Pembuatan Selulosa Mikrokristal dan Ekstrak Etanol Daun Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) yang Diformulasikan Menjadi Sediaan Tablet

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nanas
2.1.1 Morfologi tanaman nanas
Tanaman nanas memiliki nama latin (Ananas Comosus (L.) Merr.) yang
berasal dari daerah tropis Amerika, yakni Brazil, Argentina, dan Peru dan telah
tersebar ke seluruh dunia. Di Indonesia tanaman nanas sangat populer dan banyak
ditanam didaerah dataran tinggi, di kebun-kebun, pekarangan dan tempat-tempat
lain yang cukup mendapat sinar matahari pada ketinggian 1-1300 meter di atas
permukaan laut. Daerah penghasil nanas yang terkenal ialah Subang, Bogor, Riau,
Palembang, dan Blitar (Sunarjono, 2000).
Helaian daun nenas berbentuk pedang, tebal, ujung lancip menyerupai
duri, tepi berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih,
berwarna hijau atau hijau kemerahan (Hidayat, 2008). Buahnya bulat panjang,
berdaging, berwarna hijau, jika masak menjadi warna kuning. Buah nanas
memiliki rasa yang asam sampai manis. Bijinya kecil bahkan sering tidak ada
(Jayanudin, 2009). Buahnya selain di makan secara langsung, bisa juga dibuat
selai, ataupun sirop. Buah nanas juga dapat digunakan untuk memberi cita rasa
asam manis. Daunnya yang berserat dapat digunakan untuk pembuatan benang
(Widyaningrum, 2011).

Nanas merupakan tanaman herba yang dapat hidup dari berbagai musim.
Tanaman nanas dapat digolongkan dalam kelas monokotil yang bersifat tahunan
yang mempunyai rangkaian bunga yang terdapat di ujung batang, tanaman nanas

5
Universitas Sumatera Utara

tumbuh meluas dengan menggunakan tunas samping yang berkembang menjadi
cabang-cabang vegetatif, pada cabang tersebut dihasilkan buah (Dalimartha,
2003).
2.1.2Sinonim dan nama daerah tanaman
Anes (Aceh), nas (Gayo), henas, kenas, honas, hanas (Batak), gona
(Nias), asit, nasit (Mentawai), enas, kanas, nanas (Melayu), aneh, naneh
(Minangkabau), kanas, kanyas, nas, nyanyas (Lampung), danas, ganas (Sunda),
nanas (Jawa), lanas, nanas (Madura), kanas, samblaka, malaka, uro usan, kayu
ujan, belasan (Kalimantan), manas (Bali), nanas ( Sasak), aruma, fanda, pandal (
Bima), panda (Sumba), nana (Sawu), peda, anana, pedang (Flores), parangena,
nanasi (Taluud) (Widyaningrum, 2011).
2.1.3Klasifikasi tanaman
Tanaman nanas menurut Dalimartha (2003) dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Ordo

: Fariosae

Famili

: Bromoliaceae


Genus

: Ananas

Spesies

: Ananas comosus (L) Merr

Sinonim

: A. Sativus Schult.

2.1.4Kandungan Kimia Tanaman

6
Universitas Sumatera Utara

Tanaman nanas dewasa dapat menghasilkan 70 – 80 lembar daun atau 3
–5 kg dengan kadar air 85 %. Setelah panen bagian yang menjadi limbah terdiri

atas daun 90 %, tunas batang 9 % dan batang 1 %. Serat nanas terdiri atas selulosa
dan non selulosa yang diperoleh melalui penghilangan lapisan luar daun secara
mekanik. Lapisan luar daun berupa pelepah yang terdiri atas sel kambium, zat
pewarna yaitu klorofil, karoten yang merupakan komponen kompleks dari jenis
tanin, serta lignin yang terdapat di bagian tengah daun. Selain itu lignin juga
terdapat pada lamela dari serat dan dinding sel serat. Serat yang diperoleh dari
daun nanas muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebih pendek dibanding
serat dari daun yang sudah tua (Jayanudin, 2009).
Komposisi kimia serat nanas disajikan pada Tabel 2.1 dan sebagai
pembanding disajikan juga komposisi kimia serat kapas dan rami.
Tabel 2. 1Komposisi kimia serat nanas (Jayanudin, 2009)
Komposisi kimia
Serat Nanas
Serat
(%)
Kapas (%)
Alpha Selulosa
Pentosan
Lignin
Pektin

Lemak dan Wax
Abu
Zat-zat lain (protein,
asam organik, dll.)

69,5 – 71,5
17,0 – 17,8
4,4 – 4,7
1,0 – 1,2
3,0 – 3,3
0,71 – 0,87
4,5 – 5,3

94,0


0,9
0,6
1,2
1,3


Serat Rami
(%)
72,0 – 92,0

0 – 1,0
3,0 – 27,0
0,2
2,87
6,2

2.1.5Manfaat tanaman
Tanaman nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) telah lama dikenal oleh
masyarakat dan hampir semua bagian dari tanaman nanas ini dapat dimanfaatkan
untuk keperluan masyarakat. Buahnya yang memiliki rasa yang manis, selain
dapat dikonsumsi dapat juga digunakan untuk sembelit, radang tenggorokan,
menurunkan berat badan, beri-beri, keseleo, terlambat haid dan cacingan

7
Universitas Sumatera Utara


(Widyaningrum, 2011). Daunnya secara tradisional dapat dimanfaatkan sebagai
obat luka bakar, obat bisul (Jayanudin, 2009) ekstrak daun nanas telah diteliti
dapat dimanfaatkan sebagai penggobatan anti diabetes mellitus (Rahmatullah, et
al, 2014).

2.2 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 2014). Ektraksi atau penyarian adalah suatu cara
penarikan kandungan kimia dari simplisia dengan cara dan pelarut yang cocok
agar kandungan kimia yang dapat larut terpisah dari bahan yang tidak dapat larut
dengan pelarut cair. Terdapat dua model ekstraksi, yaitu cara dingin dan cara
panas. Cara dingin meliputi maserasi, dan perkolasi. Sedangkan cara panas
meliputi reflux, sokletasi, digesti, infusa, dekokta (Ditjen POM, 1995)
2.2.1Ekstraksi cara dingin
Ekstraksi cara dingin dapat dibagi menjadi :
a) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut

yang

sesuaiyang

direndam

selama

5

hari

dalam

temperatur

kamar.Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
b) Perkolasi

8
Universitas Sumatera Utara

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang
umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan / penampungan ekstrak), terus menerus sampai perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan (Ditjen POM, 2000).
2.2.2 Ekstraksi cara panas
Ekstraksi cara panas dapat dibagi menjadi :
a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM,
2000).
b) Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
POM, 2000). Keuntungan dari ekstraksi secara sokletasi adalah banyaknya bagian
tanaman yang akan terlarut dengan kondisi pemanasan namun demikian ekstrasi
secara sokletasi juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan untuk zat
yang tidak tahan pemanasan (Nikhal, et al.,2010)
c) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan pada

9
Universitas Sumatera Utara

temperatur 40-50 oC (Ditjen POM, 2000)
d) Dekoktasi
Dekoktasi adalah ekstrak infus yang dilakukan dengan waktu yang lebih
lama (≥30 menit) pada suhu 90°C (Ditjen POM, 2000).
e) Infusa
Infusa adalah sedian cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 90 oC selama 15 menit (Ditjen POM, 1979).
Pelarut yang dipilih untuk melakukan ekstraksi dilihat berdasarkan
kemapuan menarik metabolit sekunder dari tanaman tersebut. Sebagai cairan
untuk melakukan ekstraksi digunakan air, eter atau campuran etanol dan air
(Ditjen POM, 1979). Alkoholadalah pelarut serba guna yang baik digunakan
untuk ekstraksi pendahuluan (Harborne, 1987)

2.3 Selulosa Mikrokristal
2.3.1Rumus empiris dan berat molekul
(C6H10O5)n ≈ 36000
Dimana n ≈ 220
2.3.2 Struktur kimia
Ssjdh

Gambar 2.1 Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, et al., 2009)
2.3.3 Uraian umum selulosa mikrokristal

10
Universitas Sumatera Utara

Selulosa mikrokristal merupakan salah satu turunan selulosa yang dapat
digambarkan sebagai hasil pemurnian, depolimerisasi selulosa yang dilarutkan
dalam alkali kuat akan menghasilkan selulosa yang hampir murni yaitu α-selulosa
dengan larutan asam akan diperoleh selulosa mikrokristal yang didapatkan dari
tanaman yang berserat dengan menggunakan suatu asam mineral, berwarna putih,
tidak berbau, tidak berasa dan berupa serbuk kristal yang terdiri dari partikelpartikel yang berpori (Gohel dan Jogani, 2005). Selulosa mikrokristal dapat
diproduksi dari beberapa bahan alam diantaranya tongkol jagung (Ohwoavworhua
dan Adelakun, 2005), ampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), kulit jeruk (Ejikeme,
2008), jerami padi (Halim, dkk., 2002), limbah penggergajian kayu (Gusrianto,
dkk., 2011) dan rotan manau (Steven, dkk., 2014). Selulosa mikrokristal adalah
bahan tambahan penting di bidang farmasi, makanan, kosmetik, dan industri
khususnya industri pembuatan kertas (Ejikeme, 2008).
Mikrokristal selulosa dalam bentuk granul banyak digunakan sebagai
bahan pengisi, penghancur dalam pembuatan tablet terutama untuk tablet cetak
langsung karena memiliki keuntungan seperti tidak menggunakan proses
granulasi, memberikan ukuran partikel yang seragam (Gusrianto, dkk., 2011).
Selulosa mikrokristal yang digunakan untuk pembuatan cetak langsung tersedia
dalam beberapa produk diantaranya Avicel PH 101 yang memiliki bentuk serbuk
dan Avicel PH 102 yang memiliki bentuk granul yang memiliki ukuran
partikelnya lebih besar dan sifat alirannya lebih baik dibandingkan dengan Avicel
PH 101 (Siregar dan Wirkarsa, 2010).
2.3.4 Pembuatan selulosa mikrokristal

11
Universitas Sumatera Utara

Mikrokristal selulosa merupakan selulosa yang mengalami proses yang
mengalami proses hidrolisis dan memiliki panjang 1 – 100 µm dengan persentasi
kristanilitas sebesar 55% - 88% (Achor, et al., 2014). Untuk mendapatkan selulosa
diperlukan suatu proses untuk memisahkan selulosa dengan lignin dan
hemiselulosa yang disebut dengan delignifikasi (Halim, dkk., 2002). Pembuatan
selulosa mikrokristal terdiri dari dua proses, yaitu proses alkalisasi dan hidrolisis
asam. Tahap alkalisasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan
NaOH 17,5% selama 10 jam dan diperoleh selulosa yang hampir murni dikenal
dengan α-selulosa dan tahap hidrolisis dilakukan dengan menghidrolisis αselulosa dalam larutan asam klorida 2,5 N (Steven, dkk., 2014).

2.4 Sediaan Tablet
2.4.1 Uraian umum tablet
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen POM, 2014).Tablet adalah bentuk
sediaan padat yang mengandung bahan obat denganatau tanpa bahan pengisi.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekanmassa serbuk lembab dengan tekanan
rendah kedalam lubang cetakan. Tabletkempa dibuat dengan memberikan tekanan
tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat
dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain
cetakan (Ditjen POM, 1995).
Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara
ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan

12
Universitas Sumatera Utara

mengandung obat dalam jumlah yang benar dan jumlah yang sama dalam
penerimaan kepada pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna), dan untuk mendorong
pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat (Agoes, 2008).
Menurut Andayana (2009) sediaan tablet memiliki beberapa keuntungan dan
kerugian diantaranya :

Keuntungan bentuk sediaan tablet :


volume dan bentuk kecil sehingga mudah dibawa, disimpan dan diangkut



memiliki variabilitas sediaan yang rendah. keseragaman lebih baik



dapat mengandung zat aktif lebih besar dengan bentuk volume yang lebih kecil



tablet dalam bentuk kering sehingga kestabilan zat aktif lebih terjaga



dapat dijadikan produk dengan pelepasan yang bisa diatur



tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air



merupakan sediaan yang mudah diproduksi massal dengan pengemasan yang
mudah dan murah



dapat disalut untuk melindungi rasa yang tidak enak dari sediaan.

Kerugian bentuk sediaan tablet :


beberapa pasien tidak dapat menelan tablet



formulasi tablet cukup rumit



zat aktif yang hidroskopis mudah untuk rusak



kebanyakan tablet yang ada dipasaran tidak menutupi rasa pahit/ tidak enak
dari obat

2.4.2Komponen tablet
Komponen atau formulasi tablet terdiri atas zat aktif, bahan pengisi,
bahan pengikat, desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna

13
Universitas Sumatera Utara

dan lak (bahan warna yang diabsorpsikan pada aluminium hidroksida yang tidak
larut) yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis (Gangurde, et
al.,2013).
Komponen tablet yang harus dipenuhi dalam formulasi tablet (Syamsuni,
2006) adalah sebagai berikut :
1. Zat aktif : harus memenuhi syarat yang ditentukan farmakope Indonesia
2. Eksipien atau bahan tambahan.
Bahan eksipien dapat dibagi menjadi :
a. Bahan pengisi berfungsi untuk memperbesar volume agar mudah dicetak
atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit
dikempa, misalnya laktosa, pati, dan selulosa mikrokristal.
b. Bahan pengikat berfungsi untuk memberikan daya adhesi pada massa
serbuk sewaktu granulasi serta menambahkan daya kohesi pada bahan
pengisi, misalnya gelatin, sukrosa, metilselulosa, CMC dan selulosa
mikrokristal.
c. Bahan penghancur berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan,
misalnya pati, asam alginat dan selulosa mikrokristal.
d. Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan
tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan,
misalnya asam stearat dan talkum.
e. Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalir
serbuk, umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi.
3. Ajuvan

14
Universitas Sumatera Utara

a. Bahan pewarna berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk identitas
produk.
b. Bahan pengaroma berfungsi untuk menutupi rasa dan bau khasiat yang tidak
enak (misalnya tablet hisap penisilin).
2.4.3 Metode pembuatan tablet
Tablet dapat dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi
kering dan kempa langsung (Ditjen POM, 2014).
a. Granulasi kering
Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada
tekanantinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian
digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang
diinginkan (Ditjen POM, 2014).
Menurut Andayana (2009) keuntungan metode granulasi kering yaitu:
1) peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin
pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu,
2) baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab,
3) mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat.
Kekurangan metode granulasi kering yaitu:
1) memerlukan mesin cetak khusus untuk membuat slug,
2) tidak dapat mendistribusi zat warna seragam,
3) proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi silang.
b. Granulasi basah

15
Universitas Sumatera Utara

Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk
atau campuran

serbuk

dalam suatu wadah yang

dilengkapi

dengan

pengadukanyang akan menghasilkan granul. Pembasahan serbuk ini dapat
bertindak sebagai suatu pembawa bahan tertentu, sehingga meningkatkan
karakteristik dan sifat-sifat granulasi yang baik (Siregar dan Wirkarsa, 2010).
Menurut Siregar dan Wikarsa (2010) keuntungan metode granulasi basah
yaitu:
1) sifat alir yang lebih baik,
2) meningkatkan kompresibilitas,
3) distribusi zat warna dan zat aktif lebih baik,
4) dapat mencegah pemisahan campuran serbuk.
5) meningkatkan kecepatan disolusi
Kerugian metode granulasi basah yaitu:
1) proses pembuatan yang rumit dan adanya proses validasi,
2) biaya yang cukup tinggi,
3) stabilitas menjadi perhatian untuk zat aktif yang peka lembap
c. Kempa langsung
Pembuatan tablet dengan kecepatan tinggi memerlukan eksipien yang
memungkinkan pengempaan langsung tanpa tahap granulasi terlebih dahulu.
Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah
selulsoa mikrokristal, laktosa anhidrat. Kempa langsung menghindari masalah
yang sering timbul pada metode pembuatan tablet secara granulasi basah dan
granulasi kering (Ditjen POM, 2014).

16
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan proses kempa langsung yaitu lebih ekonomis, prosesnya
singkat, tenaga dan mesin yang digunakan sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif
yang tidak tahan panas dan lembab serta waktu hancur dan disolusi lebih baik
(Gohel dan Jogani, 2005).
Kerugian yang didapat dari metode kempa langsung yaitu kesulitan
dalam pemilihan eksipien dan biaya eksipien yang lebih mahal dibandingkan
dengan metode lain (Soekemi, dkk., 1897).
2.4.4 Uji preformulasi tablet
Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah
memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Uji preformulasi ini dilakukan untuk
menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut
diam dan indeks tap.
Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul
melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika melebihi
waktu yang telah ditentukan, maka akan dijumpai kesulitan dalam hal
keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin
(Carstensen, 1977).
Pengukuran sudut diam dilakukan dengan menggunakan metode corong
tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan
membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar
kerucut yang dihasilkan semakin kecil sudut diam, maka semakin baik aliran
granul tersebut (Voight, 1994). Granul yang mempunyai sifat yang baik
mempunyai sudut diam lebih kecil dari 350 (Carstensen, 1977).

17
Universitas Sumatera Utara

Indeks tap adalah pengujian yang dilakukan untuk mengamati penurunan
volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap
dilakukan dengan menggunakan alat volumenometer yang terdiri dari gelas ukur
yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah. Serbuk atau granul
yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Carstensen, 1977).

2.5 Evaluasi Tablet
Pengujian yang dilakukan untuk evaluasi tablet diantaranya adalah :
a. Keseragaman bobot
Keseragaman

bobot

tablet

ditentukan

berdasarkan

banyaknya

penyimpangan bobot tiap bobot tablet terhadap bobot rata-rata dari sejumlah
tablet yang masih diperbolehkan menurut syarat yang telah ditentukan. Menurut
Farmakope Indonesia edisi III (1979), tidak lebih dari 2 tablet yang menyimpang
dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan
tidak boleh satu pun tablet menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga
yang ditetapkan dalam kolom B.
Persyaratan keseragaman bobot tablet dapat dilihat pada Tabel 2.2 di
bawah ini.
Tabel 2.2Persyaratan keseragaman bobot
Bobot rata-rata
25 mg atau kurang
26 mg s/d 150 mg
151 mg s/d 300 mg
Lebih dari 300 mg

Penyimpangan
A
15%
10%
7,5%
5%

B
30%
20%
15%
10%

b. Kekerasan tablet

18
Universitas Sumatera Utara

Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan,
pendistribusian dan peredaran bergantung pada kekerasan dari tablet. Kekerasan
tablet yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang bagus, yang tidak rapuh tetapi
hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya porositas dari tablet sehingga tablet
akan sukar dimasuki cairan. Hal ini dapat mempengaruhi waktu hancur dari
tabalet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg,
tablet kunyah 3 kg (Parrot, 1971).
c. Friabilitas
Friabilitas tablet merupakan pengujian tablet yang dilakukan untuk
indikasi kekuatan mekanis dari suatu sediaan tablet, melihat kekuatan dan
kekerasan tablet pada proses pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat friabilator pada kecepatan 25
rpm, caranya memasukkan tablet kedalam alat kemudian alat diputar dan tablet
akan jatuh sejauh 6 inci pada setiap putaran, yang dijalankan sebanyak 100
putaran (Setyawan, dkk., 2010). Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih
kecil dari 0,5 sampai 1 % (Banker dan Anderson, 1994).
d. Waktu hancur
Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel
kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Waktu hancur menyatakan waktu
yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan
lewatnya seluruh partikel melalui saringan mesh-10 (Banker dan Anderson,
1994).
Waktu hancurnya tablet dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia
bahan yang digunakan pada saat granulasi, kekerasan tablet dan porositas tablet

19
Universitas Sumatera Utara

(Parrot, 1971). Tablet memenuhi syarat jika waktu hancurnya tidak lebih dari 15
menit (Ditjen POM, 1979).

20
Universitas Sumatera Utara