Pengaruh Variabel Moneter dan Utang Luar Negeri Terhadap Inflasi di Indonesia
BABI
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara
maju maupun negara berkembang adalah Inflasi. Dimana inflasi merupakan
indikator stabilitas perekonomian yang menjadi salah satu fokus perhatiandalam
kebijakan makro ekonomi sehingga laju perubahannya selalu diupayakan berada
pada tingkat yang rendah dan stabil.
Pada masa sebelum krisis moneter pada tahun 1997, Indonesia pernah
mengalami hiperinflasi, tepatnya pada tahun 1965 yang mencapai sekitar 600%.
Dimana kondisi ini berawal dari peran bank Indonesia sebagai agen
pembangunan. Sebagai dampak dari kebijakan fiskal yang ekspansif, bentuk
pembiayaan oleh bank Indonesia terdapat defisit anggaran pemerintah yang relatif
besar dan tidak terkontrol. Bentuk pembiayaan tersebut adalah melalui pencetakan
uang karena besarnya kepentingan politik. Inflasi yang tinggi terulang di tahun
1998 sebesar 77,63% yang disebabkan adanya krisis moneter yang melanda
negara-negara
sedang
berkembang
yang
sangat
mengganggu
strukturperekonomian. Inflasi yang sangat tinggi pada saat itu membawa dampak
yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia, seperti pengangguran dan
meningkatnya angka kemiskinan dari 17,47% hingga 24,2% akibat Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dan kurangnya lapangan pekerjaan. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang sangat tajam di tahun 1997-1998,
yang semula sebesar 4,65 menjadi -13,1%.
1
Universitas Sumatera Utara
Krisis yang telah terjadi memberikan pelajaran yang berharga akan
pentingnya penciptaan kestabilan moneter. Berdasarkan pengalaman tersebut,
maka terbentuklah UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang di
amandemen pada UU N0. 3 tahun 2004, dimana BI mengarahkan kebijakan
moneter sebagai bagian dari kebijakan makroekonomi dengan sasaran akhir yang
lebih diarahkan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah dalam hal ini adalah kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Kebijakan moneter Indonesia
menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework
(ITF) yang diterapkan secara formal sejak juli 2005. BI yang berperan sebagai
Bank Sentral mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan secara eksplisit
dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil yang merupakan tujuan utama
dari kebijakan moneter. Sesuai peraturan, fungsi bank sentral adalah mengontrol
inflasi
supaya
mencapai
target
yang
di
tetapkan
pemerintah
dengan
mengendalikan tingkat harga dengan melakukan kebijakan moneter melalui
instrumen (seperti uang beredar atau suku bunga) bank Indonesia. Keberhasilan
pelaksanaan ITF ini sangat dipengaruhi oleh identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi Inflasi. Karena berfluktuasinya tingkat inflasi di Indonesia dengan
beragam
faktor
yang
mempengaruhi
mengakibatkan
semakin
sulitnya
pengendalian inflasi, sehingga dalam pengendaliannya bank Indonesia dan
pemerintah harus mengetahui faktor-faktor pembentuk inflasi. Pemikiran bahwa
inflasi merupakan fenomena moneter, sehingga usaha untuk mengurangi inflasi
atau faktor-faktor yang mempengaruhi merupakan domain dari kebijakan
2
Universitas Sumatera Utara
moneter. “Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon’’.
Pemikiran ini terkait dengan teori kuantitas uang yang menjelaskan bahwa inflasi
adalah hasil dari perubahan relatif dari penawaran uang. Selain itu ada teori yang
menjelaskan bahwa inflasi bukan hanya dipengaruhi oleh instrumen moneter,
melainkan juga dari unsur fiskal. Teori ini dikenal dengan teori fiskal tentang
tingkat harga (Fiscal Theory of The Price Level-FTPL). Teori ini menjelaskan
bahwa kebijakan fiskal memiliki peranan penting terhadap tingkat harga (inflasi)
yang disebabkan oleh utang pemerintah (government debt), pajak saat ini dan
akan datang, maupun rencana pengeluaran pemerintah (Hervino, 2011).
Rio Maggi dan Birgitta Dian Saraswati (2013) menyebutkan bahwa
variabel jumlah uang beredar hanya dalam jangka panjang terhadap inflasi di
Indonesia berpengaruh signifikan positif. Penelitian Adrian Sutawijaya dan
Zulfahmi (2012) dan Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly
Siwu (2014) menyebutkan bahwa suku bunga BI berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Menurut Yulia Indrawati (2007),
bahwa adanya shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan negatif terhadap
inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter yang ketat. Penelitian Aloysius
Deno Hervino (2011) menyebutkan bahwa dalam jangka pendek peningkatan
utang luar negeri dan jumlah uang beredar dapat meningkatkan inflasi di
Indonesia. Kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan kestabilan harga (inflasi) akan
mempengaruhi suatu perekonomian dari sisi permintaan dan penawaran agregat
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dari uraian diatas dapat dapat
di ambil pokok permasalahan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi
3
Universitas Sumatera Utara
yaitu jumlah uang beredar, BI rate dan utang luar negeri. Tujuan dari penulisan ini
adalah untuk mengetahui pengaruh variabel jumlah uang beredar, BI rate dan
utang luar negeri terhadap inflasi di Indonesia.Bank Indonesia memiliki tujuan
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana
tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.Hal yang
dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap
harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation
Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang
(free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga
dan sistem keuangan. Oleh karenanya, bank Indonesia juga menjalankan
kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan,
bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya,
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter
melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga)
dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang
ditetapkan oleh
Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar
uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan
cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
4
Universitas Sumatera Utara
Secara sederhana inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak
Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar
Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari
barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan
modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
latar
belakang
diatas,
maka
yang
menjadi
permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Apakah jumlah uang beredar berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?
2. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh giro wajib minimum terhadap inflasi di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh operasi pasar terbuka (IHSG) terhadap inflasi di
Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap inflasi di Indonesia?
5
Universitas Sumatera Utara
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga terhadap inflasi di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh giro wajib minimum terhadap inflasi di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh operasi pasar terbuka (IHSG) terhadap
inflasi di Indonesia.
5. Untuk mengetahui pengaruh utang luar negeri terhadap inflasi di
Indonesia.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian ini adalah :
1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti terutama dalam hal
masalah moneter dan utang luar negeri terhadap inflasi di Indonesia, serta
merupakan
salahsatu
syarat
bagi
peneliti
dalam
menyelesaikan
perkuliahan.
2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah Indonesia khususnya dalam
hal kebijakan fiscal dan moneter dalam membuat anggaran perencanaan.
3. Menjadi referensi/pedoman atau di harapkan sebagai bahan kajian bagi
peneliti-peneliti lainnya dalam hal menulis topik yang sama.
6
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara
maju maupun negara berkembang adalah Inflasi. Dimana inflasi merupakan
indikator stabilitas perekonomian yang menjadi salah satu fokus perhatiandalam
kebijakan makro ekonomi sehingga laju perubahannya selalu diupayakan berada
pada tingkat yang rendah dan stabil.
Pada masa sebelum krisis moneter pada tahun 1997, Indonesia pernah
mengalami hiperinflasi, tepatnya pada tahun 1965 yang mencapai sekitar 600%.
Dimana kondisi ini berawal dari peran bank Indonesia sebagai agen
pembangunan. Sebagai dampak dari kebijakan fiskal yang ekspansif, bentuk
pembiayaan oleh bank Indonesia terdapat defisit anggaran pemerintah yang relatif
besar dan tidak terkontrol. Bentuk pembiayaan tersebut adalah melalui pencetakan
uang karena besarnya kepentingan politik. Inflasi yang tinggi terulang di tahun
1998 sebesar 77,63% yang disebabkan adanya krisis moneter yang melanda
negara-negara
sedang
berkembang
yang
sangat
mengganggu
strukturperekonomian. Inflasi yang sangat tinggi pada saat itu membawa dampak
yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia, seperti pengangguran dan
meningkatnya angka kemiskinan dari 17,47% hingga 24,2% akibat Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dan kurangnya lapangan pekerjaan. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang sangat tajam di tahun 1997-1998,
yang semula sebesar 4,65 menjadi -13,1%.
1
Universitas Sumatera Utara
Krisis yang telah terjadi memberikan pelajaran yang berharga akan
pentingnya penciptaan kestabilan moneter. Berdasarkan pengalaman tersebut,
maka terbentuklah UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang di
amandemen pada UU N0. 3 tahun 2004, dimana BI mengarahkan kebijakan
moneter sebagai bagian dari kebijakan makroekonomi dengan sasaran akhir yang
lebih diarahkan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah dalam hal ini adalah kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Kebijakan moneter Indonesia
menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework
(ITF) yang diterapkan secara formal sejak juli 2005. BI yang berperan sebagai
Bank Sentral mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan secara eksplisit
dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil yang merupakan tujuan utama
dari kebijakan moneter. Sesuai peraturan, fungsi bank sentral adalah mengontrol
inflasi
supaya
mencapai
target
yang
di
tetapkan
pemerintah
dengan
mengendalikan tingkat harga dengan melakukan kebijakan moneter melalui
instrumen (seperti uang beredar atau suku bunga) bank Indonesia. Keberhasilan
pelaksanaan ITF ini sangat dipengaruhi oleh identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi Inflasi. Karena berfluktuasinya tingkat inflasi di Indonesia dengan
beragam
faktor
yang
mempengaruhi
mengakibatkan
semakin
sulitnya
pengendalian inflasi, sehingga dalam pengendaliannya bank Indonesia dan
pemerintah harus mengetahui faktor-faktor pembentuk inflasi. Pemikiran bahwa
inflasi merupakan fenomena moneter, sehingga usaha untuk mengurangi inflasi
atau faktor-faktor yang mempengaruhi merupakan domain dari kebijakan
2
Universitas Sumatera Utara
moneter. “Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon’’.
Pemikiran ini terkait dengan teori kuantitas uang yang menjelaskan bahwa inflasi
adalah hasil dari perubahan relatif dari penawaran uang. Selain itu ada teori yang
menjelaskan bahwa inflasi bukan hanya dipengaruhi oleh instrumen moneter,
melainkan juga dari unsur fiskal. Teori ini dikenal dengan teori fiskal tentang
tingkat harga (Fiscal Theory of The Price Level-FTPL). Teori ini menjelaskan
bahwa kebijakan fiskal memiliki peranan penting terhadap tingkat harga (inflasi)
yang disebabkan oleh utang pemerintah (government debt), pajak saat ini dan
akan datang, maupun rencana pengeluaran pemerintah (Hervino, 2011).
Rio Maggi dan Birgitta Dian Saraswati (2013) menyebutkan bahwa
variabel jumlah uang beredar hanya dalam jangka panjang terhadap inflasi di
Indonesia berpengaruh signifikan positif. Penelitian Adrian Sutawijaya dan
Zulfahmi (2012) dan Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly
Siwu (2014) menyebutkan bahwa suku bunga BI berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Menurut Yulia Indrawati (2007),
bahwa adanya shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan negatif terhadap
inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter yang ketat. Penelitian Aloysius
Deno Hervino (2011) menyebutkan bahwa dalam jangka pendek peningkatan
utang luar negeri dan jumlah uang beredar dapat meningkatkan inflasi di
Indonesia. Kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan kestabilan harga (inflasi) akan
mempengaruhi suatu perekonomian dari sisi permintaan dan penawaran agregat
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dari uraian diatas dapat dapat
di ambil pokok permasalahan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi
3
Universitas Sumatera Utara
yaitu jumlah uang beredar, BI rate dan utang luar negeri. Tujuan dari penulisan ini
adalah untuk mengetahui pengaruh variabel jumlah uang beredar, BI rate dan
utang luar negeri terhadap inflasi di Indonesia.Bank Indonesia memiliki tujuan
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana
tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.Hal yang
dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap
harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation
Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang
(free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga
dan sistem keuangan. Oleh karenanya, bank Indonesia juga menjalankan
kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan,
bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya,
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter
melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga)
dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang
ditetapkan oleh
Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar
uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan
cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
4
Universitas Sumatera Utara
Secara sederhana inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak
Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar
Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari
barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan
modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
latar
belakang
diatas,
maka
yang
menjadi
permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Apakah jumlah uang beredar berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?
2. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh giro wajib minimum terhadap inflasi di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh operasi pasar terbuka (IHSG) terhadap inflasi di
Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap inflasi di Indonesia?
5
Universitas Sumatera Utara
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga terhadap inflasi di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh giro wajib minimum terhadap inflasi di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh operasi pasar terbuka (IHSG) terhadap
inflasi di Indonesia.
5. Untuk mengetahui pengaruh utang luar negeri terhadap inflasi di
Indonesia.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian ini adalah :
1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti terutama dalam hal
masalah moneter dan utang luar negeri terhadap inflasi di Indonesia, serta
merupakan
salahsatu
syarat
bagi
peneliti
dalam
menyelesaikan
perkuliahan.
2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah Indonesia khususnya dalam
hal kebijakan fiscal dan moneter dalam membuat anggaran perencanaan.
3. Menjadi referensi/pedoman atau di harapkan sebagai bahan kajian bagi
peneliti-peneliti lainnya dalam hal menulis topik yang sama.
6
Universitas Sumatera Utara