Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

BAB I
PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada
masa ini, telah menempatkan internet menjadi layaknya sebuah kebutuhan pokok
bagi kalangan umum. Hal

ini dikarenakan sifat berita internet yang global,

sehingga kita dapat terkoneksi ke seluruh jaringan di dunia, berkomunikasi
dengan siapapun dan dimanapun, mendapatkan pengetahuan informasi atau
sesuatu yang kita butuhkan dengan cepat. Di Indonesia kesadaran masyarakat
akan internet sudah berkembang sangat pesat. Terutama bagi mereka para pelajar,
mahasiswa, pengajar dan masyarakat umum lainnya.
Di Indonesia internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, khususnya
bagi masyarakat pengguna layanan ini. Informasi melalui internet dapat mereka
peroleh dari warung-warung internet yang ada. Diwarung internet ini masyarakat
dapat menyewa berupa fasilitas yaitu berupa perangkat komputer yang telah
terhubung pada akses internet. Warung internet (selanjutnya akan disebut dengan
warnet) merupakan salah satu dari kemudahan yang dapat di nikmati oleh
masyarakat pengguna layanan ini. Bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap

informasi melalui internet ini membuat pengusaha penyedia warnet semakin
bertambah, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya jumlah warnet yang
ada pada saat ini.
Melihat semakin maraknya kegiatan usaha warnet tersebut maka
diperlukanlah peran serta pemerintah untuk membina, menata serta melakukan
pengawasan secara intensif terhadap setiap kegiatan usaha warnet tersebut melalui
kebijakan pemberian izin usaha warnet. Adanya kebijakan mengenai perizinan
yang dilaksanakan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk menciptakan suatu
kondisi bahwa setiap kegiatan pembangunan sesuai dengan peruntukannya,
disamping itu agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pembangunan.
Dalam penyelenggaraannya izin usaha tersebut diperlukan peranserta dari
pemerintah maupun masyarakat, agar dalam pengaturannya akan dapat mengurus
kepentingan masyarakat di daerah menurut prakarsa sendiri yang sesuai dengan

1
Universitas Sumatera Utara

peraturan


perundang-undangan

yang

berlaku.

Dalam

penyelenggaraan

pelaksanaan pembangunan di daerah maka akan dilakukan oleh pemerintah daerah
itu sendiri, melalui penyelenggaraan izin usaha tersebut, maka pemerintah daerah
yang dalam penelitian ini adalah Pemerintah kota Medan diharapkan dapat menata
segala persoalan yang berkaitan dengan kegiatan usaha warung internet tersebut.
Warnet yang merupakan salah satu bidang usaha yang ada di Kota Medan,
merupakan suatu bidang usaha yang tidak terlepas dari berbagai macam persoalan.
Jumlah warnet di kota Medan ini sudah terbilang banyak, dari data Diskominfo
Medan, jumlah warnet yang terdata sekitar 806 warnet. Namun, dari jumlah
tersebut, sampai bulan juli 2013 baru 356 yang terdata pada Dinas Kominfo yang
sudah memiliki izin. Maka dari itu diperlukan penataan serta pengawasan yang

teratur dari pemerintah kota Medan terhadap kegiatan usaha warnet tersebut, guna
memberikan perlindungan bagi kepentingan umum dan menjadikan kegiatan
usaha warung internet sebagai sarana yang tertib, aman dan nyaman serta dapat
bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu maka pemerintah kota Medan dalam hal
ini membuat kebijakan Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2011 yang mengatur
tentang

penyelenggaraan

perizinan

usaha

warung

internet.

Melalui

penyelenggaraan, penataan serta pengaturan dalam pemberian izin usaha warnet,

akan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam kegiatan usaha
warnet, serta untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian/pengawasan usaha
warnet dan meningkatkan pelayanan terhadap usaha warnet yang aman, nyaman
dan sehat.
Namun dalam pelaksanaan peraturan walikota tentang pemberian izin
usaha warnet tersebut, pemerintah kota Medan dalam hal ini Dinas Komunikasi
dan Informatika harus dapat bersikap tegas terhadap warnet-warnet yang
membandel karena kenyataannya terdapat banyak jasa layanan warnet yang belum
mematuhi peraturan tersebut, baik yang sudah memiliki izin maupun yang belum
memiliki izin masih melakukan banyak penyimpangan sehingga meresahkan
masyarakat. Berikut kutipan beritanya:

2
Universitas Sumatera Utara

Rabu, 2013-05-08 05:30:00 Wib
KOMINFO MEDAN GELAR RAZIA, PULUHAN WARNET TERJARING
Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Medan dibantu aparat kepolisian
dari Polresta Medan dan Kodim menggelar razia usaha warung internet (warnet) yang
beroperasi sampai 24 jam,tidak memiliki izin, tidak memblockir situs porno, dan

ketentuan bilik yang menyalah aturan, Rabu (08/05/2013) dini hari. Razia kali ini
dipusatkan di daerah Jalan Bilal – Jalan Gagak Hitam dan Jalan Amal. Tim Dinas
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Medan yang diketuai langsung Oleh Kabid
Postel Arbani Harahap S.Sos MM melakukan razia warung internet (warnet) yang tidak
memiliki izin usaha serta pelanggaran lainnya di daerah- daerah tersebut. Di dalam razia
puluhan Warnet terjaring Tim Kominfo dan Aparatur Negara. Tim pertama mendatangi
Ayu Net di Jalan Bilal, di warnet tersebut tim menemukan warnet ini melanggar izin
operasional karena saat tim mendatangi warnet jam menunjukkan pukul 00:30 WIB,
kemudian tim memeriksa kesalahan lainnya, ternyata warnet ini tidak memiliki izin, oleh
tim langsung didata dan diminta untuk membuat izin dari Dinas Kominfo.
Dari Jalan Bilal tim bergerak menuju Beib Net, Sky Net dan Days Net Jalan Gagak
Hitam, disana tim memeriksa surat izin operasional warnet, ternyata ketiga warnet
tersebut hanya memiliki surat izin operasional rekomendasi yang tidak ada izin tetap
untuk itu tim menghimbau kepada pemilik untuk mengurus izin resminya. Kepala Dinas
Kominfo Kota Medan Drs Darussalam Pohan MAP yang ikut turun dalam razia tersebut
mengatakan, berdasarkan Peraturan Walikota (Perwal) Kota Medan No 28 tahun 2011
tentang Perizianan Usaha Warung Internet, pengusaha warnet wajib memiliki izin,
beroperasi sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB pada hari biasa, dan sampai
pukul 02.00 WIB pada hari libur . Selanjutnya, kata Darussalam Pohan, “pengelola
warnet juga wajib memblokir situs porno, perjudian. Bagi yang mengunakan sekat

pebatas/bilik komputer, ketinggiannya juga tidak boleh melebihi di atas 150 centimeter
serta pada siang hari pemilik warnet tidak diizinkan untu anak sekolah yang masih
berseragam sekolah masuk dan bermain internet. Pengelola yang melanggar Perwal ini
akan dijatuhi sanksi pencabutan izin usaha atau pencopotan koneksi internetnya agar
membuat pemilik warnet yang tidak mematuhi peraturan tersebut jera dan tidak
melanggar”, kata Kadis Kominfo. (berita pemkomedan.go.id)

Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa terdapat permasalahan dalam
pelaksanaan Peraturan Walikota N0 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha
Warung Internet di kota Medan. Banyaknya pengusaha warnet yang belum
memiliki izin usaha serta melakukan banyak pelanggaran menandakan bahwa
belum maksimalnya pemerintah kota Medan dalam melakukan kegiatan
pengawasan, penataan dan pembinaan terhadap kegiatan usaha warnet tersebut
serta belum adanya kesadaran dari pengusaha warnet untuk mematuhi peraturan
tersebut.
Pemerintah kota Medan, dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informatika
sesuai dengan Perwal Nomur 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usara Warung
3
Universitas Sumatera Utara


Internet, memiliki peran melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah
dalam bidang komunikasi dan informatika untuk melakukan pembinaan,
pengaturan, pengendalian/pengawasan dan pemberian izin terhadap kegiatan
usaha warnet di kota Medan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
umum terhadap usaha warnet yang aman, nyaman dan sehat serta melaksanakan
tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneneliti merasa tertarik untuk
meneliti tentang bagaimana “Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota No
28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usana Warung Internet di Kota Medan”
I.2 .Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
proses Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota No 28 Tahun 2011 Tentang
Perizinan Usaha Warung Internet di Kota Medan?

I.3.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Kebijakan Peraturan
Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung
Internet.


I.4.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara Ilmiah : bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam
bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh
dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara Praktis : sebagai bahan masukan bagi Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Medan dalam memberikan pelayanan dan pengawasan
yang sesuai untuk diterapkan dalam perizinan usaha warung internet.
3. Secara Akademis : bermanfaat untuk menambah pengetahuan teoritis dan
menyumbang kepustakaan baru dalam penelitian sosial.

4
Universitas Sumatera Utara

I.5.Kerangka Teori
Menurut Kerlinger (Singarimbun, 2008: 37), teori adalah serangkaian
asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep.

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun penelitian ini, maka
dibutuhkan teori-teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan
dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut
disebut kerangka teori. Kerangka teori merupakan bagian dari penelitian, tempat
peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan
variabel pokok, subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian
(Arikunto, 2002: 92). Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

I.5.1.Kebijakan Publik
I.5.1.1.Pengertian Kebijakan Publik
Menurut Parsons (Wayne Parsons, 2005:3) kata “publik” berisi kegiatan
aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh
pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik itu
dipandang sebagai suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat
atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Sedangkan
kata “kebijakan” menurut Heclo (Wayne Parsons, 2005:14) adalah istilah yang
banyak disepakati bersama. Dalam penggunaan yang umum, istilah kebijakan
dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang keputusan tertentu,
tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan (policy) adalah suatu

tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Heclo mengatakan bahwa ada perbedaan pendapat mengenai apakah kebijakan itu
merupakan tindakan yang diniatkan (intended) atau tidak. Sebuah kebijakan
mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi ia tetap
dilaksanakan dalam implementasi atau praktik administrasi.
Dari pengertian konsep publik dan kebijakan diatas, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan publik adalah tindakan maupun keputusan yang pemerintah

5
Universitas Sumatera Utara

lakukan atau tidak dengan tujuan untuk mengatur masyarakat di suatu wilayah. Ini
sama seperti pendapat Thomas R. Dye (Indiahono, 2009:17), yang menyatakan
bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan dan tidak dilakukan. Maknanya adalah Dye hendak menyatakan bahwa
apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan
kebijakan. Interpretasi dari kebijakan menurut Dye harus dimaknai dengan dua
hal penting, yaitu: pertama, kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah,
dan kedua, kebijakan tersebut mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah.

Selain Dye, James E. Anderson mendefenisikan kebijakan publik sebagai
suatu arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.
Kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala aktifitas yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi.
Kebijakan publik haruslah diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk
memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik.
Menurut Charles O. Jones (Tangkilisan, 2003:3) kebijakan publik terdiri
dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Goals atau tujuan yang diinginkan,
2. Plans atau rancangan yang spesifik untuk mencapai tujuan,
3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan,
4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan,
membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, dan
5. Efect yaitu dampak dari program baik disengaja maupun tidak dan primer
maupun sekunder.

I.5.1.2.Bentuk dan Macam Kebijakan
Keputusan yang dihasilkan oleh aktor kebijakan tersebut diturunkan dalam
berbagai bentuk variasi. Adapun bentuk-bentuk kebijakan tersebut adalah sebagai
berikut :

6
Universitas Sumatera Utara

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan pembuatnya:
1. Pusat: dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang
berkedudukan di pusat dan digunakan untuk mengatur seluruh warga
negara dan wilayah Indonesia.
2. Daerah: dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang
berkedudukan di daerah dan digunakan untuk mengatur daerahnya
masing-masing.
Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan tujuannya:
1.

Law Order adalah Kebijakan mengenai hukum dan tatanan hukum.
Adapun bentuk kebijakan ini umumnya berupa undang-undang atau
peraturan-peraturan yang diumumkan oleh pemerintah.

2. Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan penguasa
dalam mendistribusikan sumber daya yang dimilikinya dalam rangka
pencapaian tujuan yang diinginkan oleh negara. Misalnya perijinan usaha,
kekuasaan kepada kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain.
3.

Re-Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan
masyarakat

untuk

ikut

berpartisipasi

terhadap

pelaksanaan

tata

pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan negara secara umum.
Bentuk kebijakan ini umumnya berupa kewajiban pembayaran pajak bagi
warga negara.
Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan wujud nyata nya:
1. Gerakan (contohnya): Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA), Gerakan
Penghijauan.
2. Peraturan perundangan: Peraturan Walikota No 23 Tahun 2011 Tentang
Perizinan Usaha Warung Internet.
3. Pidato atau pernyataan pejabat publik: Pidato Presiden
4. Program: Program KB
5. Proyek: Proyek Padat Karya

7
Universitas Sumatera Utara

I.5.1.3.Proses Kebijakan Publik
Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik, Dunn
(Tangkilisan, 2003:7) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Agenda setting: adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik
yang mencuat ke permukaan melalui proses problem structuring. Menurut
Dunn problem structuring memiliki empat fase yaitu: pencarian masalah,
pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah.
Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi
agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat,
b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik
yang pernah dilakukan,
c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau
politik yang ada,
d) Terjadinya kegagalan pasar, dan
e) Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah
publik.
2. Policy formulation: adalah mekanisme proses untuk menyelesaikan
masalah publik, dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan
beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan
dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor
kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis
keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan
informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus
mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui
psoses

peramalan

(forecasting)untuk

memecahkan

masalah

yang

didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang
akan dipilih.
3. Policy adoption: adalah penetapan keputusan yang sudah ditetapkan untuk
menjadi solusi dari masalah publik tersebut. Tahap ini dilakukan setelah
mendapatkan rekomendasi melalui langkah-langkah sebagai berikut:

8
Universitas Sumatera Utara

a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah
untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan
langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan
masyarakat luas.
b) Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan dipilih untuk
menilai alternatif yang akan direkomendasikan.
c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan
kriteria yang relevan agar efek posisi alernatif lebih besar dari efek
yang terjadi.
4. Policy implementation: adalah proses pelaksanaan kebijakan yang sudah
ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi
sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses
monitoring sudah dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah
suatu kebijakan ditetapkan dengan menghasilkan output yang jelas dan
dapat diukur.
5. Policy assessment atau penilaian kebijakan: pada tahap ini semua proses
implementasi dinilai apakah sudah sesuai dengan rencana dalam program
kebijakan dengan ukuran kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Proses
penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring dan
evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan kebijakan
masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program tersebut
berjalan, biasanya dalam bentuk penelitian/ riset dan rekomendasi. dan
evaluasi dilakukan setelah kebijakan tersebut telah selesai dilakukan.
Evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan
untuk mengetahui bagaimana hasil dari program tersebut apakah mencapai
sasaran.

I.5.2.Implementasi Kebijakan
I.5.2.1.Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Jika suatu kebijakan telah ditetapkan, kebijakan tersebut tidak

9
Universitas Sumatera Utara

akan berhasil dan terwujud bilamana tidak diimplementasikan. Suatu program
kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan. Implementasi kebijakan dalam arti luas dapat diartikan sebagai alat
administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau
tujuan yang diinginkan.
Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002: 102)
menyebutkan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup
usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan
usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan yang besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan
suatu proses dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk
mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi
mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program pada
tujuan kebijakan yang diinginkan.
Menurut Jones (Tangkilisan, 2003:17) terdapat tiga kegiatan utama yang
paling penting dalam implementasi, yaitu:
1. Penafsiran: yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam
pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi: merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
kedalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan: berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah
dan lainnya.

I.5.2.2.Model-Model Implementasi Kebijakan
Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung
secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model, yaitu:

10
Universitas Sumatera Utara

A. Model Van Meter dan Van Horn (1975)
Teori ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam
proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan
dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu
pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan kebijakan
dengan kinerja kebijakan. Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedurprosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut maka
permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini adalah:
a. Hambatan-hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan
dalam organisasi.
b. Seberapa jauhkah tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada
setiapjenjang struktur, masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang
paling rendah dalam organisasi yang bersangkutan.
c. Seberapa pentingkah rasa keterikatan masing-masing orang dalam
organisasi (masalah kepatuhan).
Dari pandangan tersebut maka Van Meter dan Van Horn membuat tipologi
kebijakan menurut:
a. Jumlah masing-masing perubahan yang akan terjadi.
b. Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak
yang terlibat dalam proses implementasi.
Alasan dikemukakannya hal ini adalah bahwa proses implementasi itu
akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu, dalam artian
bahwa implementasi akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif
sedikit sementara kesepakatan terhadap tujuan terutama dari para implementor
dolapangan relatif tinggi. Hal lain yang dikemukakan mereka bahwa yang
menghubungkan kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas
yang saling berkaitan. Variabel bebas itu adalah:

11
Universitas Sumatera Utara

1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi
multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen implementasi.
2. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia seperti dana yang digunakan untuk
mendukung implementasi kebijakan.
3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.
4. Karakteristik Agen Pelaksana
Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma,
dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut
akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompokkelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,
karaktersitik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat
opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung
implementasi kebijakan.
6. Disposisi Implementor
Ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan
yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi,
pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi
implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

12
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Model implementasi van meter dan van horn

B. Model Merilee S. Grindle (1980)
Merilee

S.

Grindle

(Arpansiregar-wordpress)

menyatakan

bahwa

keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari
kebijakan tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang
komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan
implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan
terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi.
Secara

konsep

dijelaskan

bahwa

model

implementasi

kebijakan

yang

dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi
kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program
yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan
dan konteks implementasinya.
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).
2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).
3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).
5. Para pelaksana program (program emplementation).
6. Sumber daya yang dikerahkan (resources commited).
Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud meliputi:
1. Kekuasaan (power).

13
Universitas Sumatera Utara

2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors
involved).
3. Karakteristik

lembaga

dan

penguasa

(institution

and

regime

characteristics).
4. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness).

Tujuan
Kebijakan

Melaksanakan kegiatan
Dipengaruhi oleh:
(a)Isi Kebijakan
1.Kepentingan yang dipengaruhi
2.Tipe manfaat
3.Derajat perubahan yang diharapkan
4.Letak pengambilan keputusan
5.Pelaksana program
6.Sumber daya yang dilibatkan
(b)Konteks Kebijakan
1.Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang
terlibat
2.Karakteristik lembaga dan penguasa
3.Kepatuhan dan daya tanggap

Hasil kebijakan
a.Dampak pada
masyarakat, individu,
dan kelompok
b.Perubahan dan
penerimaan oleh
masyarakat

Tujuan
Yang ingin
dicapai
program aksi
dan proyek
individu yang
di desaian dan
dibiayai
program yang
dijalankan seperti
direncanakan ?

mengukur keberhasilan

Gambar 2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

14
Universitas Sumatera Utara

C. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)
Model ini disebut sebagai model kerangka analisis implementasi.
Mazmanian dan Sabatier (Arpansiregar-wordpress) mengklasifikasikan proses
implementasi kebijakan kedalam tiga variabel, yaitu:
1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems) sering disebut
dengan variabel independen. Indikatornya adalah:
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi.
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karakteristik kebijakan/ undang-undang (ability of statute to structure
implementation) sering disebut dengan istilah variabel intervening,
indikatornya adalah:
a. Kejelasan isi kebijakan.
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.
c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan
tersebut.
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai
institusi pelaksana.
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)
sering disebut dengan istilah dependen. Indikatornya adalah:
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi.
b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.
c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups).
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

15
Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Masalah
1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis
2.Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Sifat populasi
4. Derajat perubahan prilaku yang diharapkan

Daya Dukung Peraturan
1.Kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran
2.Teori kausal yang memadai
3.Sumber keuangan yang mencukupi
4.Integrasi organisasi pelaksana
5.Dikresi pelaksana
6.Rekrutmen dari pejabat pelaksana
7.Akses-formal pelaksana ke organisasi
lain

Variabel Non-Peraturan
1.Kondisi sosial ekonomi dan teknologi
2.Perhatian pers terhadap masalah
kebijakan
3.Dukungan publik
4.Sikap dan sumber daya kelompok sasaran
utama
5.Dukungan kewenangan
6.Komitmen dan kemampuan pejabat
pelaksana

Proses implementasi
Keluaran
Kebijakan
dari organisasi
pelaksana

kesesuaian keluaran
keluaran
kebijakan dengan
kelompok sasaran

dampak
aktual
keluaran
kebijakan

dampak yang
diperkirakan

perbaikan peraturan

Gambar 3. Model implementasi Mazmanian dan Sabatier

D. Model George C. Edward III (1980)
George Edward III (Winarno, 2002: 126) melihat implementasi kebijakan
sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut
ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap implementasi
kebijakan. Menurut George Edward III, dalam pendekatan studi implementasi
harus dimulai dengan suatu pernyataan abstrak seperti yang dikemukakan sebagai
berikut:
a. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

16
Universitas Sumatera Utara

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan
implementasi kebijakan?
Guna menjawab pertanyaan tersebut, George Edward III mengajukan empat
faktor yang berperan penting dalam keberhasilan implementasi, yaitu:
1. Komunikasi (communication).
Implementasi kebijakan akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab
dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan
dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
Konsistensi

atau

keseragaman

dari

ukuran

dasar

dan

tujuan

perlu

dikomunikasikan sehingga pelaku kebijakan mengetahui secara tepat apa yang
menjadi isi, tujuan, kelompok sasaran kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat
menyiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan,
agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan secara efektif dan sesuai dengan
tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang
amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan
tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang
berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi
berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan
harus

mengetahui

apakah

mereka

dapat

melakukannya.

Sesungguhnya

implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti
secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor
pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya
mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor
kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika
dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya
komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi
kebijakan. Komunikasi implementasi mencakup beberapa hal yaitu: (a)
transformasi informasi, (b) kejelasan informasi, dan (c) konsistensi informasi.
2. Sumber Daya (resource)
Bukan hanya isi sebuah kebijakan saja yang dikomunikasi secara jelas,
sumber daya juga harus tetap dipersiapkan untuk dapat melaksanakan

17
Universitas Sumatera Utara

implementasi kebijakan. Ketersediaan sumber daya dalam implementasi kebijakan
memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif
bilamana saumber-sumber pendukungnya tidak memadai. Komponen sumber
daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang
relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan
sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang
menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana yang diharapkan, serta
adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan
program seperti dana dan sarana prasarana. Sumberdaya manusia yang tidak
memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya
program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan
dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus
dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan
program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat
meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini
disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi
mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang
khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan. Informasi
merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk
informasi

yaitu

informasi

mengenai

bagaimana

cara

menyelesaikan

kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada
peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat
pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.
Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana
tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi
kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan
pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan
untuk

menentukan

bagaimana

program

dilakukan,

kewenangan

untuk

membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf,
maupun-pengadaan-supervisor.

18
Universitas Sumatera Utara

Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi
seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan.
3. Disposisi (sikap)
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari
kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
akan mengalami banyak masalah.
Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran
pelaksana,

petunjuk/arahan

pelaksana

untuk

merespon

program

kearah

penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana
mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami
kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak
tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan
menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat
pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari
pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah
Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana
dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan
daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain.
Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para
pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam
melaksanakan kebijakan/program.
4. Struktur Birokrasi (bereaucratic structure)
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari
struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dalam menjalankan kebijakan.

19
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4 Model implementasi george edward III
I.5.2.3.Variabel yang Relevan dengan Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung
Internet
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan, perlu
diketahui variabel-variabel atau faktor-faktor penentunya. Menurut Solichin
(Solichin, 2004:70) semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin
mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan teori atau model yang
relatif operasional, yang mampu menghubungkan kausalitas antar variabel yang
menjadi fokus masalah. Oleh karena itu, maka variabel yang akan dipakai dalam
penelitian implementasi Perwal No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha
Warung Internet adalah:
1. Kejelasan isi kebijakan/undang-undang
Pada dasarnya suatu kebijakan diformulasikan dengan maksud untuk
mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Kebijakan tersebut dirumuskan secara rinci
dan disusun secara jelas sesuai dengan kepentingannya. Kejelasan isi kebijakan
berarti isi dan tujuan dari suatu kebijakan mudah dipahami implementor dan
dapat diterjemahkan dalam tindakan nyata. Adapun kejelasan isi kebijakan yang
dimaksud mencakup hal-hal berikut:
a. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).
b. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).
c. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
d. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).

20
Universitas Sumatera Utara

e. Para pelaksana program (program implementators).
2. Disposisi (sikap implementor)
Kecenderungan/sikap yang dimiliki oleh implementor yang akan
mempengaruhi pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Adapun
kecenderungan yang dimaksud mencakup hal-hal berikut:
a. Tingkat komitmen implementor terhadap pencapaian tujuan
kebijakan.
b. Respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
c. Kognisi, yaitu pemahaman implementor terhadap isi kebijakan.
3. Komunikasi dan Koordinasi
Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik
dari atas ke bawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari
distorsi implementasi, untuk itu perlu adanya ketepatan waktu dalam
penyampaian informasi, kejelasan informasi yang disampaikan dan adanya
konsistensi dalam penyampaian informasi. Sementara itu koordinasi menyangkut
persoalan yang lebih mendasar, yaitu bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan.
Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling terkait dan saling mendukung
antar pelaksana kebijakan/lembaga terkait dalam sistem administrasi guna
pencapaian tujuan implementasi kebijakan.
4. Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
aspek penting dari organisasi adalah adanya standart prosedur operasional (SOP)
yang menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur
organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan
menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
5. Sumber daya
Ketersediaan sumber daya merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Tanpa sumber daya yang cukup, implementasi kebijakan tidak akan
bisa tercapai. Sumber daya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sumber
daya materiil dan sumber daya non materiil. Sumber daya materiil meliputi dana

21
Universitas Sumatera Utara

dan peralatan yang dipakai, sedangkan sumber daya non materiil meliputi
staff/personil

yang memadai

serta keahlian-keahlian

yang tepat

untuk

melaksanakan tugas-tugasnya, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan,
serta informasi mengenai program/kebijakan yang akan diimplementasikan.

I.5.3.Gambaran Umum Perundang-Undangan di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum, oleh karena
itu segala hal mengenai tata cara kehidupan bernegara diatur secara jelas
berdasarkan hukum yang berlaku, termasuk dalam menentukan suatu kebijakan
selalu ada dasar hukumnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini adalah
jenjang/ tingkatan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Menteri
f. Peraturan Daerah
Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah jenis peraturan walikota yaitu
Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung
Internet.

I.5.3.1.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
27/PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang Pengamanan Pemanfaatan
Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet
Maksud dilaksanakannya peraturan pengamanan jaringan telekomunikasi
berbasis protokol internet ini adalah untuk mendukung terciptanya pemanfaatan
jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet di Indonesia yang relatif bebas
dari ancaman dan gangguan. Adapun tujuan dari peraturan menteri komunikasi
dan informatika(kominfo) ini adalah:
a. untuk mendukung terlaksananya proses penegakan hukum.
b. Terciptanya pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol
internet yang aman.

22
Universitas Sumatera Utara

c. Terlaksananya koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di dalam
maupun luar negeri.
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam peraturan ini adalah:
mensosialisasikan kepada seluruh pihak yang terkait untuk melakukan kegiatan
pengamanan pemenfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet,
melakukan pemantauan, pengawasan dan peringatan terhadap ancaman dan
gangguan pada jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet di Indonesia,
dan mendukung proses penegakan hukum. Untuk dapat melaksanakan ruang
lingkup pengamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet ini maka
perlu serahkan tugasnya pada suatu lembaga yang mampu bekerjasama dan
berkoordinasi dengan unsur-unsur pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi
dan para penyelenggara usaha telekomunikasi. Dengan adanya peraturan menteri
tentang pengamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet ini, maka
diharapkan dapat tercipta pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol
internet yang aman dan nyaman di Indonesia.

I.5.3.2.Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Perizinan Usaha Warung Internet
Adapun keberadaan Peraturan Walikota ini adalah sebagai bagian dari
petunjuk pelaksanaan dan tugas pembantuan dari Peraturan Menteri Informatika
Nomor 27/PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang pengamanan pemanfaatan jaringan
telekomunikasi berbasis protokol internet. Adapun maksud pembentukan
Peraturan Walikota ini adalah untuk membina, mengatur, mengendalikan dan
mengawasi

setiap

kegiatan

usaha

warung

internet.

Sedangkan

tujuan

pembentukan peraturan walikota ini adalah:
a. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam kegiatan usaha
warung internet.
b. Meningkatkan pelayanan terhadap usaha warnet yang tertib, aman,
nyaman dan sehat.
Didalam peraturan walikota ini juga dijelaskan bahwa yang menjadi ruang
lingkupnya adalah (a) standarisasi kelayakan warung internet, dan (b) perizinan

23
Universitas Sumatera Utara

pendirian usaha warung internet. Standarisasi kelayakan usaha warung internet
berdasarkan peraturan walikota tersebut terdiri dari 2 (dua) aspek, yaitu:
1. Aspek keamanan dan kenyamanan; adapun kriteria yang harus dipenuhi
adalah:
a) menggunakan program komputer meliputi sistem operasi maupun
pendukung sistem operasi yang memiliki lisensi.
b) memblokir situs porno, perjudian atau situs yang tidak sesuai
dengan norma agama, sosial, kesusilaan dan hukum yang berlaku
di Indonesia.
c) menjaga keadaan dokumen elektronik yang tersimpan dalam
perangkat komputer agar tidak terdapat data elektronik yang
melanggar norma agama, sosial, kesusilaan dan hukum yang
berlaku di Indonesia.
d) bagi yang menggunakan sekat pembatas/bilik komputer, tidak
melebihi

ketinggian

diatas

150

cm,

untuk

memudahkan

pengawasan dan mencegah terjadinya penyelewengan funsi.
e) memiliki

penerangan

yang

memadai

dan

nyaman

untuk

mendukung aktivitas di lingkungan warnet.
f) memiliki kamar kecil, tempat pembuangan sampah, saluran
pembuangan limbah dan ketersediaan air bersih dalam jumlah yang
memadai dan senantiasa terjaga kebersihannya.
2. Aspek tanggung jawab sosial; Adapun kriteria yang harus dipenuhi adalah:
a. ikut mendorong peningkatan dan kebutuhan masyarakat tentang
pemanfaatan internet yang tepat guna dan bertanggung jawab.
b. membatasi jam buka yaitu pada hari minggu s/d jumat buka mulai
pukul 06.00 s/d pukul 24.00wib dan pada hari sabtu ataupun
malam libur buka mulai pukul 06.00 s/d pukul 02.00 Wib.

24
Universitas Sumatera Utara

c. tidak membenarkan anak usia sekolah (yang memakai seragam
sekolah) menggunakan fasilitas warung internet pada jam pelajaran
terkecuali ada persetujuan dari pihak sekolahmaupun orang tua.
Sedangkan untuk perizinan pendirian usaha warung internet adalah
kewajiban bagi setiap orang atau badan yang menyelenggarakan usaha warnet
supaya mengurus dan memperoleh izin dari Kepala Daerah yang didelegasikan
kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan. Masa berlaku
izin tersebut adalah selama usaha warnet masih berjalan dan wajib didaftar ulang
setiap dua tahun sekali terhitung sejak diterbitkannya izin tersebut.
Adapun sanksi yang diatur mengenai pemilik izin yang melanggar
ketentuan dalam peraturan walikota ini adalah berupa pencabutan izin usaha
sedangkan bagi pengusaha warnet yang tidak memiliki izin akan diambil tindakan
tegas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

I.6.Defenisi Konsep
Menurut Singarimbun (2008:33), konsep adalah istilah dan defenisi yang
digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan,
kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah
untuk memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang akan
diteliti. Adapun defenisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
1. Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah
lewat keputusan bersama dengan aktor-aktor politik untuk memecahkan masalah
publik yang dihadapi. Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan
Usaha Warung Internet.
2. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup
usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan

25
Universitas Sumatera Utara

operasional dalam kurun waktu tertentu. Adapun indikator yang digunakan untuk
menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kejelasan isi kebijakan/undang-undang
2. Disposisi implementor
3. Komunikasi dan koordinasi
4. Struktur birokrasi
5. Sumber daya

I.7.Operasionalisasi Konsep
Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti adalah:
1. Kejelasan isi kebijakan/undang-undang
Adapun yang dimaksud dengan isi kebijakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan
b. Jenis manfaat yang dihasilkan
c. Derajat perubahan yang diinginkan
d. Para pelaksana program
e. Sumber daya yang dikerahkan
2. Disposisi implementor
Kecenderungan sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:
a. Gambaran komitmen implementor terhadap tujuan kebijakan
b. Respon implementor terhadap kebijakan
c. Kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan
3. Komunikasi dan koordinasi
a. Seberapa besar kerjasama dan dukungan antar berbagai instansi
dalam pelaksanaan kebijakan
4. Struktur birokrasi
a. Prosedur

standart

operasional

(SOP)

atau

Petunjuk

pelaksana/petunjuk teknis (Juklak/Juknis)
5. Sumber daya
a. Kemampuan dari para implementor
b. Ketersediaan dana dan fasilitas

26
Universitas Sumatera Utara

I.8.Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisi data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi
penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian dilapangan dan
dokumen-dokumen yang akan dianalisis.
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitain dan memberikan
interpretasi atas permasalahan yang diteliti.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas
masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah yang dinyatakan dalam bentuk
saran.

27
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

5 93 159

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 5 105

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 10

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 2

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 12

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 31

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 3

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 0 12

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 0 1

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 0 4