Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Bulu Sebagai Adsorben Untuk Menjerap Logam Kadmium (II) dan Timbal (II)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ADSORPSI
Adsorpsi adalah pengumpulan substansi pada permukaan adsorban berbentuk
padatan, sedangkan absorpsi adalah perembesan dari pengumpulan substansi ke
dalam padatan. Adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua yaitu adsorpsi fisik dan kimia.
Adsorpsi fisik terutama dikarenakan oleh gaya van der waals dan terjadi bolak balik
(reversibel). Ketika gaya antar molekul dari interaksi antara solute (zat yang
dilarutkan) dan adsorban lebih besar daripada gaya atraksi antara solute dan solvent.
Solute akan diserap pada permukaan adsorban. Contoh dari adsorpsi fisik adalah

adsorpsi oleh karbon aktif.
Kinetika adsorpsi dapat dijelaskan sebagai tingkat perpindahan molekul dari
larutan ke dalam pori-pori partikel, adsorban. Terdapat tiga mekanisme yang terjadi
pada proses adsorpsi yaitu:
1. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan dari bagian terbesar larutan
ke permukaan luar dari adsorban. Fase ini disebut sebagai difusi film atau
difusi eksternal.
2. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan pada kedudukan adsorpsi
pada permukaan adsorban ke bagian yang lebih dalam yaitu pada bagian pori.
Fase ini disebut dengan difusi pori. Molekul-molekul zat yang diadsorpsi

menempel pada permukaan partikel [7].

2.1.1 Jenis-Jenis Adsorpsi
a. Adsorpsi Fisik
Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarik-menarik
antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini melibatkan gayagaya Van der Wals (sebagai kondensasi uap). Jenis ini cocok untuk proses adsorpsi
yang membutuhkan proses regenerasi karena zat yang teradsorpsi tidak larut dalam
adsorben tapi hanya sampai permukaan saja.

5
Universitas Sumatera Utara

6

b. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara molekul
adsorben dengan molekul adsorbat. Proses ini pada umumnya menurunkan kapasitas
dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga proses ini tidak reversibel
[8].
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi Fisik

Ada banyak faktor yang mempengaruhi adsorpsi secara fisik, yaitu:
a. Suhu
Pada umumnya, naiknya suhu menyebabkan berkurangnya kemampuan adsorpsi
karena molekul dari adsorban mempunyai energi getaran lebih besar dan oleh karena
itu, akan keluar dari permukaan. Semua aplikasi dari adsorpsi ini berada dibawah
kondisi isoterm yaitu biasanya pada suhu ambien. Kemampuan adsorpsi akan
berkurang pada suhu yang tinggi.
b. Sifat Pelarut
Pelarut mempunyai pengaruh penting karena akan berkompetisi dengan karbon
aktif dalam atraksinya terhadap solute. Jadi adsorpsi dari solute organik akan lebih
rendah dari pada adsorpsi pada zat cair lain. Bagaimanapun akan banyak pelarut
dalam air, oleh karena itu tidak perlu dikhawatirkan terlalu jauh pelarut dalam air.
c. Area Permukaan
Jumlah substansi yang adsorben dapat serap, secara langsung terjadi pada area
permukaan internal. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Pada penyerapan molekul besar,
banyak dari area permukaan internal yang kemungkinannya tidak dapat terjadi.
d. Struktur Pori
Struktur pori merupakan bagian penting dikarenakan diameter pori yang
mempunyai range 10 sampai 100.000 Å, kontrol ukuran molekul yang sesuai.
e. Sifat dari Solute

Senyawa anorganik menunjukkan range luas dari adsorpsi. Di satu sisi, pemisahan
kuat garam seperti sodium chloride dan potasium nitrat tidak semua diadsorpsi oleh
karbon aktif. Di sisi yang lain solute yang tidak dipisahkan dengan kuat seperti iodin
dan merkuri klorida sangat bagus diadsorpsi. Faktor kunci terlihat apakah solute ada
pada bentuk netral atau terion.

Universitas Sumatera Utara

7

f. Pengenceran pH
Pengaruh pada pengenceran pH sangat penting ketika adsorpsi merupakan untuk
zat yang dapat terion. Diketahui bahwa adsorpsi akan rendah pada bentuk terion.
Pada umumnya tingkat adsorpsi akan meningkat apabila pH diturunkan [7].

2.1.3 Prinsip Adsorpsi Berdasarkan Ukuran Pori
Adsorben berperan besar dalam proses adsorpsi karena dalam adsorben
terdapat pori – pori. Pori – pori tersebut tidak seragam, melainkan terdistribusi
menjadi beberapa ukuran pori. Menurut IUPAC, ukuran pori terbagi atas tiga bagian
besar yaitu untuk ukuran radius kurang dari 2 nm disebut dengan mikropori, untuk

ukuran radius diantara 2 sampai 50 nm disebut mesopori, dan untuk ukuran radius
yang lebih dari 50 nm disebut makropori.
Pori – pori suatu adsorben akan memberikan tempat terjerapnya suatu
molekul adsorbat. Berhasilnya suatu proses adsorpsi juga bergantung pada besarnya
molekul adsorbat yang akan diserap dan tergantung juga pada jenis pori – pori pada
adsorben.
Pada adsorben mempunyai pori-pori yang saling berhubungan. Pori-pori
tersebut yaitu pori makro, pori mikro, pori transisi. Melalui pori-pori inilah tejadinya
peristiwa penjerapan. Pori makro dapat menjerap absorbat dan pelarut yang
berhubungan dengan permukaan luar dari partikel adsorben. Pori mikro merupakan
cabang dari pori makro dan dapat menjerap pelarut dan absorbat dengan ukuran yang
lebih kecil sedangkan pori transisi merupakan cabang dari pori mikro yang hanya
dapat menjerap molekul pelarut yang lebih kecil [9].

2.1.4 Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang
umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi.


Universitas Sumatera Utara

8

a. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi
satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi
antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut:
selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan
mekanisme adsorpsi pada molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada
molekul terakhir yang teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah sebagai
berikut: A(g) + S

AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan


adsorpsi.
b. Isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller (BET)
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen.
Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekulmolekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya.
Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda.
Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah:
A(g) + S
A + AS
(g)

A(g) + A2S

AS
AS
2

A3S dan seterusnya

Isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia,
sedangkan isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan

untuk adsoprsi fisik
c. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi
dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich.
Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda.

Universitas Sumatera Utara

9

Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini [10].
Persamaannya adalah :


=

1



(2.1)

dengan x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (mg)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n,= konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot
sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada
koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini, akan
diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam
penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi
dari suatu adsorben [10].

2.2 KALSINASI - KARBONASI
Senyawa kalsium karbonat (CaCO3) yang banyak terdapat di alam kemudian
diadopsi dalam industri proses yang digunakan sebagai padatan adsorben melalui
proses kalsinasi dan karbonasi yang bersifat reversibel seperti dalam proses dibawah
ini [11]. Berikut ini merupakan persamaan reaksi kimia dari kalsinasi dan karbonasi
yaitu:
Kalsinasi endotermik:

CaCO3 (s) ↔ CaO (s) + CO2 (g) ΔH = 178 kJ/mol

(2.2)

Karbonasi eksotermik:
CaO (s) + CO2 (g) ↔ CaCO3 (s) ΔH = - 178 kJ/mol

(2.3)

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Yan dkk (2012) bahwa kalsinasi dijelaskan dalam lima langkah proses [11]
yaitu:
1.

Perpindahan panas dari lingkungan ke permukaan eksternal partikel.

2.


Perpindahan panas dari permukaan ekternal partikel ke bagian dalam dari
permukaan sampel.

3.

Penyerapan panas dan dekomposisi termal pada permukaan partikel.

4.

Pembentukan difusi oleh CO2 melalui lubang CaO

5.

Difusi CO2 menuju lingkungan.
Temperatur kalsinasi konvensial untuk kalsium adalah 900oC. Konversi

sempurna dari kalsium karbonat dan kalsium oksida terjadi pada suhu 1200oC
dengan pH berkisar 12,4 [12]. Tabel 2.1 merupakan tabel dari suhu kalsinasi yang
dilakukan pada tiga tahapan pemanasan.


Tabel 2.1 Suhu kalsinasi pada tiga tahapan pemanasan [12]

CaCO3

MgCO3

ZnCO3

100oC

400oC

500oC

650oC

700oC

pH 6,5

-

pH
7,78

pH 8

-

pH 6,9

-

75%
MgCO3
25%
MgO

-

364oC ZnO
100% agen
bakteriostatik
pH 8,25

-

pH 1011

-

850oC

1200oC
100% CaO
dengan
pH 11,5 meningkatnya
50%
porositas,
CaCO3
lebih besar
50%
luas
CaO
permukaan

Sifat
bakteriostatik,
ukuran
pori
meningkat,
kelarutan
meningkat

-

-

-

-

-

Universitas Sumatera Utara

11

2.3 KERANG ( BIVALVIA / PELECYPODA)
Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-

kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang).
Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva . Ke dalam
kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram,
serta kima, meskipun variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas.
Kerang-kerangan banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak masa
dulu. Dagingnya dimakan sebagai sumber protein. Cangkangnya dimanfaatkan
sebagai perhiasan, bahan kerajinan tangan, bekal kubur, serta alat pembayaran pada
masa lampau. Mutiara dihasilkan oleh beberapa jenis tiram. Pemanfaatan modern
juga menjadikan kerang-kerangan sebagai biofilter terhadap polutan.
Kerang yang hidup di laut dan remis yang hidup di air tawar adalah contoh
kelas Bivalvia . Hewan Bivalvia bisa hidup di air tawar, dasar laut, danau, kolam, atau
sungai yang banyak mengandung zat kapur. Zat kapur ini digunakan untuk membuat
cangkoknya.
Hewan ini memiliki dua kutub (bi = dua, valve = kutub) yang dihubungkan
oleh semacam engsel, sehingga disebut Bivalvia . Kelas ini mempunyai dua cangkok
yang dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor dalam
tubuhnya. Cangkok ini berfungsi untuk melindungi tubuh. Cangkok di bagian dorsal
tebal dan di bagian ventral tipis. Kepalanya tidak nampak dan kakinya berotot.
Fungsi kaki untuk merayap dan menggali lumpur atau pasir
Cangkok ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
a. Periostrakum adalah lapisan terluar dari zat kitin yang berfungsi sebagai
pelindung.
b. Lapisan prismatik tersusun dari kristal – kristal kapur berbentuk prisma.
c. Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari
lapisan kalsit (Karbonat) yang tipis dan paralel [13].

Universitas Sumatera Utara

12

2.3.1 SEJARAH KERANG
Kerang merupakan makanan yang umumnya dijumpai di daerah pantai.
Terdapat berbagai macam jenis kerang seperti :
a. Kerang Hijau
Merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat, memiliki
nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi. Kerang
hijau mengandung protein cukup tinggi, rata-rata 67 gr per 100 gr bobot kering.
Kandungan gizi lainnya yang dimiliki kerang hijau antara lain: karbohidrat 2%,
lemak 0,45%, air 78%. Ada pun mineral utama yang dikandung oleh kerang
hijau yaitu kalsium (133 mg) dan fosfor (170 mg). Dengan mengkonsumsi
kerang hijau secara teratur, kita akan mendapat asupan kalsium yang memadai
sehingga penyakit keropos tulang (osteoporosis) dapat dihindari [14].
b. Kerang Darah (Anadara granosa)
Merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai
ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah banyak
ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai dengan tofografi
pantai yang landai sampai kedalaman 20 m. Disebut kerang darah karena
kelompok kerang ini memiliki pigmen darah merah/haemoglobin yang disebut
bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar oksigen

yang relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa hidup walaupun tanpa
air. Ciri-ciri kerang darah adalah sebagai berikut:
1. mempunyai 2 keping cangkang yang tebal, ellifs dan kedua sisi sama.
2. cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning
kecoklatan sampai coklat kehitaman.
3. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm [15].
Limbah cangkang kerang darah tersebut mengandung senyawa kalsium
karbonat (CaCO3) sebesar 95 – 99% berat, dimana dapat dijadikan sebagai
sumber bahan baku adsoprsi [4].
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nor Adilla [11] menunjukkan
komposisi dari berbagai daerah di Malaysia serta kandungan dari cangkang
kerang darah seperti terlihat dalam tabel 2.2 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2.2. Komposisi dari cangkang kerang darah [11]
Sumber/ Mineral
Penang
Kuala Selangor
Malacca

Ca+C
98.770
98.8007
98.7834

Mg
0.0476
0.0477
0.0437

Na
0.9192
0.9076
0.9386

P
0.0183
0.0176
0.0178

K
0.0398
0.0392
0.0380

Lain – lain
0.1981
0.1871
0.1894

c. Tiram ( Osyter )
Mentah mengandung berbagai macam mineral antara lain kalsium, besi,
magnesium, phosphor, potassium, sodium, seng, tembaga dan Selenium.
Komposisi nutrisi tiram per 100 gram adalah air 74,56 gram, energi 105 k.kal,
protein 17,1 gram, lemak 0,76 gram, seng atau zinc (Zn) 16,62 mg [14].
Cangkang tiram kaya akan senyawa kalsium karbonat (CaCO3) yang
mana senyawa tersebut sangat sesuai sebagai bahan baku untuk menghilangkan
senyawa fosfat. Hal ini disebabkan senyawa CaCO3 dapat dijadikan senyawa
CaO yang merupakan senyawa aktif dalam hal penghilangan senyawa fosfat
dengan teknik adsorpsi. Dengan banyaknya sisa cangkang kerang tiram yang
terbuang akan menyebabkan polusi lingkungan. Sehingga cangkang tiram dapat
dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku adsorpsi. Tiram ini diperoleh dari
provinsi Surat Thani di Thailand. Kandungan CaCO3 dari cangkang tiram ini
sebesar 93,3% dengan senyawa lain sebesar 6,7% [3].
Komposisi kimia yang telah diteliti oleh Yong Sik ok, dkk (2010)
menunjukkan bahwa tiram yang diperoleh setelah dikasinasi merupakan faktor
utama dalam cangkang kerang sebesar 96% [5]. Tabel 2.3 dibawah
menunjukkan komposisi dari cangkang tiram yaitu:
Tabel 2.3. Komposisi dari cangkang tiram [5]
CaCO3
95.99

SiO2
0.70

MgO
0.65

Al2O3
0.42

SrO
0.33

P2O5
0.20

Na2O
0.98

SO3
0.72

Total
100

Universitas Sumatera Utara

14

2.3.2 KONSUMSI KERANG
Kerang/siput merupakan salah satu jenis ikan yang tercantum dalam daftar
Survei Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS). Melalui data SUSENAS, dapat
dilakukan penghitungan konsumsi pangan, termasuk diantaranya kelompok pangan
dari ikan. Hasil perhitungan SUSENAS 2009 menunjukkan bahwa penyerapan pasar
untuk komoditas kerang/siput di tingkat rumah tangga mencapai 25.450 ton dengan
konsumsi rata-rata 0,11 kg/kapita. Selama periode tahun 2006 – 2009, tingkat
konsumsi tahun 2009 merupakan tingkat konsumsi yang terendah. Sedangkan tahun
2007 merupakan tingkat konsumsi kerang/siput tertinggi yaitu mencapai 0,25
kg/kapita. Dari perkembangan tingkat konsumsi tersebut, rata-rata pertumbuhan
untuk konsumsi kerang/ siput adalah -16,06% [14]. Perkembangan konsumsi
kerang/siput tahun 2006 – 2009 tersaji dalam Gambar 2.1 dibawah.

Gambar 2.1. Data Konsumsi Kerang / Siput Tahun 2006 – 2009 [14]
Gambaran tingkat konsumsi dan besarnya serapan pasar kerang/siput menurut
provinsi berdasarkan data SUSENAS 2008 tersaji dalam Gambar 2.2 dibawah.

Gambar 2.2 Data Konsumsi Kerang / Siput Tahun 2006 – 2009 Tingkat Provinsi
[14]

Universitas Sumatera Utara

15

Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan bahwa dengan nilai konsumsi kerang yang
tinggi sehingga dihasilkan limbah cangkang kerang yang tinggi, dengan limbah yang
tinggi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan adsorben dari cangkang
kerang.
2.4 Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Limbah Cair
Menurut PP No. 20 tahun 1990, Air adalah semua air yang terdapat didalam atau
berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam
pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah tanah dan air laut [16].
Pada umumnya terdapat tiga masalah klasik yang umumnya terjadi pada air yang
disebut 3T: too much, too little, too dirty. Too much berarti di suatu tempat, air
terlalu berlebih. Too little berarti di suatu tempat, air sangat kurang. Too dirty yang
berarti air terlalu kotor. Secara global, pencemaran air berasal dari sumber – sumber
seperti :
1. limbah cair domestik
2. Pengelolaan industri yang tidak baik
3. Sampah domestik
4. Pemakaian air berlebihan
5. Penataan fungsi lahan yang tidak baik.
Hal ini berdampak pada kualitas air yang menurun serta buruk dan ganjilnya siklus
hidrologi, berpotensi mengganggu kesehatan, misalnya Penyakit diare, identik
dengan kualitas air yang buruk, kurangnya ketersediaan air bersih, dan diperburuk
dengan perilaku tidak higienis [17].
Pencemaran air masih menjadi masalah penting di Indonesia, terutama di
Pulau Jawa. Tingkat pencemaran air dievaluasi dengan metode Storet. Metode ini
merupakan salah satu metode untuk menganalisis status pencemaran air yang
diterapkan di Indonesia. Gambar 2.3 menyajikan meningkatnya persentase titik
pantau dengan status tercemar berat selama 2008 – 2012. Hal ini berarti perlindungan
dan pemulihan kualitas air sungai-sungai utama, khususnya diperkotaan, belum
berhasil [17].

Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 2.3 Persentase titik pantau air sungai di Indonesia dengan status tercemar
berat berdasarkan Kriteria mutu Air Kelas II PP 82 Tahun 2001 [17]

Secara umum untuk berbagai pemanfaatanya ditetapkan adanya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air dibedakan menjadi 4 kelas yaitu:
1) Kelas I
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2) Kelas II
Air

peruntukannya

dapat

digunakan

untuk

sarana/prasarana

rekreasi

air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
3) Kelas III
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas IV
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut [16].

Universitas Sumatera Utara

17

2.5

PENELITIAN

YANG

TELAH

DILAKUKAN

MENGGUNAKAN

CANGKANG KERANG
No

Peneliti

1

Ratanapom
Yuangsawad,
Duangkamol
Na- rong

2

Hiroaki
Onoda,
Hironari
Nakanishi

3

Yong Sik Ok 2010
Sang-Eun Oh

Mahtab
Ahmad

Seunghun
Hyun

Kwon-Rae
Kim • Deok
Hyun Moon •
Sang Soo Lee
• Kyoung Jae
Lim • WeonTai Jeon • Jae
E. Yang,
Stevens
A. 2008
Odoemelam
and Nnabuk
Okon Eddy

4

Tahun Topik
penelitian
2011
Recycling
osyter shells as
adsorbent for
phospate
removal
2012

Preparation of
calcium
phospate with
osyter shells

Effect of
natural and
calcined osyter
shells on Cd
and Pb
Immobilition
in
contaminated
soils

Studies on the
use of osyter,
snail and
periwinkle
shells as
adsorbents for
the removal of
Pb 2+ from
aqueous
solution

Hasil penelitian
1. Telah berhasil menghilangkan
senyawa fosfat dalam sistem
kontiniu.
2. Suhu dan jenis gas mempengaruhi
banyaknya senyawa fosfat yang
dihilangkan.
1. kalsium fosfat dibuat dari asam
fosfat dan cangkang tiram.
2. Pengaruh
kondisi
persiapan
konsentrasi asam fosfat dan pH
dipelajari sebagai hasil kalsium
fosfat dan karbonat yang tidak
bereaksi, dan rasio Ca / P di
endapan.
3. Hasil dari kalsium fosfat dan
karbonat yang rendah disebabkan
kondisi
persiapan
dengan
konsentrasi asam fosfat 0,1 mol/l
1. kalsinasi NOSP yang dikonversi
pada suhu 770 °C menyebabkan
senyawa CaCO3 kurang reaktif
daripada kereaktifan senyawa
CaO.
2. COSP lebih efektif dalam
menghilangkan senyawa Cd dan
Pb
dalam
tanah
yang
terkontaminasi daripada NOSP
3. limbah cangkang tiram bisa
didaur ulang menjadi tanah
amelioran yang efektif.
1. Adsorpsi senyawa Pb2+ oleh
cangkang tiram, cangkang siput
dan cangkang kerang diketahui
sesuai dengan model klasik
adsorpsi Langmuir, Freundlich
dan isoterm tekim

Universitas Sumatera Utara

18

5

Mustakimah
Mohamed,
Suzana
Yusup,
Saikat Maitra

2012

2.9

ANALISA BIAYA

Decomposition
study of
calcium
carbonate in
cockle shell

1. empat ukuran partikel berbeda
yaitu 0,125-0,25 mm, 0.25-0.5
mm, 1-2 mm, dan 2-4 mm
2. Reaktivitas
dekomposisi
dilakukan dengan menggunakan
Thermal Gravimetri Analyzer (
TGA ) pada tingkat pemanasan
20°C / menit di dalam atmosfer
N2 ( Nitrogen ) yang inert
3. Energi aktivasi, E, proses itu
ditemukan bervariasi dari 179,38
- 232,67 kJ / mol

Saat ini, ketertarikan akan sumber – sumber bahan baku yang berasal dari
limbah semakin meningkat. Sebagai contoh, cangkang hewan laut yang dapat
digunakan sebagai bahan baku yang dapat dimanfaatkan kembali. Di negara maju
seperti Jepang hewan laut seperti tiram digunakan kembali sebagai bahan baku
pembuatan adsorben yang disebabkan cangkang tiram merupakan sumber kalsium
[1]. Produksi kerang - kerangan di Indonesia dari tahun 2002 ke tahun berikutnya
semakin meningkat. Hal ini terlihat dari data produksi dari tahun 2002 sampai
dengan 2006 secara berturut – turut, sebesar 7.00 ton, 12,86 ton, 12,99 ton, 16,35 ton
dan 18,87 ton. Dari jumlah produksi kerang yang semakin meningkat maka akan
dihasilkan limbah cangkang yang semakin meningkat pula dan cangkang kerang
dengan komposisi kalsium oksida dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan adsorben [2].
Kandungan CaCO3 pada cangkang kerang sebesar 95 – 99% berat, sehingga
sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan baku adsorben. Dengan cara kalsinasi,
maka akan dihasilkan senyawa pengaktif yaitu CaO [4].
Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi adsorben dari limbah
cangkang kerang bulu. Tabel 2.4 merupakan harga pembelian bahan baku produksi:
Tabel 2.4 Harga Bahan Baku
Bahan Baku
Cangkang Kerang
Bulu

Harga
Rp 4.000,00

Satuan
1 kg

Kebutuhan
1 kg

Biaya
Rp 4.000,00

Total Keseluruhan

Rp. 4.000,00

Universitas Sumatera Utara

19

Berikut ini akan dibahas harga kebutuhan listrik sesuai dengan peraturan menteri
ESDM Tahun 2014 untuk kebutuhan industri dengan kebutuhan daya sebesar 3500
VA yang terdapat pada tabel 2.5 dibawah:
Tabel 2.5 Harga Kebutuhan Listrik Peralatan
No.
1.
2.

Peralatan

Harga/kWh
Rp.1.112,00
Rp.1.112,00

Ball mill
Furnace

Waktu
(jam)
0,18
3
0,8
4
Total Keseluruhan

Kebutuhan (kW)

Biaya
Rp 600.48,00
Rp 3.558,4,00
Rp. 4.158,88

Maka perhitungan biaya total produksi yaitu :


Total Biaya Produksi = Biaya Bahan Baku + Total Biaya listrik
= Rp 4.000,00 + Rp 4.158,88
= Rp 8.158,88 /kg

Harga produksi pembuatan adsorben cangkang kerang bulu sebesar :
Rp 8.158,88 /kg. Berikut merupakan harga masing-masing jenis adsorben di pasaran
[12]:
1. Karbon Aktif Lokal

= Rp 15.000/kg

2. Karbon Aktif HayCarb

= Rp 40.000/kg

3. Manganese

= Rp 11.000/kg

4. Silika (Pasir Kuarsa)

= Rp 3.000/kg

5. Zeolit

= Rp 7.000/kg

6. Pasir Aktif

= Rp 11.000/kg

Berdasarkan penelitian Esty Rahmawati [18], proses adsorpsi logam Pb(II)
oleh Karbon Aktif lokal dimana 1 liter larutan Pb(II) 25 ppm dibutuhkan 0,287 gram
adsorben. Untuk menyesuaikan konsentrasi larutan dengan penelitian ini maka
dengan 1 liter larutan logam Pb(II) 60 ppm dibutuhkan 0,688 gram. Jadi, pada skala
industri dengan 1000 liter larutan logam Pb(II) 60 ppm dibutuhkan 0,688 kg
adsorben.
Sebagai perbandingan, maka diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan
baku adsorben Karbon aktif lokal sebagai berikut:
Karbon Aktif lokal = 0,688 kg x Rp 15.000,00 = Rp 10.320,00

Universitas Sumatera Utara

20

Sehingga jika dibandingkan antara pembuatan adsorben dari cangkang kerang
bulu dengan karbon aktif lokal maka biaya produksi untuk pembuatan adsorben dari
cangkang kerang bulu lebih rendah dibandingkan harga produksi pembuatan
adsorben dari karbon aktif lokal dengan selisih biaya sebesar Rp 2.161,00. Selain itu
dengan sumber bahan yang lebih ramah lingkungan, maka adsorben ini layak
dijadikan sebagai adsorben yang efektif dan komersil sehingga dapat diproduksi
secara industri.

Universitas Sumatera Utara