Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia salah satu negara dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga
kemiskinan pun tak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
penduduk miskin pada tahun 2013 mencapai 28,07 juta atau 11,37% dari total
penduduk di Indonesia. Kemiskinan ditandai dengan rendahnya kualitas hidup
penduduk, pendidikan, kesehatan dan gizi. Beban kemiskinan sangat dirasakan oleh
kelompok - kelompok tertentu seperti perempuan dan anak-anak yang berakibat pada
terancamnya masa depan mereka.
Masalah kemiskinan menjadi masalah yang kompleks, meskipun berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga
kini faktanya masih banyak rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Untuk mencari solusi yang relevan dalam pemecahan masalah
kemiskinan, perlu dipahami sebab musabab dan menelusuri akar permasalahan
kemiskinan itu.
Krisis ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak pertengahan 1997 telah
memberikan dampak pada berbagai sisi kehidupan masyarakat, krisis ekonomi yang
terus menerus berlanjut tanpa kepastian kapan akan berakhir. Sementara rakyat
semakin menderita karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup yang
didorong pula oleh mahalnya beberapa kebutuhan pokok. (http://repository.unri.ac.id

diakes pada 23 Februari 2016).
Masalah sosial yang sering muncul dalam masyarakat salah satunya adalah
masalah pengangguran. Tingginya angka pengangguran disebabkan oleh tingkat

Universitas Sumatera Utara

pendidikan yang rendah dan sempitnya lapangan pekerjaan. Selain itu, sebagian
mereka tidak mempunyai keterampilan sama sekali, sehingga mereka tidak mendapat
pekerjaan yang memadai. Mereka pun mulai mencari pekerjaan lain yang tentu saja
tidak memerlukan keterampilan khusus atau pendidikan yang tinggi. Pekerjaan yang
memenuhi persyaratan diatas adalah pekerjaan yang dikategorikan sebagai pekerjaan
sektor informal.
Sektor informal merupakan salah satu alternatif lapangan pekerjaan bagi
mereka yang tidak mampu bersaing disektor formal. Selain itu, sektor informal juga
mudah untuk dimasuki bagi siapa saja yang menginginkannya dalam artian bahwa
sektor informal ini tidak menuntut keahlian khusus dibandingkan sektor formal.
Perkembangan kota yang pesat, meningkatnya pengangguran akibat PHK
(Pemutusan Hak Kerja) dan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki
serta sulitnya mencari pekerjaan akibat keterbatasan lapangan pekerjaan yang
tersedia, mengakibatkan sebagian orang bertahan hidup dengan memilih pekerjaan

sektor informal ini seperti sebagai pemulung.
Pemulung pada umumnya mengambil berbagai barang bekas di tempat
pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), jalan raya, rumahrumah makan, supermarket, pasar tradisional, pertokoan, terminal, tempat wisata
atau rekreasi, rumah ibadah, sekolah maupun kampus dan perkarangan rumah orang
lain. Pola kehidupan mereka di wilayah perkotaan cenderung kumuh dan
mengelompok di kantong-kantong kemiskinan.
Sebagian besar sampah yang dikumpulkan terdiri dari sampah organik dan
anorganik. Sampah anorganik inilah yang dikumpulkan oleh pemulung dan diseleksi
untuk diklasifikasikan berdasarkan jenisnya seperti kertas-kertas, plastik, kardus,
besi, tembaga, kuningan dan alat elektonik rusak.

Universitas Sumatera Utara

Pemulung menjual barang bekas tersebut kepada pengepul/lapak dengan nilai
harga yang sangat rendah, sedangkan pengepul/lapak meraup untung yang sangat
besar. Pada umumnya jika orang tuanya bekerja sebagai pemulung maka anaknya
ikut membantu orang tuanya bekerja sebagai pemulung juga agar dapat menambah
pendapatan keluarga. Dengan demikian, anak-anak dalam hal ini menjadi korban
kemiskinan terpaksa mengikuti jejak orang tuanya sebagai pemulung, padahal
seharusnya waktu mereka dipergunakan untuk menikmati pendidikan dibangku

sekolah (dalam jurnal Fadillah. 2010).
Alasan mereka melakukan pekerjaan sebagai pemulung salah satunya
disebabkan karena tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain. Para
pemulung mengakui bahwa mereka betah menacari nafkah di lokasi seperti itu
karena mendatangkan rejeki tersendiri. Pemulung berani tinggal disebuah gubuk reot,
berdinding kardus dan beratap plastik. Walaupun tempat tinggalnya tidak layak
namun kenyataannya mereka mampu bertahan menghadapi berbagai masalah dalam
kondisi apapun.
Salah satu contohnya, para pemungut barang-barang bekas atau pemulung
yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun Kelurahan Paya Pasir
Kecamatan Medan Marelan yang merupakan sekelompok orang yang hanya bekerja
mengumpulkan sampah di lokasi pembuangan akhir sampah dan ada sebagian dari
mereka hidup di sekitaran pemukiman kumuh tersebut.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun ini terletak berdampingan
dengan kelurahan Paya Pasir lebih tepatnya pada Lingkungan I Kelurahan Paya
Pasir. Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun memiliki
dampak untuk masyarakat sekitar baik yang sudah menetap lama di daerah sekitar
TPA maupun masyarakat pendatang. Semenjak keberadaan TPA di Kecamatan

Universitas Sumatera Utara


Medan Marelan ini, banyak masyarakat yang berdatangan untuk mencari bahan
bekas yang dapat mereka jual kembali baik itu plastik, botol bekas maupun barangbarang rosokan lainnya.
Kelurahan Paya Pasir merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di
Kecamatan Medan Marelan yang memiliki 9 lingkungan. Namun, yang menjadi
lokasi penelitian peneliti adalah lingkungan 1 Kel.Paya Pasir Kec. Medan Marelan.
Pada pendataan tahun 2015 jumlah penduduk di Kelurahan Paya Pasir terdiri dari
390 KK (kepala keluarga), 1.496 jiwa ( 759 laki-laki dan 737 perempuan). Luas Kel.
Paya Pasir ini adalah ± 42 hektar.
Penduduk Kel. Paya Pasir juga mendapat bantuan dari pemerintah,
diantaranya bantuan dana PKH (Program Keluarga Harapan) berjumlah 29 orang,
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) berjumlah 107 orang, KPS (Kartu
Perlindungan Sosial) berjumlah 103 orang, Raskin berjumlah 103 orang dan
Jamkesmas berjumlah 332 orang. Sedangkan dilihat dari mata pencaharian penduduk
adalah bekerja sebagai tani berjumlah 21 orang, nelayan 10 orang, wiraswasta 658
orang, pedagang 54 orang dan selebihnya ada yang bekerja sebagai pemulung (hasil
wawancara dengan kepala lingkungan 1 Kel. Paya Pasir pada 26 November 2015).
Terdapat perumahan disekitar lingkungan TPA, kebanyakan rumah-rumah
tersebut terbuat dari kayu, triplek dan ada juga dari batu, ukuran rumah tidak terlalu
lebar. Warga yang tinggal di pemukiman tersebut juga berasal dari berbagai suku dan

agama tetapi suasana rukun terlihat di pemukiman tersebut. Banyak orang
berdatangan untuk melakukan pekerjaan memulung, sehingga persaingan antar
pemulung pendatang dengan penduduk asli menjadi bertambah padahal hasil
memulung hanya pas - pasan. Hal ini juga dikarenakan tidak adanya peraturan yang

Universitas Sumatera Utara

harus dipenuhi jika ingin memulung, hal ini bersifat terbuka sehingga siapa saja bisa
menjadi pemulung kalau dia ingin memulung.
Pada 26 November 2015 disaat pra survey atau tinjau lokasi, peneliti
melakukan wawancara singkat dengan salah seorang pemulung yang berada di
lingkungan TPA Terjun. Beliau bernama Ibu Desi (47 tahun), memiliki seorang
suami (50 tahun) dan 4 orang anak (balita, SD 2 orang dan SMP). Keluarga Ibu Desi
berasal dari Pancur Batu yang kemudian menetap di Kel.Paya Pasir. Menurut Ibu
Desi, pekerjaan memulung lebih mudah ditekuni dibandingkan pekerjaan lain
semisal pembantu rumah tangga atau buruh karena jam kerja yang bisa diatur sendiri,
tidak terikat dengan aturan tertentu dan tidak perlu keterampilan khusus. Penghasilan
memulung sehari-hari yang diperoleh Ibu Desi berkisar antara Rp. 40.000 hingga Rp.
80.000. Tentu saja hal ini membuat Ibu Desi memiliki kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.

Pada umumnya, penduduk yang datang ke kota tidak memiliki keahlian yang
memadai. Hal ini menyebabkan mereka kalah bersaing dengan penduduk asli dalam
hal mencari pekerjaan di sektor formal. Pada akhirnya pilihan mereka hanyalah pada
sektor informal seperti pemulung.
Sumatera Utara khususnya Kota Medan yang merupakan diantara kota yang
menjadi tujuan orang datang dari berbagai daerah pedesaan dan berbeda latar
belakang, suku, adat-istiadat dan agama. Dengan luas 72.981,23 km2 yang didiami
oleh sekitar 13.042.000 jiwa sesuai dengan data Badan Pusat Statisik (BPS)
Sumatera Utara. Dari jumlah penduduk Sumatera Utara itu, sekitar 14 persen atau 1,8
juta jiwa diantaranya hidup di garis kemiskinan (Surya, 2010:1-2).
Inilah kenyataan yang terjadi bahwa ternyata di Kota Medan yang sedang
melakukan pembangunan ini, tidak hanya ditempati atau ditinggali oleh orang-orang

Universitas Sumatera Utara

yang mampu secara ekonomi namun juga dihuni oleh penduduk yang kurang
mampu, seperti keluarga pemulung yang tinggal di lingkungan tempat pembuangan
akhir sampah Kelurahan Paya Pasir.
Kehadiran


pemulung

di

tengah-tengah

kehidupan

masyarakat

kota

mempunyai peran tersendiri dalam membantu warga masyarakat dan pemerintah
untuk menciptakan kebersihan lingkungan. Selain memberikan keuntungan bagi
pabrik-pabrik

tertentu,

karena


jasa-jasa

dari

para

pemulung

yang

telah

mengumpulkan barang-barang bekas yang diperlukan oleh pabrik untuk didaur ulang
kembali.
Namun, banyak keluhan bahkan cemoohan dari warga atas keberadaan
pemulung

karena

kehadiran


mereka

sudah

menimbulkan

keresahan

dan

ketidaktentraman masyarakat. Kondisi tersebut tidak terlepas dari sebagian pemulung
yang sering melakukan tindakan kurang terpuji (seperti mengambil barang yang ada
di depan rumah orang lain tanpa izin, dimana pemulung mengira barang tersebut
adalah sampah yang sengaja dibuang). Selain itu, tempat-tempat penampungan
barang milik pemulung menambah kekumuhan wajah kota karena para pemulung
cenderung tidak memperhatikan aspek kebersihan, ketertiban dan keindahan
lingkungan. Walaupun demikian, mereka adalah warga negara yang patut mendapat
perhatian dan perlindungan dari pemerintah dan masyarakat lainnya, sehingga
mereka dapat berpatisipasi dalam pembangunan secara efektif.

Kehidupan

sosial

ekonomi

rumah

tangga

pemulung

sangatlah

memprihatinkan karena tidak mampu memberikan kesejahteraan yang layak bagi
keluarganya. Namun, sebagian keluarga pemulung ada juga yang mampu
menyekolahkan anak mereka hingga ke perguruan tinggi dan memenuhi biaya-biaya
kebutuhan hidup sehari-hari. Pemulung yang kehidupannya relatif miskin, tetap

Universitas Sumatera Utara


menjalani kehidupan dengan keluarganya dari waktu ke waktu. Sebagaimana mereka
akan melakukan upaya apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Berdasarkan hal-hal yang sudah diuraikan pada latar belakang diatas, penulis
tertarik untuk meneliti lebih dalam bagaimana bentuk strategi keluarga pemulung
dalam mempertahankan hidupnya dan memenuhi segala kebutuhan dengan hasil
memulung yang sangat minim yang kemudian dituangkan pada penelitian dengan
judul: “Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan
Marelan”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
pengetahuan dan informasi tentang bagaimana strategi bertahan hidup keluarga
pemulung di tempat pembuangan akhir sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan
Medan Marelan.
1.3.2 Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat bagi diri sendiri khususnya
maupun masyarakat pada umumnya, terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan
sosial. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman, gambaran dan acuan serta
bahan rujukan bagi mahasiswa ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam penelitian
selanjutnya maupun masyarakat luas guna meningkatkan wawasan. Disamping itu,
juga dapat memberikan kontribusi dalam kemajuan ilmu pengetahuan di Departemen
Ilmu

Kesejahteraan

Sosial

khususnya

kajian

yang

berhubungan

dengan

pemberdayaan pemulung.
2. Secara Praktis
Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini, yaitu :
a. Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi khususnya kepada mahasiswa untuk lebih peka dan
memahami terjadinya realita sosial perjuangan keluarga pemulung dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
b. Bagi Kepala Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya kepala
keluarga untuk terus berjuang tanpa lelah demi masa depan kehidupan anak dan
keluarga yang lebih baik.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kehidupan keluarga
pemulung bahwasanya dalam mempertahankan kelangsungan kehidupan yang
dilalui oleh keluarga pemulung tidaklah mudah, namun hal ini perlu didukung
secara mental dan spiritual.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah,

tujuan

dan

manfaat

penelitian

serta

sistematika penulisan.
BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan
dengan masalah penelitian, kerangka pemikiran dan
defenisi konsep.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi
penelitian, informan, teknik pengumpulan data serta
teknik analisis data.

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang berhubungan
dengan objek peneliti.

BAB V

: ANALISA DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini beriskan kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian

Universitas Sumatera Utara