Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan
Bila ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi
atas masalah kemiskinan, kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga,
masyarakat, Negara bahkan dunia. Masyarakat melalui berbagai lembaga telah
memberikan perhatian sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan.
Terlebih pribadi dan keluarga yang secara langsung merasakan pahitnya kemiskinan
itu, tentu memiliki agenda tertentu dalam upaya mengakhiri penderitaan sebagai
akibat dari kemiskinan.
Namun, masalah kemiskinan masih tetap eksis bahkan dalam periode tertentu
justru menunjukkan peningkatan. Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh
karena itu langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami
kemiskinan sebagai suatu masalah. Untuk memahami masalah kemiskinan, kita perlu
memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi
dan kemiskinan sebagai suatu proses (Siagian, 2012:2).
Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau
sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai
manusia disebabkan ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maksudnya dalam menjelaskannya kita harus terlebih dahulu menyatakan fakta yang
menggambarkan kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga
pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012:4).
2.1.1 Defenisi Kemiskinan
Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat diartikan sebagai kondisi
yang kurang atau minim. Mencher (dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:5)
mengemukakan

bahwa

kemiskinan

merupakan

gejala


penurunan

yang

mempengaruhi kemampuan seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu
titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak. Hal
yang cukup menarik dari apa yang di kemukakan Mencher adalah bahwa dalam
upaya mencapai taraf hidup yang layak, seseorang atau sekelompok orang
membutuhkan dukungan, baik dari diri sendiri maupun dari luar diri.
Sedangkan Castell (dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:10) menyatakan
bahwa kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar
kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan hidup. Adapun standar
kebutuhan minimum dimaksud pada umumnya ditetapkan berdasarkan kebutuhan
pokok pangan. Cara ini ditempuh karena kebutuhan pokok pangan inilah yang
mengakibatkan sekaligus merupakan sumber dari manusia untuk memiliki
kemampuan yang cukup untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas hidup dengan
sehat.
Adapun definisi kemiskinan adalah:
a. Jika ditinjau dari standar kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan

pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhankebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan

Universitas Sumatera Utara

barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi
standar hidup yang layak.
b. Jika ditinjau dari pendapatan, maka kemiskinan adalah kondisi kurangnya
pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
c. Jika ditinjau dari kesempatan, maka kemiskinan merupakan dampak dari
ketidaksamaan

kesempatan

memperoleh

dan

mengakumulasikan

basis-basis


kekuatan sosial, seperti keterampilan, informasi dan pengetahuan yang bermanfaat
bagi kemajuan hidup, jaringan - jaringan sosial serta sumber-sumber modal sebagai
upaya pengembangan hidup.
d. Jika ditinjau dari keadaan yang dialami, kemiskinan merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan kelaparan atau setidaknya kekurangan makanan, pakaian dan
perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, memiliki sedikit
kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bersifat dasar.
e. Jika ditinjau dari penguasaan sumber-sumber, kemiskinan merupakan keterlantaran
yang disebabkan oleh penyebaran yang tidak merata dari sumber-sumber termasuk
didalamnya pendapatan (Siagian, 2012:25).
2.1.2 Ciri - Ciri Kemiskinan
Suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yakni:
a. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor
produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun
keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan
mata pencaharian.
b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.


Universitas Sumatera Utara

c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak tamat SD atau hanya
tamat SD.
d. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori
setengah

menganggur.

Pendidikan

dan

keterampilan

yang

sangat

rendah


mengakibatkan akses masyarakat miskin kedalam berbagai sektor formal bagaikan
tertutup rapat, akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal.
e. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai (Siagian, 2012:20).
2.1.3 Faktor Penyebab Kemiskinan
Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan
menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian, yaitu:
a) Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang
secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi :
a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b. Intelektual,

seperti:

kurangnya

pengetahuan,


kebodohan,

miskinnya

informasi.
c. Mental emosional atau temperamental, seperti: malas, mudah menyerah dan
putus asa.
d. Spiritual, seperti: tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.
e. Sosial psikologis, seperti: kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi,
stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f. Keterampilan, seperti: tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan
lapangan kerja.

Universitas Sumatera Utara

g. Asset, seperti: tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja.
b) Faktor Eksternal
Faktor ini bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan
menghadapi kemiskinan, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin,

seperti:
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat
memenuhi kebutuhan hidup.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usahausaha sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang
tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistim mobilasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum
optimal, seperti: zakat.
g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural.
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin (Siagian,
2012:114).

Universitas Sumatera Utara


Hakikat penyebab kemiskinan sesungguhnya adalah melekat dalam diri
individu atau sosial yang bersangkutan. Masalah kemiskinan sangat terkait dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pengentasan kemiskinan
adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga mereka
mampu berdaya, berdiri di atas kakinya sendiri, memiliki daya tawar dan daya saing
untuk mampu hidup mandiri (Oos, 2014:86).
2.1.4 Jenis - Jenis Kemiskinan
Menurut Oos (2014), secara umum kemiskinan dapat digolongkan dalam 4
jenis, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural dan
kemiskinan kultural.
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut merupakan tingkat ketidakberdayaan individu atau
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum mulai pangan, sandang,
kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah terkait dengan kesenjangan distribusi pendapatan
dengan rata-rata distribusi, dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis
kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatannya. Kemiskinan

relatif ini dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding
masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat
penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula
jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat
hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Universitas Sumatera Utara

3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. Kemiskinan struktural adalah kondisi
miskin yang disebabkan kebijakan pemerintah dalam pembangunan yang belum
menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan kesenjangan pendapatan.
4. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural terkait dengan faktor sikap individu atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti malas, boros, tidak kreatif sehingga
menyebabkan miskin.
Kemiskinan sesungguhnya tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi saja,

tetapi banyak aspek lain yang mempengaruhinya. Kemiskinan juga disebabkan
lemahnya aspek moral, sosial dan juga aspek budaya, serta kebijakan pembangunan
yang belum merata. Kemiskinan memang sangat komplek, karena menyangkut
berbagai aspek kehidupan manusia. Orang menjadi miskin bukan hanya karena dia
tidak mempunyai modal usaha atau tidak mempunyai asset produksi, akan tetapi ia
berpotensi tetap miskin karena dia tidak mempunyai penyangga ekonomi.
2.1.5 Indikator Kemiskinan
Selaras dengan sulitnya menetapkan kebutuhan minimum sebagaimana telah
dikemukakan, maka kriteria atau indikator kemiskinan pun sulit untuk ditetapkan
secara tegas. Banyak cara yang dilakukan oleh banyak pihak dalam upaya
menetapkan indikator kemiskinan. Sebagai konsekwensi logisnya, terdapat pula
beraneka ragam indikator kemiskinan.

Universitas Sumatera Utara

Jika dikaji secara lebih mendalam, indikator kemiskinan yang beraneka
ragam dihasilkan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan pendapatan, pendekatan
konsumsi dan pendekatan multi aspek.
1. Pendekatan Pendapatan
Sajogyo (dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:69) mengemukakan bahwa
indikator kemiskinan didasarkan pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
minimum yang dapat diukur dari pendapatan. Sajogyo mengemukakan bahwa
sebaiknya pendapatan tidak diukur dengan mata uang melainkan dalam ukuran beras.
Sajogyo menambahkan tingkat kemiskinan untuk daerah pedesaan, yaitu:
a. Miskin

= < 320 kilogram setara beras per kapita per tahun

b. Sangat miskin = < 240 kilogram setara beras per kapita per tahun
c. Melarat

= < 180 kilogram setara beras per kapita per tahun

Sedangkan menurut BPS (dalam Marzali, 2013:316) indikator kemiskinan
dalam bentuk pendapatan rata-rata secara nasional untuk tahun 2011 adalah sebesar
Rp. 233.174 perbulan per orang. Sebagai perbandingan, indikator kemiskinan yang
ditetapkan Pemerintah Vietnam untuk tahun 2010 jika disetarakan dengan rupiah
adalah Rp. 450.000 perbulan per orang. Bank Dunia sendiri menetapkan indikator
kemiskinan sebesar US$ 2 perhari per orang. Bank Dunia menegaskan, adalah benarbenar miskin jika pendapatan US$ 1 perhari per orang.
2. Pendekatan Konsumsi
Kelemahan yang terdapat pada penetapan pendapatan sebagai indikator
kemiskinan menjadikan banyak ahli mencari indikator lain. Salah satu indikator
alternatif yang dianggap cukup representatif adalah konsumsi. BPS berusaha
merumuskan indikator kemiskinan dalam bentuk konsumsi. Badan ini menetapkan,
bahwa manusia hanya akan dapat hidup layak jika mengkonsumsi makanan dan

Universitas Sumatera Utara

minuman dengan kandungan minimal 2.100 kalori perkapita perhari. Dengan
demikian seseorang dapat dikategorikan miskin bilamana jumlah uang yang
dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari
2.100 kalori perkapita perhari.
3. Pendekatan Multi Aspek
Pada awalnya banyak pihak meletakkan harapan pada penetapan indikator
kemiskinan yang ditetapkan melalui pendekatan konsumsi. Namun setelah
dilakukan, pendekatan tersebut dianggap masih sarat dengan kelemahan. Salah satu
kelemahannya adalah sulitnya dilakukan pengukuran yang akurat. Sebagai contoh,
jumlah kandungan kalori pada makanan maupun minuman tidak selamanya
signifikan dengan harga makanan dan minuman itu. Selain itu, tidak mudah untuk
mengukur kandungan kalori pada setiap makanan dan minuman.
Disamping itu, banyak pihak yang berpandangan bahwa penetapan indikator
kemiskinan melalui pendekatan konsumsi tidak selalu menggambarkan kondisi riil
sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang. Bahkan, indikator kemiskinan
yang dihasilkan pun belum mampu merepresentasikan kebutuhan hidup manusia
secara menyeluruh. Berbagai pandangan ini kemudian menjadi alasan untuk mencari
dan menggunakan pendekatan lain, yaitu pendekatan multi aspek.
Salah satu pihak yang berupaya menelaah dan menetapkan indikator
kemiskinan melalui pendekatan multi aspek adalah PBB, dimana PBB menetapkan
12 jenis komponen yang harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan
kebutuhan manusia yang meliputi:
a. Kesehatan
b. Makanan dan gizi

Universitas Sumatera Utara

c. Pendidikan
d. Kondisi pekerjaan
e. Situasi kesempatan kerja
f. Konsumsi
g. Pengangkutan
h. Perumahan, termasuk fasilitas-fasilitas perumahan
i. Sandang
j. Rekreasi dan hiburan
k. Jaminan sosial
l. Kebebasan manusia (Siagian, 2012:74).
2.2 Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Menurut kamus istilah kesejahteraan sosial, keluarga merupakan bagian yang
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok manusia yang hidup bersama
dengan adanya ikatan perkawinan, hubungan darah dan adopsi. Hubungan itu terdiri
dari suami, istri atau ayah ibu, anak-anak dan saudara (Suparlan, 1983).
Keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan
perkawinan, darah atau adopsi yang merupakan susunan rumah tangga sendiri,
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan
sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan
perempuan dan merupakan pemelihara kebudayaan bersama.
2.2.2 Fungsi Keluarga
Sama halnya dengan institusi lainnya, keluarga juga memiliki fungsi yang
harus dilaksanakan. Horton & Hunt (dalam jurnal Sudiro: 2012) mengidentifikasikan
beberapa fungsi keluarga, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Keluarga berfungsi untuk mengatur penyaluran dorongan sex. Tidak ada
masyarakat yang memperbolehkan hubungan sex sebebasbebasnya antara
siapa saja dalam masyarakat. Keluarga sebagai wadah bagi individu untuk
menyalurkan hasrat biologis dalam ikatan pernikahan.
b. Reproduksi berupa pengembangan keturunan. Dalam keluarga anakanak
dilahirkan dan dibesarkan dengan kasih sayang kedua orang tuanya.
c. Keluarga berfungsi untuk mensosialisasikan anggota baru masyarakat hingga
dapat memerankan apa yang diharapkan darinya. Keluarga merupakan agen
sosialisasi dalam pembentukan diri seorang individu.
d. Keluarga memiliki fungsi afeksi. Keluarga memberikan cinta kasih pada
seorang anak.
e. Keluarga memberikan status pada seorang anak. Bukan hanya status yang
diperoleh seperti jenis kelamin, hubungan kekerabatan, tapi juga termasuk
status yang diperoleh orang tua yaitu status dalam suatu kelas sosial tertentu.
f. Keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya. Baik perlindungan
fisik maupun yang bersifat kejiwaan.
g. Keluarga memiliki fungsi ekonomi. Misalnya produksi, distribusi, dan
konsumsi.
2.2.3 Kriteria Keluarga
a. Keluarga Pra Sejahtera
yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5
kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga Sejahtera I, seperti
kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan
kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera Tahap I

Universitas Sumatera Utara

yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal seperti: melaksanakan ibadah menurut agama oleh
masing-masing anggota keluarga, seluruh anggota keluarga makan 2
(dua) kali sehari atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian
yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian
yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah, bila anak sakit atau
pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke sarana / petugas kesehatan.
c. Keluarga Sejahtera tahap II
yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria
keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis
seperti: (1) Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur. (2)
Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur
sebagai lauk pauk. (3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling
kurang satu stel pakaian baru per tahun. (4) Luas lantai rumah paling
kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. (5) Seluruh anggota
keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. (6) Paling kurang
1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas
mempunyai penghasilan tetap.
d. Keluarga Sejahtera Tahap III
yaitu keluarga yang memenuhi syarat pengembangan keluarga yaitu :
(1.) Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama. (2.)
Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan
keluarga untuk tabungan keluarga. (3.) Biasanya makan bersama paling
kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk
berkomunikasi antar anggota keluarga. (4.) Ikut serta dalam kegiatan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. (5.) Mengadakan rekreasi
bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. (6.) Dapat
memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah. (7.) Anggota keluarga
mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi
daerah setempat.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
keluarga yang dapat memenuhi kriteria seperti: secara teratur atau pada
waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan
sosial masyarakat dalam bentuk materiil, kepala keluarga atau anggota
keluarga

aktif

sebagai

pengurus

perkumpulan/yayasan/institusi

masyarakat.
f. Keluarga Miskin
Yaitu keluarga pra sejahtera yang tidak dapat memenuhi salah satu
indikator, seperti: paling kurang sekali seminggu keluarga makan
daging/ikan/telur, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh
paling kurang satu stel pakaian baru, dan luas lantai rumah paling kurang
8 m2 untuk tiap penghuni.
g. Keluarga Miskin Sekali
Adalah keluarga pra sejahtera alasan ekonomi yang tidak dapat
memenuhi salah satu indikator, seperti: pada umumnya anggota keluarga
makan 2x sehari atau lebih, anggota keluarga memiliki pakaian berbeda
untuk dirumah, bekerja/sekolah, bepergian dan bagian lantai yang terluas
bukan dari tanah (http://www.bkkbn-jatim.go.id, diakses pada 27 Mei
2016).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Kebutuhan
Kebutuhan adalah sesuatu yang sangat penting guna kelangsungan hidup
manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan, minum,
perumahan, pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (transportasi,
kesehatan dan pendidikan).
Sebagai upaya untuk memenuhi kondisi kehidupan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia dan hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
kehidupan akan semakin sejahtera apabila semakin banyak kebutuhan dapat
terpenuhi (Soetomo, 2010:314).
2.2.5 Jenis - Jenis Kebutuhan
Maslow membagi kebutuhan manusia dalam beberapa tingkatan yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis
merupakan kebutuhan dasar atau tingkat terendah yang diperlukan seorang
manusia seperti: kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang agar
tetap merasa aman dari ancaman, bahaya, pertentangan dan sebagainya.
c. Kebutuhan untuk merasa memiliki
Kebutuhan untuk merasa memiliki merupakan kebutuhan yang diperlukan
seseorang untuk diterima oleh kelompok seperti berinteraksi dan kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihormati dan
dihargai oleh orang lain.

Universitas Sumatera Utara

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri
Kebutuhan

untuk

mengaktualisasi

diri

merupakan

kebutuhan

untuk

menggunakan potensi dan skill yang dimiliki, kebutuhan untuk berpendapat,
menentukan

penilaian

terhadap

sesuatu.

(http://id.wikipedia.org/wiki/

Kebutuhan_primer diakses pada tanggal 1 April 2016).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kebutuhan keluarga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga baik untuk
tetap hidup maupun sebagai penunjang hidup.
2.3 Pemulung Secara Umum
2.3.1 Pengertian Pemulung
Pemulung menurut Shalih (dalam jurnal Suhendri: 2015) adalah orang yang
memungut, mengambil, mengumpulkan dan mencari sampah baik perorangan
maupun kelompok. Bekerja sebagai pemulung memiliki resiko bahaya yang cukup
besar karena tempat kerja yang sangat berbahaya dan tidak adanya perlindungan
kerja yang maksimal. Paling tidak mereka melindungi diri mereka secara sederhana,
peralatan yang digunakan juga jauh dari kata aman.
Dalam bekerja, pemulung biasanya membawa alat yang berguna untuk
mendukung pekerjaannya sebagai pengumpul barang bekas, antara lain:
a. Keranjang, yang dipanggul di pundak yang berguna untuk menampung
barang hasil mulung.
b. Ganco, digunakan sebagai alat pengambil sampah untuk mempermudah
pemungutan sampah.
Pemulung digolongkan ke dalam definisi kerja sektor informal, yaitu sebagai
bagian dari sistem ekonomi yang tumbuh untuk menciptakan kerja dan bergerak di

Universitas Sumatera Utara

bidang produksi serta barang dan jasa, dan dalam usahanya menghadapi keterbatasan
modal, keterampilan, dan pengetahuan.
Sektor informal terjadi karena adanya faktor pendorong dan faktor penarik
yang membuat masyarakat melirik sektor ini. Faktor pendorong adalah hal-hal yang
mendorong angkatan kerja untuk meninggalkan tempatnya mencari kemungkinan
yang lebih untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan di kota. Sedangkan faktor
penarik umumnya terpusat di kota.
Adapun faktor pendorong dan penarik masyarakat menjadi pemulung, antara
lain:
Gambar 2.1
Faktor Pendorong Menjadi Pemulung
Pemulung

Kebutuhan Ekonomi

Pekerjaan Lain Yang
Dirasa Sulit
Sumber Data : Penelitian Karjadi Mintaroem, penghasilan pemulung di Kotamadya
Daerah Tingkat II Surabaya pada tahun 1999

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2
Faktor Penarik Menjadi Pemulung
Pemulung

Tidak Diperlukan
Keterampilan dan
Dari Pada
Menganggur

Pendapatan
Lumayan dan
Pekerjaan Yang
Halal
Sumber Data : Penelitian Karjadi Mintaroem, penghasilan pemulung di Kotamadya
Daerah Tingkat II Surabaya pada tahun 1999
2.3.2 Kondisi Pemulung
A. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Sosial Ekonomi
Keberadaan pemulung berperan dalam pembangunan meskipun tampaknya
remeh. Disamping perannya dalam menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri
dalam memenuhi penghasilan untuk keluarga. Oleh karena itu, seharusnya para
pemulung mendapatkan pembinaan yang tepat agar dapat menempatkan diri dalam
masyarakat (www.penghasilan-pemulung diakses pada 23 Februari 2016).
Selain itu, pemulung turut serta dalam menghemat devisa Negara dalam
kegiatan ekonominya, terutama dalam penyiapan bahan baku yang murah dari
barang-barang bekas. Seperti, gelas, plastik, besi, kaleng, kertas, karton, dan
sebagainya. Barang-barang itu akan diolah kembali oleh pabrik-pabrik dengan proses
daur ulang untuk dijadikan barang-barang yang bermanfaat dan turut menggiatkan
kegiatan ekonomi. Meskipun mereka tidak berdaya untuk mempertahankan haknya

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka lakukan. Ini dapat terlihat dari harga
barang-barang bekas dari pemulung relatif murah jika dibandingkan dengan harga
jual pengepul ke pabrik-pabrik.
B. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Sosial Budaya
Ditinjau dari kondisi sosial budaya, para pemulung digolongkan ke dalam
kelompok masyarakat yang memiliki sub kultur tersendiri, yaitu kultur yang
memcerminkan budaya atau kebiasaan-kebiasaan hidup dari golongan masyarakat
miskin. Tata nilai dan tata norma yang ada berbeda dengan tata nilai dan tata norma
dalam masyarakat, dan biasanya cenderung dinilai negatif.
Namun dari sudut pandang mereka, apa yang ada itu tidak dianggap sebagai
suatu yang kurang baik, walaupun oleh sebagian besar masyarakat cara hidup mereka
dianggap kurang wajar, karena tampak menyimpang dari tujuan yang biasa diidam idamkan oleh warga masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya para pemulung ingin
hidup bebas, tidak mau terikat dengan aturan dan norma, sehingga bila dibandingkan
dengan kondisi yang ada dikalangan masyarakat lainnya timbul perbedaan yang
mencolok, terutama pada segi estetika, etika dan idealisme hidup.
Dalam kehidupan, pemulung yang tergolong masyarakat miskin, rasa estetika
tanpaknya sangat rendah. Misalnya, mereka tidak merasa perlu berpenampilan rapi.
Terkadang, walaupun belum mandi mereka sudah berkeliaran kemana-mana dengan
pakaiaan kumal dan kotor. Berpenampilan seperti itu tentu saja kurang diterima
masyarakat di tempat umum, karena mengganggu pemandangan dan menyebarkan
bau yang kurang sedap terhadap orang - orang sekelilingnya. Rasa etika hidup juga
banyak dijumpai hal-hal yang kurang baik. Seolah-olah mereka tidak mengenal rasa
malu. Pakaiaan yang mereka kenakan kurang sopan untuk dikenakan di tempat
umum.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan tentang idealisme hidup, mereka tidak terlalu berpikir ke depan.
Mereka mengutamakan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, banyak diantara pemulung
cenderung beristirahat mencari barang-barang bekas apabila merasa telah
mendapatkan sejumlah uang untuk beberapa hari. Walaupun pemulung digolongkan
ke sub kultur semacam ini, namun sebenarnya mereka masih memiliki kondisi sosial
budaya yang lebih baik daripada gelandangan dan pengemis. Mereka memiliki etos
kerja yang lebih tinggi. Hasrat untuk mandiri cukup besar, sehingga pemulung lebih
bisa

diarahkan

dan

dibina

kepada

kehidupan

yang

lebih

baik

(www.kegiatan.pemulung diakses pada 23 Februari 2016).
C. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Lingkungan
Ditinjau dari dimensi lingkungan peran pemulung sangat besar. Mereka ikut
andil dalam menciptakan kebersihan di lingkungan perkotaan. Dengan jalan
mengurangi volume sampah dari jenis yang justru tidak dapat atau sukar hancur
secara alamiah. Dalam kegiatannya mengumpulkan barang-barang bekas, para
pemulung tidak atau kurang memikirkan kebersihan dan keindahan lingkungan.
Rupanya mereka merasa tidak wajib untuk turut menjaga keindahan dan kebesihan
lingkungan. Seperti, banyak diantara mereka dengan seenaknya mendirikan gubukgubuk luar di sembarang tempat dan menumpuk barang-barang bekas di depan
gubuk mereka.
2.3.3 Landasan Hukum Tentang Pemulung
1)

UU Dasar RI 1945 pasal 27 ayat 2 dan pasal 34
Pasal 27 ayat 2: “ tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan”.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 34 ayat 2: “negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan”.
2)

UU RI Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial
“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
2.3.4 Pengertian Sampah
Sampah merupakan barang sisa yang dianggap tidak berguna lagi dan perlu
dibuang (Sabarguna, 2008:42). Jenis sampah diantaranya adalah:
a. Organik, sisa makanan, daun, buah, dll.
b. Plastik, botol plastik, kantong plastik, dll.
c. Kaleng atau besi, barang dari bahan kaleng, kaleng makanan, dll.
d. Kertas, koran, buku, kardus, dll.
e. Karet, bahan dari karet seperti ban mobil, dll.
f. Bahan bangunan seperti kaca, semen, dll.
g. Pohon kayu, batang.
h. Besi, paku, dll.
2.3.5 Tempat Pembuangan Akhir Sampah
TPA adalah tempat terkumpulnya semua sampah-sampah kota yang di bawa
oleh

truk-truk

sampah,

dimana

sampah

mencapai

tahap

terakhir

dalam

pengumpulannya yang kemudian para pemulung memungutnya sesuai dengan jenisjenis sampah yang bisa di jual dan dapat di daur ulang.

Universitas Sumatera Utara

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hatihati, seperti:
a. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
gempa, dll).
b. Bukan daerah rawan hidrogeologis, yaitu daerah dengan kondisi kedalaman
air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
dengan sumber air.
c. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak
minimal 1,5 – 3 km) (dalam skripsi Arian. 2014).
2.4 Strategi
2.4.1 Konsep Strategi Bertahan Hidup
Manusia seperti makhluk lainnya, mempunyai naluri untuk mempertahankan
hidupnya dan hidup lebih lama. Usaha ini dikendalikan oleh aturan pokok dari hidup
yaitu, hidup dalam situasi apapun dengan lebih berkualitas daripada sebelumnya. Ini
adalah ide dasar dari bertahan hidup. Bagaimanapun, untuk meraih tujuan ini
seseorang harus menerapkan banyak taktik untuk hidup.
Strategi bertahan hidup sebenarnya dibangun pada level individu, akan tetapi
pada tujuannya adalah untuk memperoleh ketahanan dan stabilitas bertahan hidup
rumah tangga. Suatu kegiatan dapat dikatakan strategi bertahan hidup ketika kegiatan
diarahkan pada kebutuhan-kebutuhan penting yang diperlukan sekali untuk
mempertahankan dan melanjutkan eksistensi.
Menurut Soekanto (dalam Penelitian Nabela, 2013), strategi merupakan
prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada berbagai tahapan atau langkah.

Universitas Sumatera Utara

Jadi, bila strategi dihubungkan dengan kelangsungan hidup maka konsep ini
berkaitan dengan bagaimana seseorang menghadapi keadaan sulit dengan berbagai
tantangan dan bagaimana alternatif terhadap langkah-langkah pemecahannya untuk
keluar dari tantangan yang dihadapi tersebut agar dapat bertahan hidup.
Kemudian yang dimaksud dengan strategi bertahan hidup disini adalah
langkah-langkah berupa kemampuan atau ketahanan yang dilakukan oleh pemulung
di lingkungan tempat akhir sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan
Marelan dalam menghadapi keadaan sulit yang dialami oleh individu atau keluarga
pemulung tersebut.
Ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan minimal akan
meletakkan mereka pada posisi yang sulit dalam masyarakat. Tidak mampu bersaing
dengan yang lain dalam memanfaatkan peluang yang ada karena keterbatasan
pendidikan, keterampilan dan rendahnya motivasi yang pada akhirnya lebih
memperburuk kondisi mereka serta menyebabkan mereka akan terpinggirkan baik
secara sosial maupun secara ekonomi. Strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh
keluarga miskin cenderung berbeda karena berbagai faktor, antara lain dilihat dari
besarnya jumlah anggota keluarga, penghasilan, serta tempat tinggal, apakah di desa
atau di kota.
Strategi rumah tangga adalah pola-pola yang dibentuk oleh berbagai
penyesuaian yang direncanakan oleh manusia untuk memecahkan masalah serta
menggunakan sumber-sumber daya untuk memecahkan masalah yang langsung
mereka hadapi. Jadi usaha yang dilakukan manusia adalah agar dapat memenuhi
syarat minimal yang dibutuhkan dan persoalan yang langsung mereka hadapi
(http://repository.unri.ac.id diakses pada 23 Februari 2016).

Universitas Sumatera Utara

Pada saat waktu yang baik, pendapatan keluarga pemulung biasanya relatif
cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan di waktu susah. Disatu sisi
waktu atau masa susah harus dihadapi dan terjadi sepanjang tahun, sedangkan di sisi
lain keluarga pemulung harus tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup,
dengan segala sumber daya yang dimiliki, mereka mengatasi dan menghadapi masa
yang susah dengan cara – cara mereka sendiri.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Departemen Sosial RI
(dalam jurnal Wahyudi. 2007). menunjukkan bahwa kapabilitas keluarga miskin
dalam menanggapi goncangan dan tekanan (shock and stress) merupakan aspek
penting dalam menunjukkan keberfungsian sosial. Secara konseptual aspek ini juga
didasari teori coping strategies.
1. Teori Coping Strategies
Coping strategies dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi terdapat
berbagai cara yang ditempuh oleh keluarga yang diteliti. Cara-cara tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Strategi Aktif
Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk melakukan
aktivitas sendiri, melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja agar dapat
membantu kehidupan sehari-hari mereka, seperti melibatkan istri, anak-anak dan
adik,

asalkan

tidak

mengganggu

aktivitas

wajibnya

(seperti

sekolah),

memperpanjang jam kerja, melakukan kerja sampingan, memanfaatkan sumber atau
tanaman liar di lingkungan sekitar dan sebagainya.
Dalam hal ini teori strategi aktif menjelaskan bahwa strategi bertahan hidup
yang dilakukan pemulung adalah menambah jam kerja dari biasanya dan melakukan
kerja sampingan atau tambahan kerja, selain itu juga memanfaatkan anggota keluarga

Universitas Sumatera Utara

untuk ikut bekerja untuk menambah pengahasilan keluarga sehingga kebutuhan dapat
terpenuhi.
b. Strategi Pasif
Yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran biaya untuk sandang,
pangan, pendidikan dan sebagainya). Dalam hal ini, pemulung mempertahankan
hidup dengan cara berhemat yaitu menghemat konsumsi, hal ini disebabkan karena
pemulung sudah terbiasa makan seadanya sehingga mereka berhemat dalam
memenuhi konsumsi (sembako) disamping itu mereka juga berhemat dengan cara
menabung sebahagian kecil dari pendapatan mereka.
c. Strategi Jaringan
Yaitu menjalin relasi, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan
sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya meminjam uang tetangga, hutang
ke warung, memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjam uang ke rentenir
atau bank dan sebagainya.
Jaringan sosial terjadi dalam masyarakat karena manusia pada hakekatnya tidak
dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada. Hubungan yang terjadi terbatas
pada beberapa orang tertentu, setiap orang akan memilih dan mengembangkan
hubungan sosial yang terbatas, hubungan ini dapat berupa hubungan darah,
keturunan, persahabatan, pekerjaan, atau bertetangga (http://repository.unri.ac.id
diakses pada 23 Februari 2016).
Meminjam merupakan suatu jaringan yang akan menghubungkan individu
satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan suatu hubungan antar individu
tersebut. Seperti pemulung mereka menyebar luaskan jaringan mereka agar tetap
bertahan hidup di kota dengan harapan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik,
dengan meminjam akan membawa suatu dampak yang lebih baik untuk kehidupan

Universitas Sumatera Utara

mereka. Pemanfaatan dalam peminjaman merupakan alternatif usaha yang dipilih
keluarga pemulung dalam mengatasi masalah keuangan mereka .
Dalam hal ini, strategi jaringan menyatakan bahwa strategi bertahan hidup
yang dilakukan pemulung adalah memanfaatkan jaringan sosial, seperti kerabat,
teman, tetangga ataupun orang yang dikenal dan dianggap dekat untuk membantu
pemulung ketika dalam kondisi sulit, contoh meminjam uang untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
Pada penelitian ini, teori digunakan sebagai acuan atau jawaban awal dari
pertanyaan penelitian. Hal ini menuntun penelitian dengan terlebih dahulu
menggunakan teori sebagai alat atau ukuran untuk membangun hipotesis (pernyataan
sementara), sehingga peneliti secara tidak langsung dapat melihat masalah penelitian.
2.4.2 Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, maka peneliti mencantumkan penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitian yang akan diteliti yaitu
tentang strategi bertahan hidup keluarga pemulung.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Bedriati Ibrahim & Murni Baheram
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau dengan judul
penelitian Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Desa Salo Kabupaten
Kampar. Pada saat waktu yang baik, pendapatan keluarga pemulung di bangkinang
yang diperoleh relatif cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan di
waktu susah. Di satu sisi waktu/masa susah harus dihadapi dan terjadi sepanjang
tahun, sedangkan di sisi lain keluarga pemulung harus tetap dapat mempertahankan
kelansungan hidup, dengan segala sumber daya yang dimiliki, mereka mengatasi dan
menghadapi masa yang susah dengan cara – cara mereka senidiri.
Berdasarkan hasil penelitian, strategi bertahan hidup pemulung adalah:

Universitas Sumatera Utara

a. Mempertahankan hidup dalam bentuk berhemat, seperti menabung,
menghemat konsumsi dan mengikuti arisan / jula - jula.
b. Mempertahankan hidup dalam bentuk meminjam kepada tetangga, famili /
kerabat dan induk semang.
Hal ini disebabkan karena dengan menghemat konsumsi mereka menjaga
harga diri sebab mereka tidak mau disepelekan orang lain. Sedangkan cara bertahan
hidup pemulung dengan meminjam kepada tetangga adalah karena mereka merasa
mempunyai hubungan sosial yang dekat sehingga mereka berani dan percaya diri
untuk meminjam.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Cici Citra Dwi Jaya dengan judul
penelitian Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan TPA
Pakusari Desa Kertosari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Strategi
pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga pemulung adalah sebagai berikut:
a. pengelolaan penghasilan yaitu, pemulung menekan biaya pengeluaran dan
menghindari resiko pengeluaran berlebihan
b. diversifikasi yaitu, pekerjaan sampingan diluar jam kerja sebagai pemulung
dan adanya anggota keluarga yang ikut bekerja agar dapat membantu
pendapatan keluarga
c. pemanfaatan jaringan sosial yaitu, merupakan suatu bentuk hubungan
kekerabatan antara pemulung, tetangga, pengepul, dan pihak TPA Pakusari
sehingga terdapat hubungan timbal balik seperti halnya tolong menolong,
pinjam meminjam uang dan saling ketergantungan antar satu dengan yang
lain dalam kehidupannya.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Nessa dengan judul penelitian Strategi
Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup Pada Rumah Tangga Pemulung di Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

TPA

Kelurahan Balai Gadang Kecamatan Koto Tangah Padang. Menurut

penuturan bapak Yonedi selaku pengawas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Balai Gadang dan juga termasuk penampung di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah Balai Gadang pendapatan keluarga pemulung berkisar antara Rp
30.000 – Rp 70.000 per hari itu pun tergantung dari banyak atau sedikitnya
pemasukan barang-barang bekas yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Kelurahan Balai Gadang.
Ini hanya cukup buat makan sehari-hari, jika dirata-ratakan perbulannya
maka penghasilan keluarga pemulung berkisar antara Rp 900.000 – Rp 1.500.000
perbulan, paling tidak satu kepala keluarga pemulung memiliki anak antara 3-6 orang
anak, sedangkan mereka juga mampu menyekolahkan anak mereka sampai ke
Perguruan Tinggi dan memenuhi biaya – biaya kebutuhan hidup sehari-hari seperti
beras, bahan masak, jajan anak, tabungan dan biaya kesehatan apabila ada keluarga
yang sakit dan keperluan mendadak yang dibutuhkan, apalagi dalam mengkonsumsi
makanan mereka lebih bersifat konsumtif dan menghabiskan uang di kedai atau
warung di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Balai
Gadang setelah menjual hasil pulungan atau pada malam hari sambil beristirahat di
kedai.
Strategi yang dilakukan agar keluarga pemulung bisa bertahan hidup dalam
menghadapi masalah ekonomi antara lain :
a. Memanfaatkan pekarangan rumah
b. Melakukan pekerjaan tambahan
c. Melibatkan anggota rumah tangga
d. Meminjam
e. Menekan pengeluaran rumah tangga

Universitas Sumatera Utara

f. Menabung
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Nisaul Fadillah dan Wenny Dastina
dengan judul penelitian Keluarga Pemulung di Kelurahan Legok, Kecamatan
Telanaipura Kota Jambi. Umumnya alasan utama memilih profesi sebagai pemulung
dilatarbelakangi rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya keterampilan.
Disamping itu, profesi pemulung bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, tanpa
terikat aturan dan modal uang.
Penghasilan yang mereka peroleh setiap hari umumnya tidak memadai untuk
memenuhi kebutuhan minimum (dasar) karena tingkat pendapatan yang kecil
menyebabkan mereka berada pada standar tingkat hidup yang rendah dibandingkan
dengan standar tingkat kehidupan yang umum.
Ketidakmampuan dari sisi ekonomi dan rendahnya tingkat pendapatan
mereka berakibat seringnya keluarga pemulung ini meminjam uang kepada tetangga
atau bos lapak. Ketika penghasilan keluarga pemulung saat ini tidak bisa membiayai
kebutuhan anak-anak seperti pendidikan, generasi penerus dari keluarga pemulung
ini akan putus sekolah. Minimnya pendidikan akan membawa mereka tidak bisa
berkompetisi untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik, sehingga mereka pun tetap
dalam lingkaran kemiskinan seperti orangtuanya.
2.5 Kesejahteraan Sosial
2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan berasal dari kata sejahtera. Sejahtera ini mengandung
pengertian dari bahasa sansekreta “catera” yang berarti payung. Dalam konteks ini,
kesejahteraan yang terkandung dalam arti catera (payung) adalah orang yang
sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan,
ketakutan atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman tenteram, baik lahir maupun

Universitas Sumatera Utara

batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “socius” yang berarti kawan, teman dan
kerja sama. Orang yang sosial adalah orang yang dapat berelasi dengan orang lain
dan lingkungannya dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai
suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi
dengan lingkungannya secara baik (Fahrudin,2012:8).
Banyak pengertian kesejahteraan sosial yang dirumuskan, baik oleh para
pakar pekerjaan sosial maupun PBB dan badan-badan di bawahnya, yaitu:
1) Friedlander (dalam Fahrudin. 2012)
Menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari
pelayanan - pelayanan sosial dan institusi - institusi yang dirancang untuk membantu
individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai
kesehatan

yang

standar hidup dan

memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga

memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan
sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.
2) Perserikatan Bangsa Bangsa
Kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan
membantu penyesuaian timbal balik antara individu - individu dengan lingkungan
sosial mereka.
3) UU No.6 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materil
atapun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman
lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaikbaiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi
serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.

Universitas Sumatera Utara

4) UU No.11 Tahun 2009
UU No 6 Tahun 1974 kemudian diganti dengan UU No 11 Tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya.
2.5.2 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan, yaitu:
1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar
kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasirelasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.
2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di
lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan
dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan (Fahrudin, 2012:10).
Adapun fungsi-fungsi kesejahteraan sosial diantaranya adalah:
a. Fungsi Pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan
masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.
b. Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan

sosial

ditujukan

untuk

menghilangkan

kondisi-kondisi

ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial agar orang yang mengalami masalah
tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.
c. Fungsi Pengembangan (Development)

Universitas Sumatera Utara

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun
tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumbersumber daya sosial dalam masyarakat.
d. Fungsi Penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan - kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor
atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain, misalnya dalam membantu
pencapaian

tujuan

kebijaksanaan

pemerintah

dalam

menunjang

program

kependudukan dan keluarga berencana dengan jalan mempengaruhi sikap-sikap atau
memotivasi orang untuk iku serta mensukseskan keluarga berencana dan
kesejahteraan keluarganya dan mengikutsertakan orang-orang yang berpenghasilan
rendah dalam perbaikan rumah sehat (Fahrudin, 2012:12).
2.6 Kerangka Pemikiran
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang tidak diharapkan oleh setiap
manusia. Untuk menghindari kemiskinan setiap manusia pasti akan berusaha keras
untuk mencukupi kebutuhan hidup demi mempertahankan kelangsungan hidup.
Terkhusus rakyat kecil seperti keluarga pemulung yang harus ekstra keras dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pemulung adalah salah satu penyakit sosial yang menjadi penyandang
masalah sosial (PMKS). Melihat dari pola hidup yang kurang bahkan tidak layak
sehingga dijadikan menjadi salah satu PMKS. Setiap manusia tentu tidak ada yang
menginginkan dirinya menjadi seorang pemulung. Tetapi karena ketiadaan skill,
rendahnya tingkat pendidikan atau pengetahuan mengharuskan mereka memilih
pilihan menjadi pemulung.

Universitas Sumatera Utara

Pemulung

bekerja mencari sampah-sampah yang dibuang atau barang-

barang bekas yang masih bisa dijual atau di daur ulang. Sampah-sampah begitu
mudah

dijumpai seluruh pelosok, terkhusus di daerah perkotaan. Dimana ada

sampah disitu ada rejeki bagi pemulung, salah satunya di tempat pembuangan akhir.
TPA yang menjadi tempat berkumpulnya semua sampah satu kota.
Bagi masyarakat yang ekonomi menengah, bagi mereka TPA adalah masalah,
namun bagi pemulung TPA adalah sumber kehidupan mereka. Disana mereka bisa
mendapatkan uang. Dengan adanya hal itu membuat pemulung sangat bergantung
dengan TPA.
Meskipun para pemulung sangat bergantung dengan TPA dan tidak perlu
pergi jauh untuk memulung tetapi hal itu tidak menjadikan mereka berpuas hati.
Mereka harus tetap ekstra keras dalam bekerja untuk mempertahankan kelangsungan
hidup karena melihat dari penghasilan yang diperoleh belum sepenuhnya dapat
memenuhi kebutuhan keluarga.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, apa pun akan dilakukan para pemulung
demi mempertahankan kelangsungan hidupnya, seperti melibatkan anggota keluarga
untuk ikut bekerja, menabung, berhemat dalam bentuk konsumsi, menambah jam
kerja atau meminjam uang kepada orang yang dikenal dan dianggap dekat.
Hal tersebut dilakukan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
keluarga agar tetap bisa mempertahankan kelangsungan hidup, seperti terpenuhinya
kebutuhan pendidikan anak, memiliki rumah yang layak untuk ditempati,
terpenuhinya kesehatan keluarga dan terpenuhinya kebutuhan pokok lainnya
(makan).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3
Bagan Alur Pikir

Pemulung

Sampah

Tempat Pembuangan Akhir

Strategi Bertahan Hidup:
1. Melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja
agar dapat membantu kehidupan sehari-hari.
2. Berhemat dalam bentuk konsumsi.
3. Menabung.
4. Menambah jam kerja atau melakukan pekerjaan
tambahan.
5. Meminjam uang kepada orang yang dikenal dan
dianggap dekat.

Kesejahteraan

Terpenuhinya kebutuhan pokok, pendidikan,
kesehatan, perumahan

Universitas Sumatera Utara

2.7 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus
menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Dengan kata lain,
peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian untuk memaknai konsep
sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Definisi konsep
adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian, 2011:138).
Untuk lebih memahami

pengertian mengenai konsep-konsep yang akan

digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan
sebagai berikut:
1. Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang
atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok
orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu
mencapai kehidupan yang layak.
Jadi yang dikatakan miskin dalam penelitian ini adalah apabila individu, keluarga
atau kelompok pemulung tersebut pada suatu titik waktu tidak mampu mencapai
kehidupan yang layak (memenuhi kebutuhan dasar).
2. Keluarga adalah bagian yang terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok
manusia yang hidup be