2017 Ekokes Sesi 4 YH Priority Setting Membuat Prioritas dalam Pelayanan Kesehatan

Membuat Prioritas
dalam Pelayanan
Kesehatan
Yulita Hendrartini

Pendahuluan
 Bab ini memuat isu yang luas tentang
bagaimana sumber daya digunakan
dalam sektor kesehatan dan
menfokuskan pada efisiensi alokasi
(menempatkan sumber daya untuk
digunakan dalam cara yang dapat
memaksimalkan tujuan kesehatan dan
sosial yang lain).

Ada berbagai pertanyaan
penting dalam menetapkan
prioritas:
 Siapa yang harus dikonsultasi untuk
prioritas pelayanan?
 Bagaimana menggabungkan berbagai

input yang berbeda untuk
menghasilkan rencana pelayanan?
 Bagaimana sumber daya dan program
dialokasikan antar daerah?
 Dan ketika sumberdaya tidak cukup
untuk membiayai pelayanan yang costeffective, bagaimana keputusan
rasional yang harus diambil?

Priority setting: siapa yang
harus diprioritaskan?
Ada berbagai kelompok :
 Individual dan keluarga
 Organisasi masyarakat
 Staf kesehatan
 Administrator kesehatan regional dan
kabupaten
 Pembuat kebijakan di tingkat nasional,
pada Depkes atau departemen yang lain

Setiap kelompok mempengaruhi prioritas

kesehatan di berbagai cara dan masingmasing mempunyai perspektif yang
berbeda pada pelayanan kesehatan

Bagaimana cara melakukan
prioritas secara benar?
 Penetapan prioritas terjadi di
berbagai tingkat sistem dan di
berbagai cara. Tidak ada cara yang
paling benar untuk membuat
prioritas, karena prioritas adalah
subjektif dan relatif.
 Penetapan prioritas melibatkan
keseimbangan antara berbagai
tujuan dan berbagai sudut pandang.

Perspektif Pengguna
Demand untuk pelayanan kesehatan oleh
individual dan keluarga dipengaruhi oleh
banyak faktor, termasuk:
 Kebutuhan objektif mereka

 Persepsi mereka akan sakit, apa
penyebabnya, pengobatan apa yang sesuai
 Akses terhadap pelayanan kesehatan, secara
geografis
 Daya jangkau pelayanan (kemampuan
membayar pelayanan kesehatan)
 Penerimaan terhadap pelayanan

Bagaimana para perencana
mengetahui prioritas?
 Data epidemiologis tentang mortalitas
dan morbiditas
 Metode survei kualitatif
 Akses (dalam hal fisik)
 Daya Jangkau (Affordability)
 Isu tentang equity yang umum juga
terkait

Perspektif masyarakat


 Meminta kelompok perwakilan masyarakat
untuk membuat prioritas antara berbagai
pelayanan. Ini dapat dikombinasi dengan
informasi epidemiologi dan data costeffectiveness untuk menghasilkan semacam
rangking lokal.
 Berikan kelompok tersebut pilihan tentang
pelayanan mana yang harus dihentikan
atau dilanjutkan dalam hambatan situasi
anggaran.
 Konsultasi pada kelompok user tentang
pelayanan tertentu.

Perspektif staf medis
 Kelompok ini meliputi dokter,
perawat, bidan, dokter gigi: semua
orang yang memberikan pelayanan
langsung kepasien.
 Mereka memainkan peran dalam
penentuan prioritas karena mereka
mendistribusikan pelayanan

kesehatan
misalnya memutuskan jenis tindakan
atau obat ; memutuskan siapa pasien
yang akan dilayani dalam suatu
situasi dimana demand melebihi
suplai

Catatan tentang staf medik
 Mereka adalah agen yang tidak sempurna
 Sebagai agen pasien, mereka juga agen
bagi mereka sendiri dan faktor seperti
kenyamanan dan keuntungan memainkan
peran.  conflict of interest ; supply
induced demand
 Dapat mengabaikan tugas publiknya
untuk mempengaruhi utilisasi pada klinik
praktek sore adalah contoh lain dari dokter
sebagai profit-maximiser.
 Secara umum , dokter mempunyai sedikit
kesadaran tentang biaya (daripada

kesadaran tentang mereka sendiri). 
kurang peduli terhadap cost containment

Model Quasi Market
 provider (self governing organisations
yang menyediakan pelayanan seperti
rumah sakit dan dokter umum) dan
 purchaser (health authorities dan dokter
umum pemegang dana (dokter
puskesmas) yang bertanggung jawab
untuk menentukan pelayanan apa yang
dibeli dari provider).
 Selain terintegrasi secara vertikal dalam
birokrasi organisasi dengan historic
budget, provider diharapkan untuk
berkompetisi mendapat kontrak dari
purchaser.
Pengaturan “gate keeper”
Dan rujukan berjenjang


Alokasi sumber daya secara
geografis
 Teori tentang alokasi sumber daya ( atau
reccurent funds) untuk provinsi dan
kabupaten mengikuti hal berikut:
 Uang dan sumber daya lain seperti staf,
harus dialokasikan menurut kebutuhan
 Proses harus sederhana, menggunakan
data yang tersedia, yang di up date
secara reguler dan terpercaya (reliabel)
 Perhitungan harus objektif dan transparan
sehingga tidak ada yang merasa telah
diperlakukan tidak adil
 Harus dihindari untuk membuat ‘insentif
yang tidak baik’  penetapan indikator
berbasis “keadilan”

Pada prakteknya, bagaimana
menghitung kebutuhan?


 pengukuran pertama yang umumnya
dipakai adalah ukuran populasi dan
kemampuan daerah yang memberi
indikasi tentang kebutuhan pelayanan.
 Rumus-rumus yang menggunakan data
populasi harus mengantisipasi
perubahan dalam ukuran populasi
selama periode tertentu, yaitu kelahiran,
kematian dan migrasi.

Jika data tersedia, ini dapat
disesuaikan untuk sejumlah
faktor lain, seperti:
Profil umur dan jenis kelamin pada
populasi.
morbidity
Indikator social deprivation.
Biaya untuk penyediaan
pelayanan.
Infra struktur


Ada sejumlah isu lain yang dipertimbangkan
dalam menetapkan rumus alokasi sumber daya.
 Bagaimana menggunakannya. Jika penggunaan
sistem pengalokasian sumberdaya yang baru akan
merubah pembayaran ke tiap wilayah saat ini, 
perlu waktu untuk menyesuaikan dengan memberi
peringatan dan adaptasi dalam sistem yang baru
pada tahun-tahun ke depan.
 cross boundary flows. Umumnya penduduk pada
satu wilayah menggunakan pelayanan di daerah
lain
 Memperhitungkan sumber dana yang lain. Salah
satu masalah utama untuk negara berkembang
dalam usaha mencapai alokasi sumber daya yang
adil dan rasional adalah bahwa banyak saluran
dana yang sulit dikontrol. Satu-satunya pilihan
mungkin adalah dengan menaikkan pembobotan
deprivasi dalam rumus dasar untuk menghitung
besarnya perbedaan status ekonomi di berbagai

wilayah di suatu negara.

Perbedaan kapasitas antar
daerah.
 Alokasi sumber daya merupakan salah satu
alat utama dalam mencapai equity dalam
penyelenggaraaan pelayanan kesehatan di
berbagai daerah.
 Bobot daerah DPTPK
 Ketersediaan infrastruktur
 Rasio pembiayaan dll

 Syarat utama adalah bahwa data tersedia
dan dapat dipercaya (misalnya, tidak
mudah dirubah atau dipalsukan).

Rationing dan Paket esensial
Kriteria yang tidak diberi subsidi
Kriteria yang diberi subsidi.
Menggunakan konsep paket

esensial.

Kriteria yang tidak diberi
subsidi:
 Program yang tidak efektif
 Pelayanan bersifat private goods

 Supply berlebih
 Terkadang ada kondisi ekstrim dimana
para perokok tidak boleh disubsidi.

Yang diberi subsidi :
 Immunisasi (UKM)
 Pelayanan kesehatan sekolah
 Promosi kesehatan (gizi dan KB)

 Pengurangan alkohol dan merokok
 Regulasi, informasi dan investasi terbatas di
rumahtangga
 Pencegahan AIDS.

 KIA
 KB
 dll

Yang diberi subsidi (klinik)
 Perawatan terkait dengan kehamilan
 Pelayanan Keluarga Berencana
 Pengendalian TB

 Pengendalian penyakit menular
 Penanganan penyakit anak serious seperti diare,
Infeksi Saluran Pernapasan, campak, malaria dan
malnutrisi.

Untuk ahli ekonomi kesehatan, ide menggeser sumber
daya dari aktivitas yang relatif rendah manfaatnya ke
suatu investasi ke aktivitas yang lebih cost effective
betul betul menarik. Namun demikian, ada berbagai
poin penting yang perlu diperhatikan:
1.Prioritas dan informasi lokal
2. Keterbatasan sumberdaya
3.Perspektif sistem kesehatan
4.Menjaga keuntungan yang ada sekarang
5.Tren penyakit ke depan
6. Kolaborasi intersektoral
7. Penerimaan publik/politis

Apa yang diperlukan untuk
negara sedang berkembang?
 Dengan keterbatasan sumber daya, jumlah strategi yang
sesuai:
 meningkatkan sumber daya, menggunakan kriteria seperti
equity
 meningkatkan efisiensi teknis dengan memperbaiki
manajemen
 melakukan alokasi

The « Five Steps » in Priority Setting

What is the burden
of disease?

What is the present
resource flow for that
disease/risk?

Why does the
burden persist?

How cost-effective
are present
interventions?

How cost-effective
could future
interventions be?

Stages in a PBMA (program budgeting marginal
analysis ) priority setting process
PBMA Stages
1) Determine the aim and scope of the priority setting exercise

2) Compile a program budget (i.e. map of current activity and expenditure)
3) Form marginal analysis advisory panel
4) Determinie locally relevant decision making criteria
a. Decision maker input
b. Board of Director input
c. Public input
5) Advisory panel to identify options in terms of:
a. areas for service growth
b. areas for resource release through producing same level of output (or
outcomes) but with less resources
c. areas for resource release through scaling back or stopping some services
6) Advisory panel to make recommendations in terms of:
a. funding growth areas with new resources
b. decisions to move resources from (5b) into (5a)
c. trade-off decisions to move resources from (5c) to (5a) if relative value in (5c)
is deemed greater than that in (5a)
7) Validity checks with additional stakeholders and final decisions to inform budget
planning process

Specific points to consider when applying PBMA
Point to consider
Strategically select the first
PBMA exercise in a health
organization in an area where
there is a confirmed champion
and an 'easy-win'
Use an introductory session to
communicate underlying
economic concepts and
specifically what the
application plan is

Ideal time to
address

Rationale

Need champion for group buy-in
Prior to specific and follow-through of
recommendations; early success
applications
will aid in the organizational
being selected
uptake of the approach
At the outset of
the process

Panel members have to
understand opportunity cost for
buy-in; provides opportunity to
adjust the plan early on

Advisory panel meetings held
at 2–4 week intervals

Throughout the
PBMA process

Need adequate time to review
literature and do background
work but do not want a drawn
out process; complete in < 6
months

Consider using one-on-one
meetings with advisory panel
members to identify options
for resource release

When
discussing
options for
resource
release

Not all members will feel
comfortable presenting a view in
the larger group

Put less emphasis on having
all the 'data' to support a
decision and more on drawing
out opinions from the expert
group

Particularly in
the later
sessions of the
process

Earmark resources (i.e. staff
time) to enact the panel
recommendations

Stated at the
outset, carried
out following
the exercise

Reliance on 'softer' forms of
evidence to support process
such as expert opinions and
qualitative research,
particularly when 'hard'
evidence is not available

Throughout
PBMA process

This is the type of information
decision makers are familiar with
and which is often available in
practice

Tap into public for
development of criteria on
which decisions are to be
based

At the outset of
the process

Public may not have technical
knowledge to make specific
trade-offs but certainly can offer
valuable insight on values and
specific criteria

Data can only take the group so
far and can be used as a crutch
not to make a decision;
ultimately group need to have
confidence in making their own
recommendations
Recommendations by
themselves will not see action
without dedicated resources to
move them forward

Conditions of Accountability for
Reasonableness framework
Condition

Description

Publicity

Limit-setting decisions and their rationales must be publicly accessible.

Relevance

These rationales must rest on evidence, reasons, and principles that fairminded parties (managers, clinicians, patients, and consumers in general)
can agree are relevant to deciding how to meet the diverse needs of a
covered population under necessary resource constraints.

There is a mechanism for challenge and dispute resolution regarding limitsetting decisions, including the opportunity for revising decisions in light of
Appeals
further evidence or arguments.
There is either voluntary or public regulation of the process to ensure that
Enforcement
the first three conditions are met.

Barriers and facilitators for explicit
priority setting
Barriers

Facilitators

- lack of trust between stakeholders

- senior level managerial and clinical
champions

- physicians not on board
- advisory panel lacking health economic
knowledge and/ or allocation experience

- strong leadership

- politics preventing program evaluation

- integrated budgets

- discontinuity of personnel

- resources earmarked for process itself and
follow-up on recommendations

- too many administrative demands leaving
priority setting as a low priority activity

- built in incentives for appropriate and
efficient spending

- culture to learn and change

KESIMPULAN
 Penetapan Prioritas harus dilakukan dalam
setiap implementasi program karena
“KETERBATASAN SUMBER DAYA”
 Perlu komunikasi dan advocacy antar
stakeholder untuk menetapkan program
prioritas
 Prioritas Program ditetapkan secara nasional,
namun harus mempertimbangkan faktor lokal
dalam implementasinya