Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan

(1)

STRATEGI BERTAHAN HIDUP KELUARGA PEMULUNG DI

LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH KELURAHAN PAYA PASIR KECAMATAN MEDAN MARELAN

Pedoman Wawancara (Interview Guide)

Pedoman wawancara ditujukan kepada Informan pangkal, informan utama, dan informan tambahan untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan di lapangan. Pedoman wawancara juga untuk mempermudah dan mengarahkan peneliti dalam mendapatkan data yang sistematis maka akan digunakan pedoman wawancara sesuai fokus penelitian.

a. Informan Pangkal

Yang menjadi informan pangkal adalah Kepala Lingkungan Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan, untuk memperoleh informasi tentang sejarah desa dan data-data sekunder tentang Kelurahan Paya Pasir seperti komposisi penduduk, sarana dan prasarana, sistem mata pencaharian penduduk, dan lain-lain.

Pedoman wawancara :

Bagaimana keadaan penduduk di Kelurahan Paya Pasir ini, baik itu jumlah penduduk maupun mata pencaharian?

Bagaimana keadaan pemulung di Kelurahan Paya Pasir ini ? b. Informan Utama

Yang menjadi informan kunci adalah 5 kepala keluarga pemulung, untuk memperoleh informasi tentang kehidupan keluarga pemulung, apa strategi yang mereka lakukan agar dapat tetap mempertahankan kelangsungan hidup keluarga dan untuk memperoleh informasi tentang kondisi sosial ekonomi kepala keluarga pemulung sebelum dan sesudah melakukan strategi tersebut.


(2)

Pedoman wawancara :

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Suku :

Agama :

Alamat :

Status :

Pendidikan terakhir : Hari/Tanggal wawancara:

Waktu :

1. Apakah pekerjaan utama bapak/ibu sebagai pemulung?

2. Apa persoalan mendasar atau alasan bapak/ibu untuk memilih bekerja sebagai pemulung ?

3. Berapa lama jam kerja bapak/ibu sebagai pemulung dalam sehari ? 4. Berapa penghasilan sehari-hari yang bapak/ibu peroleh dari memulung ? 5. Berapa pengeluaran keluarga dalam sebulan ?

6. Berapa jumlah anak bapak/ibu (baik yang belum / sedang sekolah) ? 7. Berapa jumlah tanggungan bapak/ibu dalam keluarga?

8. Bagaimana kondisi rumah yang bapak/ibu tempati dengan keluarga dan bagaimana status kepemilikan rumah tersebut ?

9. Apa saja kebutuhan yang harus dipenuhi baik dalam kehidupan sehari – hari maupun bulanan?


(3)

11.Bagaimana menurut bapak/ibu terhadap pendapatan yang bapak/ibu terima dari pekerjaan memulung, apakah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan? 12.Apakah ada anak atau saudara yang membantu perekonomian?

13. Apakah bapak/ibu punya pekerjaan sampingan, jika ada kenapa memilih pekerjaan tersebut?

14.Apakah ada perubahan pola konsumsi dalam keluarga untuk tetap bertahan dengan pendapatan yang minim?

15.Apakah bapak/ibu sering meminjam uang ke tetangga untuk memenuhi kebutuhan atau kemanakah biasanya bapak/ibu mencari pinjaman ketika mengalami kesulitan keuangan?

16.Apakah ada tabungan keluarga?

17.Apakah ada rintangan atau masalah ketika memilih strategi tersebut?

18.Bagaimana dampak atau kondisi ekonomi keluarga setelah melakukan strategi tersebut, apakah dapat meningkatkan atau hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari?

c. Informan Tambahan

Yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah tetangga ataupun orang lain yang ada di lingkungan TPA Paya Pasir yang bekerja sebagai pemulung. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang tanggapan mereka terhadap cara atau langkah yang dilakukan oleh keluarga pemulung dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarga mereka serta informasi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan pemulung.


(4)

BUKTI DOKUMENTASI

Gambar 6.1:

Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Pemulung sedang memungut sampah yang bisa di daur ulang.

Sumber: Dokumentasi Penelitian April 2016

Gambar 6.2:


(5)

Gambar 6.3:

Proses pengeringan (sisa-sisa sampah plastik yang masih dapat di daur ulang)

Sumber: Dokumentasi Penelitian April 2016

Gambar 6.4:

Pengumpulan sampah di pekarangan rumah penduduk, yang akan di pilih untuk bersihkan


(6)

Gambar 6.5:

Masih banyak sampah berserakan di pekarangan rumah warga

Sumber: Dokumentasi Penelitian April 2016

Gambar 6.6:

Alat untuk membersihkan sampah plastik yang akan di daur ulang (Pencuci plastik )


(7)

Gambar 6.7:

Truk pengangkut sampah dari Tempat Pembuangan Sementara ke Tempat Pembuangan Akhir

Sumber: Dokumentasi Penelitian April 2016

Gambar 6.8:

Kepala Lingkungan I Kel. Paya Pasir


(8)

Gambar 6.9:

Kantor UPTD TPA Terjun

Sumber: Dokumentasi Penelitian Mei 2016

Gambar 6.10:

Ketua Pemulung TPA Terjun


(9)

Gambar 6.11: Informan Utama 2

Sumber: Dokumentasi Penelitian April 2016

Gambar 6.12: Informan Utama 3


(10)

Gambar 6.13: Informan Utama 4

Sumber: Dokumentasi Penelitian April 2016

Gambar 6.14: Informan Utama 5


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Arian, Josua. 2014. Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung, Skripsi (SI). Medan: Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Sumatera Utara. Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif – Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial. Surabaya: Kencana.

Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung:PT. Refika Aditam. Marzali, Amri. 2003. Strategi Peisan Cikalog Dalam Menghadapi Kemiskinan. Jakar

ta: Yayasan Obor Indonesia.

Oos, M.Anwas. 2014. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Jakarta: Alfabeta. Sabarguna, Boy S. 2008. Pengembangan Posyandu, Peningkatan Pendapatan,

Pengolahan Sampah Juga Seni dan Pariwisata Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa. Jakarta: Sagung Seto.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial - Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu- Ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan: Grasindo Monoratama. Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan dan Solusi. Medan: PT. Grasindo Monoratama. Soetomo. 2010. Strategi–Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Suparlan, Y.B. et al. 1983. Kamus Istilah Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT. Pustaka Pengarang.

Surya, Rizal.R. 2010. Hj.Fatimah Habibie: Aksinya Mengentaskan Kemiskinan dan Mencerdaskan Masyarakat. Medan: BPAD Provinsi Sumatera Utara.

Suyanto dan Asep Jihad. 2013. Cara Cepat Belajar Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Multi Presindo.

Tantawi, Isma. 2014. Bahasa Indonesia Akademik. Medan: Cita Pustaka Media.

Sumber Lain:

Ibrahim, Bedriati dan Baheram Murni, Laporan Penelitian: Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Desa Salo Kabupaten Kampar, (Online), (http://repository.unri.ac.id diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.25 WIB).


(12)

Citra, Cici Dwi Jaya. 2013. Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan TPA Pakusari. Skripsi (S1), (Online), Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Jember. (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.25 WIB).

Fadillah, Nisaul dan Wenny Dastina. 2010. Jurnal: Keluarga Pemulung Di Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi, (Online), Media Akademika Volume 25 No 4 Oktober, (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.30 WIB).

Http://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan_primer (diakses pada tanggal 1 April 2016 pukul 10.30 WIB).

Http://www.bkkbn-jatim.go.id, (diakses pada 27 Mei 2016 pikul 20.15 WIB).

Mintaroem, Karjadi. 1999. Laporan Penelitian: Penghasilan Pemulung di Kota Madya Daerah Tingkat II Surabaya. (Online), www.penghasilan-pemulung (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.30 WIB).

Nabela, Versia Aziz. 2013. Modal Sosial Sebagai Strategi Kelangsungan Hidup Tukang Sampah di Tempat Pembuangan Sementara.

Nessa. 2014. Jurnal: Strategi Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup Pada Rumah Tangga Pemulung,(Online) (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.30 WIB).

Sudiro, Lingga. 2012. Naskah Publikasi: Pemulung Anak-Anak Yang Masih Sekolah - Fungsi Keluarga Pada Keluarga Pemulung Anak-anak Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Ganet Tanjungpinang, (Online), (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.30 WIB).

Suhendri. 2015. Jurnal: Kehidupan Pemulung di TPA Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara, (Online), Volume 4 nomor 2 Edisi Juni, http://jurnafis.untan.ac.id. (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 14.30 WIB).

Susianingsih, 2010. Kajian Geografis Kegiatan pemulung Jalanan Kecamatan Sawahan Kota Surabaya. www.kegiatan.pemulung. (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 15.00 WIB).

Undang Undang Dasar Republik Indinesia 1945 Pasal 27 ayat 2 Undang Undang Dasar Republik Indinesia 1945 Pasal 34 ayat 2

Wahyudi, Hendra. 2007. Jurnal Harmoni Sosial: Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi Keluarga Miskin Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak, (Online),

Vol 1 No2 Januari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2923/1/A08tsu abstract.pdf. (diakses pada 23 Februari 2016 pukul 15.00 WIB).


(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian yang ingin diteliti secara mendalam. Dengan menggunakan metode deskriptif akan memberikan keterangan ataupun situasi gambaran nyata di lapangan dalam bentuk fenomena maupun fakta-fakta, data-data. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada suatu fenomena sosial dan masalah sosial yang dirasakan oleh objek penelitian (Bungin, 2011:76).

Adapun penentuan penggunaan penelitian kualitatif yang digunakan adalah dikarenakan permasalahan yang diteliti adalah tetap, yaitu ingin mengetahui tentang strategi bertahan hidup keluarga pemulung yang dilihat dari penghasilan yang diperoleh oleh pemulung dari hasil memulung (minimnya penghasilan) dan kondisi keluarga pemulung yang menjadikan mereka hidup di pemukiman kumuh tersebut sehingga sejak awal sampai akhir peneliti tidak mengkaji tentang hubungan ataupun pengaruh antar variabel.

Melalui penelitian ini, penulis ingin menggambarkan secara menyeluruh tentang Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.


(14)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di:

1. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA Terjun).

2. Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.

3. Unit Pelaksana Teknis Daerah TPA Terjun

Alasan memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian adalah karena TPA Terjun merupakan satu-satu TPA yang penulis ketahui yang ada di kota Medan setelah TPA Namo Bintang Pancur Batu resmi ditutup, kemudian TPA Kelurahan Terjun ini sangat dekat dengan Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir dimana banyak terdapat masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan sepengetahuan penulis belum ada penelitian yang membahas permasalahan mengenai strategi bertahan hidup keluarga pemulung yang berada di lingkungan TPA Terjun Kel. Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.

Lokasi tersebut dipilih dengan berbagai pertimbangan karena peneliti melihat banyak orang berdatangan untuk melakukan pekerjaan memulung, sehingga persaingan antar pemulung pendatang dengan penduduk asli menjadi bertambah padahal hasil memulung hanya pas-pasan. Sampah yang menjadi ladang rejeki bagi penduduk asli, sekarang harus berbagi dengan pemulung pendatang sehingga mengurangi pendapatan keluarga pemulung penduduk asli. Dalam hal tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh keluarga pemulung agar tetap bisa mempertahankan kelangsungan hidup keluarga dari berbagai kesulitan yang ada.


(15)

3.3 Informan

Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi yang dapat memberikan informasi, data ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Informan penelitian dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana langkah yang ditempuh peneliti agar data atau informasi dapat diperoleh. Dalam hal ini, peneliti menentukan informan dan bagaimana mendapatkan informan. (Bungin, 2011:107).

Maka dalam penelitian ini, yang akan dijadikan informan adalah:

a. Informan Pangkal, merupakan informan awal yang dijumpai yang dianggap dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.

b. Informan Utama, yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah yang sedang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah kepala keluarga (baik laki-laki / perempuan), jumlah informan sebanyak 5 kepala keluarga pemulung. Untuk menentukan informan ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan purposive. Menurut Bungin (2011:107), teknik purposive adalah salah satu strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Dengan karakteristik informan:

1. Bapak / Ibu yang menjadi kepala keluarga, berumur 30 - 55 tahun. 2. Memiliki 2 orang anak atau lebih.


(16)

3. Penduduk asli dan penduduk pendatang yang tinggal di Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan dan di sekitaran lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

4. Pekerjaan utama sebagai pemulung.

5. Penghasilan yang diperoleh dari memulung maksimal Rp. 100.000 per hari.

6. Memiliki cukup waktu dan bersifat terbuka.

c. Informan Tambahan, yaitu orang yang dapat memberikan informasi mengenai masalah penelitian yang sedang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah tetangga ataupun orang lain yang ada di lingkungan TPA Terjun yang bekerja sebagai pemulung.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Hal tersebut dimaksudkan untuk memastikan keakuratan hasil penelitian dan digunakan sebagai data pendukung yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, seperti :

1. Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu pengamatan terhadap objek atau fenomena yang berkaitan dengan penelitian. Digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda, serta rekaman gambar.


(17)

Selama penelitian berlangsung pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan pada berbagai aktivitas yang dilakukan oleh keluarga pemulung serta berbagai kondisi – kondisi seperti:

1. Kondisi rumah yang ditempati oleh keluarga pemulung.

2. Aktivitas yang dilakukan oleh keluarga pemulung (dalam hal ini kepala keluarga) dalam melakukan pekerjaan memulung seperti jenis sampah yang diambil, strategi apa yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga, contoh melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja.

b. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan pengumpul data dengan informan sehingga informan memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian.

Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang sejarah desa, deskripsi desa dan data – data penduduk.

Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan utama yaitu kepala keluarga pemulung untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian yang akan diteliti. Wawancara dengan informan utama dilakukan secara terbuka, dimana informan mengetahui kehadiran pewawancara sebagai peneliti yang bertugas melakukan wawancara di lokasi penelitian, hal ini bertujuan agar peneliti memiliki kesempatan dan waktu untuk melakukan pencatatan saat melakukan wawancara atau sehabis wawancara.


(18)

Berikut pedoman wawancara yang akan dilakukan pada saat wawancara dengan informan utama adalah:

1. Berkaitan dengan latar belakang informan, seperti: nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, asal daerah, tingkat pendidikan terakhir.

2. Apakah pekerjaan utama bapak/ibu sebagai pemulung?

3. Apa persoalan mendasar atau alasan bapak/ibu untuk memilih bekerja sebagai pemulung ?

4. Berapa lama jam kerja bapak/ibu sebagai pemulung dalam sehari ? 5. Berapa penghasilan sehari-hari yang bapak/ibu peroleh dari memulung ? 6. Berapa pengeluaran keluarga dalam sebulan ?

7. Berapa jumlah anak bapak/ibu (baik yang belum / sedang sekolah) ? 8. Berapa jumlah tanggungan bapak/ibu dalam keluarga?

9. Bagaimana kondisi rumah yang bapak/ibu tempati dengan keluarga dan bagaimana status kepemilikan rumah tersebut ?

10.Apa saja kebutuhan yang harus dipenuhi baik dalam kehidupan sehari – hari maupun bulanan?

11.Apakah kebutuhan kesehatan anggota keluarga bapak/ibu terpenuhi ?

12.Bagaimana menurut bapak/ibu terhadap pendapatan yang bapak/ibu terima dari pekerjaan memulung, apakah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan? 13.Apakah ada anak atau saudara yang membantu perekonomian?

14. Apakah bapak/ibu punya pekerjaan sampingan, jika ada kenapa memilih pekerjaan tersebut?

15.Apakah ada perubahan pola konsumsi dalam keluarga untuk tetap bertahan dengan pendapatan yang minim?


(19)

16.Apakah bapak/ibu sering meminjam uang ke tetangga untuk memenuhi kebutuhan atau kemanakah biasanya bapak/ibu mencari pinjaman ketika mengalami kesulitan keuangan?

17.Apakah ada tabungan keluarga?

18.Apakah ada rintangan atau masalah ketika memilih strategi tersebut?

19.Bagaimana dampak atau kondisi ekonomi keluarga setelah melakukan strategi tersebut, apakah dapat meningkatkan atau hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari?

Sedangkan wawancara mendalam yang dilakukan pada informan tambahan bertujuan untuk memperoleh tanggapan mereka atas strategi yang dilakukan oleh keluarga pemulung dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarga mereka. 2. Data Sekunder

a. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang menyangkut dengan masalah yang akan diteliti yang diperoleh dari beberapa buku, jurnal dan karya tulis lainnya sehingga diperoleh kelengkapan data. Studi pustaka dilakukan dibeberapa tempat, yaitu perpustakaan FISIP USU, perpustakaan USU, dan perpustakaan lainnya yang mendukung dalam referensi yang berkaitan dengan strategi bertahan hidup keluarga pemulung di lingkungan tempat pembuangan akhir sampah.

b. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada dilokasi penelitian serta sumber – sumber lain yang menyangkut masalah yang sedang di teliti, seperti dokumen pemerintah atau data yang diperoleh dari web site (internet).


(20)

3.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber baik dari wawancara ataupun observasi yang telah dilakukan kemudian menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Kemudian data yang ada dianalisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Menurut Bungin (2011:161) dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu:

a. menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut.

b. menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial.

Jadi, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan cara memilih hal – hal yang pokok dan penting (perlu atau tidaknya bagian itu dicantumkan) agar memberikan deskripsi yang jelas, kemudian penyajian data dilakukan dengan membuat tabel dan uraian singkat yang bersifat naratif, sehingga memperoleh suatu kesimpulan dari pertanyaan penelitian.


(21)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir

Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan merupakan lingkungan yang paling dekat jaraknya dengan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah Kota Medan yaitu TPA Terjun. Jarak antara Lingkungan I dengan TPA Terjun ± 600 m.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, jarak lokasi TPA dari pemukiman lebih dari 1 km. Sampah selalu identik dengan lalat karena lalat suka hinggap di tempat yang berbau busuk dan kotor seperti sampah. Menurut Depkes (2001), jarak terbang lalat efektif adalah 450-900 m sehingga mempermudah lalat untuk hinggap dimana saja terutama di pemukiman penduduk.

Kelurahan Paya Pasir merupakan Kelurahan perbatasan Kelurahan Terjun, dimana tempat pembuangan akhir sampah ini berada pada kawasan hukum Kelurahan Terjun. Kelurahan Paya Pasir merupakan salah satu wilayah yang strategis bagi pemulung untuk bermukim. Batas areal tempat pembuangan akhir sampah dengan pemukiman penduduk hanya dibatasi oleh aliran anak sungai yang terbentang sepanjang tempat pembuangan akhir.

Kelurahan Paya Pasir memiliki luas 42 hektar dan luas pemukiman dimana sebagian keluarga pemulung yang bertempat tinggal disana sekaligus tempat mengumpulkan sampah-sampah hasil memulung adalah 35 hektar. Sedangkan luas


(22)

tempat pembuangan akhir sampah adalah 17 hektar dan memiliki dasa wisma sebanyak 20 namun 17 yang aktif sampai sekarang.

Secara geografis, batasan wailayah Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir dengan lingkungan lain:

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Kapten Rahmat Buddin

- Sebelah Timur berbatasan dengan Gang Volly antara Lingkungan 1 dengan Lingkungan 2

- Sebelah Utara berbatasan dengan Gang tanah wakaf antara Lingkungan 1 dengan Lingkungan 9

- Sebelah Barat berbatasan dengan Paret Terjun

Kelurahan Paya Pasir memiliki 9 lingkungan, namun yang menjadi lokasi penelitian adalah Lingkungan 1. Lingkungan 1 ini dipimpin oleh seorang Kepala Lingkungan yang bernama Pak Poniran yang berusia 51 tahun.

4.2 Gambaran Penduduk Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir

Permasalahan kependudukan merupakan problema umum bagi setiap daerah, meskipun penduduk adalah salah satu modal dasar dari pembangunan. Namun, jumlah penduduk yang besar saja tanpa dibekali pendidikan, keahlian dan keterampilan tidak selalu menjadi jaminan keberhasilan dari suatu pembangunan. Gambaran mengenai penduduk itu bisa saja berupa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, agama, usia, dan pekerjaan.

Jumlah penduduk Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir sendiri berdasarkan sumber yang peneliti dapatkan dari Kepala Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir berjumlah 1496 jiwa yang terdiri dari 759 jiwa laki-laki dan 737 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Paya Pasir adalah sebanyak 390 KK. Seluruh


(23)

masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan I adalah masyarakat pribumi atau seluruh berwarganegara Indonesia.

4.2.1 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel di bawah ini akan menunjukkan jumlah penduduk Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir berdasarkan umur.

Tabel 4.1

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Umur Jumlah

1 0 – 5 79

2 6-9 147

3 10-16 128

4 17-25 221

5 26-30 146

6 31-35 108

7 36-40 95

8 41-45 101

9 46 Keatas 471

10 Jumlah 1496

Sumber : Data Kependudukan Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir

Dari tabel 4.1 di atas, tampak bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Paya Pasir berusia 46 tahun keatas sebanyak 471 orang, diikuti oleh kelompok umur 17 tahun hingga 25 tahun yang berjumlah 221 orang. Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit adalah kelompok umur 0 sampai umur 5 tahun yang berjumlah 79 orang. Kemudian yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah penduduk yang berumur 30 – 55 tahun.


(24)

4.2.2 Penduduk Berdasarkan Agama

Ditinjau dari sudut agama yang dianut oleh penduduk Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir, terdapat perbedaan jumlah penganutnya yang dikelompokkan atas penganut Agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2

Komposisi Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 1393

2 Katolik 27

3 Protestan 68

4 Hindu 3

5 Budha 5

6 Jumlah 1496

Sumber : Data Kependudukan Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir

Penduduk di Kelurahan Paya Pasir paling banyak menganut agama islam yang berjumlah 1393 orang karena penduduk yang tinggal di kelurahan ini mayoritas masyakatnya etnis melayu, jawa dan mandailing.

4.2.3 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Masyarakat Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir memiliki berbagai sumber mata pencaharian seperti ada yang berprofesi sebagai PNS,TNI, POLRI, Guru, Pegawai BUMN, Tenaga Medis, Wiraswasta, Pedagang, Petani,


(25)

Nelayan dan lain-lain. Untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Pekerjaan Jumlah

1 TNI-AD-AL-AU 5

2 Polri 2

3 Guru 15

4 Pegawai BUMN 2

5 Wiraswasta 658

6 Pedagang 54

7 Petani 21

8 Nelayan 10

9 PNS 19

10 Tenaga Medis 3

11 DLL 43

12 Jumlah 832

Sumber : Data Kependudukan Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir

Salah satu sektor pekerjaan penduduk yang berada di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir paling banyak memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Dalam hal ini pemulung termasuk pekerjaan golongan wiraswasta karena mereka membuka lapangan pekerjaan sendiri di sektor informal.

Penduduk di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir jika dilihat dari aspek mata pencaharian tergolong baik karena penduduk di Lingkungan I ini rata-rata memiliki pekerjaan, baik itu di sektor formal maupun informal seperti sebagai pemulung karena letak yang strategis yaitu dekat dengan TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan sehingga masyarakatnya lebih banyak yang bekerja sebagai pemulung.


(26)

4.3 Gambaran Sarana dan Prasarana Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir

Secara umum, sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Sarana dan prasarana merupakan alat yang amat penting bagi pencapaian kehendak dan tujuan.

Bagaimana baiknya suatu rencana tanpa didukung oleh adanya sarana, maka tujuan dari perencanaan itu akan sulit tercapai. Dengan demikian dalam merencanakan sesuatu, perlu memperhatikan sarana yang dapat mendukung pencapaian tersebut. Untuk menunjang aktivitas masyarakat di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir, terdapat beberapa sarana dan prasarana yang mendukung beberapa aspek kehidupan masyarakat seperti sarana pendidikan, agama, dan perumahan.

4.3.1 Sarana di Bidang Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dibutuhkan sarana pendidikan berupaya yayasan atau lembaga-lembaga pendidikan. Adapun sarana-sarana di bidang pendidikan yang ada di Kelurahan Paya Pasir adalah sesuai dengan tabel berikut:


(27)

Tabel 4.4

Komposisi Menurut Sarana Pendidikan

No Sarana Jumlah

1 PAUD 1

2 TK 1

3 SD 1

4 SLTP -

5 SLTA -

6 Jumlah 3

Sumber : Data Kependudukan Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir

Dari tabel di atas jelas bahwasanya di Lingkungan I Paya Pasir hanya memiliki tiga sarana pendidikan yaitu, PAUD yaitu sekolah untuk anak usia dini, TK taman kanak-kanak yaitu sekolah untuk anak-anak yang berusia 5-6 tahun serta SD yang berada sama-sama di jalan Palu Nibung Gang Mushalla, sedangkan penduduk yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP maupun SMA harus melanjutkan sekolah ke luar daerah mereka.

4.3.2 Sarana di Bidang Agama

Di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir hanya memiliki satu tempat ibadah yaitu mesjid untuk penduduk yang beragama islam. Mesjid ini terletak di tengah-tengah pemukiman warga. Mesjid ini sebelumnya masih berstatus mushalla, hanya bisa digunakan untuk ibadah harian seperti shalat saja. Tetapi sekarang, mushalla ini sudah diresmikan menjadi mesjid, mesjid ini bisa digunakan untuk shalat jum’at dan shalat Id ( Idul Fitri), hingga sekarang mesjid ini sudah rami di kunjungi masyarakat sekitar untuk melakukan shalat berjemaah.


(28)

4.3.3 Sarana di Bidang Perumahan

Rumah merupakan kebutuhan primer bagi manusia karena rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk tinggal dan tempat istirahat bagi seluruh anggota keluarga, tetapi juga berfungsi sebagai sarana sosial bagi anak-anak mereka. Berdasarkan rumah dan sarana perekonomian di Kel. Paya Pasir, disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.5

Komposisi Menurut Rumah dan Sarana Perekonomian

No Sarana Jumlah

1 Perumahan 1

2 Rumah Kumuh 45

3 Toko 1

4 Kedei Sampah 9

5 Doorsmeer 3

6 Rumah Permanen 125

7 Rumah Semi Permanen 164

8 Jumlah 348

Sumber : Data Kependudukan Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir

Rumah semi permanen adalah rumah-rumah yang terbuat dari setengah batu dan yang berdinding setengah papan dan berlantai semen. Mayoritas perumahan di Kelurahan Paya Pasir ini adalah rumah semi permanen, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah rumah semi permanen yaitu berjumlah 164. Rumah semi


(29)

permanen juga banyak ditempati oleh keluarga pemulung namun status kepemilikan rumah ini masih bersifat sewa.

4.4 Gambaran Pemukiman Pemulung

Hasil pantauan di lokasi juga diketahui banyak penduduk yang menggantungkan nasib atau kehidupannya dengan menjadi pemulung atau mencari botot di TPA Terjun. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, sekitar 500 orang setiap harinya mencari kehidupan di TPA Terjun.

Pemulung bertempat tinggal di rumah kumuh yang berada disekitar TPA yaitu dimana rumah kumuh ini hampir rata-rata merupakan perumahan pemulung yang berkerja di TPA karena rumah berserta halamannya dimanfaatkan sebagai tempat mengumpulkan barang-barang bekas.

Pemulung tinggal bersama anak-anak mereka dan ada pula yang tinggal bersama keluarga besar. Dengan keadaan sekitar rumah yang banyak sampah, mereka nyaman tinggal dilingkungan sekitar TPA karena sudah terbiasa. Padahal, seseorang membutuhkan rasa ketentraman lahir dan batin, tidak hanya seperti kebutuhan untuk hidup saja seperti makan, minum melainkan kesehatan dan keselamatan jiwa agar bisa tetap bertahan hidup.

4.5 Gambaran Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Terjun

Sejalan dengan perkembangan pembangunan kota, sampah yang dibuang ke tempat pengelolaan akhir sampah pada masa-masa mendatang jumlahnya akan terus meningkat terutama pada daerah perkotaan. Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi jumlah dan volume, tetapi meningkat pula keanekaragaman, jenis dan karakteristiknya.


(30)

TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya, karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik, selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah, hal ini menyebabkan banyak pemerintah daerah masih merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas dibanding dengan pembangunan fasilitas lain di TPA.

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Terjun mulai dioperasikan pada tanggal 7 Januari 1993 yang berlokasi di Kelurahan Terjun berdekatan dengan Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan dengan luas lokasi 137.563 M² dan pemilikan lahan pemerintah kota Medan.

Jarak Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Terjun dari pemukiman 500m, sedangkan dari Sungai Deli berjarak 4 km, dengan pantai Belawan berjarak 6 km, jarak Bandara Udara Polonia dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Terjun berjarak sekitar 23 km, Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Terjun dengan kota berjarak sekitar 14 km dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Terjun memiliki lokasi cadangan yang belum di pergunakan seluas 4 hektar.

TPA Terjun mempunyai zona tidak aktif yang mana zona tidak aktif tidak lagi dipergunakan dalam hal kegiatan ataupun pengoperasian pemaparan sampah, bahwa zona tidak aktif tersebut telah ditimbun dengan tanah, pengadaan tanah dengan menggunakan anggaran tahun berjalan. TPA Terjun setahun dua kali melakukan penimbunan yang dilakukan secara manual dengan menggunakan alat berat Excavator yang berada di TPA.


(31)

Tahun 2015 telah diadakan penimbunan tanah sebanyak 3.967 m³ yang pelaksanaannya pada bulan April 2015 ditimbun sebanyak 742 m³ dan bulan Desember 2015 ditimbun sebanyak 3.225 m³. sedangkan di tahun 2016 diadakan penimbunan sampah dengan tanah sebanyak 15.152 m³, untuk pelaksanaannya penimbunan sampah pada pertengahan bulan Maret 2016 sampai dengan Juni 2016.

Dengan ditimbunnya sampah dengan tanah akan mengurangi bau busuk, lalat dan tidak terjadinya kebakaran yang dapat menganggu lingkungan. Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan, maka secara priodik sampah harus ditimbun dengan tanah. Lapisan tanah mempunyai fungsi untuk control kelembaban sampah, mencegah tersebarnya sampah, mencegah timbulnya bau, mencegah pertumbuhan binatang / vector penyakit dan mencegah kebakaran, ketebalan lapisan tanah timbun minimal 20-30 cm dalam keadaan padat.

Pada akhir ini telah timbul wacana pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan mengkoordinir beberapa Pemerintah Kota dan Kabupaten untuk membangun TPA Regional seperti TPA Regional mebidang (Medan-Binjai-Deliserdang) ataupun TPA Regional Mebidangro (Medan-Binjai-Deliserdang-Karo), namun sampai saat ini pembangunan TPA tersebut belum terencana sebagaimana mestinya, sementara Pemko Medan saat ini sudah sangat membutuhkan TPA baru dengan penerapan sistem sanitary landfill sejalan dengan maksud Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan persampahan, dan untuk rencana pembangunan TPA baru tersebut sangat diharapkan dukungan dana APBN dan APBD, sehingga akhirnya pengelolaan sampah kota Medan sesuai dengan tuntutan Kota Metropolitan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara.


(32)

Sesuai dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolahan Persampahan menyebutkan Visi dan Misi Pengelolahan Persampahan seperti tercantumkan dibawah ini:

4.5.1 Visi Pengelolahan Persampahan

Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera dimasa yang akan datang, baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek persampahan maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktivitas di dalamnya.

Secara umum, daerah perkotaan atau pedesaan yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat dapat ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut:

a. Seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan memiliki akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya.

b. Masyarakat memiliki lingkungan pemukiman yang bersih karena sampah yang dihasilkan dapat ditangani secara benar.

c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diarrhea, typus, disentri, dll, serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air atau tanah.


(33)

d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolahan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagi kesejahteraannya.

Kondisi tersebut diatas dapat tercapai bila visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan dapat dicapai yaitu: pemukiman sehat, bersih dari sampah. Visi diatas merupakan suatu keadaan yang ingin dicapai dimasa depan secara mandiri melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara sinergis antar pemangku kepentingan yang terkait secara langsung maupun tidak dalam pengelolaan persampahan.

4.5.2. Misi Pengelolahan Persampahan

Untuk dapat mewujudkan visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan maka dirumuskan misi, yaitu sebagai berikut:

a. Mengurangi timbulan sampah dalam rangka pengelolaan persampahan yang berkelanjutan.

b. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan sistem pengelolaan persampahan.

c. Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan peran aktif dunia usaha/swasta. d. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan dalam sistem

pengelolaan persampahan sesuai dengan prinsip good and cooperate govermance.

e. Memobilisasi dana dari berbagai sumber untuk pengembangan sistem pengelolaan persampahan.

f. Menegakkan hukum dan melengkapi peraturan perundangan untuk meningkatkan sistem pengelolaan persampahan.


(34)

4.5.3 Sarana dan Prasarana Tempat Pengelolaan Akhir

Tempat pengelolaan akhir sampah atau TPA merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan / pengangkutan, pengelolaan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Agar suatu TPA dapat dimanfaatkan dengan baik, lancar dan tidak menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya maka diperlukan berbagai prasarana dan sarana yang dapat digolongkan atas:

a. Fasilitas dasar TPA b. Fasilitas operasional TPA

c. Fasilitas perlindungan lingkungan TPA d. Fasilitas penunjang TPA

Secara lebih rinci prasarana dan sarana tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:

a. Fasilitas Dasar TPA

Merupakan fasilitas dasar yang diperlukan agar suatu TPA dapat dijangkau dan dimanfaatkan. Fasilitas dimaksud meliputi:

a. Jalan masuk b. Jalan operasional c. Listrik atau genset d. Drinase keliling e. Pagar pengaman


(35)

f. Air bersih g. Sumur bor h. Kantor b. Fasilitas Operasional TPA

a. Alat berat

b. Truk pengangkut tanah c. Pick up

d. Becak bermotor e. Tanah

c. Fasilitas Perlindungan Lingkungan TPA

Agar pengoperasian TPA tidak menimbulkan masalah baru bagi lingkungan sekitarnya maka TPA sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas:

a. Lapisan kedap air

b. Saluran pengumpulan lindi c. Instalasi pengelolaan lindi d. Sumur uji atau sumur pantau e. Penanganan gas

f. Penghijauan d. Fasilitas Penunjang TPA

a. Bengkel b. Grasi

c. Tempat pencucian alat angkut dan alat berat d. Alat pertolongan pertama pada kecelakaan e. Jembatan timbang


(36)

g. Tempat parkir h. Mushola

i. Hidrant kebakaran j. Mobil tangki air


(37)

BAB V

ANALISIS DATA

5.1Pengantar

Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dilapangan yaitu melakukan teknik wawancara secara mendalam dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan informasi mengenai strategi bertahan hidup keluarga pemulung di lingkungan tempat pembuangan akhir sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.

Pengumpulan data ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti.

2. Peneliti melakukan observasi untuk memperoleh gambaran tentang kondisi fisik dan sosial lokasi penelitian dan selanjutnya untuk menggali informasi tentang strategi bertahan hidup keluarga pemulung di lingkungan tempat pembuangan akhir sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan.

3. Melakukan wawancara terhadap informan pangkal, informan utama dan informan tambahan untuk mengetahui strategi bertahan hidup keluarga pemulung di lingkungan tempat pembuangan akhir sampah demi mempertahnkan kelangsungan hidup keluarga.


(38)

5.2Hasil Temuan Informan Pangkal

Nama : Poniran

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 51 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Gg. Mushola Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir Pekerjaan : Wiraswasta

Jabatan : Kepala Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir Status : Menikah

Pendidikan terakhir : SMA

Informan kunci yang peneliti wawancarai adalah Poniran, seorang bapak bersuku jawa beragama islam. Bapak Poniran berusia 51 tahun, pendidikan terakhir bapak Poniran adalah SMA. Bapak Poniran bekerja sebagai wiraswasta yang juga merupakan Kepala Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir. Bapak P memiliki seorang istri yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Jumlah anak bapak Poniran adalah 3 orang, anak pertama dan kedua sudah menikah (perempuan) dan anak ketiga sudah bekerja (perempuan).

Berdasarkan bantuan dari pemerintah, Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir memperoleh bantuan berupa Raskin, PKH (Program Keluarga harapan), dana BOS, KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera), sebagian dari pemulung juga mendapatkan bantuan dana tersebut, namun ada juga yang tidak mendapatkannya dikarenakan pemulung tersebut belum mengurus surat pindah yang


(39)

menyatakan bahwa mereka termasuk ke dalam data kependudukan di Kel. Paya Pasir.

Menurut bapak Poniran, kehidupan pemulung tergolong susah, karena masih banyak pemulung yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, jika dilihat dari hubungan antar pemulung, mereka sangat peduli dengan sesama. Misalnya, jika ada pemulung yang sakit maka mereka mengumpulkan uang untuk membantu biaya pengobatan.

Masalah yang sampai sekarang ini masih sering dikeluhkan oleh pemulung adalah masalah asap, dimana sering terjadi kebakaran di lahan atau pemukiman sampah (tempat pembuangan akhir sampah). Hal ini terjadi karena pantulan cahaya yang mengenai suatu benda (seperti kaca) yang menyebabkan timbulnya api (Hasil wawancara pada 23 April 2016).

Informan Utama 1

Nama : Irwan Brewo

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 38 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Paya Pasir Status : Menikah Pendidikan terakhir : SD

Informan pertama yang peneliti wawancarai adalah Irwan Brewo, lebih sering dipanggil dengan sebutan Pak Brewo. Pak Brewo bersuku jawa beragama islam, berusia 38 tahun, pendidikan terakhir Pak Brewo adalah Sekolah Dasar (SD). Pekerjaan utama sebagai pemulung yang juga merupakan ketua pemulung di TPA


(40)

Paya Pasir. Bapak IB bekerja sebagai pemulung sejak berusia 15 tahun. Bapak IB memiliki seorang istri, jumlah anak bapak IB adalah 3 orang, anak pertama SMA kelas 1 (laki-laki), anak kedua kelas 6 SD (perempuan) dan anak ketiga masih berumur 4 tahun (laki-laki), jumlah tanggungan bapak IB adalah 7 orang.

Biasanya pak Brewo memulung dari pukul 08.00 sampai 15.00 dan sesekali sampai pukul 22.00 WIB, setelah itu pak Brewo melanjutkan pekerjaannya dengan membersihkan dan memilah-milah barang-barang bekas dan plastik yang telah dikumpulkan lalu menjualnya pada toke barang bekas.

Penghasilan yang diperoleh Rp. 50.000 per harinya, waktu pak Brewo untuk memulung banyak tersita dikarenakan dia harus melayani tamu yang datang di pemukiman. Pak Brewo mengatakan anaknya belum ada yang bekerja dan untuk saat ini hanya dialah yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan istrinya terkadang juga membantu menambah penghasilan keluarga yaitu bekerja sebagai tukang cuci.

Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:

bapak mulung udah lama dek, sejak lajang dulu sekitar umur 15 tahun. Alasan bapak mulung ya karna gak ada kerja lain. Anak bapak ada 3 orang, yang pertama sudah SMA kelas 1 cowok, kedua SD kelas 6 cewek, yang ketiga baru umur 4 tahun laki-laki. Tanggungan bapak ada 7 orang termasuk bapak karna ada orangtua bapak sama adik bapak juga belum nikah. Kalo mulung itu bapak mulai dari jam 8 sampek jam 10 malam. Sehari-hari adalah dapat 50.000 itu udah bersih itu karena bapak harus melayani orang yang datang berkunjung sehingga bapak harus berhenti ngutip dulu jadinya jam kerja jadi berkurang” .


(41)

Pengeluaran yang harus dikeluarkan Rp 1.500.000 per bulannya, kebutuhan yang harus dipenuhi antara lain: kebutuhan sekolah anak (uang sekolah, buku, transportasi), makan/konsumsi keluarga (dalam sehari keluarga makan 3x dan sesekali 2x), dan biaya sewa rumah yang ditempati. Kesehatan keluarga pak Brewo terpenuhi, hal ini dilihat dari jarang keluarga pak Brewo mengalami sakit.

Bapak Brewo memiliki simpanan atau tabungan dari hasil memulung meskipun jumlahnya tidak banyak, hal ini ditujukan apabila ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi. Alasan pak Brewo bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa dia dapat apalagi pak Brewo hanya tamatan Sekolah Dasar saja, disamping itu pak Brewo juga menyatakan bahwa menjadi pemulung tidaklah hal yang susah, dengan modal kekuatan fisik dan tenaga kita akan mendapatkan uang dengan mencari barang bekas di area TPA. Barang hasil mulung pak Brewo berupa plastik, akua gelas, goni, dan baju bekas.

Kehidupan sosial diantara sesama pemulung menurut pak Brewo sangat baik, mereka saling tolong-menolong ketika diantara pemulung ada yang mengalami kesusahan.

Jika terjadi kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, maka usaha yang dilakukan pak Brewo agar bisa mempertahankan kelangsungan hidup keluarga adalah dengan cara meminjam uang kepada tetangga, disamping itu pak Brewo juga melakukan kerja sampingan seperti ngojek untuk menambah pendapatan. Sehingga pak Brewo dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:

“Kalo pengeluaran ada 1.500.000 per bulannya, untuk biaya sekolah anak, makannya, kebutuhan lainnya. Tabungan adalah sedikit dek, walaupun gak


(42)

banyak, takut nanti terjadi masalah dan butuh biaya banyak. Rumah kami masih punya orang dek alias nyewa. Kalo istri kadang-kadang kerja nyuci baju orang kadang-kadang dirumah. Bapak dari pancurbatu trus pindah kesini, disini sudah 3 tahun. Barang yang bapak kutip ada akua gelas, plastik, goni, baju bekas.

Orang disini baik-baik dek, kami disini saling membantu kalo ada diantara kami yang mengalami kesusahan contohnya kecelakan, kan biaya pengobatannya mahal jadi kami ngutip uang dari setiap pemulungnya. Kalo penghasilan gak cukup untuk memenuhi kebutuhan ya bapak biasanya minjam uang ke tetangga, kadang ngojek. Bapak gak ada dapat bantuan dari pemerintah, dulu lah ada dapat BLT tapi itu cuma sekali sampek sekarang gak ada lagi, kalo anak disekolah gak ada juga dapat bantuan dari pemerintah jadi biaya sendiri”.

Analisis data:

Dari data wawancara dan observsi yang telah peneliti lakukan selama penelitian pada bapak Brewo, disini peneliti menganalisis bahwa hal yang mendasar bapak Brewo memilih bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa didapat oleh bapak Brewo, hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan bapak Brewo yang akan sulit mendapatkan pekerjaan lain. Salah satu strategi yang diambil oleh bapak Brewo untuk mempertahankan hidup keluarga adalah dengan strategi jaringan yaitu memanfaatkan jaringan sosial seperti meminta bantuan kepada tetangga (meminjam uang ketika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi), strategi pasif yaitu dengan cara menabung sedikit dari penghasilan memulung, dan juga menggunakan strategi aktif yaitu melakukan tambahan kerja (kerja sampingan) diluar dari bekerja sebagai pemulung.


(43)

Informan Utama 2

Nama : Erwin

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 34 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Marelan

Status : Menikah Pendidikan terakhir : SMP

Informan kedua dalam penelitian ini adalah Bapak Erwin, seorang bapak berusia 34 tahun, beragama islam dengan suku jawa, berdomisili di marelan. Beliau memiliki seorang istri, dan 2 orang anak yang berusia 5 tahun (perempuan) dan anak kedua berumur 4 bulan (perempuan). Pendidikan terakhir bapak Erwin adalah SMP, pekerjaan utama beliau adalah sebagai pemulung, yang mulai memulung dari pukul 09.00 sampai pukul 15.00 WIB, dengan penghasilan yang diperoleh Rp 70.000 per harinya sedangkan pengeluaran setiap bulannya Rp 1.500.000, dari penghasilan yang diperoleh bapak Erwin jelas tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Bapak Erwin memiliki tanggungan 4 orang, rumah yang ditempati keluarga bapak Erwin merupakan rumah sewa dengan biaya sewa Rp 1.500.000 per tahunnya. Kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi adalah gizi anak seperti: susu, makan (3x sehari), biaya listrik. Anak bapak Erwin sering mengalami sakit, seperti demam tinggi dan batuk, sehingga harus mengeluarkan uang lagi untuk biaya pengobatannya. Alasan bapak Erwin memilih bekerja sebagai pemulung adalah


(44)

karena tidak ada pekerjaan lain yang cocok dengannya dan dilihat dari tingkat pendidikan bapak Erwin, hal ini akan mempersulit dia untuk mencari pekerjaan lain. Kalau dilihat dari segi kepemilikan harta benda, bapak Erwin hanya memiliki TV berukuran minim, kipas angin dan sepeda motor yang sudah sangat tua. Strategi yang diambil oleh bapak Erwin untuk mempertahankan hidup keluarga adalah dengan memanfaatkan jaringan sosial yaitu meminta bantuan kepada tetangga seperti meminjam uang ketika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi selain itu juga menambah jam kerja.

Dalam melakukan strategi tersebut terkadang bapak Erwin mengalami berbagai rintangan seperti sulit mendapat bantuan atau peminjaman uang ke tetangga karena keadaan tetangga tersebut juga mengalami kesulitan. Namun, setelah bapak Erwin melakukan strategi lain yaitu startegi aktif dengan menambah jam kerja dapat menambah penghasilan sehingga bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:

bapak sehari-hari mulung dek, dari jam 9 pagi sampek jam 3 sore, alasan bapak mulung ya karena susah nyari kerja lain, apalagi cuma tamat SMP mana mau orang memperkerjakan awak ditempat enak. Dalam sehari bapak dapat 70.000 kalo pengeluaran adalah 1.500 000 per bulannya untuk biaya susu anak, makan, beli minya kereta, listrik. Rumah masih nyewa 1.500.000 satu tahun. Dirumah cuma ada tv kecil, kipas angin dan kereta butut. Tanggungan ada 4 orang termasuk bapak. Anak bapak dua-duanya sering sakit, kadang demam tinggi kadang batuk. Kalo ada kebutuhan yang mendesak kalo lagi gak ada uang biasanya bapak minjem


(45)

ke tetangga kadang nambah jam kerja biasanya mulai dari jam 9 jadinya mulai dari jam 7 pagi”

Analisis data:

Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan selama penelitian pada bapak Erwin, disini peneliti menganalisis bahwa hal yang mendasar bapak Erwin memilih bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa didapat oleh bapak Erwin dan tidak ada kecocokan, hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan bapak Erwin yang akan sulit mendapatkan pekerjaan lain. Salah satu strategi yang diambil oleh bapak Erwin untuk mempertahankan hidup keluarga adalah menggunakan strategi jaringan dengan memanfaatkan jaringan sosial yaitu meminta bantuan kepada tetangga seperti meminjam uang ketika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, selain itu juga menggunakan strategi aktif yaitu dengan menambah jam kerja dari biasanya.

Informan Utama 3

Nama : Siti Aminah

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 46 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Paya Pasir

Status : Janda

Pendidikan terakhir : SMP

Informan ketiga dalam penelitian ini adalah ibu Siti, berusia 46 tahun bersuku jawa, beragama islam dan merupakan seorang janda. Berdomisili di Paya Pasir, pendidikan terakhir ibu Siti adalah SMP, bekerja sebagai pemulung. Ibu Siti


(46)

memiliki 3 orang anak, anak pertama SMA kelas 2 (perempuan), anak kedua SMP kelas 2 (laki-laki) dan anak ketiga SD kelas 6 (laki-laki).

Ibu Siti bekerja dari pukul 08.00 sampai pukul 14.00 WIB. Penghasilan yang diperoleh ibu Siti Rp 50.000 per harinya, sedangkan pengeluaran Rp 2.000.000 per bulannya. Menurut penuturan beliau penghasilannya itu sangat tidak mencukupi untuk biaya kehidupan keluarga sehari-hari,. Namun, pendapatan dari memulung tetap ditabungi oleh ibu Siti untuk jaga-jaga jika ada keperluan mendesak. Keluarga ibu Siti jarang mengalami sakit, kesehatan mereka terjaga, sehari-hari keluarga ibu Siti makan 2x. Rumah yang ditempati ibu Siti adalah warisan dari orang tuanya. Alasan ibu Siti memilih bekerja sebagai pemulung dikarenakan tidak memiliki keahlian dan keterampilan untuk bisa bekerja di tempat lain, apalagi mencari pekerjaan sekarang sangat sulit.

Jika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, ibu Siti biasanya meminjam uang kepada tetangga dan terkadang juga melibatkan anggota keluarga seperti anak untuk ikut bekerja memulung setelah pulang sekolah, supaya bisa menambah pengahasilan keluarga.

Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:

sehari-hari ibuk ngutip dek, suami ibuk udah lama meninggal, anak ibuk ada 3 orang, pertama kelas 2 SMA (perempuan), kedua kelas 2 SMP (laki-laki) yang ketiga kelas 6 SD (laki-laki). Ibuk kerja dari jam 8 sampek jam 2, dalam sehari ada dapat 50.000, kalo sebulan pengeluaran ada sampek 2.000.000. Dari hasil memulung biasanya ibuk simpan untuk ditabung, untuk jaga-jaga nanti kalo ada kebutuhan mendesak, bair gak payah nantinya. Disini ibuk tinggal dirumah peninggalan orangtua ibuk. Ibuk disini tinggal sama anak-anak aja. Kebutuhan


(47)

yang harus dipenuhi yaitu biaya sekolah anak, perlengkapannya, makan, keperluan rumah. Alasan ibuk kerja mulung ya karna nyari kerja itu susah gak ada kerja lain. Kalo dalam keadaan susah ibuk minjem uang ke tetangga, tapi itu jarang biasanya ibuk dibantu sama anak-anak, pulang sekolah mereka ikut mulung juga jadi nambah uang masuk juga yang penting sekolahnya gak terganggu”.

Analisis data:

Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan selama penelitian pada ibu Siti, disini peneliti menganalisis bahwa hal yang mendasar ibu Siti memilih bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa didapat oleh ibu Siti dan mencari pekerjaan lain sangat sulit. Salah satu strategi yang diambil oleh ibu Siti untuk mempertahankan hidup keluarga adalah dengan menggunakan strategi jaringan yaitu meminta bantuan kepada tetangga seperti meminjam uang ketika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, strategi pasif yaitu dengan cara menyisihkan pendapatan untuk ditabung selain itu juga dengan melakukan strategi aktif yaitu melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja.

Informan Utama 4

Nama : Koko

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 40 tahun

Suku : Batak

Agama : Kristen

Alamat : Marelan

Status : Menikah Pendidikan terakhir : SD


(48)

Informan keempat dalam penelitian ini adalah Bapak Koko, seorang bapak berusia 40 tahun, beragama kristen dengan suku batak, berdomisili di marelan. Beliau memiliki seorang istri, dan 3 orang anak yang pertama SMA kelas 2 (perempuan), anak kedua SMP kelas 3 (perempuan) dan anak ketiga SD kelas 6 (laki-laki). Pendidikan terakhir bapak Koko adalah SD, pekerjaan utama beliau adalah sebagai pemulung, beliau mulai memulung dari pukul 09.00 sampai pukul 18.00 WIB, dengan penghasilan yang diperoleh Rp 70.000 per harinya dari penghasilan tersebut sering disimpan atau di tabung oleh istrinya, sedangkan pengeluaran setiap bulannya Rp 1.500.000.

Bapak Koko memiliki tanggungan 5 orang, rumah yang ditempati keluarga bapak Koko merupakan rumah sewa dengan biaya sewa Rp 1.500.000 per tahunnya. Kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi adalah makan dan biaya sekolah anak, biaya listrik dan kebutuhan lainnya.

Penghasilan memulung ini sangat tidak mencukupi untuk kehidupan keluarga bapak Koko setiap harinya, hal ini dikarenakan banyaknya pengeluaran mereka sekeluarga tidak sebanding dengan penghasilan yang didapatkan. Sehingga bapak Koko harus menekan biaya pengeluaran keluarga seperti mengurangi konsumsi yang biasanya makan 3x dalam sehari sekarang menjadi 2x dalam sehari.

Alasan bapak Koko memilih bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada yang menerima dia dalam pekerjaan sektor formal dan jika dilihat dari tingkat pendidikan bapak Koko, hal ini akan mempersulit dia untuk mencari pekerjaan lain.

Strategi yang diambil oleh bapak Koko untuk mempertahankan hidup keluarga adalah dengan memanfaatkan jaringan sosial yaitu meminta bantuan kepada tetangga seperti meminjam uang ketika ada kebutuhan mendesak yang harus


(49)

dipenuhi dan bapak Koko segera membayarnya ketika sudah jatuh tempo agar tidak menghilangkan kepercayaan orang lain.

Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:

bapak sehari-hari mulung dek, dari jam 9 pagi sampek jam 6, alasan bapak mulung ya karena susah nyari kerja lain, apalagi cuma tamat SD Dalam sehari bapak dapat 70.000 kalo pengeluaran adalah 1.500 000 per bulannya untuk biaya sekolah anak, makan, bayar listrik. Rumah masih nyewa 1.500.000 satu tahun. Tanggungan bapak ada 5 orang termasuk bapak. Dari hasil memungut barang bekas tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karna banyak kali pengeluaran, jadi harus ditekan lah biaya pengeluarannya biasanya kami makan 3x sekarang makannya 2x sehari aja.

Bapak memiliki seorang istri, istri bapak cuma dirumah aja ngurus rumah, ibu rumah tangga dan bapak memiliki 3 orang anak dek yang pertama SMA kelas 2 (perempuan), anak kedua SMP kelas 3 (perempuan) dan anak ketiga SD kelas 6 (laki-laki). Kalo ada kebutuhan yang mendesak kalo lagi gak ada uang biasanya bapak minjem ke tetangga tapi cepat bapak bayar biar orang percaya sama kita” Analisis data:

Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan selama penelitian pada bapak Koko, disini peneliti menganalisis bahwa hal yang mendasar bapak Koko memilih bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa didapat oleh bapak Koko, hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan bapak Koko yang akan sulit mendapatkan pekerjaan lain. Salah satu strategi yang diambil oleh bapak Koko untuk mempertahankan hidup keluarga adalah dengan menggunakan strategi jaringan yaitu memanfaatkan jaringan sosial


(50)

dengan meminta bantuan kepada tetangga seperti meminjam uang ketika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, selain itu juga menggunakan strategi pasif yaitu mengurangi pengeluaran dengan cara berhemat dalam hal konsumsi.

Informan Utama 5

Nama : Ani

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 45 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Lingkungan 1 Paya Pasir Status : Menikah

Pendidikan terakhir : SD

Informan kelima dalam penelitian ini adalah ibu Ani, berusia 45 tahun bersuku jawa, beragama islam dan merupakan seorang kepala keluarga karena suaminya yang tak sanggup bekerja lagi disebabkan sakit. Berdomisili di Paya Pasir, pendidikan terakhir ibu Ani adalah SD, bekerja sebagai pemulung. Ibu Ani memiliki 2 orang anak, anak pertama sudah tamat SMA namun tidak melanjutkan kuliah (perempuan), dan anak kedua SMA kelas 1 (perempuan).

Ibu Ani bekerja dari pukul 08.00 sampai pukul 15.00 WIB. Penghasilan yang diperoleh ibu Ani Rp 60.000 per harinya, sedangkan pengeluaran Rp 1.500.000 per bulannya. Rumah yang ditempati ibu Ani merupakan rumah sewa dengan biaya sewa Rp 1.500.000 per tahunnya. Alasan ibu Ani memilih bekerja sebagai pemulung dikarenakan tidak mendapat pekerjaan di tempat lain, apalagi memulung bisa mengatur jam kerja sendiri, selain itu ibu Ani juga sudah lama tinggal di


(51)

sekitaran TPA sehingga dari sinilah sumber mata pencaharian yang beliau dapat yaitu bekerja sebagai pemulung.

Ibu Ani biasanya dibantu oleh anak dalam memenuhi kebutuhan keluarga, karena anak paling tua dari ibu Ani sudah memiliki pekerjaan. Namun, ibu Ani tetap berusaha dan bekerja keras dalam menghidupi keluarganya supaya semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Ibu Ani tidak sering meminjam uang kepada tetangga dikarenakan sudah dibantu oleh anaknya dalam memenuhi kebutuhan.

Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:

sehari-hari ibuk ngutip dek, suami ibuk sakit-sakitan sekarang, sakit tua gak sanggup berdiri lama, anak ibuk ada 2 orang, pertama sudah tamat sekolah tamat SMA, sekarang nyari-nyari kerja (perempuan), yang kedua kelas 1 SMA (perempuan). Ibuk kerja dari jam 8 sampek jam 3, dalam sehari ada dapat 60.000, kalo sebulan pengeluaran ada sampek 1.500.000. Disini ibuk tinggal sewa rumah 1.500.000 per tahun. Ibuk disini tinggal sama anak-anak aja sama bapak. Kebutuhan sehari-hari untuk biaya sekolah anak, perlengkapannya, makan, keperluan rumah. Alasan ibuk kerja mulung ya karna nyari kerja itu susah gak ada kerja lain. Anak ibu paling tua udah kerja jadi bisalah bantu dikit-dikit untuk membeli kebutuhan”.

Analisis data:

Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan selama penelitian pada ibu Ani, disini peneliti menganalisis bahwa hal yang mendasar ibu Ani memilih bekerja sebagai pemulung adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa didapat oleh ibu Ani dan memulung bisa mengatur jam kerja sendiri. Salah satu strategi yang diambil oleh ibu Ani untuk mempertahankan hidup keluarga adalah


(52)

dengan menggunakan strategi aktif yaitu melibatkan anggota keluarga dalam menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan.

Informan Tambahan 1

Nama : Agus

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 28 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Lingkungan 1 Kel. Paya Pasir Status : Menikah

Pendidikan terakhir : SMP

Menurut pandangan bapak Agus, kehidupan keluarga pemulung termasuk susah, karena masih banyak pemulung yang tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, namun disamping itu keluarga pemulung tidak pernah putus asa dalam bekerja dan selalu bekerja keras agar bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.

Dilihat dari kehidupan sosial, pemulung memiliki kehidupan yang rukun antar sesama, saling peduli dan tolong menolong ketika salah satu pemulung mengalami kesusahan atau kecelakaan.

Penghasilan rata-rata pemulung per harinya adalah Rp. 50.000, banyak juga pemulung di TPA Terjun ini membawa istri atau anaknya untuk bekerja, asalkan tidak menganggu kewajiban mereka sebagai istri dan anak. Hal ini bertujuan agar bisa menambah penghasilan keluarga sehingga pemulung tidak sampai larut malam dalam memungut sampah.


(53)

Informan Tambahan 2

Nama : Hendra

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 38 tahun

Suku : Minang

Agama : Islam

Status : Menikah Pendidikan terakhir : S1

Pekerjaan : Anggota UPTD Dinas Kebersihan TPA Terjun

Masalah yang lain juga ditimbulkan oleh masyarakat sekitar sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Hendra selaku Pegawai UPTD Dinas Kebersihan TPA Terjun Kota Medan yaitu :

“...Kalau udah kemarau kami cemas, karena di atas sana ada-ada saja kebakaran yang terjadi, kalau sudah panas kali bisa-bisa sampah di atas terbakar dengan sendirinya atau sengaja dibakar pemulung. Kalau sudah ada kejadiaan seperti itu UPTD jadi sasarannya, banyak masyarakat yang berdatangan mengeluh minta asapnya dimatikan atau mengeluh mengenai jalan yang berdebu akibat masuknya truck sampah ke areal TPA, padahal kami sudah menyiram jalan dari awal masuk TPA bahkan gang-gang pemukiman warga sampai Lokasi TPA wajib kami sirami tiap harinya, tapi itulah masyarakat tetap saja mengeluh ke UPTD...”(Hasil wawancara pada tanggal 20 April 2016).


(54)

5.3Analisis Hasil Temuan

Kemampuan untuk bertahan hidup didalam satu kondisi atau keadaan, itulah yang dilakukan oleh semua orang pada umumnya. Pertahanan hidup juga bisa diartikan sebagai teknik, cara atau langkah dalam menghadapi berbagai persoalan terhadap pertahanan kelangsungan hidup. Dikalangan penggiat kegiatan alam bebas, pertahanan dimaknai sebagai kemampuan dan teknik bertahan terhadap kondisi yang membahayakan kelangsungan hidup yang terjadi di alam terbuka dengan mempergunakan perlengkapan seadanya, hal ini dapat dilihat dari pemulung yang menggunakan perlatan memulung yang sangat sederhana dan jauh dari kata aman.

Strategi bertahan hidup adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap orang untuk dapat mempertahankan hidupnya melalui pekerjaan apapun yang dilakukannya. Strategi bertahan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat dasar agar dapat melangsungkan hidupnya.

Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dengan makhluk sosial lainnya harus bertingkahlaku sesuai tuntutan lingkungan tempat dimana manusia itu tinggal, dan tuntutan itu tidak hanya berasal dari dirinya sendiri. Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat penting bagi setiap manusia, karena permasalahan ekonomi merupakan problema yang menyangkut pada kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan hidup orang banyak.

Pendapatan yang diterima pemulung tidak menentu setiap harinya, pendapatan yang masih rendah dengan curahan jam kerja yang sudah digunakan pemulung belum sebanding dengan yang diperolehnya. Maka dari itu pemulung dalam pemenuhan kebutuhan pokok masih mengalami kesulitan sehingga pemulung mempunyai strategi dalam bertahan hidup yaitu dengan cara melibatkan anggota keluarga untuk bekerja, berhemat dalam hal konsumsi, menabung dan meminta


(55)

bantuan kepada orang terdekat, dengan demikian dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Rata-rata informan masih merasakan bahwa upah yang diterima dari pekerjaan memulung yang mereka lakukan kurang dan tidak dapat memenuhi karena tidak cukup dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari apalagi dengan biaya kebutuhan pokok yang semakin naik harganya dan juga biaya pendidikan anak seperti ongkos, buku dan uang jajan anak yang harus dipenuhi setiap harinya.

Sebagian besar dari mereka mengikutsertakan anak-anak mereka untuk menambah penghasilan keluarga. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dari pendapatan yang diterima dari pekerjaan mereka dipengaruhi juga oleh tanggungan dalam setiap keluarga. Dalam mengatur pola makan keluarga, pemulung bisa makan sebanyak 3 kali dalam sehari dan terkadang 2 kali. Keluarga pemulung merasa kebutuhan gizinya telah terpenuhi dengan menu makanan mereka sehari-hari hal ini dibuktikan dengan frekuensi keluarga mereka yang sangat jarang menderita sakit.

Berdasarkan status kepemilikan rumah hampir semua informan belum memiliki tempat tinggal sendiri, rumah tersebut mereka tempati dengan menyewa rumah orang lain. Berdasarkan kondisi fisik rumah tempat tinggal informan terbuat dari papan, dan batu sementara atap dari rumah tersebut semuanya terbuat dari bahan seng. Biaya sewa kontrak yang harus dikeluarkan sesuai dengan keadaan rumah yang ditempati.

Berbagai cara atau strategi bertahan hidup dilakukan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seperti pemulung yang ada di TPA Terjun Kelurahan Paya Pasir, mereka akan melakukan apa saja demi mempertahankan kelangsungan hidup keluarga, baik dengan cara memanfaatkan jaringan yaitu meminjam uang atau meminta bantuan kepada orang yang dirasa


(56)

dekat dengan pemulung seperti tetangga, atau karib kerabat. Selain itu, pemulung juga melibatkan anggota keluarga seperti istri dan anak untuk ikut bekerja demi menambah pendapatan.

Jika ditinjau dari keadaan yang dialami, kemiskinan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelaparan atau setidaknya kekurangan makanan, pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang di anggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Seperti juga yang terjadi pada keluarga pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dikarenakan minimnya penghasilan, selain itu tidak memiliki pekerjaan lain selain memulung karena sempitnya lahan pekerjaan yang disebabkan karena rendahnya pendidikan. Disamping itu, pemulung yang tidak memiliki tempat tinggal yang memadai hal ini dilihat dari kondisi tempat tinggal mereka yang kumuh karena dipenuhi sampah-sampah.

Memang sulit memperoleh informasi yang jelas mengenai indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan untuk melihat bahwa seorang individu ataupun kelompok masyarakat itu miskin atau tidak miskin. Namun demikian Emil Salim, dalam Kemiskinan dan Solusi (2012:23) menunjukkan adanya karakteristik kemiskinan:

1. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai,


(57)

ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Hal ini sama seperti yang terjadi pada pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir yang tidak memiliki keterampilan lain untuk mencari pekerjaan di sektor formal sehingga mereka terpaksa harus bekerja di sektor informal seperti sebagai pemulung karena tidak membutuhkan keahlian, serta mereka juga tidak memiliki modal untuk membangun usaha sendiri.

2. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tamat SD atau tamat SMP. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita hanya semata-mata untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu belajar atau meningkatkan keterampilan. Hal ini sama seperti yang dialami keluarga pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir, mereka pada umumnya hanya tamatan SD maupun SMP sehingga pengetahuan mereka tentang bagaimana hidup dan bersaing dikota pun minim, mereka hanya bisa bekerja sebagai pekerja kasar seperti pemulung sehingga waktu mereka kebanyakan mereka habiskan untuk bekerja mencari penghasilan dan terkadang anak mereka juga ikut dalam proses tersebut.

Kondisi lingkungan pemulung yang kumuh dapat memperparah kehidupan mereka, karena bisa saja sewaktu-waktu mereka terserang penyakit, serta pengetahuan dan keterampilan mereka yang minim membuat mereka tidak bisa mendapat pekerjaan di sektor formal sehingga mereka harus tetap bertahan dalam pekerjaannya yaitu sebagai pemulung. Dengan pekerjaan yang mereka geluti saat ini pun belum bisa untuk memenuhi kehidupan mereka karena pendapatan yang mereka


(58)

dapatkan lebih sedikit dari pengeluaran mereka serta jam kerja yang mereka habiskan lebih lama dan lebih melelahkan.

5.4 Analisis Strategi Bertahan hidup

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir menggunakan tiga strategi bertahan hidup sekaligus untuk tetap bisa bertahan hidup di tengah keterbatasan yang mereka miliki. Strategi tersebut adalah strategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suhartono yang menyatakan bahwa strategi bertahan hidup dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai strategi.

Strategi bertahan hidup dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu srategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan. Berikut penjelasan dari masing-masing strategi bertahan hidup Ibu tunggal di Desa Namo Bintang.

5.4.1 Strategi Aktif

Strategi aktif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan kepala keluarga (keluarga pemulung) untuk menambah pendapatan keluarga dengan menambah jam kerja dari biasanya karena tuntutan hidup yang semakin besar, selain itu juga dengan melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja agar dapat membantu kehidupan sehari-hari mereka, seperti melibatkan istri, anak-anak dan adik, asalkan tidak mengganggu aktivitas wajibnya (seperti sekolah).

Berbagai bentuk strategi yang dibangun oleh keluarga pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir ini antara


(59)

lain: memperpanjang jam kerja, melakukan kerja sampingan dan memanfaatkan atau mengarahkan anggota keluarga untuk memperoleh penghasilan.

Dari hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa informan melibatkan anggota keluarga seperti anak untuk memenuhi kebutuhan keluarga, namun tidak menganggu kegiatan wajib anak seperti sekolah, jadi mereka membantu orang tuanya memulung setelah pulang sekolah.

Hal ini terungkap dari pernyataan salah satu informan, Ibu Siti (46 tahun) yang mengatakan:

“Kalo dalam keadaan susah ibuk minjem uang ke tetangga, tapi itu jarang biasanya ibuk dibantu sama anak-anak, pulang sekolah mereka ikut mulung juga jadi nambah uang masuk juga yang penting sekolahnya gak terganggu” (wawancara 10 April 2016).

Strategi perlibatan anggota keluarga dalam membantu perekonomian memang sangat penting, mau tidak mau setiap anggota keluarga dalam keluarga mereka harus bisa membantu memberikan penghasilan tambahan agar kebutuhan mereka bisa lebih tercukupi. Selain itu, perlibatan anak dalam peran ekonomi juga akan memupuk kemampuan anak dalam membaca peluang ekonomi, mereka akan lebih mampu memanfaatkan situasi dan kondisi untuk mengakses uang.

Namun, disisi lain, strategi ini juga berdampak kepada hak anak dalam mendapat akses pendidikan yang baik. Bisa jadi karena keterlibatan mereka dalam ekonomi keluarga bisa berdampak pada terganggunya aktivitas pendidikan mereka sehingga bisa menurunkan prestasi dan minat mereka dalam bersekolah.

Hal ini juga dialami oleh informan lainnya, mereka mendayagunakan anggota keluarga mereka untuk membantu perekonomian keluarga. Hal ini sama seperti yang dikatakan salah satu informan, Ibu Ani (45 tahun) yang mengatakan:


(60)

“Anak ibu paling tua udah kerja jadi bisalah bantu dikit-dikit untuk membeli kebutuhan” (wawancara 10 april 2016).

Selain itu, strategi yang dilakukan oleh pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir ini dalam bertahan hidup adalah dengan memperpanjang jam kerja dan melakukan kerja sampingan, seperti yang dilakukan oleh salah satu informan yaitu Bapak Erwin, dimana beliau memperpanjang jam kerja untuk mendapat uang tambahan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh informan itu sendiri, Pak Erwin ( 34 tahun) yang mengatakan:

“Kalo ada kebutuhan yang mendesak kalo lagi gak ada uang biasanya bapak minjem ke tetangga, kadang nambah jam kerja biasanya mulai dari jam 9 jadinya mulai dari jam 7 pagi” (wawancara 3 April 2016).

Hal senada yang dilakukan oleh informan yang melakukan startegi bertahan hidup adalah dengan cara melakukan kerja sampingan, yaitu Bapak Irwan Brewo (38 tahun) yang mengatakan:

“Kalo penghasilan gak cukup untuk memenuhi kebutuhan ya bapak biasanya minjam uang ke tetangga, kadang ngojek untuk nambah uang masuk” (wawancara 3 April 2016).

Fakta di atas relevan dengan pendapat dalam jurnal Wahyudi (2007) yaitu Teori Coping Strategies yang menyatakan bahwa strategi aktif merupakan strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, melakukan kerja sampingan, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitar dan sebagainya demi menambah penghasilan.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nessa (2014) bahwa keterlibatan anggota rumah tangga dalam bekerja merupakan suatu usaha


(61)

yang dilakukan keluarga pemulung dengan mengoptimalkan segala potensi untuk meningkatkan penghasilan karena tuntutan hidup yang semakin besar. Berbagai bentuk strategi yang di bangun oleh keluarga pemulung selain melakukan aktivitas sendiri dengan melakukan pekerjaan tambahan, juga melakukan pembagian kerja keluarga dengan keterlibatan anggota keluarga untuk menambah pendapatan dan supaya dapat membantu kehidupan sehari-hari mereka.

5.4.2 Staretgi Pasif

Penekanan ataupun pengetatan pengeluaran merupakan strategi yang bersifat pasif yaitu dengan mengurangi pengeluaran keluarga seperti pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dalam hal ini, pemulung mempertahankan hidup dengan cara berhemat yaitu menghemat konsumsi, hal ini disebabkan karena pemulung sudah terbiasa makan seadanya sehingga mereka berhemat dalam memenuhi konsumsi (sembako) disamping itu mereka juga berhemat dengan cara menabung sebahagian kecil dari pendapatan mereka.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir sering menekan pengeluaran dengan cara menghemat konsumsi. Seperti penuturan Bapak Koko (40 tahun) yang mengatakan:

Dari hasil memungut barang bekas tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karna banyak kali pengeluaran, jadi harus ditekan lah biaya pengeluarannya yang biasanya kami makan 3x sekarang makannya 2x sehari aja” (wawancara 10 April 2016).


(62)

Selain menghemat dalam hal konsumsi, hal senada yang dilakukan oleh informan lain seperti menabung dari penghasilan yang didapat, seperti ungkapan oleh salah satu informan,Ibu Siti (46 tahun), yang mengatakan:

“Dari hasil memulung biasanya ibuk simpan untuk ditabung, untuk jaga-jaga nanti kalo ada kebutuhan mendesak, bair gak payah nantinya” (wawancara 10 April 2016).

Hal serupa yang dilakukan oleh Bapak Brewo (38 tahun), dengan menyisihkan pengahsilan yang didapat untuk ditabung, seperti ungkapan berikut:

Tabungan adalah sedikit dek, walaupun gak banyak, takut nanti terjadi masalah dan butuh biaya banyak” (wawancara 3 April 2016).

Dalam hal diatas dapat dilihat bahwa pemulung di Lingkungan 1 Keluarahan Paya Pasir banyak melakukan penghematan dalam hal konsumsi, yang mana biasanya mereka makan 3x dalam sehari sekarang berkurang menjadi 2x dalam sehari. Selain itu mereka juga menyisihkan sebagian dari pendapatan yang didapat untuk ditabung. Sehingga kehidupan mereka bisa sedikit terbantu dimana hasil penghematan yang mereka lakukan bisa digunakan untuk keperluan hidup lainnya, dan tabungan yang ditabung bisa digunakan jika sewaktu-waktu mengalami kondisi yang mendesak yang harus dipenuhi.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bedriati Ibrahim bahwa pemulung mempertahankan hidup mereka dengan cara berhemat dalam hidup yaitu dengan cara menghemat konsumsi hal ini disebabkan karena pemulung sudah terbiasa makan seadanya disamping itu mereka juga berhemat dengan cara menabung sebahagian kecil dari pendapatan mereka, karena pemulung beranggapan bahwa dengan menabung sedikit demi sedikit lama kelamaan uang terkumpul dan dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain yang mendesak.


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Kemiskinan ... 10

2.1.1 Definisi Kemiskinan ... 10

2.1.2 Ciri-ciri Kemiskinan ... 12

2.1.3 Faktor Penyebab Kemiskinan ... 13

2.1.4 Jenis-Jenis Kemiskinan ... 15

2.1.5 Indikator Kemiskinan ... 16

2.2 Keluarga ... 19

2.2.1 Pengertian Keluarga ... 19

2.2.2 Fungsi Keluarga ... 19

2.2.3 Kriteria Keluarga ... 20

2.2.4 Kebutuhan... 23


(2)

2.3 Pemulung Secara Umum ... 24

2.3.1 Pengertian Pemulung ... 24

2.3.2 Kondisi Pemulung ... 26

2.3.3 Landasan Hukum Tentang Pemulung ... 28

2.3.4 Pengertian Sampah ... 29

2.3.5 Tempat Pembuangan Akhir Sampah ... 29

2.4 Strategi ... 30

2.4.1 Konsep Strategi Bertahan Hidup ... 30

2.4.2 Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 34

2.5 Kesejahteraan Sosial ... 37

2.5.1 Pengertian Kesejahteraan ... 37

2.5.2 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan ... 39

2.6 Kerangka Pemikiran ... 40

2.7 Definisi Konsep ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Tipe Penelitian ... 45

3.2 Lokasi Penelitian ... 46

3.3 Informan ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.5 Teknik Analisa Data ... 52

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 53

4.1 Gambaran Umum Lingkungan 1 Kel.Paya Pasir ... 53

4.2 Gambaran Penduduk Lingkungan 1 Kel.Paya Pasir ... 54

4.2.1 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 55

4.2.2 Penduduk Berdasarkan Kelompok Agama ... 56

4.2.3 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 56


(3)

4.3.1 Sarana di Bidang Pendidikan ... 58

4.3.2 Sarana di Bidang Agama ... 59

4.3.3 Sarana Perumahan ... 60

4.4 Gambaran Pemukiman Pemulung ... 61

4.5 Gambaran TPA Terjun ... 61

4.5.1 Visi Pengelolaan Persampahan ... 64

4.5.2 Misi Pengelolaan Persampahan ... 65

4.5.3 Sarana dan Prasarana Tempat Pengelolaan Akhir ... 66

BAB V ANALISIS DATA ... 69

5.1 Pengantar ... 69

5.2 Hasil Temuan ... 70

5.3 Analisis Hasil Temuan ... 86

5.4 Analisis Strategi Bertahan Hidup ... 90

5.4.1 Strategi Aktif ... 90

5.4.2 Strategi Pasif ... 93

5.4.3 Strategi Jaringan ... 95

BAB VI PENUTUP ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 98


(4)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Faktor Pendorong Menjadi Pemulung ... 25 2. Gambar 2.2 Faktor Penarik Menjadi Pemulung ... 26 3. Gambar 2.3 Bagan Alur Pikir ... 42


(5)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 55

2. Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 56

3. Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 57

4. Tabel 4.4 Komposisi Menurut Sarana Pendidikan ... 59


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara ... 103 2. Dokumentasi ... 106