Pengaruh Terapi Hijamah Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Rumah Sehat Wahida Medan

(1)

2.1. Hipertensi 2.1.1.Definisi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Mansjoer dkk, 1999).

Tekanan darah (blood pressure) merupakan hasil pengukuran dari tekanan

yang ditimbulkan oleh darah pada dinding arteri ketika darah yang berada di jantung akan dipompakan ke seluruh tubuh dengan hasil ukur sistolik dan diastolik. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi tekanan darah adalah tahanan perifer, curah jantung, volume darah, aliran balik vena, viskositas darah dan elastisitas dinding arteri. Ada dua jenis tekanan darah; tekanan sistolik yang menggambarkan tekanan tertinggi dalam ventrikel kiri pada waktu sistol, dan tekanan diastolic yang merupakan tekanan terendah ketika ventrikel terisi selama diastole. Kedua tekanan ini diukur secara tidak langsung dalam arteri braklialis

dengan menggunakan stetoskop serta sphygmomanometer dengan merek riester

dan pengukuran dilakukan dalam mm tekanan air raksa (mmHg). Tekanan darah yang tipikal bagi dewasa muda adalah 120/70 mmHg. Tekanan darah arteri dapat diukur secara langsung dengan menggunakan tranduser tekanan arteri (Christine, 2001).


(2)

2.1.2.Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar seperempat jumlah penduduk di Indonesia tahun 2014 berkisar 253,6 juta jiwa menderita hipertensi dengan kisaran 31,7%, lebih dari 80.3 juta penduduk Indonesia (BPJS Kesehatan, 2014).

Menurut Dewi (2013), Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal yaitu 140/90 mmHg. Kecenderungan peningkatan prevalensi menurut peningkatan usia. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa sebagai proses degeneratif, hipertensi hanya ditemukan pada golongan orang dewasa. Banyak penderita hipertensi di perkirakan sebesar 15 juta penduduk Indonesia yang control hanya 4%. Terdapat 50% penderita hipertensi tidak menyadari dirinya sebagai penderita hipertensi. Terdiri dari 70% adalah hipertensi ringan dan 90% hipertensi esensial, hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.

2.1.3.Etiologi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan


(3)

oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Levanita, 2011).

Menurut Zuraidah, dkk (2012) faktor resiko terjadinya hipertensi, adalah

antaralain:

1. Obesitas (kegemukan)

Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti daya pompa jantungdan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal.

Obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana


(4)

terjadi penimbunan lemak yang berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Parameter yang umum digunakan menentukan keadaan tersebut adalah indeks masa tubuh

seseorang 25-29,9 kg/m2.

Obesitas terutama tipe sentral/abdominal atau sering dihubungkan dengan beberapa keadaan seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hepatobiliar dan peningkatan resiko mortalitas dan

morbiditas. Swedish Obese Study (1999) mendapatkan kejadian pada 13,6%

populasi obesitas sedangkan Tromo study membuktikan adanya hubungan

antara peningkatan indeks massa dengan peningkatan tekanan darah baiik pada laki-laki dan wanita. Peningkatan resiko ini juga sering dengan

peningkatan waist hip-rasio (WHR) dan waist circumference dimana

dikatakan resiko tinggi bila memiliki WHR ≥ 0,95 untuk laki-laki dan ≥

0,85 untuk wanita, serta waistcircumference > 102 cm untuk laki-laki dan >

88 cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko angka kejadian penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan adanya perbedaan distribusi lemak tubuh antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki distribusi lemak tubuh terutama pada daerah abdomen sedangkan pada wanita lebih banyak pada daerah gluteal dan femoral.

Meskipun telah banyak yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi pada obesitas masih belum jelas benar. Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan


(5)

yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain itu pada beberapa populasi/ras dengan genetik yang sama mempunyai angka prevalensi yang sangat berbeda. Mereka berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor lingkungan mempunyai andil yang sangat besar. Saat ini dugaan yang sangat mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan

sleep apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun akhir ini terjadi

pergeseran konsep, dimana dugaan terjadi perubahan neurohormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin.

Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting pada

survival rate penderita hipertensi. Perubahan berat badan merupakan

sebanyak 5 kg (meningkat ataupun menurun) pada kurun waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5-2 kali lebih tinggi. Pada satu studi prosfektif-epidemiologi didapatkan angka mortalitas penyakit kardiovaskuler lebih rendah pada populasi dengan berat badan yang stabil selama kurun waktu tertentu. Pada obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan dan penurunan berat badan secara periodik akan meningkatkan resiko mortalitas pada obesitas.


(6)

2. Stres

Diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi.

Menurut Arieska Ann Soenarta ,2008 dalam Zuraidah, dkk (2012) menyatakan bahwa stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

3. Keturunan (genetik)

Apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua orang tua, makan dugaan hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot dari pada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita mempunyai sifat genetik hipertensi primer (essensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50


(7)

tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya. Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang mempunyai faktor keturunan hipertensi, akan memepertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya. Keluuarga yang memiliki riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat.

Dari data statistik terbukti bahwa seseorangmemiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika orang tuanya penderita PTM. Jika seorang dari orang tua memberi PTM, maka kemungkinan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai penyakit tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%.

4. Jenis kelamin (gender)

Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku yang tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya stastus pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.

Secara teoritis penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai


(8)

ibu rumah tangga apalagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingakat stress yang tinggi.hipertensi essensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (39% pria dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi pada wanita sebesar 22%-39% yang dimulai dari umur 50 sampai lebih dari 80 tahun, sedangkan pada wanita berumur kurang dari 85 tahun prevlensinya sebesar 22% dan meningkat sampai 52% pada wanita berumur lebih dari 85 tahun (Trenkwalder P et al,2004 dalam Zuraidah dkk, 2012).

5. Usia

Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka semakin besar risiko terserang penyakit tersebut. Umur > 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan.

Hipetensi dapat terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya usia. Ini sering disebabkan oleh


(9)

perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Hanya saja perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.

6. Asupan garam

Melalui peningktan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem perdarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu.

Arieska Ann Soenarta, (2008) dalam Zuraidah dkk, (2012) menyatakan bahwa Sodium adalah penyebab dari hipertensi essensial, asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium secara eksperimental menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi mekanisme vasopressor pada susunan syaraf pusat.

7. Gaya hidup yang kurang sehat

Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang berolah raga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah.

Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa:

- Pusing

- Mudah marah

- Telinga berdengung


(10)

- Sesak napas

- Rasa berat di tengkuk

- Mudah lelah

- Mata berkunang-kunang

- Mimisan (jarang dilaporkan)

2.1.4.Klasifikasi

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut ESH-2007

Kategori Sistol (mmHg) Disatol (mmHg)

Optimal < 120 dan < 80

Normal 120-129 dan/atau 80-84

Normal Tinggi 130-139 dan/atau 85-89 Hipertensi Derajat 1 140-159 dan/atau 90-99 Hipertensi Derajat 2 160-179 dan/atau 100-109 Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110 Hipertensi Sistolik

Terisolasi

≥ 140 dan < 90

Sumber : Bandira, 2009

Pedoman menurut ESH-2007 menetapkan stratifikasi risiko sebagai dasar rekomendasi pengobatan hipertensi. Stratifikasi risikopada ESH-2007 hampir sama dengan ESH-2003 diambil dari pedoman WHO/ISH-2003 dengan memasukkan kelompok normal dan normal tinggi di samping hipertensi derajat 1,2,dan 3.

2.1.5.Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang


(11)

renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat


(12)

stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Levanita, 2011).

2.1.6.Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.

Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu terdapat pada tabel 2.4 dibawah ini:

Tabel 2.2. Komplikasi Hipertensi

Sistem organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi

Jantung Gagal jantung kongestif

Angina pectoris Infark miokard

Sistem saraf pusat Ensefalopati hipertensif

Ginjal Gagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensif


(13)

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah

proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic

Attack/TIA) (Levanita, 2011). 2.1.7.Penatalaksanaan

Menurut Levanita (2011), tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko

tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.

3. Menghambat laju penyakit ginjal.

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan dibawah ini.

1. Terapi Non Farmakologis

a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.


(14)

b. Meningkatkan aktifitas fisik.

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.

c. Mengurangi asupan natrium.

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.

d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.

2. Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan

farmakologis, yaitu:

a. Diuretika

Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan. Diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga


(15)

tekanan darah secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal

kembali, misalnya : jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis. 

b. Beta Blocker 

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma

bronkial. Pemberian β-bloker tidak dianjurkan pada penderita

gangguan pernapasan seperti asma bronkial karena pada pemberian β

-bloker dapat mengkambat reseptor beta 2 di jantung lebih banyak dibandingkan reseptor beta 2 di tempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi

pembukaan ini dengan β-bloker dapat memperburuk penderita asma.

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium Antagonist 

Antagonis Kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi jalan masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot- otot di dalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan darah. Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar. Golongan obat ini


(16)

menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah.

2.2. Hijamah 2.2.1.Definisi

Hijamah adalah pengobatan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Nama lainnya adalah bekam, canduk, canthuk, kop, mambakan di Eropa

dikenal dengan istilah “Cuping Therapeutic Method”. Dalam bahasa Mandarin

disebut Pa Hou Kuan (Kasmui, 2010).

Kata “Hijamah” berasal dari bahasa Arab, dari kata Al hijmu yang berarti

pekerjaan membekam. Al Hajjam berarti ahli hijamah. Al Hijmu berarti

menghisap atau menyedot. Al Hajjam sama dengan Al Mashshah, yaitu tukang

menghisap atau tukang menyedot. Sedangkan Al Mihjam atau Al Mihjamah

merupakan gelas yang digunakan untuk menampung darah yang keluar dari kulit pasien, atau gelas untuk menghimpun darah hijamah (Kasmui, 2010).


(17)

Kesimpulan definisi hijamah menurut bahasa adalah ungkapan tentang menghisap darah dan mengeluarkannya dari permukaan kulit, yang kemudian ditampung di dalam gelas hijamah, yang menyebabkan pemusatan dan penarikan darah di sana, lalu dilakukan penyayatan permukaan kulit dengan pisau bedah, guna untuk mengeluarkan darah (Kasmui, 2010)

Hijamah merupakan metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh melalui permukaan kulit. Yang dimaksud darah kotor adalah darah yang mengandung racun atau darah statis yang menyumbat peredaran darah, mengakibatkan sistem peredaran darah dalam tubuh tidak berjalan sebagaimana adanya, sehingga menyebabkan terganggunya kesehatan seseorang, baik fisik maupun mental (Umar, 2013).

Hijamah merupakan metode pengobatan Nabawi dengan cara mengeluarkan toksin dalam tubuh atau unsur-unsur yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam tubuh, melalui torehan tipis di kulit (Suhardi & Syafa’ah, 2010).

2.2.2.Terapi Hijamah Untuk Pengobatan Hipertensi

Dalam terapi hijamah terdiri atas 5 jenis yaitu hijamah kering (dry cupping),

hijamah basa (wet cupping), hijamah luncur (sliding cupping), hijamah tarik, dan

hijamah api.

Terapi hijamah yang digunakan untuk pengobatan hipertensi di Rumah

Sehat Wahida hanya digunakan 2 metode yaitu hijamah basah (wet cupping) dan


(18)

1. Hijamah Basah (Wet Cupping)

Permukaan kulit “dibuka” (ditusuk-tusuk jarum/ditoreh), kemudian disedot untuk menarik darah yang tercampur toksin. Biasanya setelah dihijamah basah pasien akan merasa lega dan ringan badannya.

Tata cara hijamah basah :

a. Sebelum proses hijamah dilakukan sebaiknya terapis dan pasien yang akan

dihijamah terlebih dahulu mengambil air wudhu, kemudian ukur tekanan darah. Selanjutnya lakukan pemijatan / urut seluruh tubuh dengan minyak habbats atau but-but atau zaitun selama 5-10 menit, agar peredaran darah menjadi lancar dan pengeluaran toksid menjadi optimal.

b. Lakukan tindakan desinfektan pada daerah yang akan di hijamah

kemudian hisap / vacum dengan gelas hijamah pada permukaan kulit yang sudah di desinfektan dan sudah ditentukan titik-titiknya. Lakukan pemompaan sebanyak 3-5 kali pompa atau di sesuai dengan ketahanan pasien, biarkan selama 3-5 menit untuk memberikan kekebalan pada kulit saat dilakukan penyayatan atau tusukan. Selama proses pemvacuman, pada daerah yang dihijamah akan terjadi penarikan kulit yang disebabkan tekanan di dalam vacum tinggi sehingga terjadi penumpukan toksin dan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh serta sumbatan-sumbatan yag ada pada pembuluh darah akan berkumpul menjadi satu di daerah yang divacum sehingga aliran darah dalam tubuh menjadi lancar. Kemudian akan menstimulasi secara kuat syaraf permukaan kulit akan merangsang


(19)

merangsang syaraf aferen simpatik yang berefek menekan rasa nyeri (anastesi alami).Pada system endokrin terjadi pengaruh pada system

sentral melalui hypothalamus dan pituitary sehingga menghasilkan ACTH,

TSH, FSH-LH, ADM. Sedangkan melalui system perifer langsung berefek

pada organ untuk menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, thyroxin,

adrenalin, corticotrophin, estrogen, progesteron, testosteron. Hormon-hormon inilah yang bekerja di tempat jauh dari yang dihijamah.

c. Sebelum dilakukan penyayatan hendaknya terapis dan pasien membaca

doa untuk kesehatan. Kemudian lepas gelas hijamah tersebut, basuh kulit dengan betadine untuk membersihkan permukaan kulit yang akan dihijamah dari kuman, lakukan penyayatan dengan lancet/ jarum/ pisau bedah, sayatan disesuaikan dengan diameter/ lingkaran gelas tersebut, lalu hisap dengan alat cupping set dan hand pump untuk menyedot darah kotor. Hisap/ vacum sebanyak 3-5 kali pompa (disesuaikan dengan ketahanan pasien) dan biarkan selama 3-5 menit.

d. Buang darah yang kotor (pada cawan yang telah disiapkan), kemudian

lakukan hijamah lagi pada tempat yang sama. Biarkan 2-3 menit, lakukan hal ini sampai 3 kali dan maksimal 5 kali hingga cairan plasma keluar.

e. Setelah selesai bekas hijamah diberi anti septik /minyak But-but, agar

tidak terjadi infeksi dan agar luka cepat sembuh, anjurkan pasien untuk istirahat selam 10 menit kemudian ukur kembali tekanan darah serta berikan pendidikan tentang kesehatannya dan berikan air jahe atau air madu untuk memulihkan tenaga.


(20)

f. Hijamah dapat dilakukan tiap hari pada titik-titik yang berbeda-beda dan berikan jangka waktu 2-3 pekan untuk titik yang sama. Atau 4 pekan sekali melakukan hijamah.Sebaiknya dilakukan diagnosa sebelum hijamah agar dicapai suatu ketepatan dalam pengobatan dan tidak membahayakan pasien.

2. Hijamah Luncur (Sliding Cupping)

Untuk merangsang mikrosirkulasi darah kapiler dibawah kulit, disamping berguna untuk menarik angin. Biasa dilakukan pada langka awal sebelum dilakukan hijamah basah.

Metode ini sebagai ganti kerokan yang dapat membahayakan kulit karena dapat merusak pori-pori. Tindakan ini bermanfaat untuk membuang angin pada tubuh, melemaskan otot-otot dan melancarkan peredaran darah.

Cara hijamah luncur :

a. Urut seluruh badan bagian belakang dengan menggunakan minyak

secukupnya sebagai pelemasan.

b. Hisap/vacum dengan gelas hijamah pada permukaan kulit 1-3 kali pompa,

kemudian gerakkan gelas hijamah tersebut dari arah bawah ke atas atau dari atas ke bawah dengan perlahan sampai tampak warna kemerahan. Hal ini cukup dilakukan 2-3 menit.

c. Lepas gelas hijamah tersebut dan urut kembali dengan minyak selama 2-3


(21)

2.2.3. Manfaat Terapi Hijamah

Adapun manfaat dari terapi hijamah menurut Rahmadi (2012) adalah sebagai berikut ;

a. Melancarkan peredaran darah dengan menghilangkan sumbatan dalam

pembuluh darah.

b. Menghilangkan zat sisa endapan pada sumbatan pembuluh darah kecil

biasanya terdapat pada kulit, sisa endapan tersebut dapat menghambat arus pembuluh darah balik, endapan tersebut biasanya cholesterol, thrombus ataupun sisa metabolik dan toxin.

c. Mencegah arterosclerosis dan kekakuan pembuluh darah.

d. Merangsang pembentukan sel darah merah yang baru (efek transfusi).

e. Merangsang aktivitas sumsum tulang.

f. Meningkatkan efektifitas penyampaian zat makanan dan oksigen ke semua

sel karena terbentuknya sel darah merah yang baru.

g. Mengurangi beban kerja limpa karena darah yang sudah tua tidak di

metabolisme di limpa tapi dikeluarkan dengan hijamah.

h. Merangsang sistem imun dengan keluarnya beberapa zat kimia tubuh seperti

prostaglandin, tromboxan, leukotrien, prostasiklin.

i. Mencegah timbulnya kanker dan penyakit infeksi.

Menurut Kasmui (2010) dalam teknik pengobatan hijamah adalah suatu proses membuang darah kotor (toksin/racun) yang berbahaya dari dalam tubuh melalui bawah permukaan kulit. Toksin adalah endapan racun/zat kimia yang tidak bisa diurai oleh tubuh. Darah kotor adalah darah yang mengandung


(22)

toksin/racun, atau darah statis yang menyumbat peredaran darah sehingga sistem peredaran darah tidak dapat berjalan lancar. Kondisi ini sedikit demi sedikit akan mengganggu kesehatan, baik fisik maupun mental. Akibatnya akan terasa lesu, murung, resa, linu, pusing, dan senantiasan merasa kurang sehat, cepat bosan, dan mudah naik pitam. Ditambah lagi dengan angin yang sulit dikeluarkan dari dalam tubuh, akibatnya tubuh akan mudah kena penyakit mulai dari yang akut seperti influenza sampai dengan penyakit degenerative semacam stroke, darah tinggi, kanker, kencing manis, bahkan sampai gangguan kejiwaan.

Toksin dalam tubuh manusia dapat berasal dari :

a. Pencemaran udarah

b. Makanan siap saji (fast food) karena mengandung zat kimia yang tidak baik

untuk tubuh seperti pengawet, pewarna, essence, penyedap rasa, dan sebagainya.

c. Hasil pertanian seperti pestisida(insektisida, fungisida, herbisida)

d. Kebiasaan buruk (bad habit) seperti merokok, makan tidak teratur/bersih,

makan tidak seimbang, terlalu panas atau dingin, terlalu asam dan lain-lain.

e. Obat-obatan kimia, karena mempunyai efek merusak organ atau mikroba

yang normal dalam tubuh.

2.2.4.Waktu Paling Baik Untuk Melakukan Hijamah

Waktu paling baik untuk berhijamah adalah sekitar pukul 14.00 s/d 15.00 (dalam kitab Ibnu Sina) karena waktu itu saluran darah mengembang sehingga toksin mudah dikeluarkan.


(23)

Tanggal terbaik untuk berhijamah adalah 17, 19 dan 21 bulan qomariyah. Apabila membutuhkan penanganan segera, uapkan pasien selama setengah jam baik menggunakan lampu TDP selama 20 menit, kemudian istirahatkan 10 menit baru dilakukan terapi hijamah. Lakukan bekam di ruangan hangat untuk menghindari demam karena sejuknya ruangan.

Hari terbaik untuk hijamah adalah hari senin, selasa, dan kamis, sedangkan hari yang tidak disunnahkan adalah hari rabu, karena rabu merupakan hari dimana nabi Ayyub tertimpah malapetaka. Tidaklah timbul penyakit kusta dan lepra, kecuali pada hari rabu atau malam hari rabu dan waktu yang paling baik untuk hijamah adalah saat tengah hari yaitu selepas Zuhur (Umar, 2013).

2.2.5.Titik-Titik Hijamah dan Manfaatnya

Adapun beberapa titik-titik hijamah dan manfaat hijamah terdapat pada tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.3. Titik-Titik Hijamah dan Manfaatnya Gejalah yang di

rasakan Tanda-Tanda Tubuh Titik Hijamah Manfaat Penglihatan agak kabur

Di lihat dari mata Di tengkuk Memperbaiki

penglihatan Pusing, migraine,

vertigo, daya ingat menurun

Garis biru atau kehijauan pada telapak tangan

Dua urat leher Melancarkan darah kebagian kepala Hipertensi, asam

urat, kolesterol, sulit mengawal emosi

Ruas ujung jari berwarnah lebih merah dan keras

Kedua bahu Menormalkan

tekanan darah dan kadar asam urat Berdebar-debar,

mudah kaget, nafas pendek, mudah ngantuk, sulit tidur, dada kiri sakit bila di tekan

Di telapak tangan, di perut, ibu jari ada urat berwarna kehijauan atau kebiruan

Di punggung, di sebelah ke dua belikat

Menormalkan kerja

jantung dan pernafasan


(24)

gemuk tulang iga Sumber: Umar, 2013.

Menurut Suhardi & Syafa’ah (2010), dari sekian banyak titik-titik hijamah hanya beberapa yang digunakan dalam pengobatan hipertensi yaitu :

a. KHL1 (Kaahil/punduk) : posisi titik ini tepat berada di bawah tulang

cervical ke 7.

b. UN2 & UN3 ( Akhdain) : posisi ini tepat berada pada daerah urat di

kedua sisi leher.

c. UM (Ummu Mughis) : posisi ini tepat berada pada daerah puncak

kepala.

Menurut Susiyanto (2013) dengan menggunakan metode ODT untuk keluhan hipertensi adalah 9 point wajib, ditambah sensor saraf pusat.

a. Kaahil/punduk : posisi titik ini tepat berada di bawah tulang

cervical ke 7.

b. Akhda’in : posisi ini tepat berada pada daerah urat di

kedua sisi leher.

c. Katifain : posisi ini tepat berada pada daerah bahu.

d. Warik : posisi ini tepat berada pada daerah pinggang.

e. UM (Ummu Mughis) : posisi ini tepat berada pada daerah puncak

kepala.


(25)

2.2.6.Kontra Indikasi Hijamah

Adapun kontra indikasi hijamah menurut Rahmadi (2012) yaitu :

a. Kulit keriput

b. Anemia

c. Orang yang mengkonsumsi obat pengencer darah, seperti asam salisilat,

warfarin dan heparin.

d. Penyakit kulit kronis (tempat penghijamahan).

e. DM (diabetes mellitus) dengan GDS (gula darah sewaktu) >300 mg/dl,

khususnya di daerah neuropathy.

f. Hipertensi maligna (Systole >190).

g. Kelainan darah seperti; Hemophilia, Leukemia, Malignan Enemia,

Thrombositopenia

h. Oedema anasarka.

Menurut Mustika (2012) dalam pengantar buku berjudul Bekam Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis, cara kerja hijamah adalah di bawah kulit dan otot terdapat banyak titik syaraf. Titik-titik ini saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan lainnya sehingga bekam dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun pada titik simpul syaraf terkait. Penghijamahan biasanya dilakukan pada permukaan kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis) jaringan ini akan “rusak”.

Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin,

histamine, bradiknin, slow reaction substance (SRS) serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta flare


(26)

reaction pada daerah yang dihijamah. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah

dilepaskannya corticotrophin releasing factor (CRF), serta releasing factors

lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya

ACTH, corticotrophin dan corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek

menyembuhkan peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel.

Sedangkan golongan histamine yang ditimbulkannya mempunyai manfaat dalam proses reparasi (perbaikan) sel dan jaringan yang rusak, serta memacu

pembentukan reticulo endothelial cell, yang akan meninggikan daya resistensi

(daya tahan) dan imunitas (kekebalan tubuh). Sistem imun ini terjadi melalui

pembentukan interleukin dari sel karena faktor neural, peningkatan jumlah sel T

karena peningkatan set-enkephalin, enkephalin dan endorphin yang merupakan

mediator antara susunan sistem saraf pusat dan sistem imun, substansi P yang

mempunyai fungsi parasimpatis dan sistem imun, serta peranan kelenjar pituitary

dan hypothalamus anterior yang memproduksi CRF.

Pada endokrin terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hypothalamus

dan pituitary sehingga menghasilkan ACTH, TSH, FSH-LH, ADM. Sedangkan

melalui sistem perifer langsung berefek pada organ untuk menghasilkan

hormon-hormon insulin, thyroxin, testosteron. Hormon-hormon inilah yang akan bekerja


(27)

Pada penelitian yang dilakukan Nindar (2011) dalam Mustika masih dalam hubungan terapi hijamah dengan penurunan tekanan darah di klinik Al Hijamah Sleman Yogyakarta, didapatkan hubungan antara terapi hijamah dengan penurunan tekanan darah pada subyek yang menderita hipertensi, hal ini terbukti dengan terjadinya tren penurunan pada 20 subyek penelitian dengan tingkat kepercayaan 95% menghasilkan nilai p=0.000.

Dari hasil penelitian Mustika (2012) dengan menggunakan desain pre

eksperiment designs dengan model one group pretest posttest pada penderita

hipertensi yang diperoleh secara accidental sampling. Pengumpulan data

dilakukan dengan tensimeter digital dan lembar observasi. Hasil uji univariat menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum terapi bekam 153,10 mmHg, dengan standar deviasi 21,361 mmHg, nilai minimum 132 mmHg, dan nilai maksimum 199 mmHg. Rata-rata tekanan darah sistolik setelah terapi hijamah 143,75 mmHg, dengan standar deviasi 19,740 mmHg, nilai minimum 124 mmHg dan nilai maksimum 186 mmHg. Sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik sebelum terapi hijamah 94,50 mmHg dengan standar deviasi 10,923 mmHg, nilai minimum 80 mmHg dan nilai maksimum 111 mmHg. Hasil uji Wilcoxon, terdapat pengaruh yang bermakna pada tekanan darah siastolik dan diastolic pasien hipertensi sebelum dan setelah terapi hijamah dengan nilai p 0,000 (sistolik) dan 0,003 (diastolik) dimana p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terapi hijamah dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.


(28)

Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Agustin (2010) dalam Mustika, dimana dari hasil penelitian menunjukkan terapi hijamah dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.


(1)

Tanggal terbaik untuk berhijamah adalah 17, 19 dan 21 bulan qomariyah. Apabila membutuhkan penanganan segera, uapkan pasien selama setengah jam baik menggunakan lampu TDP selama 20 menit, kemudian istirahatkan 10 menit baru dilakukan terapi hijamah. Lakukan bekam di ruangan hangat untuk menghindari demam karena sejuknya ruangan.

Hari terbaik untuk hijamah adalah hari senin, selasa, dan kamis, sedangkan hari yang tidak disunnahkan adalah hari rabu, karena rabu merupakan hari dimana nabi Ayyub tertimpah malapetaka. Tidaklah timbul penyakit kusta dan lepra, kecuali pada hari rabu atau malam hari rabu dan waktu yang paling baik untuk hijamah adalah saat tengah hari yaitu selepas Zuhur (Umar, 2013).

2.2.5.Titik-Titik Hijamah dan Manfaatnya

Adapun beberapa titik-titik hijamah dan manfaat hijamah terdapat pada tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.3. Titik-Titik Hijamah dan Manfaatnya Gejalah yang di

rasakan Tanda-Tanda Tubuh Titik Hijamah Manfaat Penglihatan agak kabur

Di lihat dari mata Di tengkuk Memperbaiki penglihatan

Pusing, migraine, vertigo, daya ingat menurun

Garis biru atau kehijauan pada telapak tangan

Dua urat leher Melancarkan darah kebagian kepala

Hipertensi, asam urat, kolesterol, sulit mengawal emosi

Ruas ujung jari berwarnah lebih merah dan keras

Kedua bahu Menormalkan tekanan darah dan kadar asam urat

Berdebar-debar, mudah kaget, nafas pendek, mudah ngantuk, sulit tidur, dada kiri sakit bila di

Di telapak tangan, di perut, ibu jari ada urat berwarna kehijauan atau kebiruan

Di punggung, di sebelah ke dua belikat

Menormalkan kerja

jantung dan pernafasan


(2)

gemuk tulang iga Sumber: Umar, 2013.

Menurut Suhardi & Syafa’ah (2010), dari sekian banyak titik-titik hijamah hanya beberapa yang digunakan dalam pengobatan hipertensi yaitu :

a. KHL1 (Kaahil/punduk) : posisi titik ini tepat berada di bawah tulang cervical ke 7.

b. UN2 & UN3 ( Akhdain) : posisi ini tepat berada pada daerah urat di kedua sisi leher.

c. UM (Ummu Mughis) : posisi ini tepat berada pada daerah puncak kepala.

Menurut Susiyanto (2013) dengan menggunakan metode ODT untuk keluhan hipertensi adalah 9 point wajib, ditambah sensor saraf pusat.

a. Kaahil/punduk : posisi titik ini tepat berada di bawah tulang cervical ke 7.

b. Akhda’in : posisi ini tepat berada pada daerah urat di kedua sisi leher.

c. Katifain : posisi ini tepat berada pada daerah bahu. d. Warik : posisi ini tepat berada pada daerah pinggang. e. UM (Ummu Mughis) : posisi ini tepat berada pada daerah puncak

kepala.


(3)

2.2.6.Kontra Indikasi Hijamah

Adapun kontra indikasi hijamah menurut Rahmadi (2012) yaitu : a. Kulit keriput

b. Anemia

c. Orang yang mengkonsumsi obat pengencer darah, seperti asam salisilat, warfarin dan heparin.

d. Penyakit kulit kronis (tempat penghijamahan).

e. DM (diabetes mellitus) dengan GDS (gula darah sewaktu) >300 mg/dl, khususnya di daerah neuropathy.

f. Hipertensi maligna (Systole >190).

g. Kelainan darah seperti; Hemophilia, Leukemia, Malignan Enemia, Thrombositopenia

h. Oedema anasarka.

Menurut Mustika (2012) dalam pengantar buku berjudul Bekam Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis, cara kerja hijamah adalah di bawah kulit dan otot terdapat banyak titik syaraf. Titik-titik ini saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan lainnya sehingga bekam dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun pada titik simpul syaraf terkait. Penghijamahan biasanya dilakukan pada permukaan kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis) jaringan ini akan “rusak”.

Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin, histamine, bradiknin, slow reaction substance (SRS) serta zat-zat lain yang belum


(4)

reaction pada daerah yang dihijamah. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya corticotrophin releasing factor (CRF), serta releasing factors lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH, corticotrophin dan corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel.

Sedangkan golongan histamine yang ditimbulkannya mempunyai manfaat dalam proses reparasi (perbaikan) sel dan jaringan yang rusak, serta memacu pembentukan reticulo endothelial cell, yang akan meninggikan daya resistensi (daya tahan) dan imunitas (kekebalan tubuh). Sistem imun ini terjadi melalui pembentukan interleukin dari sel karena faktor neural, peningkatan jumlah sel T karena peningkatan set-enkephalin, enkephalin dan endorphin yang merupakan mediator antara susunan sistem saraf pusat dan sistem imun, substansi P yang mempunyai fungsi parasimpatis dan sistem imun, serta peranan kelenjar pituitary dan hypothalamus anterior yang memproduksi CRF.

Pada endokrin terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hypothalamus

dan pituitary sehingga menghasilkan ACTH, TSH, FSH-LH, ADM. Sedangkan

melalui sistem perifer langsung berefek pada organ untuk menghasilkan hormon-hormon insulin, thyroxin, testosteron. Hormon-hormon inilah yang akan bekerja sesuai dengan organ yang memproduksi hormon tersebut.


(5)

Pada penelitian yang dilakukan Nindar (2011) dalam Mustika masih dalam hubungan terapi hijamah dengan penurunan tekanan darah di klinik Al Hijamah Sleman Yogyakarta, didapatkan hubungan antara terapi hijamah dengan penurunan tekanan darah pada subyek yang menderita hipertensi, hal ini terbukti dengan terjadinya tren penurunan pada 20 subyek penelitian dengan tingkat kepercayaan 95% menghasilkan nilai p=0.000.

Dari hasil penelitian Mustika (2012) dengan menggunakan desain pre eksperiment designs dengan model one group pretest posttest pada penderita hipertensi yang diperoleh secara accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tensimeter digital dan lembar observasi. Hasil uji univariat menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum terapi bekam 153,10 mmHg, dengan standar deviasi 21,361 mmHg, nilai minimum 132 mmHg, dan nilai maksimum 199 mmHg. Rata-rata tekanan darah sistolik setelah terapi hijamah 143,75 mmHg, dengan standar deviasi 19,740 mmHg, nilai minimum 124 mmHg dan nilai maksimum 186 mmHg. Sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik sebelum terapi hijamah 94,50 mmHg dengan standar deviasi 10,923 mmHg, nilai minimum 80 mmHg dan nilai maksimum 111 mmHg. Hasil uji Wilcoxon, terdapat pengaruh yang bermakna pada tekanan darah siastolik dan diastolic pasien hipertensi sebelum dan setelah terapi hijamah dengan nilai p 0,000 (sistolik) dan 0,003 (diastolik) dimana p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terapi hijamah dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.


(6)

Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Agustin (2010) dalam Mustika, dimana dari hasil penelitian menunjukkan terapi hijamah dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.