Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA WARNET (TINJAUAN KEBIJAKAN SOSIAL UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG PENGGUNA WARNET)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

ANDRI MARTUAH SARAGIH 110902090

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang berkuasa, Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini berjudul “Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang penuh sukacita ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa bantuan, doa, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. M.SP. selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing penulis. Terimakasih Ibu atas bimbingan, kritik, saran dan juga semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga ilmu pengetahuan yang Ibu berikan dapat menjadi bekal pembelajaran bagi penulis kedepannya.

3. Seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah membimbing dan mengajar penulis selama masa perkuliahan serta seluruh staf pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan informasi dan mempersiapkan segala kebutuhan penulis.


(3)

4. Kepada Bapak Aser M. Napitupulu selaku Kepala Seksi Telekomunikasi dan seluruh staf pegawai Dinas Sosial Komunikasi dan Informatika Kota Medan yang telah memberikan kesempatan dan kebutuhan penulis untuk melakukan penelitian.

5. Kepada seluruh informan yang terlibat, Bapak Syarifuddin selaku Kabag TU BPPT, Bapak James Sihombing selaku Kabag TU Satpol PP, pemilik warnet Bang Hendri, Bang Anton, Bapak Waskito, teman peneliti Bang Benji dan Haikal, terima kasih untuk informasi dan segala bantuan yang diberikan kepada peneliti.

6. Kepada kedua orangtuaku yang kucintai, Bapak J. Saragih dan Mamak R. Siahaan, terima kasih buat kasih sayang, jerih payah, nasihat, doa, perhatian, dukungan materi dan segala sesuatu yang telah kalian perbuat hingga sampai saat ini kepadaku, semoga apa yang anak kalian capai ini sedikit banyaknya bisa membuat kalian bangga dan tersenyum. Tetap sehat ya mamak bapak, murah rezeki selalu bahagia, Tuhan Yesus berkati.

7. Kepada kakaku, Hotriana Saragih, terima kasih buat doa, semangat, nasihat dan omelanmu yang “super pedas”, semoga Kakak sehat terus ya, makin banyak rezeki, tetap jadi kakaku yang “remeng”, semoga studinya cepat kelar juga biar bisa nikah. Buat brotherku, Josua Saragih, terimakasih buat bantuin kerjaanku dirumah selama aku sibuk ngetik, makasih juga buat gangguan-gangguanya, buat doanya makasih dek, semoga lancar studinya, makin dewasa. Aku sayang kalian!!!

8. Buat anak-anak kontrakan konsis (Tonop dan Gab), konpen (El Siahaan, Ongi dan Uciha Dimas) dan yang lainya (Lek Kiting, Apara Wandro, Ricky Ucil, Revor, Ukap, Benget, Mario, Rickianto dan Guster) terima kasih buat doa, semangat, curhat dan dukungan buatku. Untuk kalian yang selalu bisa buat segala sesuatu menjadi lucu dan aneh, Salam Sukses selalu!


(4)

9. Kepada kalian yang selalu manggil aku „mas andri‟, iya kalian Rahel, Denisa dan Debora makasih buat dukungan, doa, semangat dan julukan „mas‟ itu. Semoga lekas dapat pendamping hidup ya, maaf aku gak bisa milih dari kalian bertiga hahaha...Sukes buat kalian!

10. Kepada Itok ku Henny, makasih udah bantuin aku dalam hal penulisan, nemenin ngurus surat penelitian, keliling Medan buat urusan di lokasi penelitian. Sukses ya tok kedepanya, semoga langgeng sama apara itu.

11. Kepada teman Kessos 2011, William, Reno, Risca, Dina Rizky, Stephanie DS, Renta, Neysa, Hera, Noni, Ria, Nugek, Iqbal, Ammar, Fajar, Simon, Febriyani, Sawitri dan kalaian semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tetap saling komunikasi ya, tetap saling membantu dan berbagi dalam suka dan duka. Sukses buat kita semua...VIVA KESSOS!!!

12. Kepada Kak Novita Diyanti, terima kasih atas bantuannya yak kak, maaf kalau aku merepotkan. Semoga kebaikan kakak dikembalikan berlipat-lipat ganda, karir lancar dan sukses selalu buat kakak.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Namun demikian, skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan tersebut.

Medan, Juli 2015 Hormat Saya,


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Andri Martuah Saragih

NIM : 110902090

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA WARNET (TINJAUAN KEBIJAKAN SOSIAL UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG PENGGUNA WARNET)

Warung internet dapat disalahgunakan dan memberikan ruang untuk perilaku menyimpang pengguna warnet seperti tempat mesum, pelajar bolos sekolah,

mengakses pornografi, perjudian dan menjadi tempat para gamers yang candu

menghabiskan harinya bermain game online. Menghadapi perilaku menyimpang

pengguna internet, maka pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan melukiskan data yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi peraturan walikota Medan tentang perizinan usaha warnet oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Data yang didapat kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan selanjutnya dianalisis.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisis serta penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi peraturan perizinan usaha warnet tidak terlaksana dengan baik ditandai dengan kurangnya sumber daya manusia,lemahnya pengawasan, masih banyak warnet yang beroperasi selama 24 jam, penggunaan applikasi ilegal, situs porno dan judi yang masih dapat diakses oleh pengguna warnet serta masih banyak ditemukan warnet yang tidak memiliki izin resmi.

Kata Kunci: Peraturan Walikota Medan No. 28 Tahun 2011, Implementasi, Perilaku Menyimpang


(6)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Andri Martuah Saragih NIM : 110902090

ABSTRACT

IMPLEMENTATION REGULATION OF MAYOR OF MEDAN NUMBER 28 YEAR 2011 ABOUT BUSINESS LICENSING INTERNET CAFES

Internet cafes can be misused and provide space for deviant behavior as a immoral cafe users, students miss school, accessing pornography and a place for addicted gamers spending the day with playing game online. Facing the deviant behavior of Internet users, the local government issued a Regulation Of Mayor Of Medan Number 28 Year 2011 About Business Licensing Internet Cafes.

This researh is a descriptive study with qualitative approach is to describe and depict the data obtained from the field and then explain it with words. The target of this research is to know implementation regulation of mayor of Medan about business licensing internet cafes by Department of Communications and Informatics of Medan City. Data collected by in-depth interviews and field observations. Data were obtained and then narrated qualitatively by holding categorization and further analyzed.

Based on the data that has been collected and analyzed as well as the research that has been conducted by researchers in the field it can be concluded that the implementation of regulations on business licensing cafe has not been implemented properly just the lack of facilities and funds to carry out training for street children such as the lack of human resources, weak supervision, there are many Internet cafes in operation for 24 hours, the use of illegal applications, porn and gambling sites that can still be accessed by users of internet cafes and internet cafes are still many who do not have official licenses.

Keywords: Regulation of Mayor of Medan Number 28 Year 2011, Implementation, Deviant Behavior


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penenlitian ... 10

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

1.4. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implementasi... 13

2.1.1. Pengertian Implementasi ... 13

2.1.2. Implementasi Kebijakan ... 14

2.1.3. Model-Model Implementasi Kebijakan ... 17


(8)

2.2.1 Kebijakan Publik ... 22

2.2.2 Kebijakan Sosial ... 23

2.3. Perizinan Usaha ... 28

2.4. Perilaku Menyimpang ... 31

2.4.1. Perngertian Perilaku Menyimpang ... 31

2.4.2. Perilaku Menyimpang Sebagai Masalah sosial ... 32

2.4.3. Penyebab Perilaku Menyimpang ... 33

2.5. Kesejahteraan Sosial ... 37

2.6. Kerangka Pemikiran ... 39

2.7. Defenisi Konsep Dan Defenisi Operasional ... 42

2.7.1. Defenisi Konsep ... 42

2.7.2. Defenisi Operasional ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 44

3.2. Lokasi Penelitian... 45

3.3. Informan Penelitian... 45


(9)

3.5. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kota Medan ... 49

4.1.1 Sejarah Umum Kota Medan ... 49

4.1.2 Kota Medan Secara Geografis ... 50

4.1.3 Kota Medan Secara Demografis ... 53

4.1.4 Kota Medan Secara Kultural ... 55

4.1.5 Kota Medan Secara Ekonomi ... 56

4.1.6 Kota Medan Secara Sosial ... 58

4.2 Profil Dinas Komunikasi dan Informatika... 59

4.2.1 Bentuk, Susunan dan Bagan Informasi... 59

4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi... 67

4.3 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran ... 78

4.3.1 Visi... 78

4.3.2 Misi ... 80

4.3.3 Tujuan dan Sasaran ... 81


(10)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar ... 85

5.2 Hasil Temuan ... 86

5.2.1 Informan Kunci... 86

5.2.2 Informan Utama...103

5.2.3 Informan Tambahan...117

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ...130

6.2 Saran ...132

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Andri Martuah Saragih

NIM : 110902090

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA WARNET (TINJAUAN KEBIJAKAN SOSIAL UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG PENGGUNA WARNET)

Warung internet dapat disalahgunakan dan memberikan ruang untuk perilaku menyimpang pengguna warnet seperti tempat mesum, pelajar bolos sekolah,

mengakses pornografi, perjudian dan menjadi tempat para gamers yang candu

menghabiskan harinya bermain game online. Menghadapi perilaku menyimpang

pengguna internet, maka pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan melukiskan data yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi peraturan walikota Medan tentang perizinan usaha warnet oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Data yang didapat kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan selanjutnya dianalisis.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisis serta penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi peraturan perizinan usaha warnet tidak terlaksana dengan baik ditandai dengan kurangnya sumber daya manusia,lemahnya pengawasan, masih banyak warnet yang beroperasi selama 24 jam, penggunaan applikasi ilegal, situs porno dan judi yang masih dapat diakses oleh pengguna warnet serta masih banyak ditemukan warnet yang tidak memiliki izin resmi.

Kata Kunci: Peraturan Walikota Medan No. 28 Tahun 2011, Implementasi, Perilaku Menyimpang


(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Andri Martuah Saragih NIM : 110902090

ABSTRACT

IMPLEMENTATION REGULATION OF MAYOR OF MEDAN NUMBER 28 YEAR 2011 ABOUT BUSINESS LICENSING INTERNET CAFES

Internet cafes can be misused and provide space for deviant behavior as a immoral cafe users, students miss school, accessing pornography and a place for addicted gamers spending the day with playing game online. Facing the deviant behavior of Internet users, the local government issued a Regulation Of Mayor Of Medan Number 28 Year 2011 About Business Licensing Internet Cafes.

This researh is a descriptive study with qualitative approach is to describe and depict the data obtained from the field and then explain it with words. The target of this research is to know implementation regulation of mayor of Medan about business licensing internet cafes by Department of Communications and Informatics of Medan City. Data collected by in-depth interviews and field observations. Data were obtained and then narrated qualitatively by holding categorization and further analyzed.

Based on the data that has been collected and analyzed as well as the research that has been conducted by researchers in the field it can be concluded that the implementation of regulations on business licensing cafe has not been implemented properly just the lack of facilities and funds to carry out training for street children such as the lack of human resources, weak supervision, there are many Internet cafes in operation for 24 hours, the use of illegal applications, porn and gambling sites that can still be accessed by users of internet cafes and internet cafes are still many who do not have official licenses.

Keywords: Regulation of Mayor of Medan Number 28 Year 2011, Implementation, Deviant Behavior


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Modernisasi teknologi informasi dan komunikasi merupakan hal yang paling berkembang secara pesat diantara teknologi lainnya. Salah satu kesuksesan besar dalam modernisasi teknologi infomasi dan komunikasi adalah dengan ditemukannya internet. Internet tidak hanya mampu melakukan segala sesuatu secara instan, namun secara holistik mampu mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat.Tanpa disadari, manusia telah hidup dalam dua dunia, yaitu kehidupan dunia nyata dan kehidupan dunia maya.

Seiring dengan perkembangan zaman, internet juga mengalami perkembangan ke arah pencapaian kemudahan dan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudahan-kemudahan tersebut pasti sudah pernah kita rasakan diantaranya seperti belanja online, menggunakan jejaring sosial, membaca e-news, menulis e-mail, bermain game online, membaca e-book, download musik dan lain-lain.

Internet kini tidak lagi hanya sekedar kebutuhan, tetapi juga telah menjadi gaya hidup. Mayoritas orang yang sudah mengenal internet pasti akan melibatkan internet dalam aktivitas sehari-harinya, namun tidak semua orang dapat menikmati internet secara pribadi. Mahalnya biaya koneksi internet, hardware komputer/handhone canggih serta persebaran jaringan internet yang tidak merata menjadi kendala untuk mengakses internet. Menyelesaikan hambatan tersebut


(14)

maka hadirlah bisnis penyedia jasa internet atau biasa kita disebut dengan istilah warung internet (selanjutnya akan disebut Warnet). Warnet memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pengguna internet terutama dalam segi finansial. Pengguna tidak perlu membeli komputer dan tidak perlu berlangganan jasa internet, hanya membayar biaya sewa pemakaian saja dan sudah bisa mengakses internet dengan kecepatan tinggi.

Warnet sangat bermanfaat bagi penggunanya. Biaya sewa jasa pemakaian internet yang cukup murah menjadikan Warnet sebagai tempat menghabiskan waktu luang dan mencari teman sesama pengguna Warnet. Kehadiran Warnet membuat para pengguna dapat mengakses situs-situs yang berhubungan dengan pendidikan, hiburan, media berita online,bermain game online, mencari lowongan kerja, mencari informasi up to date dan situs-situs lain yang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya.

Sebagai bisnis usaha, tentu saja haruslah memiliki tempat yang baik bagi pengguna sebagai penunjang kenyamanan saat menikmati layanan internet. Seperti adanya kamar mandi, tempat pembuangan sampah, ketersedian air bersih, saluran pembuangan limbah, penerangan yang baik, dan kebersihan yang terjaga. Penggunan applikasi ataupun program yang tersedia pada prangkat komputer haruslah memiliki lisesni yang resmi sebagai bentuk apresiasi kepada ilmuan berbasis teknogi komputer.

Adapun pihak Warnet menyediakan desain tempat atau ruang bagi pengguna saat mengoperasikan komputer, desain tempat pengguna yang umumnya kita jumpai adalah pengguna duduk dikursi dan berhadapan langsung


(15)

dengan komputer, duduk secara lesehan dan berhadapan dengan komputer, atau desain bilik yang memiliki sekat pembatas yang tinggi guna memberikan privasi dan kenyamanan lebih untuk pengguna jasa internet. Namun kenyamaan yang disediakan pihak Warnet ini dapat disalah manfaatkan oleh para pengguna jasa internet.

Desain internet yang berbilik dan bersekat menjadi tempat pacaran yang nyaman dan murah bagi para pasangan untuk melukakan perbuatan tidak senonoh, bahkan dalam presepsi penulis sendiri pasangan yang masuk kedalam bilik Warnet kurang lebih melakukan perbuatan tidak senonoh, tentunya presepsi penulis didasarkan pada kejadian yang sering penulis lihat atau penulis baca melalui media. Seperti kasus yang di temui pada Warnet Angel di Medan tahun 2012 lalu, seorang siswi SMA dipergoki ayahnya sedang melakukan oral seks kepada pacarnya (www.metrosiantar.com 2012/10/30/19957/siswi-sma-dipergoki- ayah-oral-seks-di-warnet/ diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 17.32). Tentunya kasus ini menunjukan bahwa desain warnet yang berbilik tinggi dan menutupi aktivitas penggunanya dapat disalah manfaatkan oleh pengguna jasa Warnet.

Bisnis usaha penyedia jasa informasi atau Warnet yang berkembang saat ini memiliki sasaran konsumen dari berbagai strata sosial dan semua umur baik anak-anak, remaja maupun orang tua. Pengguna dapat mengakses informasi lebih leluasa dan bebas tanpa adanya filter yang dilakukan oleh penyedia usaha warnet. Hal Ini membuat konsumen jasa Warnet dapat membuka situs apapun yang mereka inginkan dengan alasan kebebasan informasi.


(16)

Tanpa adanya pengawasan dan larangan dari pihak penyedia usaha Warnet maka kemungkin pengguna jasa Warnet dapat membuka situs-situs yang melanggar norma kesusilaan dan norma hukum, seperti membuka situs pornografi dan judi online. Hal ini sungguh dapat merusak moral pengguna jasa warnet apalagi jika situs-situs haram tersebut dibuka oleh anak usia dini atau yang belum cukup umur. Seperti salah satu kasus di Semarang, seorang anak kedapatan sedang asik membuka situs dewasa dirazia oleh Polresta Semarang (http://regional.kompas.com/read/2013/08/29/0602252/Razia.Warnet.Dapati.Anak .SD.Buka.Situs.Syur) diakses pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 15.33).

Warnet tidak hanya sekedar menyediakan jasa untuk browsing tetapi juga menyediakan fasilitas internet game-online. Kehadiran game online menjadi daya jual penyedia Warnet untuk menarik konusmen pencinta video game atau yang biasa biasa kita kenal dengan sebutan gamer. Gamers yang sudah kecanduan

game online mampu berada di Warnet setiap harinya serta mampu begadang

hanya untuk bermain game-online, tentunya hal ini akan berdampak buruk pagi para gamers baik dari segi kesehatan, psikologi maupun sosial-ekonomi para

gamers. Bahkan pada suatu kasus yang ditemukan menyebutkan bahwa seorang

pria asal Taiwan tewas di Warnet setelah bermain game online selama 40 jam tanpa henti. (http://www.beritateknologi.com/main-game-diablo-iii-40-jam-pria- asal-taiwan-meninggal/ diakes pada tanggal 1 Maret 2015 pukul 18.09)

Bagi kalangan pelajar mulai dari Sekolah Dasar hingga Mahasiwa yang mengalami kecanduan akan game-online dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan akademis mereka, tidak jarang kita temui pelajar bolos sekolah dan berada di Warnet pada jam pelajaran, bahkan masih mengenakan seragam


(17)

sekolah. Seperti kasus yang terjadi di Warnet Melalanet, Jalan Wiliem Iskandar Medan, didapati belasan Siswa SMA tertangkap basah oleh Walikota Medan, Dzulmi Edin saat berada di Warnet ketika jam pelajaran sekolah (http://medansatu.com/berita/2538/wali-kota-medan-datang-belasansiswa-sma- kabur-dari-warnet/ diakses pada tanggal 1 Maret 2015 pada pukul 18.30). Hal ini menunjukan bahwa pelajar membolos sekolah dan lebih mempriotaskan berada di Warnet untuk bermain game-online daripada menerima kegiatan akademis di sekolah.

Seperti halnya koin yang memiliki 2 sisi, disatu sisi Warnet dapat saja menjadi sarana ataupun fasilitas yang mendukung kegiatan positif penggunanya namun disisi lain dapat menjadi sarana yang merusak moral dan prilaku pengguna Warnet. Mengawasi dan menjaga moral pengguna Warnet agar tidak menyimpang merupakan kewajiban masyarakat baik orangtua, pihak Warnet, guru, terutama pemerintah. Pemerintah memilki tanggungjawab untuk mengontrol dan menjaga moral bangsa, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pemerintah kota.

Mengurangi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh prilaku pengguna warnet tersebut, Pemerintah Kota Medan telah menetapkan Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warung Internet. Dimana didalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa :

1. Penyelenggara Warnet memblokir situs perjudian, situs porno,atau situs yang tidak sesuai dengan nilai norma agama, sosial, kesusilaan, dan hukum yang berlaku di Indonesia.


(18)

2. Penggunaan sekat pembatas/bilik komputer tidak melebihi ketinggian 150 cm.

3. Tidak membenarkan anak usia sekolah (yang memakai seragam sekolah) menggunakan fasilitas Warnet pada jam pelajaran, terkecuali ada persetujuan dari pihak sekolah.

4. Membatasi jam buka yaitu pada hari Minggu s/d hari Jum‟at buka mulai pukul 05.00 s/d pukul 24.00 dan pada hari Sabtu ataupun pada malam libur dibuka mulai pukul 06.00 s/d pukul 02.00 WIB

Beberapa kota lain di Indonesia juga memiliki peraturan mengenai perizinan usaha Warnet. Peraturan tersebut memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal isi peraturan, adapun perbedaan isi peraturan walikota di kota lain di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Bupati Kudus

a. Pemasanagan sekat pembatas ruang komputer paling tinggi 20 cm.

b. Menyediakan dan memasang kamera CCTV untuk memantau kegiatan pengguna Warnet bagi usaha Warnet yang memiliki jumlah komputer lebih dari 20 buah.

c. Memasang tata tertib penggunaan internet pada tempat strategis di Warnet dan mudah dibaca oleh pengguna Warnet.

d. Memasang petikan surat keputusan tentang perizinan yang dimiliki terkait pendirian Warnet, ditempat usahanya.


(19)

2. Peraturan Walikota Bukittinggi

a. Dilarang membuat sekat/pembatas antar komputer.

b. Dilarang menggunakan kaca gelap sehingga pengguna warnet tidak bisa melihat dari luar warnet.

c. Dilarang mengisinkan pengguna warnet yang berusia 12 (dua) belas tahun lebih sampai dengan 15 (lima belas) tahun atau pelajar setingkat sekolah menengah pertama (SMP) menggunakan warnet lebih Dari 21.00 WIB, kecuali kecuali didampinggi oleh orang tua/walinya.

d. Dilarang mengizinkan pengguna warnet yang berusia 15 (lima belas) tahun sampai dalam 18 (delapan belas) atau setingkat Sekolah Menegah atas (SMA) menggunakan warnet dari jam 22.00 WIB, kecuali didampingi oleh orang tua/walinya.

e. Dilarang mengoperasiakan warnet pada hari senin dampai Jumat lewat pukul 22.00 WIB

4. Peraturan Walikota Cirebon

a. Menggunakan sekat pembatas/bilik komputer yang wajar, tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu tertutup untuk memudahkan pengawasan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan fungsi.

b. Jika memungkinkan memiliki area bebas rokok yang terpisah dengan area perokok serta pada area perokok difasilitasi dengan peralatan sirkulasi udara yang proposional.


(20)

c. Dilarang untuk beroperasi 24 (dua puluh empat jam).

d. Mencegah semaksimal mungkin penyalahgunaan permainan daring (game online) menjadi sarana perjudian.

e. Melarang pelajar untuk beraktivitas di Warnet pada jam sekolah.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, kebutuhan akan teknologi informasi di Kota Medan sangat tinggi, hal ini ditandai dengan banyaknya Warnet yang tersebar di Kota Medan. Adapun jumlah Warnet di Kota Medan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.1

No Kecamatan

Warnet yang memiliki izin

usaha

Warnet yang tidak memiliki

izin usaha

Jumlah Warnet

1 Medan Tuntungan 10 20 30

2 Medan Johor 54 78 132

3 Medan Amplas 15 73 88

4 Medan Denai 34 28 62

5 Medan Area 38 34 72

6 Medan Kota 28 100 128

7 Medan Maimun 10 16 26

8 Medan Polonia 3 2 5

9 Medan Baru 46 75 121

10 Medan Selayang 30 5 35

11 Medan Sunggal 18 3 21

12 Medan Helvetia 25 13 38

13 Medan Petisah 17 6 23

14 Medan Barat 28 27 55


(21)

16 Medan Perjuangan 14 73 87

17 Medan Tembung 39 31 70

18 Medan Deli 9 8 17

19 Medan Labuhan 15 15 30

20 Medan Marelan 23 40 63

21 Medan Belawan 12 6 18

Total 507 711 1218

Sumber : http://pemkomedan.go.id/infodata.php diakses tanggal 02 Maret 2015 pukul 10.44

Tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah Warnet yang ada di Kota Medan sebanyak 1218 usaha Warnet. Kecamatan Medan Johor memilki jumlah unit usaha Warnet paling banyak yaitu 132 unit usaha Warnet dan jumlah Warnet yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Medan Polonia dengan 5 unit usaha Warnet. Tabel diatas juga menyatakan Warnet yang tidak memiliki izin usaha berjumlah 711 unit usaha Warnet.

Peraturan Walikota Medan Nomor 28 tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet ini sudah kurang lebih 4 tahun diterapkan, namun berdasarkan apa yang peneliti lihat dalam kehidupan sehari-hari fenomena yang sama masih dapat ditemui disekitar kita. Dengan melihat banyaknya fenomena yang terjadi di lapangan dan banyaknya jumlah warnet yang tidak memiliki izin usaha maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet di Kota Medan (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah Dan Mengatasi Prilaku Menyimpang Pengguna Warnet)”.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar belakang, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Impementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warung Internet di Kota Medan?.

1.3. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warnet.

2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warnet.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara subyektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskanya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh selama bangku perkuliahan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi Dinas Komunikasi dan Informasi, Pemerintah dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu terkait implementasi Peraturan Wali Kota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.


(23)

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan ke dalam 6 bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : STUDI KEPUSTAKAAN

Bab ini berisikan poin-poin tentang konsep dan teori dan diisi dengan berbagai konsep-konsep penelitian berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN

Bab ini berisikan profil lokasi penelitian, sejarah singkat, visi dan misi organisasi, struktur organisasi serta tugas dan fungsinya, dan penyajian data.


(24)

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, bagian kesimpulam berisi jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan Masalah dinyatakan dalam bentuk saran.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi

2.1.1. Pengertian Implementasi

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2004:68) yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.

Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky (dalam Tangkilisan, 2003:17), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan


(26)

dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Definisi lain tentang implementasi diberikan oleh Lineberry (dalam Putra 2003:81) yakni tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan.Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi menurut Tangkilisan (2003 : 18) adalah : 1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna

program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan.

2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lainya.

2.1.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (Nugroho, 2003:158).


(27)

Menurut Mazmanian dan Sabatier (Safi‟i, 2007:144) mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. Pendapat kedua tokoh ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran (target group). Namun demikian hal itu juga memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya membawa dampak yang di harapkan maupun yang tidak diharapkan.

Setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperolehapa dari suatu kebijakan (Wahab, 2004:59).Tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini


(28)

menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya.

Dikemukakan oleh Wahab (2004:51), bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak mampu diimplementasikan. Beberapa pemahaman tersebut dapat terlihat dengan jelas bahwa implementasi kebijakan merupakan rangkaian aktifitas dalam rangka membawa kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Membicarakan masalah implementasi berarti melihat sejauh mana kebijakan berjalan setelah dirumuskan dan diberlakukan dan dapat dirumuskan bahwa fungsi implementasi ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebgai outcome atau hasil akhir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.

Menurut Wibawa (1994), implementasi kebijakan merupakan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang- Undang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara “menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut.


(29)

Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

2.1.3. Model-model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli. Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :

1. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III

Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain (Winarno, 2002:125) :

a. Komunikasi

Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan


(30)

tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif.

b. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Adapun sumber-sumber yang penting meliputi :

1) Staff

Jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah ataupun staf, namun di sisi yang lain kekurangan staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik menyangkut implementasi kebijakan yang efektif. Dengan demikian, tidaklah cukup hanya dengan jumlah pelaksanaan yang memadai untuk melaksanakan suatu kebijakan. Para pelaksana harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.

2) Wewenang

Setiap wewenang mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Jika para pejabat/badan pelaksana kebijakan mempunyai keterbatasan wewenang untuk melaksanakan kebijakan maka diperlukan kerjasama dengan pelaksana/badan lain agar program berhasil.


(31)

3) Fasilitas

Fasilitas fisik merupakan sumber yang penting pula dalam proses implementasi. Tanpa bangunan sebagai kantor untuk melaksanakan koordinasi, tanpa perlengkapa, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.

4) Struktur Birokrasi

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai

Standard Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai tanggapan

internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.

2. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, Yang Disebut Sebagai Model Proses Implementasi Kebijakan.

Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan


(32)

prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.

Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

a) Standar dan sasaran kebijakan.

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi misi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

b) Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

c) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

d) Karakteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, Standard Operating


(33)

dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e) Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

f) Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni:

i. Respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,

ii. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan

iii. intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Variabel-variabel kebijakan bersangkutan paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan- badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka


(34)

Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk menganalisis proses implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011. Alasan penulis menggunakan model ini karena variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.

2.2. Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial

2.2.1. Kebijakan Publik

Secara umum, kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan sosial. Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan merupakan beberapa contoh kebijakan publik. Literatur mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan berbagai definisi kebijakan publik, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai "whatever

governments choose to do or not to do." Sementara itu, Anderson yang juga

dikutip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan publik yang relatif lebih spesifik, yaitu sebagai "a purposive course of action followed by an

actor or set of actors in. dealing with a problem or matter of concern." Untuk

memahami berbagai definisi kebijakan publik, ada baiknya jika kita membahas·beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik :

a) Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.


(35)

b) Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.· Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di masyarakat.

c) Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.

Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu (Suharto, 2010:44)

2.2.2. Kebijakan Sosial

Kebijakan sosial merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial. Makna kebijakan pada kata kebijakan sosial adalah kebijakan publik, sedangkan makna sosial menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi garapannya, dalam hal ini adalah sektor atau bidang kesejahteraan sosial (Suharto, 2008).

Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengembangan (developmental). Kebijakan sosial dalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah


(36)

sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2005).

Kebijakan sosial diartikan sebagai kebijakan yang menyangkut aspek sosial dalam pengertian spesifik, yakni yang menyangkut bidang kesejahteraan sosial. Pengertian kebijakan sosial seperti ini selaras dengan pengertian perencanaan sosial sebagaimana dikemukakan oleh Conyers (1992). Menurut Conyers, perencanaan sosial adalah perencanaan perundang-undangan tentang pelayanan kesejahteraan sosial yang pertama kali muncul di Eropa Barat dan Amerika Utara. Sehingga meskipun pengertian perencanaan sosial diintegrasikan secara meluas, di masyarakat Barat berkembang anggapan bahwa perencanaan sosial senantiasa berkaitan erat dengan perencanaan kesejahteraan sosial (Suharto, 2010:9-10).

Beberapa ahli seperti Marshall, Rein, Huttman, Magill, Spicker, dan Hill juga mengartikan kebijakan sosial dalam kaitannya dengan kebijakan kesejahteraan sosial.

a) Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (public policy). Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanankeamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik). Kebijakan sosial merupakan satu tipe kebijakan publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (Magill, 1986).


(37)

b) Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengantindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial atau bantuan keuangan (Marshall,1965).

c) Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya-biaya sosial, peningkatan pemerataan, dan pendistribusian pelayanan danbantuan sosial (Rein, 1970).

d) Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan, atau rencana- rencana untukmengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial (Huttman, 1981).

e) Kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan (welfare), baik dalam arti luas, yang menyangkut kualitas hidup manusia, maupun dalam arti sempit, yang menunjuk pada beberapa jenis pemberian pelayanan kolektif tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (Spieker, 1995).

f) Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam kaitannya dengan kesejahteraan warganya (Hill, 1996).

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.


(38)

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.

Proses pembuatan suatu kebijakan diawali dengan penyusunan agenda yang menempatkan berbagai masalah ke dalam sebuah agenda kebijakan yang selanjutnya akan dibahas oleh para pembuat kebijakan untuk menghasilkan alternatif pemecahan masalah yang akan dibahas pada tahap formulasi kebijakan. Setelah memperoleh alternatif terbaik, maka alternatif tersebut dirumuskan ke dalam bentuk kebijakan yang selanjutnya akan diimplementasikan oleh para pelaksana kebijakan. Kebijakan yang telah dilaksanakan tersebut selanjutnya akan dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Berdasarkan bebrapa literatur yang dibaca adapun tahap- tahap kebijakan publik adalah :


(39)

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Pembuatan Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dan krusial dari alur proses kebijakan di atas, sehingga harus mendapat perhatian lebih dari para pembuat maupun pelaksana suatu kebijakan. Tahap ini merupakan kunci keberhasilan proses pembuatan suatu kebijakan akan mencapai tujuannya atau tidak. Jika sebuah kebijakan sudah diformulasikan dan dibuat secara tepat kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi jika proses implementasi tidak berjalan dengan tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang sangat brilliant sekalipun jika diimplementasikan dengan buruk, maka kebijakan tersebut bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya.


(40)

2.3

Perizinan Usaha

Peraturan Daerah Kota Medan No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha, yang dimaksud izin tempat usaha adalah suatu izin yang diterbitkan walikota atau pejabat yang ditunjuk dan diberikan kepada orang/ badan hukum untuk menggunakan suatu tempat tertentu guna melakukan kegiatan usaha yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu. Izin Usaha bertujuan :

a. Supaya pemerintah dapat memberikan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan dalam kegiatan usaha.

b. Agar pemerintah dapat menjaga ketertiban dalam usaha baik ditinjau dari segi lokasi maupun hubungan dengan perkembangan perekonomian dan kelestarian lingkungan.

Undang-undang No. 18 Tahun 2007 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa retribusi digolongkan jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi perizinan tertentu adalah :

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka azas desentralisasi,

2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum,

3. Biaya yang menjadi beban dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negara dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.


(41)

Menurut Suparmoko (2002:85) Retribusi izin tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pemerintah Indonesia lewat Departemen Perdagangan menerbitkan surat keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1458/KP/XII/1984 tentang perizinan usaha. Izin-izin usaha yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya sangat banyak. Diantaranya adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Registrasi Perusahaan (NRP) atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Prosedur pengurusan SITU :

1. Pemohon mengisi formulir SITU dilampiri izin tertulis tetangga disebelah kanan, kiri, depan, belakang yang berisi tidak keberatan dengan usahanya. 2. Formulir pemohonan SITU dimintakan izin kelurahan dan kecamatan

untuk disahkan.

3. Formulir SITU diajukan ke kotamadya. Setahun sekali dilakukan registrasi ulang.

4. Membayar izin berdasarkan Perda 17/PD/1976 nomor 35/PD/1977.

Syarat-syarat dalam pembuatan SITU berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1458/KP/XII/1984 tentang perizinan usaha :

1. Syarat keamanan

a. Dalam perusahaan harus disediakan alat pemadam kebakaran.

b. Perusahaan yang kegiatannya menyediakan bahan-bahan uang mudah terbakar, harus menyimpan barang-barang tersebut dengan aman.


(42)

c. Bangunan perusahaan harus terdiri atas bahan-bahan yang tidak mudah terbakar.

d. Harus mengikuti dan mentaati undang-undang keselamatan kerja 2. Syarat kesehatan

a. Harus memelihara dan menjaga kebersihan dan kesehatan. b. Harus menyediakan tempat kotoran atau sampah yang tertutup.

c. Harus mencegah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan hidup.

d. Harus menyediakan alat-alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3A).

3. Syarat ketertiban

a. Harus menjaga ketertiban.

b. Dilarang menyiapkan barang-barang dipinggir jalan umum.

c. Melebihi ketentuan jam kerja, dapat dilakukan dengan izin khusus. 4. Syarat-syarat lain

a. Perusahaan diwajibkan untuk mengutamakan tenaga kerja dan penduduk disekitarnya yang mempunyai KTP.

b. Harus menjaga keindahan lingkungan dan menjaga penghijauan. Perusahaan yang melanggar syaratsyarat tersebut diatas, berakibat SITU-nya akan dicabut dan dikenakan tindakan ditutupnya perusahaan.


(43)

2.4. Perilaku Menyimpang

2.4.1. Pengertian Perilaku Menyimpang

Menurut Robert M. Z. Lawang perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Lemert berpendapat bahwa penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar lalu lintas, buang sampah sembarangan dan lain-lain. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, tawuran dan lain-lain (Sadli, 1983:35). Berdasarkan penjelasan diatas, secara umum perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif dan pengertian normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan.

Dalam penelitian ini telah dipilih bahwa konsep perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang dinilai menyimpang dari aturan-aturan normatif dan kelakuan yang bertentangan dengan harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Konsep ini akan dibedakan dari gejala-gejala lain yang sering sekali diklasifikasikan sebagai perilaku menyimpang seperti kelainan dalam pribadi seseorang, tingkah laku yang statis abnormal, tingkah laku yang kurang diinginkan secara sosial dan peranan yang menyimpang.


(44)

2.4.2 Perilaku Menyimpang sebagai Masalah Sosial

Perilaku menyimpang dapat juga disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkahlaku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat itu meletus menjadi “penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya, disebabkan oleh faktor- faktor sosial. Penyakit sosial disebut pula sebagai disorganisasi sosial, karena gejalanya berkembang menjadi akses sosial yang mengganggu keutuhan dan kelancaran berfungsinya organisasi sosial. Selanjutnya dinamakan pula sebagai disentegrasi sosial, karena bagian satu struktur sosial tersebut berkembang tidak seimbang dengan bagian-bagian lain, sehingga prosesnya bisa menggangu, menghambat, atau bahkan merugikan bagian-bagian lain, karena tidak dapat diintegrasikan menjadi satu totalitas yang utuh.

Semua tingkah-laku yang sakit secara sosial tadi merupakan penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah-laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subyek pelaku sendiri dan/ atau masyarakat luas. Deviasi tingkah-laku ini juga merupakan gejala yang menyimpang dari tendensi sentral, atau menyimpang dari ciri-ciri umum rakyat kebanyakan (Kartono, 1998:4).


(45)

2.4.3 Penyebab Prilaku Menyimpang

Robeth K. Merton mengemukakan bahwa penyebab perilaku menyimpang dapat di lihat dari sudut struktur sosial dan budaya, dimana dinyatakan diantara segenap unsur-unsur sosial dan budaya terdapat dua unsur yang terpenting, yaitu kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencpai aspirasi-aspirasi tersebut. Ada nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, serta norma-norma yang mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita tersebut. Nilai sosial budaya tersebut berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya. Apabila terjadi ketidakseimbangan antar nilai-nilai sosial budaya dengan norma-norma atau apabila tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai cita-cita tersebut, maka terjadilah perilaku yang menyimpang atau deviant

behavior (Soekanto, 1990:195).

Memudarnya pegangan orang pada norma-norma menimbulkan suatu keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa norma-norma. Emile Durkheim menamakannya dengan anomie (Soekanto, 1990:196). Kelakuan yang menyimpang tersebut akan terjadi apabila manusia mempunyai kecendrungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial daripada norma-norma yang ada untuk mencapai cita-cita tersebut. Sehingga manusia akan berusaha untuk mencapai suatu cita-cita melalui jalan yang semudah-mudahnya tanpa ada suatu kesadaran akan tanggung jawab tertentu.


(46)

Healy dan Broner mengemukakan bahwa perilaku yang menyimpang penyebabnya bersifat sosiogonis. Misalnya oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial di kota-kota besar dimana terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pertambahan penduduk yang sangat pesat menjadikan daerah perkotaan juga cepat berubah. Kondisi perkotaan yang memiliki ciri-ciri khas tertentu akan memunculkan perilaku yang menyimpang (Kartono, 1998:26), Jadi, sebab-sebab perilaku yang menyimpang tidak hanya terletak pada lingkungan famili, tetapi juga disebabkan oleh konteks kulturalnya. Dengan demikian, karier perilaku menyimpang itu jelas dipupuk oleh lingkungan sekitar yang buruk. Cara pembagian faktor penyebab prilaku menyimpang juga dikemukakan oleh Philip Graham dengan membagi ke dalam dua golongan yaitu :

1. Faktor Lingkungan.

a. Malnutrisi (kekurangan gizi).

b. Kemiskinan di kota-kota besar. c. Gangguan Lingkungan.

d. Migrasi (urbanisasi).

e. Faktor sekolah.

f. Keluarga broken home.

g. Gangguan dalam pengasuh keluarga.


(47)

a. Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah, hiper aktif, dan lain-lain). Proses penyaluran bakat yang benar dapat mempengaruhi perkembangan perilaku seseorang. Proses penyaluran bakat tersebut tergantung dari faktor kesenangan pribadi yang bersangkutan. Seseorang senang piknik, berolahraga, mendengarkan musik, membaca, melihat film, dan lain sebagainya. Dalam hal ini ada baiknya orang tua memberikan bimbingan kepada mereka dalam pencapaian cita-cita atau memenuhi harapan. Bimbingan yang benar dan penyaluran bakat yang baik dapat menjadikan anak berprestasi, sebaliknya bimbingan yang tidak benar dan penyaluran bakat yang tidak tersalurkan dengan baik dapat mengakibatkan si anak frustasi dan tekanan batin. Hal-hal tersebut di atas yang mungkin mengakibatkan terjadinya perilaku menyimpang.

b. Cacat tubuh.

c. Ketidakmampuan menyesuaikan diri.

Menurut teori biologis, perilaku menyimpang terjadi karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini dapat berlangsung dengan cara sebagai berikut :

1. Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui

kombinasi gen dan dapat juga disebabkan tidak adanya gen tertentu. 2. Melalui pewaris tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal).

3. Melalui pewaris kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan prilaku sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah berjari-jari pendek ( ), sejenis penyakit gula ( ).


(48)

Cacat bawaan ini berhubungan dengan erat dengan sifat-sifat kriminal dan penyakit mental (Kartono, 1998 : 25-26).

Menurut Sigmund Freud, perilaku menyimpang terjadi karena benturan atau konflik antar id dan superego, sehingga terjadi situasi pribadi yang tidak seimbang dan harmonis. Benturan-benturan itu disebabkan dorongan-dorongan yang tidak terkendali dari id yang betentangan dengan larangan-larangan moral yang bersumber dari superego. Hal tersebut akan menimbulkan benturan batin dan menimbulkan rasa malu dan berdosa. Bila ego bersifat lemah terhadap benturan internal ini, maka akan menimbulkan perilaku yang patologis dan abnormal (Mulyono, 2005:40). Pembagian unsur kepribadian ini dapat dilihat sebagai berikut :

1. Id adalah system kepribadian bawaan paling asli dari manusia. Pada saat dilahirkan, seseorang hanya memiliki id saja. Unsur kepribadian ini merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri yang sifatnya buta dan tidak terkendali. Ia hanya menuntut dan mendesak dipuaskannya nalurinaluri tersebut. Id dapat diumpamakan sebagai kawah gunung berapi yang terus-menerus mendidih dan bergolak. Ia tidak dapat mentoleransi ketegangan dan ketidaknyamanan itu secepat mungkin.

2. Ego adalah unsur kepribadian yang timbul setelah ada kontak dengan

dunia nyata yang realistis. Ia berfungsi untuk mengendalikan dan mengatur tindakan yang berlandaskan kenyataan. Ego merupakan tempat bersemayamnya intelijensia atau pola pikir rasional yang mengendalikan dan mengawasi dorongan-dorongan keinginan buta dari id.


(49)

3. Superego adalah unsur moral atau hukum dari kepribadian manusia. Ia merupakan aspek moral yang menentukan benar dan salahnya suatu perbuatan. Superego digerakkan oleh asas kemampuan yang terdiri dari nilai-nilai tradisional dan norma-norma ideal dalam masyarakat. Ia berfungsi menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari id (Taniputra, 2005 : 44-46).

Seseorang yang dominan superegonya bersifat moralitas, tetapi kurang mampu menanggapi dorongan seksual dan agresivitasnya, sehingga mengembangkan pola rasa bersalah dan penyesalan. Pada orang yang dominan idnya akan menjadi individualistis dan egosentris tanpa memikirkan nasib orang lain, serta mengembangkan perilaku yang asosial. Demikian pula orang realitasnya tidak pernah mendapat perhatian dan kasih sayang, selalu diperhatikan secara kejam, ditekan, dibenci, ditolak kehadirannya atau dimanjakan akan mengembangkan sikap kurang matang, mau menang sendiri, berkuasa sendiri, mudah tersinggung, menaruh curiga tanpa alasan dan sering menjurus kepada tindakan kriminal. Dapat disimpulkan bahwa, penyimpangan dan kejahatan terjadi karena pertentangan antara id, ego, dan superego. Pertentangan tersebut menimbulkan kegoncangan dan hilangnya keseimbangan dalam pribadi seseorang.

2.5. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial menurut Friedlander (Sund, 2006:8) merupakan sistem yang teroganisir dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dimaksudkan untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok


(50)

agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan, dan hubungan- hubungan personal dan sosial yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperkembangkan seluruh kemampuannya untuk meningkatkan kesejahteraannya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Undang-undang No. 11 tahun 2009 tentang “Kesejahteraan Sosial” menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. KBBI menyebutkan bahwa sejahtera artinya aman, sentosa, makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup, dan kemakmuran.

Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Pokok Kesejahteraan Sosial juga dirumuskan definisi Kesejahteraan Sosial yaitu: Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat dilihat bahwa pengertian kesejahteraan sosial sangatlah variatif tergantung dari latar belakang orang yang memberikan pengertian kesejahteraan sosial, sehingga pengertian kesejahteraan sosial diatas dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu:


(51)

a. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi). b. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.

c. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan

Secara umum pengertian kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan, kegiatan dan gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan standar dan taraf hidup, memecahkan masalah sosial, memperkuat struktur sosial masyarakat, memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga ketentraman masyarakat, serta untuk memungkinkan setiap warganegara mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi dirinya, keluarga dan masyarakat.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial, keuangan, kesehatan, dan rekreasi semua individu dalam masyarakat. Kesejahteraan sosial berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpa memandang status sosial setiap individu. Hal ini juga dapat diukur dai ukuran-ukuran seerti tingkat kehidupan (levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human development).

2.6. Kerangka Pemikiran

Era yang serba teknologi ini internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Pada awalnya internet hanya digunakan pada kantor-kantor, kemudian memasuki lingkungan sekolah. Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang telah mewujudkan budaya internet. Perkembangan internet juga mempengaruhi prilaku dan kebiasaan manusia. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, baik orang-orang yang berpendidikan maupun yang tidak


(52)

pernah menempuh jenjang pendidikan sudah mampu menggunakan internet, tanpa adanya larangan maupun filter untuk menggunakanndnya.

Warung internet adalah satu jenis wirausaha yang menyediakan jasa internet kepada khalayak ramai. Warung internet ini dapat dipergunakan oleh siapapun, baik dari kalangan mahasiswa, pelajar, profesional maupun orang lain yang ingin mengakses dunia maya. Warnet didirikan sebagai penyedia jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat di daerah tersebut dalam mengakses informasi. Bagi pelajar dan mahasiswa warung internet digunakan untuk mengerjakan tugas, melakukan riset, skripsi maupun untuk hiburan seperti game.

Namun warung internet dapat disalah gunakan dan memberikan dampak negatif seperti tempat mesum pasangan, tempat pelajar cabut sekolah, mengakses pornografi, perjudian dan menjadi tempat gamers menghabiskan harinya untuk bermain game online.

Menghadapi perilaku negatif yang ditimbulkan para pengguna internet maka pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warung Internet. Kurang lebih 4 tahun kebijakan ini ditetapkan namun masih banyak ditemui prilaku menyimpang para pengguna jasa Warung Internet. Hal ini tentunya patut untuk diteliti bagaimana pelaksanaan pelaksanaan peraturan tersebut.

Kerangka berfikir ini diadopsi dari model van Meter dan van Horn. Dimana van Meter dan van Horn menawarkan suatu model dengan enam variabel yang membentuk kaitan (linkage) antara kebijakan dan kinerja (performance). Model ini seperti diungkapkan oleh van Meter dan van Horn, tidak hanya


(53)

menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan- hubungan antara variabel-variabel bebas.

Bagan Alur Pikir

Implementasi Peraturan Walikota Medan No. 28 Tahun 2011 Tentang

Periznan Usaha Warnet

Proses Implementasi Dinilai dengan Model Van Meter dan Van Horn

Proses Implementasi Kebijakan Berjalan dengan Baik

Proses Implementasi Kebijakan Tidak Berjalan dengan Baik

Mengetahui Kendala-Kendala dalam Proses Implementasi Kebijakan


(54)

2.7. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.7.1.

Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian. Dimana dalam hal ini peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatasdari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:136-138).

Memahami pengertian mengenai konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep dalam penelitian yaitu : Impelementasi Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet) adalah pelaksanaan keputusan mengenai peraturan-peraturan yang mendasar, yang telah dipahami dan diperoleh berdasarkan keputusan bersama, untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang pengguna jasa warnet.

2.7.2.

Defenisi Operasional

Defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa, maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan defenisi operasional ditujukkan dalam upaya transformasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat di observasi (Siagian, 2011:141). Adapun yang menjadi defensi operasional ataupun indikator dalam penelitian ini adalah :


(55)

Implementasi Peraturan Walikota Medan No.28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet

Indikator Sub Indikator

Standar dan sasaran

kebijakan Menilai tujuan-tujuan peraturan yang telah dicapai. Sumber daya kebijakan Menilai sumber-sumber yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan baik sumber daya manusia maupun sumber dana.

Komunikasi antar oraganisasi dan penguatan aktivitas

Menilai komunikasi, kerjasama dan koordinasi kegiatan yang dilakukakan dengan perangkat- perangkat pemerintah terkait (Dinas

Kominfo,Satpol PP, Pengusaha Warnet, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu).

Karakteristik agen pelaksana

Menilai struktur birokrasi, Standard Operating

Procedure (SOP), norma-norma, dan pola-pola

hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi. Kondisi-kondisi

ekonomi, sosial dan politik

Menilai dukungan dari elit politik, opini masyarakat, dan reaksi kelompok-kelompok kepentingan yang berhubungan dengan proses implementasi.

Disposisi Implementor (Kecenderungan Pelaksana)

Menilai kognisi, respon, dan integritas pelaksana kebijakan.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variable penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011, h. 52).

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Penelitian dengan topik ini memiliki data dan kajian yang sangat terbatas sehingga penelitian ini merupakan eksplorasi. Untuk mendapatkan data mengenai isu yang belum banyak dieksplorasi maka harus dilakukan deskriptif secara mendalam. Oleh karena itu, maka hanya bisa dilakukan dengan penelitian kualitatif.

3.2.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibeberapa lokasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, diantaranya sebagai berikut :

1. Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan. 2. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan.


(57)

3. Kantor Satpol PP Kota Medan.

4. Warung Internet yang ada di Kota Medan.

3.3. Informan Penelitian

Menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiono (2008:53-54), yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Informan dalam penelitian ini terdapat tiga jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan.

1. Informan Kunci

Informan kunci adalah orang yang dianggap mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala bidang Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan.

2. Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang di teliti. Adapun informan utama dalam penelitian ini adalah Pengusaha Warnet yang memiliki izin usaha dan yang tidak memiliki izin usaha di Kota Medan.


(58)

3. Informan Tambahan

Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Adapun Informan tambahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Kepala Seksi Perizinan Umum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu kota Medan.

b) Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Satpol PP Kota Medan.

c) Masyarakat sekitar warnet.

d) Pengguna jasa warnet.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1.

Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang langsung diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara:

a. Wawancara

Menurut Moleong (2007:186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Arikunto (2002:228) berpendapat bahwa peneliti harus mencatat teknik yang mana kondisi dan situasi yang mendukung penerimaan informasinya yang paling tepat. Sebaiknya pada waktu uji coba, digunakan tape recorder.


(1)

8. Apakah ada anak sekolah/pelajar bermain pada saat jam pelajaran sekolah?

9. Apakah saudara/saudari mengetahui adanya peraturan walikota ini? 10. Pernahkah Dinas Kominfo ataupun instansi pemerintah Kota Medan

melakukan sosialisasi terhadap peraturan ini?

11. Bagaimana cara Dinas Kominfo ataupun instansi pemerintah Kota Medan terkait melakukan sosialisasi tersebut?

12. Kenapa saudara/saudari tidak mengurus surat izin usaha warnet? 13. Apakah saudara/saudari mengetahui sanksi yang akan diterima jika

melanggar peraturan ini?

14. Apakah saudara/saudari menyetujui peraturan ini? Apa alasan saudara/saudari?


(2)

I. Informan Tambahan

Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Satpol PP Kota Medan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Jabatan :

II. Daftar Pertanyaan

1. Apakah bapak mengetahui adanya peraturan walikota ini?

2. Apakah ada koordinasi dan kerjasama antar dinas terkait untuk melaksanakan peraturan ini?

3. Siapa saja yang terlibat dalam koordinasi dan kerjasama tersebut? 4. Bagaimana bentuk koordinasi dan kerjasama tersebut?

5. Apakah fungsi/tugas Satpol PP dalam melaksanakan peraturan ini? 6. Darimana sumber dana untuk melaksanakan peraturan ini?

7. Apakah sumber dana tersebut cukup memadai?

8. Apakah sumber daya manusia/personil Satpol PP cukup memadai untuk melaksanakan peraturan ini?

9. Apa yang menjadi kendala dalam melaksanakan peraturan ini?


(3)

Kepala Seksi Perizinan Umum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu kota Medan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Jabatan :

II. Daftar Pertanyaan

1. Bagaimana cara/langkah mengurus surat izin usaha warnet?

2. Bagaimana tanggapan bapak mengenai banyaknya usaha warnet yang tidak memiliki izin usaha?

3. Apa yang menjadi kesulitan dalam mengurus surat izin usaha warnet? 4. Apakah bapak mengetahui adanya peraturan walikota ini?

5. Apakah ada koordinasi dan kerjasama antar dinas terkait untuk melaksanakan peraturan ini?

6. Siapa saja yang terlibat dalam koordinasi dan kerjasama tersebut? 7. Bagaimana bentuk koordinasi dan kerjasama tersebut?

8. Darimana sumber dana untuk melaksanakan peraturan ini? 9. Apakah dana tersebut sudah cukup memadai?

10. Apakah sumber daya manusia/pegawai sudah cukup memadai?

11. Apakah tugas/fungsi Badan Perizinan Usaha dalam melaksanakan peraturan ini?

12. Apa yang menjadi kendala untuk melaksanakan peraturan ini?


(4)

I. Informan Tambahan Pelanggan Warnet

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Agama :

5. Suku :

II. Daftar Pertanyaan

1. Apakah di warnet saudara/saudari bermain sudah menggunakan perangkat lunak/program komputer yang memiliki lisensi?

2. Apakah di warnet saudara/saudari bermain memblokir situs judi dan situs porno ataupun situs lainnya yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia?

3. Apakah di dalam perangkat komputer saudara/saudari bermain tidak

mengandung data , dokumen ataupun file yang melanggar norma-

norma yang ada di Indonesia?

4. Apakah saudara mengetahui adanya warnet berbilik/sekat pembatas yang memiliki tinggi bilik/sekat pembatas melebihi 150cm?

5. Apakah penerangan yang ada di warnet saudara/saudari bermain sudah cukup memadai untuk melakukan aktivitas di lingkungan warnet?


(5)

kamar kecil, tempat pembuangan sampah, saluran pembuangan limbah dan ketersedian air bersih yang memadai?

7. Jam brapakah warnet saudara bermain buka dan tutup beroperasi? 8. Apakah saudara/saudari pernah melihat ada anak sekolah/pelajar

bermain pada saat jam pelajaran sekolah?

9. Apakah saudara/saudari mengetahui adanya peraturan walikota ini? 10. Pernahkah saudara/saudari melihat Dinas Kominfo ataupun instansi

pemerintah Kota Medan melakukan sosialisasi terhadap peraturan ini? 11. Apakah saudara/saudari menyetujui peraturan ini? Apa alasan

saudara/saudari?


(6)

I. Informan Tambahan Masyarakat Sekitar Warnet

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Agama :

5. Suku :

II. Daftar Pertanyaan

1. Apakah saudara mengetahui peraturan walikota ini?

2. Apakah anda pernah melihat pelajar bermain di warnet pada saat jam sekolah?

3. Apakah warnet di sektiar tempat anda tinggal membatasi jam operasionalnya?

4. Apakah saudara/saudari mengetahui masih adanya warnet berbilik yang memasang tinggi bilik melebihi 150cm?

5. Apakah saudara pernah melihat ataupun mengetahui Dinas Kominfo ataupun instansi Pemerintah Kota Medan melakukan sosialisasi terhadap peraturan ini?

6. Apakah anda pernah melihat dinas pemerintahan melakukan razia ataupun mendatangi warnet untuk melakukan pengawasan dan pengontrolan?


Dokumen yang terkait

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 5 105

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 10

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 2

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 12

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 31

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 3

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

0 0 12

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 0 12

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 0 1

Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet

0 0 27