 359.50 280.00 322.00 293.33 313.79 a
Rataan 238.72 203.33 223.61 200.72
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 5 diperoleh bahwa rataan jumlah bunga terbanyak terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 313,79 dan yang paling sedikit pada varietas
(44)
0 50 100 150 200 250 300 350
V1 v2 V3
Varietas J u m la h B u n g a P e r S a m p e l (B u n g a )
Agromulyo (V2) yaitu 152,08. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi tidak berbeda nyata dengan V2.
Histogram rataan jumlah bunga per sampel pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Rataan jumlah bunga per sampel pada beberapa varietas kedelai
Umur Panen (HST)
Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis sidik ragam umur panen dapat dilihat pada lampiran 22 dan 23, diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap umur panen, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap umur panen.
Rataan umur panen dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan umur panen (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3 Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 88.50 87.50 88.67 87.83 88.13 b
V2 86.33 86.17 87.67 86.67 86.71 a
V3 90.17 88.50 89.83 89.33 89.46 c
Rataan 88.33 87.39 88.72 87.94
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
(45)
85 85.5 86 86.5 87 87.5 88 88.5 89 89.5 90
V1 V2 V3
Varietas U m u r P a n e n ( H S T )
Dari Tabel 6 diperoleh bahwa rataan umur panen tercepat terdapat pada varietas Argomulyo (V2) yaitu 86,71 dan yang paling lama pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 89,46. Semua perlakuan saling berbeda nyata.
Histogram rataan umur panen pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Rataan umur panen pada beberapa varietas kedelai
Jumlah polong per sampel (polong)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah polong per sampel dapat dilihat pada lampiran 24 dan 25, diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per sampel, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per sampel.
Rataan jumlah polong per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 7.
(46)
0 50 100 150 200 250 300
V1 V2 V3
Varietas J u m la h P o lo n g p e r S a m p e l (p o lo n g )
Tabel 7. Rataan jumlah polong per sampel (polong) dengan perlakuan varietas dan GA3
Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 142.17 144.67 154.33 148.83 147.50 b
V2 144.00 114.33 128.00 93.17 119.88 bc
V3 320.67 238.50 278.50 247.33 271.25 a
Rataan 202.28 165.83 186.94 163.11
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 7 diperoleh bahwa rataan jumlah polong terbanyak terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 271,25 dan yang paling sedikit pada varietas Agromulyo (V2) yaitu 119,88. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi tidak berbeda nyata dengan V2.
Histogram rataan jumlah polong pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Rataan jumlah polong pada beberapa varietas kedelai
Persentase polong terbentuk per sampel (%)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam persentase polong terbentuk dapat dilihat pada lampiran 26 dan 27, diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap persentase polong terbentuk per sampel, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata.
(47)
74 76 78 80 82 84 86 88
V1 V2 V3
Varietas P e rs e n ta s e P o lo n g T e rb e n tu k ( % )
Rataan persentase polong terbentuk per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 8 .
Tabel 8. Rataan persentase polong terbentuk per sampel (%) dengan perlakuan varietas dan GA3
Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 80.33 79.59 80.37 80.25 80.14 b
V2 78.93 76.50 81.08 75.39 77.98 bc
V3 88.76 84.40 85.73 83.78 85.67 a
Rataan 82.68 80.17 82.39 79.80
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 8 diperoleh bahwa rataan persentase polong terbentuk terbesar terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 85,67 dan yang terkecil pada varietas Agromulyo (V2) yaitu 77,98. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi tidak berbeda nyata dengan V2.
Histogram rataan persentase polong terbentuk pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Rataan persentase polong terbentuk pada beberapa varietas kedelai
Jumlah Bunga Yang Gugur ( bunga)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam persentase polong terbentuk dapat dilihat pada lampiran 28 dan 29, diperoleh bahwa varietas
(48)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
V1 V2 V3
Varietas J u m la h B u n g a Y a n g G u g u r
berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga yang gugur, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata.
Rataan jumlah bunga yang gugur dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 9 .
Tabel 9 . Rataan jumlah bunga yang gugur (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3
Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 35.33 36.83 37.17 36.33 36.42 b
V2 35.17 34.17 29.00 30.50 32.21 b
V3 38.83 41.50 43.83 46.00 42.54 a
Rataan 36.44 37.50 36.67 37.61
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 9 diperoleh bahwa rataan jumlah bunga yang gugur terbesar terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 42.54 bunga dan yang terkecil pada varietas Agromulyo (V2) yaitu 32.21. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V2 da V3 dan V2 berbeda tidak nyata dengan V3.
Histogram rataan jumlah bunga yang gugur pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 7.
(49)
0 10 20 30 40 50 60 70
V1 V2 V3
Varietas B o b o t P e r S a m p e l (g )
Bobot biji per sampel (g)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per sampel dapat dapat dilihat pada lampiran 30 dan 31, diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap bobot biji per sampel, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata.
Rataan jumlah bobot biji per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 10 .
Tabel 10. Rataan bobot biji per sampel (g) dengan perlakuan varietas dan GA3 Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 54.90 53.02 54.43 55.83 54.55 ab
V2 53.50 39.38 50.47 41.22 46.14 bc
V3 65.87 57.87 65.65 54.17 60.86 a
Rataan 58.09 50.09 56.82 50.41
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 10 diperoleh bahwa rataan bobot biji per sampel terbanyak terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 60,86 dan yang paling sedikit pada varietas Agromulyo (V2) yaitu 46,14. Perlakuan V1 tidak berbeda nyata dengan V2 dan V3 tetapi perlakuan V2 berbeda nyata dengan V3.
Histogram rataan bobot biji per sampel pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 8.
(50)
0 5 10 15 20 25
V1 V2 V3
Varietas B o b o t 1 0 0 B ij i (g )
Bobot 100 biji (g)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot 100 biji dapat dilihat pada lampiran 32 dan 33, diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata.
Rataan jumlah bobot 100 biji dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 11 .
Tabel 11. Rataan bobot 100 biji (g) dengan perlakuan varietas dan GA3 Varietas
GA3 Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 20.05 20.38 20.83 19.68 20.24 a
V2 17.03 17.85 20.47 19.42 18.69 b
V3 12.68 13.78 13.45 12.83 13.19 c
Rataan 16.59 17.34 18.25 17.31
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.
Dari Tabel 11 diperoleh bahwa rataan bobot 100 biji terbanyak terdapat pada varietas Anjasmoro (V1) yaitu 20,24 dan yang paling sedikit pada varietas Tanggamus (V1) yaitu 13,19. Semua perlakuan saling berbeda nyata.
Histogram rataan bobot 100 biji pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 9.
(51)
Heritabilitas
Nilai heritabilitas (h2) untuk masing – masing parameter yang diamati dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel. 12. Nilai Heritabilitas untuk masing-masing parameter
Parameter Nilai Heritabilitas Kriteria
Tinggi tanaman (cm) 0,80 Tinggi
Jumlah cabang (cabang) 0,58 Tinggi
Umur berbunga (HST) 0,17 Rendah
Jumlah bunga (bunga) 0,85 Tinggi
Umur panen (HST) 0,80 Tinggi
Jumlah polong (polong) 0,83 Tinggi
Persentase polong terbentuk (%) 0,67 Tinggi
Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) 0,48 Sedang
Bobot biji per sampel (g) 0,46 Sedang
Bobot 100 biji (g) 0,79 Tinggi
Pembahasan Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Kedelai
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata dengan tinggi tanaman 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST, jumlah cabang per sampel, umur berbunga, jumlah bunga per sampel, jumlah polong, persentase polong terbentuk per sampel, jumlah bunga yang gugur, bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.
Perbedaan tinggi tanaman pada varietas Anjasmoro, Argomulyo dan Tanggamus menunjukkan adanya perbedaan sifat dari masing-masing varietas sesuai dengan genotif masing-masing varietas sesuai dengan lingkungan tertentu, sehingga masing-masing varietas menunjukkan perbedaan karakter. Berdasarkan
(52)
deskripsi tanaman varietas Anjasmoro memiliki tinggi tanaman sekitar 64-68 cm, varietas Argomulyo 64 cm dan Tanggamus 67 cm. Perbedaan ini diduga terjadi karena pengaruh lingkungan tumbuh tanaman sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan dan perbedaan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan literatur Mangoendidjojo (2003) yang menyatakan bahwa terjadinya variasi dalam suatu tanaman dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik. Perbedaan kondisi lingkungan memungkinkan munculnya variasi dimana variasi tersebut dapat menetukan penampilan akhir dari suatu tanaman.
Dari hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang, Dari data dapat dilihat bahwa varietas Tanggamus memiliki rataan jumlah cabang yang lebih banyak (8,13 cabang) kemudian varietas Anjasmoro (6,38 cabang) dan yang paling sedikit varietas Argomulyo (5,79 cabang). Sesuai dengan deskripsi tiap-tiap varietas memiliki jumlah cabang yang berbeda-beda. Hal ini diduga karena masing-masing varietas memiliki kemampuan dan sifat genetik yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan keragaman penampilan tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan varietas yang cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat keragaman dalam tanaman (genetik). Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman.
Dari hasil pengamatan dan analisis sidik ragam yang diperoleh dapat diketahui bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per sampel. Dimana varietas Tanggamus memiliki rataan jumlah bunga yang lebih banyak
(53)
(313,79 bunga) dibandingkan varietas Anjasmoro (183,92 bunga) dan Argomulyo (152,08 bunga). Perbedaan jumlah bunga dari masing-masing varietas diduga disebabkan oleh adanya perbedaan sifat sesuai dengan genotif yang dimiliki oleh masing-masing varietas. Berdasarkan nilai duga heritabilitas yang diperoleh, parameter jumlah bunga termasuk kriteria heritabilitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan karakter lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Djuariah (20060 menyatakan bahwa suatu karakter yang memiliki heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa penampilan karater tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Dengan demikian seleksi terhadap karakter unggul akan diperoleh pada generasi berikutnya.
Perbedaaan jumlah polong dan persentase polong terbentuk pada masing-masing varietas, diduga karena perbedaan sifak genetik yang dimiliki oleh setiap varietas. Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh persentase polong terbentuk terbesar dalah varietas Tanggamus (85,67 %) sedangkan terendah terdapat pada varietas Argomulyo (77,98%). Nilai duga heritabilitas yang diperoleh termasuk kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menunjukkan karakter suatu tanaman. Moedjiono dan Mejaya (1994) mengatakan bahwa karakter nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan . Seleksi untuk karakter demikian akan memiliki kemajuan yang lebih tinggi, karena sifat tersebut secara kuat dikendalikan oleh faktor genetik.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis sidik ragam yang diperoleh diketahui bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap umur panen. Dari data dapat dilihat bahwa umur panen tercepat adalah varietas Argomulyo (86,17 hari)
(54)
kemudian varietas Anjasmoro (88,13 hari) dan yang paling lambat adalah varietas Tanggamus (89,46 hari). Sesuai dengan deskripsi tanaman yang diperoleh umur panen untuk varietas Anjasmoro lebih cepat dibandingkan Argomulyo dan Tanggamus. Hal ini diduga dipengaruhi oleh genotif tanaman yang didukung dengan kondisi lingkungan yang sesuai dimana selama pertumbuhan sampai berproduksi, kedelai membutuhkan iklim yang sesuai dan tanggap masing-masing varietas terhadap iklim juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan literatur Andrianto dan Indarto (2004) yang menyatakan bahwa setiap varietas dapat menghasilkan produksi yang optimal jika ditanam pada area geografis yang sesuai. Dengan melihat sifat-sifat berbagai varietas serta adanya pengaruh geografis suatu daerah terhadap perkembangan kedelai maka disuatu daerah yang memiliki ketinggian tertentu hanya bisa ditanam dan dikembangkan varietas tertentu pula.
Dari hasil penelitian dan analisis sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata dengan parameter jumlah bunga yang gugur dan bobot biji per sampel. Ke dua parameter ini memiliki nilai heritabilitas sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa sifat dari masing-masing varietas dikendalikan oleh faktor lingkungan lingkungan dan genetik, sehingga perlu dilakukan seleksi pada generasi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pernytaan Sudarmadji, dkk (2007) yang menyatakan bahwa untuk sifat yang memiliki nilai heritabilitas sedang menunjukkan bahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagi kriteria seleksi pada generasi awal, seleksi pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi selanjutnya.
(55)
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang diperoleh varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 biji. Dimana bobot tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro (20,24 g), Argomulyo (18,69 g) dan Tanggamus (13,19). Varietas Tanggamus memiliki ukuran biji yang lebih kecil, sehingga bobot 100 biji lebih rendah. Ukuran biji dari tiap-tiap varietas dapat ditentukan secara genetik, namun faktor lingkungan selama masa pengisian biji juga berpengaruh. Dimana jiak proses fotosintesis meningkat maka asimilat yang dihasilkan cukup untuk disalurkan ke biji sehingga kualitas biji yang dihasilkan juga meningkat. Mursito (2003) menyatakan bahwa ukuran biji maksimun ditentukan secara genetik, namun ukuran biji yang terbentuk juga ditentukan oleh faktor lingkungan selama pengisian biji. Yennita (2003) juga menjelaskan bahwa proses fotosintesis yang berjalan sempurna akan menghasilkan asimilat yang cukup untuk ditranslokasikan ke biji, sehingga meningkatkan kualitas biji yang dihasilkan.
Nilai heritabilitas untuk parameter tinggi tanaman (0,80), jumlah cabang (0,58), jumlah bunga (0,85), umur panen (0,80), jumlah polong (0,83), persentase pembentukan polong (0,67) dan bobot 100 biji (0,79). Hal ini berarti bahwa peranan faktor genetik lebih besar dari faktor lingkungan. Sedangkan parameter yang memiliki nilai sedang adalah jumlah bunga yang gugur (0,480 dan bobot biji per sampel (0,46), berarti faktor lingkungan dan genetik berpengaruh. Dan nilai hertabilitas rendah terdapat pada parameter umur berbunga (0,17), menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang lebih berperan dalam menentukan sifat suatu tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Stansfield (1991) yang menyatakan bahwa kriteria heritabilitas dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu heritabilitas
(56)
tinggi > 0,5 dipengaruhi oleh faktor genetik, sedang = 0,2 – 0,5 dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik dan rendah < 0,2 dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Pengaruh GA3 Terhadap Kedelai Selama Fase Generatif
Pemberian GA3 belum berpengaruh nyata pada pengamatan parameter umur berbunga, jumlah bunga, umur panen, jumlah polong, persentase polong terbentuk, jumlah bunga yang gugur, bobot biji per sampel, dan bobot 100 biji. Hal ini mengindikasikan bahwa giberelin endogen yang terdapat pada ketiga varietas kedelai yang diteliti belum mempunyai interelasi terhadap GA3 yang diberikan. Kompatibilitas antara giberelin endogen dengan GA3 yang diaplikasikan merupakan faktor yang menetukan dalam keberhasilan induksi. Budiarto dan Wuryaningsih (2007) menyatakan bahwa pemberian GA3 seringkali tidak memberikan respon berbunga terhadap tanaman walaupun aktifitas giberelin endogen meningkat pada saat pembungaan.
Pengaruh GA3 yang tidak terlihat pada kajian ini kemungkinan juga diduga terjadi karena konsentrasi GA3 yang diberikan masih terlalu rendah dan GA3 tersebut tidak dapat berinteraksi dengan hormon-hormon endogen yang terdapat dalam tanaman, sehingga tanaman tersebut tidak mampu mempertahankan bunganya sampai terbentuk menjadi polong. Hal ini sesuai dengan literatur Yennita (2003) yang menyatakan bahwa pemberian GA3 pada dosis yang tepat yang dikombinasikan dengan BAP pada tanaman akan meningkatkan kandungan auksin dan dapat mengurangi keguguran bunga sehingga persen bunga menjadi polong meningkat, serta dapat mendorong atau mempercepat transport auksin dalam tanaman.
(57)
Interaksi Antara Varietas Dengan Pemberian GA3
Dari hasil penelitian dan analisis sidik ragam diperoleh bahwa interaksi antara varietas dengan pemberian GA3 belum berpengaruh nyata terhadap semua pengamatan parameter. Hal ini diduga terjadi karena masing-masing tanaman memiliki sifat atau karakter dan respon yang berbeda-beda terhadap GA3 yang diberikan. Dimana penampilan fenotif suatu tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Perbedaan respon ini juga dapat dipengaruhi oleh varietas yang digunakan. Hal ini sesuai dengan literatur Budiarto dan Wuryaningsih (2007) yang menyatakan bahwa perbedaan penampilan atau karakter suatu tanaman berhubungan dengan penampilan genotif yang disebabkan oleh faktor genetik tanaman berbeda spesifik.
(58)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST, jumlah cabang, jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong, persentase polong terbentuk, jumlah bunga yang gugur, bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.
2. Aplikasi GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap semua pengamatan parameter. 3. Interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap semua
pengamatan parameter.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ditingkatkan sehingga diperoleh konsentrasi yang sesuai untuk dapat meningkatkan produktivitas kedelai.
(59)
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto. T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta
Andranto. T. T dan N. Indarto., 2004. Budidaya dan Analisi Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, kacang Panjang. Penerbit Absolut. Yogyakarta
Allard R. W., 2005. Priciples Of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons. New York
Budiarto. K dan S. Wuryaningsih., 2007. Respn Pembungaan Beberapa Kultivar Anthurium Bunga Potong Terhadap Aplikasi GA3. http://wuryan.wordpress.com.html. AGRITROP, VOL. 26, NO.2 : 51 - 56 [3 Juni 2009 ]
Darliah, I. Suprihatin, D. P. Devries, W. Handayati, T. Hermawati dan Sutater., 2001. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 18 Klon Mawar. Cipanas. Zuriat 3 No 11.
Djuriah. D. 2006. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 50 Genotipe Kangkung Darata di Dataran Medium. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Bandung [14 Maret 2010].
Http://aliimpoenya.wordpress.com/Kedelai.pdf.. Diakses tanggal 23 Mei 2009 Http://warintek.ristek.go.id/pertanian/kedelai.pdf. Diakses tanggal 16 Mei 2009 Kisman, Sarjan dan Sopandie. D., 2008. Mekanisme Adaptasi Kedelai Pada
Kondisi Stres Naungan Berdasarkan Kandungan Pigmen dan Luas Daun.
Loveless. A. R., 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk daerah Tropik 1. Penerjemah: Kuswata Kartawinata, S. D. Miharja dan Usep Soetisna. Gramedia. Jakarta.
Makmur.A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Bina Aksara. Jakarta.
Maesen. L.J.G and Somaatmadja. S., 1992. Plant Resource Of South- East Asia. Bogor. Indonesia
Mangoendidjojo., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta Mursito. D., 2003. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa
Galur Kedelai (Glycine max (L) Merrill). Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [14 Maret 2010]
Pauji., 2009. Kedelai. Http://id.wikipedia.org/wiki/kedelai.pdf. Diakses tanggal 16 Mei 2009
(60)
Rubatzky. V. E dan M. Yamaguchi., 1998. Prinsip - Prinsip Produksi dan Giji Sayuran Dunia 2. Penerjemah: Catur Herison. ITB. Bandung.
Salisbury F. B dan C. W. Ross. 1995. Plant Physiologi Third Edition. CBS Publishes Darja Gans New Delhi. India.
Santoso. S., 2009. Hormon-hormon Tumbuhan. ZPT.html [23 Mei 2003].
Sitompul. S. M dan B. Guritno., 1995. Analisi Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University – Press. Yogyakarta.
Sofia. D., 2007. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine dan Cycocel Terhadap Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max (L) Merril)
Secara in vitro.
Stansfield. W. D., 1991. Teori dan Soal – Soal Genetika. Alih bahasa: M.Affandi dan L.T.Hardy. Erlangga. Jakarta.
Steel. R. G. D dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suastika, I.W, Ratmini. S dan Turmaku. T., 1997. Budidaya Kedelai.
Sudarmadji, R. Mardjono dan H. Sudarmono., 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas
dan Korelasi Genotipik Sfat-Sifat Penting Tanaman Wijen (Sesamun indicum L.). Balai Penelitian Tembakau dan Serat. Jurnal Litri
Vol. 13 No. 3: 88-92 [14 Maret 2010].
Suprapto., 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta
Tindall. H.D., 1983. Vegetabels In The Tropics. The macmillan Press. London Welsh. J. R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Alih Bahasa:
Johanis P. Mogea. Erlangga. Jakarta.
Wilkins M. B., 1992. Fisiologi Tanaman. Diterjemahkan oleh: Mul Mulyadi Sutejo dan A.G Kartasapoetra. Bumi Aksara. Jakarta.
Wuryaningsih, S dan T. Sutater., 1993. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan dan Produksi bunga Krisan Standard
Warna Putih. Buletin Penelitian Tanaman Hias Vol I (1) : 47 – 56. [3 Feberuari 2010].
Yennita., 2003. Pengaruh Hormon Tanaman Terhadap Kedelai (Glycine max)
Pada Fase Generatif.
(61)
Lampiran 1. Bagan penelitian
BLOK 1 BLOK 2 BLOK 3
Keterangan: a. jarak antar blok = 50 cm
b. jarak antar plot = 30 cm
V2G2 V1G0
V1G1 V3G1 V2G3
V2G3 V2G1 V3G2
V1G0 V1G3
V3G1
V2G2
V2G0
V3G3 V1G1
V2G0
V1G1
V1G2 V3G3
V1G2 V3G0
M2V3 V3G0
V1G2
V2G0
V3G1
U
V3G2b a
V3G0 V2G3
V1G3 V2G1
V1G3 V3G2
V2G2
V3G3 V1G0 V2G1
16 m
(62)
Lampiran 3. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro
Dilepas pada tahun : 2001
No. Galur : Mansuria 395-49-4
Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria
Hasil rata-rata : 2,03 – 2,25 ton/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Ungu
Warna daun : hijau
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum biji : kuning kecoklatan Warna polong masak : Coklat muda
Warna bulu : putih
Bentuk biji : Oval
Bentuk daun : Oval
Tipe tumbuh : Determinate
Umur berbunga : 35 – 39 hari
Umur matang : 85 - 92 hari
Tinggi tanaman : 64 - 68 cm
Percabangan : 3 – 6 cabang
Jumlah buku batang utama : 13 – 15
Bobot 100 biji : 14,8 – 15, 3 gram Kandungan proten : 41,6 – 42,1 %
Kandungan lemak : 17,2 – 18,6 %
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan terhadap penyakit : Moderat karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan SK : 537/Kpts/TP.240/10/2001 tanggal 22 Okt 2001
(63)
Lampiran 4. Deskripsi Kedelai Varietas Agromulyo
Nomor galur : MSC 9524-IV-C-7
Potensi hasil : 2 ton /ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Hijau
Warna bunga : Ungu
Warna daun : Hijau tua
Warna bulu : Cokelat
Warna kulit polong masak : Cokelat
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Cokelat
Bentuk biji : Kuning
Umur berbunga : 35 hari
Umur tanaman : 82 - 87 hari
Biji besar :16gr/100 biji
Tinggi tanaman : 64 cm
Berat 100 biji : 10,37 gram
Kandungan protein : 39,4 %
Kandungan lemak : 14,0%
Kandungan air : 8,0%
Kerebahan : Tahan rebah
(64)
Lampiran 5. Deskripsi Kedelai Varietas Tanggamus
Tanggal dilepas : 22 Oktober 2001
SK Mentan : 535/Kpts/TP.240/10/2001
No. Galur : K3911-66
Asal : Hibrida (persilangan tunggal) Kerinci x No. 3911
Hasil rata-rata : 1,22 ton/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Hijau
Warna kotiledon : Kuning
Warna bulu : Coklat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna polong masak : Coklat
Warna hilum biji : Coklat tua
Bentuk biji : Oval
Tipe tumbuh : Determinate
Umur berbunga : 35 hari
Umur matang : 88 – 90 hari
Tinggi tanaman : 67 cm
Bobot 100 biji : 11,0 gram
Ukuran biji : Sedang
Kandungan proten : 44,5 %
Kandungan lemak : 12,9 %
Kandungan air : 6,1 %
Kerebahan : Tahan
Ketahanan terhadap penyakit : Moderat karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah Wilayah adaptasi : lahan kering masam
Pemulia :Darma Ma, M. Muchlish Adie, Heru Kuswanto
(65)
LAMPIRAN DATA
Lampiran 6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) BLOK
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN
V1G0 14.10 12.65 10.90 37.65 12.55
V1G1 13.25 13.60 13.25 40.10 13.37
V1G2 12.80 13.50 11.60 37.90 12.63
V1G3 13.25 13.00 12.85 39.10 13.03
V2G0 7.10 6.50 8.25 21.85 7.28
V2G1 8.20 8.40 5.90 22.50 7.50
V2G2 8.00 9.10 7.25 24.35 8.12
V2G3 10.00 8.70 6.90 25.60 8.53
V3G0 9.05 10.35 9.75 29.15 9.72
V3G1 8.75 9.90 9.30 27.95 9.32
V3G2 9.90 10.40 10.00 30.30 10.10
V3G3 9.65 9.30 9.75 28.70 9.57
TOTAL 124.05 125.40 115.70 365.15
RATAAN 10.34 10.45 9.64 10.14
Lampiran 7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST (cm)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F. 05
Blok 2.00 4.60 2.30 3.10 tn 3.44
Varietas 2.00 156.20 78.10 105.2 6 * 3.44
GA3 3.00 1.51 0.50 0.68 tn 3.05
Linear 1.00 1.47 1.47 1.98 tn 4.30
Kuadratik 1.00 0.03 0.03 0.04 tn 4.30
Sisa 1.00 0.01 0.01 0.01 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 3.69 0.62 0.83 tn 2.55
Galat 22.00 16.32 0.74
Total 35.00 182.33
FK 3703.74
KK 8.49
tn = tidak nyata
(66)
Lampiran 8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) BLOK
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN
V1G0 19.45 16.65 16.05 52.15 17.38
V1G1 16.65 18.95 18.10 53.70 17.90
V1G2 16.30 20.00 17.90 54.20 18.07
V1G3 16.90 19.60 18.50 55.00 18.33
V2G0 12.25 12.05 11.30 35.60 11.87
V2G1 11.10 11.40 10.90 33.40 11.13
V2G2 12.55 13.10 9.85 35.50 11.83
V2G3 15.00 12.45 9.90 37.35 12.45
V3G0 14.10 16.85 14.00 44.95 14.98
V3G1 14.40 14.25 13.00 41.65 13.88
V3G2 14.55 14.50 14.65 43.70 14.57
V3G3 12.50 14.00 14.10 40.60 13.53
TOTAL 175.75 183.80 168.25 527.80
RATAAN 14.65 15.32 14.02 14.66
Lampiran 9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST (cm)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F .05
Blok 2.00 10.08 5.04 2.96 tn 3.44
Varietas 2.00 226.43 113.21 66.41 * 3.44
GA3 3.00 1.54 0.51 0.30 tn 3.05
Linear 1.00 0.16 0.16 0.10 tn 4.30
Kuadratik 1.00 0.34 0.34 0.20 tn 4.30
Sisa 1.00 1.04 1.04 0.61 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 6.37 1.06 0.62 tn 2.55
Eror 22.00 37.50 1.70
TOTAL 35.00 281.92
FK 7738.13
KK 8.91
tn = tidak nyata
(67)
Lampiran 10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) BLOK
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN
V1G0 29.00 25.95 22.35 77.30 25.77
V1G1 27.25 27.75 26.25 81.25 27.08
V1G2 21.95 28.00 27.35 77.30 25.77
V1G3 24.75 27.75 24.30 76.80 25.60
V2G0 20.05 15.75 17.25 53.05 17.68
V2G1 16.40 16.10 14.50 47.00 15.67
V2G2 18.25 19.65 13.25 51.15 17.05
V2G3 21.20 18.60 17.90 57.70 19.23
V3G0 18.60 23.00 20.45 62.05 20.68
V3G1 20.65 21.55 20.35 62.55 20.85
V3G2 19.85 20.00 20.85 60.70 20.23
V3G3 19.35 22.85 21.15 63.35 21.12
TOTAL 257.30 266.95 245.95 770.20
RATAAN 21.44 22.25 20.50 21.39
Lampiran 11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST (cm)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F. 05
Blok 2.00 18.42 9.21 2.21 tn 3.44
Varietas 2.00 456.67 228.34 54.86 * 3.44
GA3 3.00 4.75 1.58 0.38 tn 3.05
Linear 1.00 1.20 1.20 0.29 tn 4.30
Kuadratik 1.00 2.95 2.95 0.71 tn 4.30
Sisa 1.00 0.60 0.60 0.14 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 20.49 3.41 0.82 tn 2.55
Eror 22.00 91.56 4.16
Total 35.00 591.88
FK 16478.00
KK 9.54
tn = tidak nyata
(1)
Lampiran 26. Data Pengamatan Persentase Polong Terbentuk (%) BLOK
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN
V1G0 78.60 79.75 82.64 240.99 80.33 V1G1 78.03 80.52 80.23 238.78 79.59 V1G2 76.48 83.57 81.06 241.11 80.37 V1G3 80.12 78.86 81.76 240.74 80.25 V2G0 84.88 81.94 69.98 236.80 78.93 V2G1 79.65 68.65 81.20 229.50 76.50 V2G2 79.90 76.68 86.65 243.23 81.08 V2G3 76.40 77.51 72.26 226.17 75.39 V3G0 87.20 91.23 87.86 266.29 88.76 V3G1 83.29 85.84 84.08 253.21 84.40 V3G2 81.08 88.65 87.47 257.20 85.73 V3G3 82.94 86.77 81.62 251.33 83.78 TOTAL 968.57 979.97 976.81 2925.35
RATAAN 80.71 81.66 81.40 81.26
Lampiran 27. Sidik Ragam Polong Terbentuk (%)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F. 05
Blok 2.00 5.77 2.89 0.17 tn 3.44
Varietas 2.00 377.97 188.99 10.88 * 3.44
GA3 3.00 59.44 19.81 1.14 tn 3.05
Linear 1.00 18.35 18.35 1.06 tn 4.30
Kuadratik 1.00 0.01 0.01 0.00 tn 4.30
Sisa 1.00 41.08 41.08 2.36 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 44.23 7.37 0.42 tn 2.55
Eror 22.00 382.21 17.37
Total 35.00 869.62
FK 237713.13
KK 5.13
tn = tidak nyata
* = nyata
(2)
Lampiran 28. Data Pengamatan Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) Blok
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN V1G0 45.50 33.50 27.00 106.00 35.33 V1G1 37.00 37.00 36.50 110.50 36.83 V1G2 40.50 36.50 34.50 111.50 37.17 V1G3 35.50 35.50 38.00 109.00 36.33 V2G0 29.00 38.50 38.00 105.50 35.17 V2G1 26.50 41.00 35.00 102.50 34.17 V2G2 29.50 36.50 21.00 87.00 29.00 V2G3 29.50 28.50 33.50 91.50 30.50 V3G0 44.00 34.50 38.00 116.50 38.83 V3G1 47.50 46.00 31.00 124.50 41.50 V3G2 47.00 41.50 43.00 131.50 43.83 V3G3 45.50 42.00 50.50 138.00 46.00 TOTAL 457.00 451.00 426.00 1334.00
RATAAN 38.08 37.58 35.50 37.06
Lampiran 29. Sidik Ragam Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F 05
Blok 2.00 45.06 22.53 0.69 tn 3.44
Varietas 2.00 648.01 324.01 9.94 * 3.44
GA3 3.00 9.28 3.09 0.09 tn 3.05
Linear 1.00 3.20 3.20 0.10 tn 4.30
Kuadratik 1.00 0.03 0.03 0.00 tn 4.30
Sisa 1.00 6.05 6.05 0.19 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 159.26 26.54 0.81 tn 2.55
Eror 22.00 717.28 32.60
Total 35.00 1578.89
FK 49432.11
KK 15.41
tn = tidak nyata
(3)
Lampiran 30. Data Pengamatan Bobot Biji Per Sampel (g) BLOK
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN
V1G0 69.60 51.70 43.40 164.70 54.90 V1G1 51.60 56.90 50.55 159.05 53.02 V1G2 55.85 56.90 50.55 163.30 54.43 V1G3 52.40 50.70 64.40 167.50 55.83 V2G0 60.70 56.65 43.15 160.50 53.50 V2G1 39.65 35.95 42.55 118.15 39.38 V2G2 50.20 48.60 52.60 151.40 50.47 V2G3 45.45 43.15 35.05 123.65 41.22 V3G0 65.70 73.50 58.40 197.60 65.87 V3G1 60.40 67.15 46.05 173.60 57.87 V3G2 43.45 73.75 79.75 196.95 65.65 V3G3 51.55 57.50 53.45 162.50 54.17 TOTAL 646.55 672.45 619.90 1938.90
RATAAN 53.88 56.04 51.66 53.86
Lampiran 31. Sidik Ragam Bobot Biji Per Sampel (g)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F. 05
Blok 2.00 115.07 57.54 0.71 tn 3.44
Varietas 2.00 1276.62 638.31 7.88 * 3.44
GA3 3.00 442.70 147.57 1.82 tn 3.05
Linear 1.00 119.89 119.89 1.48 tn 4.30 Kuadratik 1.00 5.68 5.68 0.07 tn 4.30
Sisa 1.00 317.14 317.14 3.92 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 339.87 56.65 0.70 tn 2.55
Error 22.00 1781.95 81.00
Total 35.00 3956.22
FK 104425.92
KK 16.71
tn = tidak nyata
* = nyata
(4)
Lampiran 32. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) BLOK
Perlakuan I II III TOTAL RATAAN
V1G0 21.60 20.80 17.75 60.15 20.05 V1G1 20.50 21.15 19.50 61.15 20.38 V1G2 21.55 20.30 20.65 62.50 20.83 V1G3 19.25 20.65 19.15 59.05 19.68 V2G0 16.10 14.75 20.25 51.10 17.03 V2G1 15.85 18.40 19.30 53.55 17.85 V2G2 20.75 20.50 20.15 61.40 20.47 V2G3 20.45 18.75 19.05 58.25 19.42 V3G0 13.15 12.35 12.55 38.05 12.68 V3G1 13.90 12.60 14.85 41.35 13.78 V3G2 12.95 13.40 14.00 40.35 13.45 V3G3 11.90 12.85 13.75 38.50 12.83 TOTAL 207.95 206.50 210.95 625.40
RATAAN 17.33 17.21 17.58 17.37
Lampiran 33. Sidik Ragam Bobot 100 Biji (g)
Sumber keragaman db JK KT F Hit F. 05
Blok 2.00 0.86 0.43 0.23 tn 3.44
Varietas 2.00 329.55 164.78 88.75 * 3.44
GA3 3.00 12.50 4.17 2.24 tn 3.05
Linear 1.00 4.26 4.26 2.30 tn 4.30
Kuadratik 1.00 6.42 6.42 3.46 tn 4.30
Sisa 1.00 1.82 1.82 0.98 tn 4.30
Interaksi (V x G) 6.00 13.47 2.24 1.21 tn 2.55
Error 22.00 40.85 1.86
Total 35.00 397.23
FK 10864.59
KK 7.84
tn = tidak nyata
(5)
Lampiran 32. Foto lahan percobaan
(6)