Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi dan Aksesibilitas Masyarakat Dalam Penggunaan Pembayaran Non Tunai di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pembayaran
Menurut Aulia Pohan (2011 : 71), sistem pembayaran adalah suatu sistem
yang melakukan pengaturan kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme
teknis yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi
pembayaran, serta pemenuhan kewajiban pembayaran yang dikumpulkan melalui
pertukaran “nilai” antar perorangan, bank dan lembaga lainnya baik domestik
maupun antarnegara (cross border).
Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad,
sejalan dengan perubahan hakikat/sifat dan penggunaan uang sebagai alat
pembayaran. Dengan semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan
alat pembayaran yang praktis dan murah, dibeberapa negara telah mulai
dikembangkan produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic
Money (e-money) (Pramono dkk, 2006: 3).
Penetapan kebijakan sistem pembayaran umumnya mengacu pada prinsipprinsip dasar yang berlaku umum. Ada tiga prinsip dasar yang dipegang oleh
lembaga

yang


mengendalikan

sistem

pembayaran

yaitu

bagaimana

meminimalisasi risiko (Risk Reduction), bagaimana sebuah sistem pembayaran
dapat meningkatkan efisiensi, prinsip kesetaraan dan prinsip perlindungan
konsumen (consumer protection) (Pohan,2001 : 72-73).
Adapun komponen-komponen yang membentuk sistem pembayaran
adalah sebagai berikut (Untoro dkk, 2014 : 8-9).

9
Universitas Sumatera Utara

1. Kebijakan: merupakan dasar pengembangan sistem pembayaran di suatu

negara. Kebijakan di berbagai negara sangat bervariasi, mengingat
masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik, dan kebutuhan
akan sistem pembayaran yang berbeda-beda.
2. Hukum (aturan): menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran. Hukum ini meliputi UU dan peraturan-peraturan yang
mengatur aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank,
antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral dan lain-lain.
3. Kelembagaan: merupakan seluruh lembaga (entitas) yang terlibat dalam
sistem pembayaran.
4. Instrumen pembayaran: merupakan media yang digunakan dalam
pembayaran.
5. Mekanisme operasional: merupakan mekanisme yang diperlukan untuk
melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lain. Contoh
sistem/mekanisme operasional antara lain kliring, sistem transfer
antarbank, dan settlement.
6. Infrastruktur: meliputi berbagai komponen teknis untuk memproses dan
melakukan transfer dana seperti message format, jaringan komunikasi,
sistem back-up, disaster recovery plan, dan lain-lain.
Semua komponen memegang peranan penting dalam terselenggaranya
sistem pembayaran yang aman, handal dan efisien. Namun komponen yang paling

mendasar dan prasyarat utama demi terselenggaranya sistem pembayaran adalah
instrumen pembayaran.

10
Universitas Sumatera Utara

Secara garis besar, sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu
sistem pembayaran bernilai besar (Large Value Payment System) dan sistem
pembayaran retail (Retail Payment System) (Untoro dkk, 2014 : 9-10).
1. Large Value Payment System
Sistem pembayaran bernilai tinggi biasanya menangani transaksi bernilai
tinggi dan berisiko tinggi yang memerlukan penyelesaian cepat dan aman
seperti transaksi pasar uang antar bank, transaksi pasar modal, valuta
asing, pembayaran kepada pemerintah (misalnya pajak pendapatan pajak),
dan transfer antar-rekening Bank Indonesia. Hal ini biasanya dicapai
melalui mekanisme penyelesaian real-time, seperti sistem Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS) dan Scripless Securities Settlement System
(BI-SSSS) (Titiheruw dkk, ADBI : 2009). BI-RTGS diperkenalkan pada
tahun 2000 dan dirancang serta dioperasikan oleh Bank Indonesia. BIRTGS dikategorikan sebagai sistem pembayaran sistematis penting yang
menjamin kelancaran fungsi ekonomi dan sistem keuangan yakni suatu

sitem transfer dana elektronik yang memungkinkan penyelesaian real-time
transaksi individual. Sekitar 95% dari penyelesaian transaksi keuangan
dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Sementara itu, pada bulan Februari
2004, sebagai registri pusat untuk obligasi pemerintah, Bank Indonesia
memperkenalkan BI-SSSS yang menyediakan fasilitas bagi pelaku pasar
keuangan untuk melakukan transaksi dengan Bank Indonesia, sperti
pendanaan untuk bank, dan perdagangan di SBI dan SUN. BI-SSSS adalah

11
Universitas Sumatera Utara

sisten registri otomatis terintegrasi yang menghubungkan Bank Indonesia
dengan sub-pendaftar dan dengan klien lainnya secara langsung.
2. Retail Payment System (low-value payment system)
Sistem pembayaran ini sama penting dengan sistem pembayaran bernilai
besar dalam hal pemberian kontribusi, baik stabilitas maupun efisiensi
sistem keseluruhan. Sistem pembayaran ritel biasanya digunakan untuk
sebagian besar pembayaran yang bernilai rendah dan penyelesaiannya
biasanya dilakukan melalui mekanisme kliring.
Salah satu komponen penting dalam sistem pembayaran adalah instrumen

(media) yang digunakan. Di Indonesia instrumen sistem pembayaran dibagi dalam
dua bagian, yaitu instrumen tunai dan instrumen non tunai (Mulyati dan Ascarya,
2003 : 35-44).
1. Instrumen Pembayaran Tunai
Instrumen pembayaran tunai menggunakan mata uang yang berlaku di
Indonesia yaitu Rupiah, yang terdiri atas uang logam dan uang kertas.
Masyarakat Indonesia masih menggunakan instrument ini, khususnya
untuk transaksi pembayaran ritel (low-value payment).
2. Instrumen Pembayaran Non Tunai
Di Indonesia pembayaran non tunai disediakan terutama oleh sistem
perbankan, yang terdiri dari instrumen berbasis warkat, instrumen berbasis
kartu,

instrumen

melalui

kantor

pos,


dan

instrumen

berbasis

internet/telepon.

12
Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Peran Sistem Pembayaran dalam Perekonomian
Peran sistem pembayaran dalam perekonomian semakin hari semakin
penting seiring dengan semakin meningkatnya volume dan nilai transaksi, serta
sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi. Dengan semakin meningkatnya
transaksi tersebut, maka risiko yang ditimbulkan menjadi semakin besar karena
dengan terganggunya sistem pembayaran dapat membahayakan stabilitas sistem
dan pasar keuangan secara keseluruhan (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 4).
Menurut Sheppard 1996 (dalam Mulyati dan Ascarya, 2003 : 5), peran

penting sistem pembayaran dalam perekonomian adalah sebagai berikut:
a. Sebagai elemen penting dalam infrastruktur keuangan suatu perekonomian
untuk mendukung stabilitas keuangan.
b. Sebagai channel (saluran) penting dalam pengendalian ekonomi yang
efektif, khususnya melalui kebijakan moneter.
c. Sebagai alat untuk mendorong efisiensi ekonomi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan sistem pembayaran
penting dalam suatu perekonomian, yaitu menjaga stabilitas keuangan dan
perbankan, sebagai sarana transmisi kebijakan moneter, serta sebagai alat untuk
meningkatkan efisiensi ekonomi suatu negara (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 5).
2.2 Sistem Pembayaran Non Tunai
Alat pembayaran non tunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai
masyarakat. Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran
non tunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam
proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir

13
Universitas Sumatera Utara

(settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi

pembayaran non tunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui
sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai
informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi
keuangan di Indonesia (Bank Indonesia, 2011).
Transaksi pembayaran non tunai dengan nilai yang besar diselenggarakan
Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan sistem
kliring. Hampir 95% transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat
mendesak. Contohnya, transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di
bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing, serta settlement hasil
kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, misalnya, BI-RTGS
telah melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sementara itu,
sebagai perbandingan, transaksi nontunai dengan Alat Pembayaran Menggunakan
Kartu (APMK) dan uang elektronik yang dilakukan bank atau lembaga keuangan
bukan bank hanya sekitar Rp8,8 triliun per hari (Bank Indonesia, 2011).
Mengingat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran
nasional, maka kontinuitas dan stabilitasnya harus dijaga. Jika sesaat saja sistem
BI-RTGS mengalami gangguan, maka akan sangat mengganggu kelancaran dan
stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia sangat peduli dalam
menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important
Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi

pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak. Selain SIPS, dikenal pula
System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan

14
Universitas Sumatera Utara

oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS
ini. Bank Indonesia juga peduli dengan SWIPS karena sistem ini digunakan secara
luas oleh masyarakat. Jika terjadi gangguan, maka kepentingan masyarakat dalam
melakukan pembayaran akan terganggu (Bank Indonesia, 2011).
Bank Indonesia tidak hanya peduli pada terciptanya efisiensi dalam sistem
pembayaran, tapi juga kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Terciptanya
efisiensi sistem pembayaran berarti memberi kemudahan bagi pengguna untuk
memilih metode pembayaran yang dapat diakses di seluruh wilayah dengan biaya
serendah mungkin. Kesetaraan akses berarti Bank Indonesia memperhatikan
penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Sementara
itu, aspek perlindungan konsumen dimaksudkan Bank Indonesia mewajibkan
penyelenggara sistem pembayaran nontunai untuk mengadopsi asas-asas
perlindungan konsumen secara wajar dalam penyelenggaraan sistemnya (Bank
Indonesia, 2011).

2.2.1

Jenis-Jenis Pembayaran Non Tunai
Menurut Aulia Pohan (2011: 57-58), alat pembayaran non tunai dapat

digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk credit transfer
dan alat pembayaran untuk debit transfer.
1. Credit transfer adalah perintah pembayaran untuk tujuan penempatan dana
dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana dari bank pengirim
ke bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain sebagai perantara.

15
Universitas Sumatera Utara

2. Debit transfer adalah sistem transfer dana di mana perintah transfer dibuat
atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan
pengiriman dana tersebut kepada pihak lain.
Tabel 2.1
Perbandingan Alat Pembayaran
Credit Transfer

Paper Based

Card Based

Dulu ada nota
kredit (sebelum
diterapkan
SKNBI)

-

Debit Transfer
Electronic Based

Kartu ATM
Kartu ATM
dan Debet
Kartu Kredit
Kartu
Prabayar (emoney)

-

-

Paper Based

Transfer kredit
via RTGS dan
SKNBI
Server based
e-money

-

Cek
BG
Nota Debit lain

(Pohan, 2011 : 58)

Alat pembayaran non tunai yang ada saat ini terdiri dari berbagai jenis
seperti berikut ini (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 38-44).
1. Instrumen berbasis warkat (paper-based payment system)
a. Cek

adalah

surat

perintah

tidak

bersyarat

untuk

nasabah

kepada

membayarsejumlah uang tertentu.
b. Bilyet

Giro

adalah

bankpenyimpan dana

surat

perintah

dari

untuk memindahbukukan (tidak berlaku

untuk penarikan tunai) sejumlah dana dari rekening pemegang saham
yang disebutkan namanya.
c. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana
pada bank lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank yang
menyampaikan warkat tersebut.

16
Universitas Sumatera Utara

d. Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan
dana pada bank lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank
yang menerima warkat tersebut.
e. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel yang diterbitkan oleh bank
khusus untuk sarana transfer.
f. Surat Bukti Penerimaan adalah surat bukti penerimaan transfer
dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank penerima dana
transfer melalui kliring lokal.
2. Instrumen Berbasis Kartu (card-based payment system)
Dalam perkembangannya terdapat jenis kartu yang dananya telah
tersimpan dalam chip elektronik pada kartu tersebut (dikenal sebagai
smart card atau chip card), seperti kartu telepon prabayar, kartu kredit,
kartu ATM, dan kartu debet.
3. Instrumen Melalui Kantor Pos
Instrumen Sistem pembayaran yang cukup penting yang disediakan
oleh lembaga keuangan bukan bank (PT. POS INDONESIA) adalah
giro pos dan pos wesel, baik dalam negeri maupun luar negeri.
4. Instrumen Berbasis Internet / Telepon
Jasa electronic banking melalui internet dan/atau telepon telah
disediakan

oleh

sejumlah

bank

besar

sejak

pertengahan

1999.

Penggunaan instrumen berbasis internet untuk melakukan transaksi
yang memerlukan verifikasi pengaman seperti PIN dan password.

17
Universitas Sumatera Utara

2.2.2

Fungsi dan Tujuan Sistem Pembayaran Non Tunai
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang banyak

dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pembayaran
elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang sangat
besar bagi berbagai sektor perekonomian, karena pada umumnya transaksi yang
menggunakan sistem pembayaran elektronis berbiaya hanya antara sepertiga
sampai separuh dari transaksi yang menggunakan sistem pembayaran berbasis
kertas, sehingga penghematan substansial dalam pengeluaran dapat direalisasi
melalui perubahan sistem dari yang berbasis kertas ke sistem yang bersifat
elektronis dan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi (Hancock dan
Humphrey: 1998).
2.2.3

Manfaat dan Resiko Penggunaan Pembayaran Non Tunai
Menurut Warjiyo (2006 : 24), alat pembayaran non tunai memberikan

manfaat kepada perekonomian, antara lain:
a. Tingkat

kepuasan

konsumen

yang

semakin

bertambah

dengan

berkurangnya biaya transaksi
b. Adanya sumber pendapatan bagi penyedia jasa pembayaran non tunai
c. Peningkatan kecepatan transaksi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat
kesejahteraan.
Akan tetapi penggunaan sarana pembayaran elektronik tersebut dapat
meningkatkan risiko pada perekonomian dan sistem pembayaran, antara lain
(Warjiyo, 2006 : 24).

18
Universitas Sumatera Utara

a. Peningkatan risiko default terutama pada instrumen kartu kredit (dan kartu
pasca bayar). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko sistemik dalam
penyelesaian pembayaran antar bank.
b. Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan
kekeliruan maupun kecurangan dalam proses penyelesaian transaksi.
c. Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan.
2.3 Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen didefinisikan sebagai selera subjektif (individu), yang
diukur dengan utilitas, dari bundel berbagai barang. Konsumen dipersilahkan
untuk melakukan rangking terhadap bundel barang sesuai dengan tingkat utilitas
yang mereka berikan pada konsumen. Kemampuan untuk membeli barang-barang
tidak menentukan menyukai atau tidak disukai oleh konsumen. Terkadang
seseorang dapat memiliki preferensi untuk produk A lebih baik dari produk B,
tetapi ternyata saran keuangannya hanya cukup untuk memiliki produk B
(Besanko dan Braeutigam : 2008).
Guna memahami preferensi konsumen dalam memilih produk, maka
diperlukan kerangka pikir yang memudahkan penelitian. Ada banyak model yang
mengungkap tentang perilaku konsumen, namun model yang dikemukakan oleh
Sandhusen (2000) cukup menjelaskan respon dari konsumen sebagai pembeli
dalam mengambil keputusan. Walapun penelitian ini membahas hingga pembelian
yang dilakukan oleh konsumen dari Buyer’s Black Box menuju Buyer’s Response
(Sandhusen, 2000).

19
Universitas Sumatera Utara

Model Sandhusen mencoba menjelaskan bagaimana respon yang diberikan
oleh seorang pembeli saat melakukan proses pembelian. Pada dasarnya model
sandhusen menjelaskan bahwa keputusan yang diambil seorang konsumen tidak
semata mata merupakan keputusan yang dipengaruhi faktor internal konsumen
seperti karakteristik diri konsumen dan proses pengambilan keputusan konsumen
saja. Adanya faktor eksternal juga mempengaruhi konsumen dalam mengambil
keputusan. Integrasi antara faktor eksternal dan faktor internal itu dinamakan
sandhusen sebagai Buyer’s Black Box (Sandhusen, 2000).
Faktor eksternal merupakan segala hal yang berasal dari luar diri
konsumen yang mampu mempengaruhi konsumen dalam memberikan respon
seperti menentukan pemilihan terhadap produk. Sandhusen membagi faktor
eksternal menjadi dua, yaitu Marketing Stimuli dan Environmental Stimuli. Hal ini
senada dengan yang dikemukakan oleh Solomon, bahwa faktor eksternal
merupakan pembentuk dari persepsi, konsep diri dan gaya hidup konsumen
(Sandhusen, 2000).
2.4 Aksesibilitas Konsumen
Bambang sutantono (2004:1) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah hak
atas akses yang merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang
mendasar. Dalam hal ini hak konsumen memperoleh akses atas kebutuhan
penggunaan kartu pembayaran elektronik yang praktis dan berkualitas. Karena
itu, peningkatan aksesibilitas penggunaan kartu pembayaran elektronik yang lebih
praktis dan berkualitas menjadi sangat relevan bagi konsumen yang tidak
mengetahui cara penggunaan kartu pembayaran elektronik.

20
Universitas Sumatera Utara

Aksesibilitas

masih

menjadi

memanfaatkan jasa keuangan. Perluasan

faktor

penting

jaringan

masyarakat

kantor

menjadi

dalam
agenda

penting perbankan nasional dalam meningkatkan jangkauan layanannya ke
seluruh penjuru tanah air. Keselamatan, kehandalan dan layanan yang baik tetap
menjadi faktor penting bagi konsumen. Semakin banyak sistem jaringan yang
tersedia pada suatu daerah maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu
pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin
sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989).
2.5 Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian
2.5.1

Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia
Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur

perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di
Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai
dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator perkembangan
volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta
terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 (Hidayat
dkk, 2006 : 19-20).
Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah
mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi
nilai besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui
sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang
mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun (Hidayat dkk, 2006 :
20).

21
Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi
melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan
transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit
antarbank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran
fisik warkat (paperless) (Hidayat dkk, 2006 : 20).
Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga
dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen
pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet
maupun

kartu

prabayar

(e-money).Perkembangan

transaksi

APMK

mengalamipeningkatan dari waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai
transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan
semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK (Hidayat dkk, 2006 : 21).
Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai
yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu diatas baik dilihat dari nilai
maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan sejak tahun 1999 hingga
2005. Total volume dan nilai transaksi APMK meningkat dari 33 juta transaksi
dengan nilai sebesar Rp6,4 triliun pada awal 1999 menjadi 86 juta transaksi
senilai Rp65 triliun pada bulan Juli 2005 (Hidayat dkk, 2006 : 22).

22
Universitas Sumatera Utara

2.5.2

Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap
Perekonomian Dan Kebijakan Moneter

1. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian
Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan
manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara
yakni: mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan
tanpa bunga (khusus kartu prabayar/e-money) yang

diterima Bank atau

penerbit APMK, mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money
serta mendorong aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi (Hidayat dkk,
2006 : 24).
2. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Kebijakan Moneter
Pengaruh inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan
komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter.
Perkembangan alat pembayaran non tunai menggunakan kartu seperti kartu
ATM dan kartu debet dengan tabungan sebagai underlying-nya dapat
berimplikasi pada konsep perhitungan uang beredar dalam arti sempit (M1)
dan dalam arti luas (M2). Hal ini terjadi karena pergeseran fungsi tabungan
dari simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu (M2) menjadi jenis
simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan
giral (M1) (Hidayat dkk, 2006 : 25).
Memperhatikan degree of moneyness dari jenis simpanan tabungan
tersebut diatas, perlu dipertimbangkan pengklasifikasian tabungan yang

23
Universitas Sumatera Utara

menggunakan kartu ATM atau kartu debet sebagai bagian dari M1 dalam kategori
uang giral dan bukan lagi bagian dari M2. Pengklasifikasian yang kurang tepat
terhadap besaran moneter dapat menimbulkan implikasi kesalahan dalam
perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang menggunakan besaran
moneter sebagai operasional target. Sehingga untuk dapat mempertahankan
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter maka perhitungan besaran moneter
seyogyanya juga memperhitungkan perkembangan pembayaran non tunai
(Hidayat dkk, 2006 : 25).
2.6 Penelitian Terdahulu
Terdapat

beberapa

penelitian

terdahulu

yang

berkenaan

dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis, beberapa penelitian tersebut yaitu.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti
Judul Penelitian
1. Afrizal Yudhistira P Analisis
Faktor
yang
Mempengaruhi Preferensi
dan Aksesibilitas Terhadap
Penggunaan
Kartu
Pembayaran Elektronik

2.

Rahman Helmi dan Analisis
Faktor-Faktor
Zaki Mubarak
yang
Mempengaruhi
Masyarakat
Kalimantan
Selatan
Terhadap
Penggunaan Pembayaran
Non Tunai

Hasil Penelitian
Dari segi preferensi faktor terbesar
yang
mempengaruhi
preferensi
responden terhadap
penggunaan
kartu
pembayaran
elektronik
adalah manfaat yang diperoleh
dalam penggunaan kartupembayaran
elektronik. Dan segi aksesibilitas
pada penelitian ini menunjukkan
bahwa faktor
terbesar yang
mempengaruhi adalah informasi
terhadap penggunaan teknologi
dalam kartu elektronik.
Sebagian besar responden (93
persen) sudah pernah memanfaatkan
sistem pembayaran non tunai.
Motivasi utama responden dalam
penggunaan instrumen non tunai
secara beturut adalah kemudahan,

24
Universitas Sumatera Utara

tidak repot membawa uang tunai,
dan transaksi aman. Pengalaman
masyarakat dalam menggunakan
instrumen non tunai bisa dikatakan
kurang baik.
Sumber : Peneliti
2.7 Kerangka Konseptual
1. Hubungan Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Pembayaran Non
Tunai
Preferensi akan menentukan perilaku seseorang dalam mengkonsumsi
barang dan jasa. Kotler (2002) berpendapat bahwa preferensi konsumen
menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk dan/atau
jasa yang ada. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur
tingkat kegunaan dan daya tarik pertama yang dapat mempengaruhi
penggunaan pembayaran non tunai di kota Medan.
2. Hubungan Aksesibilitas Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai
Peningkatan

aksesibilitas terhadap penggunaan kartu pembayaran

elektronik sangat penting untuk peningkatan produktivitas transaksi
pembayaran. Sasaran peningkatan aksesibilitas terhadap penggunaan kartu
pembayaran elektronik adalah semakin terbukanya dan makin mudah
bagi

konsumen untuk menggunakan kartu pembayaran elektronik

dimanapun dan kapanpun.

25
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian sebagai
berikut :

Preferensi
Masyarakat

Penggunaan
Pembayaran Non Tunai

Aksesibilitas
Masyarakat

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

26
Universitas Sumatera Utara