SKRIPSI DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE ANGKATAN 2002─2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS DALAM BIMBINGAN PRIBADI

  SKRIPSI

DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE

ANGKATAN 2002

  ─2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS

DALAM BIMBINGAN PRIBADI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Bimbingan dan Konseling Oleh:

  Noren NIM : 021114014

  PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  

MOTTO

  ¾ Serahkanlah segala kecemasanmu kepada Tuhan sebab Ia yang memelihara kamu (1 Petrus 5:7).

  ¾ Jangan menggantungkan harapanmu pada manusia semata, akan tetapi berharaplah pada Kasih setia-Nya yang tak pernah mengecewakanmu.

  ¾ Pengalaman adalah”guru” yang paling baik.

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan kepada Persaudaraan suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) tercinta mengasihiku apa adanya dan tempat pengabdianku kepada-Nya

  Dengan penuh kegembiraan.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 30 September 2009 Penulis,

  Noren

  

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata DharmaYogyakarta: Nama : Noren NIM : 021114014 Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: DESKRIPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE ANGKATAN 2002—2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS DALAM BIMBINGAN PRIBADI. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 30 September 2009 Yang menyatakan Noren

  

ABSTRAK

DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE

ANGKATAN 2002 ─2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

  

ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS

DALAM BIMBINGAN PRIBADI

  Noren Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2009

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002 2008 tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi (2) persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002

  2008 tentang setiap unsur komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi. Subyek penelitian ini adalah para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002

  −2008 berjumlah 33 suster yang ada di propinsi Sumatera utara, DKI Jakarta dan DIY. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan metode survei dengan mengunakan kuesioner. Kuesioner ini terdiri dari 50 item mengenai lima unsur komunikasi antarpribadi yaitu unsur pembukaan diri, saling membangun kepercayaan, saling mendengarkan sambil memahami, saling mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal, saling menerima dan mendukung.

  Hasil penelitian ini adalah: (1) Ada 31 suster yunior FSE (94%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi berkualifikasi baik. Ada 2 suster yunior FSE (6%) yang berpersepsi (berpendapat) bahwa komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi masih berkualifikasi masih kurang baik. (2) Ada 12 suster yunior (36,4%) mempunyai persepsi bahwa dalam hal komunikasi antarpribadi dalam bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas berkualifikasi baik dalam masing-masing unsur komunikasi antarpribadi. Ada 21 suster yunior FSE (63,6%) mempunyai persepsi bahwa dalam hal komunikasi antarpribadi dalam bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas berkualifikasi cukup baik dalam masing-masing unsur komunikasi antarpribadi.

  

ABSTRACT

T HE D ESCRIPTION OF THE JUNIOR SISTER ’ S PERCEPTION OF FSE

C ONGREGATION FROM THE YEAR OF 2002-2008, ABOUT THE

  • - COMMUNICATION INTER PERSONAL BETWEEN THEM AND THE COMMUNITY

LEADER IN THE PERSONAL COUNSELING

  Noren Sanata Dharma University. Yogyakarta

  2009 The purpose of this research was conducted to know; (1) The perception of the FSE junior sisters from the year of 2002-2008 about the inter-personal communication between them and the community leader in personal counseling. (2) The perception of FSE junior sister from the year of 2002-2008 about each cases in the inter -personal communication between them and the community leader in the personal counseling. The research subjects are: the junior sisters of FSE Congregation in the year of 2002-2008. The number respondents are 33 sisters who live in North Sumatera, DKI Jakarta and DIY.

  The researcher used the descriptive research with the survey method by using questioners that consist of 50 items related to the inter-personal communication theory. They are: Opening personal minded, Building the trust, Listening and Understanding each other, Sharing of feelings in verbal and non verbal, Receiving and Supporting each other.

  The results of this research are: (1)There are 31 junior sisters of FSE Congregation (94%) have perception that the inter-personal communication between them and the community leader in the personal counseling is “good

  

qualification ”. (2) There are 2 junior sisters of FSE (6%) have perception that the

  inter- personal communication between them and the community leader in the personal counseling is “good enough”.

  There are 12 junior sisters of FSE (36, 4%) have perception that the inter- personal communication in the personal counseling between them and the community leader is good qualification in each interpersonal communication cases. There are 21 junior sisters of FSE (63, 6%) have perception that the interpersonal communication in the personal counseling between them and the community leader is good enough in each interpersonal communication cases.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas bimbingan berkat, rahmat dan karunia-Nya yang telah penulis terima selama proses penulisan skripsi ini sampai selesai. Penulis sungguh-sungguh sadar bahwa ada banyak pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam membantu proses perkuliahan sampai penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

  1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, sebagai Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M. Hum sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesetiaan, kesabaran dan ketekunan dalam membimbing penulis menyusun skripsi ini sampai selesai.

  3. Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A sebagai dosen penguji satu yang dengan dan sabar dan setia memeriksa, mengkritisi, memberikan masukan dan saran selama proses penulisan skripsi.

  4. A. Setyandari, S. Pd, Psi, M.A, sebagai Dosen penguji kedua dan sekaligus Sekretaris Prodi Bimbingan Konseling yang sudah membantu penulis untuk mencarikan dosen penguji.

  5. Drs. Gendon Barus, M. Si yang dengan sabar dan setia memeriksa,

  6. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat penulis gunakan sebagai bekal hidup yang berharga.

  7. Pegawai Sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling yang selalu setia memberikan pelayanan dalam hal administrasi.

  8. Pihak Perpustakaan yang memberikan pelayanan yang baik dengan meminjamkan buku-buku pendukung selama perkuliahan sampai penulisan skripsi.

  9. Sr.M.Wilfrida Simblon FSE. Sebagai Pemimpin Umum Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth yang telah mengijinkan peneliti untuk mengadakan penelitian kepada suster-suster yunior kongregasi FSE.

  10. Para Pemimpin Komunitas yang telah mendukung dan memperlancar proses jalannya penelitian.

  11. Para Suster FSE Komunitas Santo Yohanes Don Bosco Yogyakarta yang dengan setia mendukung dan mendoakan peneliti selama proses perkuliahan sampai selesai.

  12. Para suster yunior FSE yang bersedia mengisi kuesioner yang digunakan untuk penulisan skripsi.

  13. Fr. Paulus Paji Keban CMM, Rm Agustinus Pr, Br Cypri OFM yang selalu setia mendukung dan mendoakan peneliti dan siap sedia membaca serta mengkritisi skripsi.

  14. Keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti sehingga terdorong

  15. Saudara Asep, mbak Ola, Ina, Sari, Arya dan teman-teman Prodi BK angkatan 2002 dan 2003 yang selalu memberikan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan skripsi sampai selesai.

  16. Sahabat-sahabat dan teman-teman yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang mendukung penulis selama menjalani tugas belajar di Universitas Sanata Dharma.

  Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi semua pihak terlibat dalam pembinaan suster-suster yunior.

  Yogyakarta, 30 September 2009 Penulis

  Noren

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................... v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………. .. vi ABSTRAK ............................................................................................. vii ABSTRACT .......................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................................. xv DAFTAR GRAFIK…………………………………………………… . xvi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii BAB I: PENDAHULUAN ....................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah .....................................................

  1 B. Rumusan Masalah ..............................................................

  6 C. Tujuan Penelitian ..............................................................

  7 D. Manfaat Penelitian ............................................................

  7 E. Defenisi Operasional .........................................................

  8 BAB II: KAJIAN TEORITIS ................................................................

  10 A. Hakekat Persepsi .................................................................

  10 1. Pengertian persepsi ......................................................

  11

  2. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi persepsi suster yunior………………………………………………….. 11 a. Perhatian (Attention).................................................. ..

  11

  b. Fungsional……………………………………………

  11 c. Struktural…………………………………………….

  12

  3. Syarat terjadinya persepsi………………………………

  12

  a. Adanya Obyek yang dipersepsikan…………………

  13 b. Adanya indera atau reseptor………………………..

  13 c. Menyadari atau mengadakan……………………….

  13 B. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth ..........................

  14 1. Gambaran Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth ..

  14 a.Kongregasi FSE di Belanda .......................................

  14 b.Kongregasi FSE di Indonesia .....................................

  17 2. Pembinaan Para Suster Yunior di Indonesia .................

  21

  a. Aspek Kepribadian…………………………………

  22

  b. Aspek Kharisma……………………………………

  22 c. Aspek Fransiskan…………………………………..

  23 c. Aspek Hidup Religius…………………………….. .

  24 d. Aspek Apostolat (Kerasulan)……………………….

  26 3. Pemimpin Komunitas di Kongregasi FSE………….. ...

  27 a. Pengertian Pemimpin Komunitas ………………….

  27

  b. Peran Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan pribadi

  27

  4. Bimbingan pribadi di Kongregasi FSE…………………

  29

  a. Pengertian Bimbingan Pribadi………………………

  29 b. Tujuan Bimbingan Pribadi di Kongregasi FSE…….

  29 C. Komunikasi Antarpribadi Pemimpin Komunitas dengan Suster Yunior ……………………………………………………. .

  32 1.Pengertian Komunikasi Antarpribadi………………….. .

  32 2.Unsur-unsur Komunikasi Antarpribadi………………. ...

  32 a. Unsur Pembukaan Diri……………………………..

  33 b. Unsur Saling Membangun Kepercayaan………….. .

  34 c. Unsur Saling Mendengarkan Sambil Memahami…..

  36

  d. Unsur Saling Mengungkapkan perasaan secara verbal dan secara non verbal. ...............................................

  36 e. Unsur Saling Menerima dan Mendukung. ................

  37

  D. Integrasi Kelima Unsur Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Pribadi dalam Konteks Hidup berkomunitas ....

  38 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ...........................................

  41 A. Jenis Penelitian ...................................................................

  41 B. Subyek Penelitian. ................................................................

  41 C. Instrumen Penelitian ...........................................................

  42 1. Alat Pengumpul Data ...................................................

  42 2. Kisi-kisi Penelitian .......................................................

  44

  3. Validitas ………………………………………………

  46 4. Reliabilitas Kuesioner ..................................................

  47 D. Prosedur Pengumpulan Data ..............................................

  48 E. Teknik Analisis Data ..........................................................

  49 BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................

  53 A. Hasil Penelitian ...................................................................

  53 B. Pembahasan Hasil Penelitian ...............................................

  56 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................

  59 A. Kesimpulan ........................................................................

  59 B. Saran ..................................................................................

  60 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

  61 LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................

  63

  DAFTAR TABEL

  H alaman Tabel 1: Penyebaran Kuesioner ……………………………………. 42 Tabel 2: Kisi-kisi Kuesioner Penelitian …………………………… 44 Tabel 3: Kriteria Acuan Kategorisasi Komunikasi Antarpribadi Tabel 4: Kategori Unsur Pembukaan Diri dalam Komunikasi Antar pribadi.........................................................................

  54 Tabel 5: Kategori Unsur Saling Membangun Kepercayaan… …… … 54 Tabel 6: Kategori Unsur Saling Mendengarkan Sambil Memahami…. 54 Tabel 7: Kategori Unsur Saling Mengungkapkan Perasaan secara Tabel 8: Kategori Unsur saling menerima dan mendukung… ……. .. 55

  Tabel 9: Kategori (Gabungan Semua Unsur/ Komposit) dalam Komunikasi Antarpribadi .………………………………….. 55

  

GRAFIK

  Halaman Grafik : Skor Rata-rata Persepsi Suster Yunior FSE Angkatan tentang Komunikasi Antarpribadi Antara Mereka dengan Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi ……… …..53

  LAMPIRAN Lampiran 1: Pengantar Kuesioner ..........................................................

  63 Lampiran 2: Kuesioner Penelitian .......................................................... 63 Lampiran 3:Tabulasi Data Hasil Penelitian …………………………….

  67 Lampiran 4: Kualifikasi Perolehan Skor setiap Unsur Komunikasi Antarpribadi Para suster Yunior dengan Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi…………………….

  72 Lampiran5: Kategorisasi Skor Gabungan persepsi suster Yunior FSE 74 Lampiran 6: Hasil analisis klasifikasi Komunikasi Antarpribadi

  Para suster yunior FSE dengan pemimpin komunitas Dalam bimbingan pribadi……………………………....

  75 Lampiran 7: Surat ijin melakukan penelitian………………………. 76 Lampian 8: Surat keterangan telah melakukan penelitian………… 77

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. A. Latar Belakang Masalah Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) adalah serikat para suster

  yang didirikan oleh Sr. M. Mathilda Leenders dan disahkan oleh Mgr. Hendrikus Van Beek, Pr. pada tanggal 1 Agustus 1880 di Breda (Belanda). Kemudian Para Suster FSE dari Belanda mengembangkan karya FSE ke Negara Indonesia tanggal

  29 September 1929. Pada awalnya, Kongregasi ini bernama Penitenten

  

Recolectinen Van De Heilige Fransiscus Van Asissi yang sekarang dikenal dengan

  nama Kongregasi FSE dengan ciri khas hidup dalam semangat pertobatan secara terus-menerus/peniten recolectin (Konstitusi, 2000: A).

  Berdasarkan keanggotaannya, Kongregasi FSE di Indonesia terdiri dari para suster senior, medior, dan yunior. Dalam tulisan ini, peneliti memfokuskan kepada para suster yunior FSE di Indonesia yang terdiri dari 33 orang suster. Para suster FSE yang berada dalam masa pembinaan awal atau tahap profesi sementara disebut suster muda atau suster yunior dengan rentang waktu selama 6

  −9 tahun (Kan, 659.1). Pada masa ini, para suster yunior masih harus menjalani pembinaan secara intensif sebelum mereka bergabung secara definitif dalam Kongregasi FSE dengan mengikrarkan kaul kekal. Salah satu program pembinaan adalah dalam

  2 mencintai Kongregasi FSE lewat hidup persaudaraan dan karya perutusan.

  Bimbingan pribadi termasuk ke dalam program pembinaan yang dilaksanakan oleh Kongregasi FSE terhadap suster yunior. Isi dari bimbingan pribadi ini meliputi lima aspek pembinaan, yaitu aspek kepribadian, kharisma, fransiskan, hidup religius (kaul serta doa), dan apostolat (kerasulan). Aspek kepribadian bertujuan membantu para suster yunior untuk mengenal diri secara lebih baik, semakin menerima diri, memahami diri, dan percaya diri. Aspek kharisma bertujuan membantu para suster yunior agar semakin terbuka akan rahmat panggilan dan menghayati Kharisma dan Spiritualitas Kongregasi. Aspek fransiskan bertujuan membantu para suster yunior agar semakin menghayati Injil secara radikal dengan semangat kedinaan, kegembiraan dalam persaudaraan, dan pertobatan seperti yang dihidupi oleh Santo Fransiskus Asissi. Aspek hidup religius/Kaul bertujuan untuk membantu para suster yunior agar semakin mengembangkan hidup rohani melalui hidup doa, latihan rohani, matiraga, dan menghayati ketiga kaul (ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian). Aspek apostolat (kerasulan) bertujuan untuk membantu para suster yunior semakin melakukan pelayanan kepada orang kecil, miskin, dan menderita sakit secara lebih baik.

  Kongregasi FSE menyediakan berbagai macam program pembinaan bagi semua suster yunior, medior dan senior. Akan tetapi peneliti hanya memfokuskan perhatian program pembinaan melalui bimbingan pribadi bagi suster yunior, karena pada masa ini, para suster yunior masih perlu dibina secara intensif agar mereka semakin dewasa dalam masing-masing kelima aspek di atas. Dengan

  3 melaksanakan perutusan secara lebih baik, sambil mempersiapkan dirinya untuk kaul kekal.

  Kegiatan bimbingan pada masa yuniorat di Kongregasi FSE dilaksanakan oleh Tim Pembina. Tim pembina terdiri dari pemimpin komunitas, pemimpin karya, dan pembimbing rohani. Penelitian ini difokuskan pada komunikasi antarpribadi yang terjadi antara pemimpin komunitas dengan suster yunior yang dibina. Pandangan atau persepsi suster yunior tentang komunikasi antarpribadi dari pihak pemimpin komunitas disoroti juga dalam penelitian ini dengan alasan:

  

pertama, pemimpin komunitas mempunyai peluang yang lebih banyak untuk

  mengikuti perkembangan suster yunior secara langsung dalam hidup berkomunitas. Kedua, pemimpin komunitas mempunyai tanggung jawab utama sebagai fasilitator untuk membantu perkembangan hidup panggilan para suster yunior di komunitas.

  Pemimpin komunitas membina para suster yunior dengan dua cara:

  

Pertama, pemimpin komunitas memberikan teladan hidup (perilaku) dengan

  menghidupi nilai-nilai hidup dan kekhasan di Kongregasi FSE. Kedua, pemimpin komunitas membina suster yunior melalui pertemuan secara pribadi yang disebut bimbingan pribadi. Untuk itu, para suster yunior minimal sekali dalam tiga bulan diwajibkan mengikuti bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas (Statuta, 2000 pasal 4: 64.3).

  Bimbingan pribadi penting bagi para suster yunior karena menjadi sarana untuk berkomunikasi dengan pemimpin komunitas dan merupakan kesempatan

  4 mengungkapkan kepada pemimpin komunitas pengalaman dan pergulatan dalam menjalani panggilan sebagai religius dalam hidup sehari-hari. Pertemuan pemimpin komunitas dengan suster yunior dalam bimbingan pribadi akan menjadi efektif apabila dalam pertemuan itu terjadi komunikasi antarpribadi yang baik dan tepat. Menurut Supratiknya (1995:14–73), ada lima unsur komunikasi antarpribadi, yaitu pembukaan diri/self-disclosure, membangun kepercayaan, mendengarkan sambil memahami, mengungkapkan perasaan, dan menerima dan mendukung. Kelima unsur tersebut dalam kaitannya dengan komunikasi antara pemimpin komunitas dengan suster yunior akan diuraikan di bawah ini:

  Unsur pembukaan diri/self-diclousure dalam konteks bimbingan pribadi

  nampak dalam hal suster yunior mengungkapkan kepada pemimpin secara jujur dan terbuka pengalaman suka dan duka dalam menghayati kharisma, hidup persaudaraan, tugas studi, hidup doa, ketiga kaul, dan kerasulan. Dengan demikian, suster yunior menampilkan jati dirinya secara utuh dan tidak menyembunyikan hal-hal yang dapat menghambat panggilanya (“daerah terbukanya” semakin luas sedangkan “daerah buta” dan daerah tersembunyi” semakin kecil). Sebaliknya, pemimpin komunitas menunjukkan sikap jujur dan terbuka menerima pembukaan diri suster yunior.

  Unsur saling membangun kepercayaan nampak dalam hal pemimpin

  komunitas bertindak sebagai pribadi, menjadi orang yang sungguh-sungguh dapat dipercayai oleh suster yunior dalam mendengarkan segala pengalamannya, dan dalam menghayati panggilan. Sedangkan, suster yunior bertindak sebagai pribadi

  5 menunjukkan penerimaan, dukungan, dan kerjasama maupun merespons secara positif pembukaan diri para suster yunior tersebut.

  Unsur saling mendengarkan sambil memahami dalam proses bimbingan

  pribadi nampak dalam hal pemimpin komunitas mendengarkan dengan sungguh- sungguh semua pengalaman dan pergulatan suster yunior, baik dalam suka maupun duka dalam menghayati kharisma, hidup persaudaraan, tugas studi, hidup doa, ketiga kaul, dan kerasulan. Dengan demikian, pemimpin komunitas memahami, menaruh empati dan menangkap pesan secara tepat dari para suster yunior, baik melalui bahasa verbal maupun nonverbal. Sebaliknya suster yunior mendengarkan pesan ataupun nasehat dengan sungguh-sungguh respon dari pemimpin komunitas dan menanggapi secara tepat.

  Unsur saling mengungkapkan perasaan ada dua macam, yaitu kemampuan mengungkapkan perasaan secara verbal dan secara nonverbal.

  Mengungkapkan perasaan secara verbal yaitu mengungkapkan perasaan dengan menggunakan kata-kata, baik secara langsung dengan mendeskripsikan perasaan yang dialami maupun tidak. Sedangkan yang dimaksudkan dengan mengungkapkan perasaan secara nonverbal adalah mengungkapkan perasaan dengan menggunakan bahasa isyarat selain kata-kata, misalnya: sorotan mata,

  

raut muka, senyuman, suara, dan kepalan tangan. Dalam konteks bimbingan

  pribadi, pemimpin komunitas dan suster yunior mengungkapkan perasaannya secara verbal dan nonverbal. Misalnya: suster yunior mengungkapkan kesedihannya karena gagal dalam tugas studi, lalu pemimpin komunitas

  6 kepada pemimpin bahwa ia sangat sedih karena penderitaan fisiknya, dan pemimpin komunitas memberikan umpan balik yang menunjukkan bahwa pemimpin komunitas juga berbelarasa pada penderitaan yang dialami oleh suster yunior.

  Unsur menerima dan mendukung dalam komunikasi antarpribadi

  ditunjukkan pihak pemimpin komunitas yang telah dipercayai dengan berperan sebagai “penolong” untuk membantu suster yunior yang telah mengutarakan masalah pribadinya yaitu pergulatannya dalam menghayati panggilannya.

  Dengan mengoptimalkan kelima unsur komunikasi antarpribadi tersebut dalam proses bimbingan pribadi, pemimpin komunitas dan suster yunior dapat menjalin komunikasi yang baik. Dengan berlangsungnya komunikasi anatrpibadi yang baik dan lancar diharapkan tujuan pembinaan tercapai.

  Menurut pendapat peneliti bahwa tujuan pembinaan dapat tercapai apabila pemimpin komunitas dengan suster yunior mampu menjalin komunikasi yang baik dalam bimbingan pribadi. Mengingat pentingnya komunikasi yang baik demi barhasilnya bimbingan pribadi bergunalah diungkapkan bagaimana sebenarnya pandangan atau persepsi suster yunior tentang kemampuan mereka sendiri dan kemampuan pemimpin komunitas dalam melakukan komunikasi antarpribadi.

  Untuk inilah perlu diadakan penelitian.

B. Rumusan Masalah

  Masalah utama dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah persepsi para suster yunior FSE tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan

  7

  1. Bagaimanakah persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002– 2008 tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi?

  2. Bagaimanakah persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002– 2008 tentang setiap unsur komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang persepsi suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002–2008 tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau peningkatan efektivitas pembinaan hidup membiara.

  D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi suster yunior FSE, pemimpin komunitas FSE, peneliti, dan peneliti lain.

  1. Bagi Suster Yunior FSE Penelitian ini diharapkan dapat membantu suster yunior untuk menyadari pentingnya meningkatkan efektivitas komunikasi antarpribadi dalam rangka pembinaan.

  8

  2. Bagi Pemimpin Komunitas FSE Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan kepada pemimpin komunitas dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi antarpribadi dalam bimbingan pribadi.

  3. Bagi Peneliti Penelitian ini menyadarkan peneliti bahwa peneliti sebagai seorang konselor perlu meningkatkan kemampuan dalam komunikasi antarpribadi agar mampu menjalin relasi yang akrab sehingga proses pembinaan dapat lancar.

4. Bagi Peneliti Lain

  Penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain yang ingin mendalami komunikasi antarpribadi dalam rangka pembinaan seperti pembinaan para suster yunior di kongregasi FSE.

E. Definisi Operasional

  Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, berikut dijelaskan defenisi operasional dari beberapa istilah:

  1. Deskripsi dalam penelitian ini menunjuk pada upaya menggambarkan persepsi para suster yunior kongregasi FSE tentang komunikasi antarpribadi antara pemimpin komunitas dengan mereka.

  2. Persepsi dalam penelitian ini diartikan sebagai pendapat, pandangan atau

  9 pemimpin komunitas dan para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002 −2008 dalam bimbingan pribadi.

  3. Komunikasi antarpribadi dalam penelitian ini diartikan sebagai interaksi yang terjadi antara suster yunior dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi dengan mengusahakan terjadi pembukaan diri, saling membangun kepercayaan, saling mendengarkan sambil memahami, saling mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal, dan saling menerima dan mendukung, seperti yang dimaksudkan dalam kuesioner.

  4. Bimbingan pribadi adalah pendampingan secara individual yang dilaksanakan oleh pemimpin komunitas dengan suster yunior yang dibinanya minimal satu kali dalam tiga bulan. Dalam pertemuan ini dibicarakan secara terbuka aspek-aspek atau isi pembinaan yaitu kepribadian, kharisma, fransiskan, hidup religius dan kerasulan.

5. Suster yunior adalah suster yunior angkatan 2002

  −2008 di Kongregasi FSE

BAB II KAJIAN TEORITIS Pada bab ini diuraikan enam hal, yaitu hakekat persepsi, Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth, pembinaan para suster yunior, pemimpin komunitas, bimbingan pribadi, dan komunikasi antarpribadi. A . Hakekat Persepsi

1. Pengertian Persepsi

  Proses didahului oleh penginderaan, yaitu proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya (Walgito, 1993: 53).

  Menurut Harjana (2003: 42) persepsi adalah pandangan orang tentang kenyataan. Persepsi merupakan proses yang kompleks dilakukan orang untuk memilih, mengatur, dan memberi makna pada kenyataan yang dijumpai disekelilingnya.

  Menurut Rakhmat (2005: 51) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

  Persepsi merupakan suatu tanggapan terhadap suatu obyek, peristiwa atau pengalaman tertentu yang dapat diterima dan dimengerti oleh penerima rangsangan atau stimulus sehingga diperoleh pengetahuan tentang lingkungan sekitar. Stimulus adalah segala sesuatu yang mengenai reseptor sehingga organisme menjadi aktif (Walgito, 2004: 87).

  Berdasarkan beberapa pengertian persepsi di atas, peneliti mengartikan persepsi sebagai cara para suster yunior menangkap/ menafsirkan pesan dan bimbingan pribadi dalam rangka proses memperkembangkan diri dalam lima aspek pembinaan.

2. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi persepsi suster yunior

  Persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu: (a) faktor perhatian (Attention) (b) faktor fungsional, (c) faktor Struktural (Rakhamat, 2005: 52-59).

  Beberapa faktor di atas akan dijelaskan berikuti ini:

  a. Faktor perhatian (Attention) Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian mempengaruhi persepsi manusia dan stimuli itu diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol antara lain: gerak, intensitas stimuli, kebaruan dan perulangan. Dalam konteks bimbingan pribadi, suster yunior dengan pemimpin komunitas dibutuhkan perhatian (indera/mata) agar pesan verbal dan non verbal yang diterima menimbulkan persepsi tertentu.

  b. Faktor fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal- hal lain yang termasuk faktor personal yang menentukan persepsi, bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karateristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama: persepsi bersifat selektif secara fungsional (Rahkmat, 2005: 56). Artinya obyek- obyek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Dalam konteks bimbingan membantu suster yunior agar berkembang dalam panggilan. Persepsi bersifat selektif artinya pesan yang diterima berdasarkan fungsional.

  c.

  Faktor sturktural Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari stimuli fisik dan efek- efek saraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Maksudnya kita mempersepsikan sesuatu, kita mempersepsikan secara keseluruhan dengan kata lain jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, lingkungannya dan dalam masalah yang dihadapinya. Dalam konteks bimbingan pribadi, suster yunior dengan pemimpin komunitas tentu mempersepsikan secara keseluruhan proses berlangsungnya bimbingan pribadi.

3. Syarat terjadinya persepsi

  Beberapa syarat agar individu dapat menyadari dapat mengadakan persepsi (Walgito, 1993: 54): a.

  Obyek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar dan langsung mengenai alat indera (reseptor), yang datangnya dari luar atau dapat datang dari dalam, yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris). Stimulus yang diterima Secara psikologis dapat mempengaruhi persepsi .

  Dalam konteks bimbingan pribadi, pertemuan antar suster yunior dengan pemimpin komunitas adanya obyek pembicaraan. Dalam pertemuan bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas mempunyai tujuan untuk itu obyek pembicaraan sangat berdampak pada suster yunior dan pemimpin komunitas dalam rangka pembinaan.

  b. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimuli, di samping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimuli yang di terima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dalam konteks bimbingan pribadi, suster yunior dan pemimpin komunitas perlu memfungsikan alat indera (mata) dengan baik agar pesan yang secara tepat dalam rangka membantu suster yunior berkembang dalam panggilan.

  c. Menyadari atau mengadakan persepsi terhadap sesuatu dengan tepat diperlukan adanya perhatian. Perhatian merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi. Dalam konteks bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas syarat utamanya terjadinya persepsi adalah adanya perhatian. Artinya, dalam bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas pentingnya perhatian pada suatu obyek (pesan secara verbal maunpun non verbal) yang dikirim maupun yang diterima agar suster yunior maupun pemimpin komunitas dapat menangkap, menginterpertasikan serta memaknai pesan secara verbal maupun non verbal dalam proses bimbingan pribadi. Dengan demikian suster yunior maupun pemimpin komunitas dapat memberikan umpan balik secara positif terhadap pesan yang diterimanya.

B. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth

  1. Gambaran Singkat tentang Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE)

  a. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth di Belanda Kongregasi FSE lahir di Belanda (Breda) pada tanggai 1 Agustus 1880.

  Pendiri Kongregasi FSE yaitu Sr. M. Matilda Leenders. Ia lahir tahun1825 dengan nama Wilhelmina Leenders. Ayahnya bernama Adrianus Leenders dan Ibunya Gertrude Saes. Wilhelmina Leenders dibesarkan dalam keluarga yang baik dan beriman. Sejak kecil, orangtuanya memperkenalkan hidup menggereja sehingga ia tumbuh menjadi seorang yang beriman, pribadi yang berwatak kuat, bijaksana, penuh kehati-hatian dan ramah, serta peka pada situasi lingkungan. Suster M.

  Mathilda sebelumnya berasal dari Kongregasi Fransiskanes Alles Voor Alen ( Konstitusi, 2000: A).

  Tahun 1880 di Negeri Belanda terjadi perang oleh karena itu banyak orang mengalami kemiskinan dan penderitaan. Pada zaman itu, perhatian terhadap orang sakit dan jompo kurang, sehingga banyak orang sakit dan jompo meninggal tanpa mendapat pelayanan dan perawatan yang layak. Situasi ini menjadi keprihatinan bagi pihak Gereja, terutama dari Mgr.Henricus van Beek Pr sebagai Uskup Breda pada waktu itu, hatinya tergerak untuk ikut ambil bagian dalam meringankan penderitaan mereka. Didorong oleh keprihatinan ini, ia mencari tenaga yang bersedia untuk melayani orang sakit dari rumah ke rumah Biara. Ia tidak mengenal lelah mengetuk pintu biara-biara yang berkarya di bidang kesehatan, antara lain Biara di Antwerpen dan menawarkan rencananya kepada mereka tetapi gagal. Kemudian, Mgr. Henricus van Beek, Pr mengetuk Biara Fransiskanes Alles Voor Allen (Mater Dei) dari Haagdijk.

  Pada awalnya, Pemimpin Biara Mater Dei merasa berat menerima tawaran dari Mgr. Henricus van Beek, Pr karena ada ketakutan, apakah cara hidup sebagai

  

peniten recolectin (pertobatan secara terus-menerus) dapat dipertahankan, apabila

  para susternya hidup di luar Biara Mater Dei dengan situasi pelayanan yang ditawarkan? Oleh karena itu Mgr.Henricus van Beek, Pr yang sudah mengenal Sr.Mathilda sebagai seseorang yang memiliki pribadi yang kuat dan beriman teguh mengatakan kepada Pimpinan Biara Mater Dei, bahwa Sr.Mathilda Leenders memiliki kemampuan untuk melayani orang sakit dan terlantar karena korban perang

  Akhirnya tanggal 29 Juli 1880, Mgr Henricus van Beek Pr menerima Sr- Mathilda Lennders dan Sr.Anna van Dun, yang bersedia membantu dengan kerelaan sendiri seizin pemimpinnya. Dalam waktu singkat, Mgr Henricus van Beek Pr mencari tempat tinggal sementara, yaitu sebuah rumah yang memiliki beberapa kamar kecil dengan perabot yang sangat sederhana yang terletak di St.

  Yanstraat milik Bruder dari Huybergen di belakang Gereja St. Antonius. Beberapa lama kemudian, kedua suster ini dibantu oleh Sr. Bertha dan Sr.Juliana dari Biara Fransiskanes Alles Voor Allen (Mater Dei). Namun setelah 9 (sembilan) bulan sangat menarik perhatian gadis-gadis. Oleh karena itu dalam waktu yang singkat, dua gadis yang sudah pernah bekerja di Rumah Sakit Harlem tertarik dan bergabung dengan mereka, yakni Bertha dan Maria Berlage. Kedua calon ini dititipkan sementara untuk dididik di Biara Mater Dei, kemudian mereka kembali mengikuti Sr.Mathilda. Demikianlah dari hari ke hari semakin banyak gadis-gadis bergabung dalam kelompok ini. Sr.Mathilda Leenders melihat perkembangan ini, ia akhirnya meminta kepada Mgr.Henricus van Beek Pr supaya kelompoknya dijadikan sebagai sebuah Kongregasi.

  Pada tanggal 1 Agustus 1880, kelompok ini resmi menjadi sebuah Kongregasi baru dengan nama: “Kongregasi Religieuze Penitenten Recolectinen

  

van Deheilige Franciscus van Asissi” dan Sr.Mathilda diangkat sebagai

  Pemimpin Umum. Pedoman hidup Kongregasi baru ini memilih dan menghidupi cara hidup Ordo III Regular Santo Fransiskus dari Asissi, yang sudah dihidupi oleh Sr.Mathilda Leenders dan Sr.Anna van Dun dari Biara asal (Mater Dei). Sesuai dengan pelayanan yang diperjuangkan dan dilaksanakan Para Suster FSE selama ini, sejak awal, Kongregasi ini dipercayakan pada perlindungan “Santa

  Elisabeth dari Hongaria , karena Santa Elisabeth diteladani Gereja Katolik

  sebagai pencinta orang-orang ”miskin dan menderita, khususnya orang-orang

  

sakit.” Semasa hidupnya, Santa Elisabeth sangat tertarik dengan kehidupan yang

  sederhana dan menjadi pelayan bagi orang-orang miskin dan menderita. Santa Elisabeth berpedoman pada Sabda Kristus yang mengatakan: ”Kamu hanya

mempunyai satu guru, yakni Kristus dan kalian semua bersaudara” (Mat 23: 8). anggota pertama dari Ordo ke III Regular di Jerman. Dan sekarang, Kongregasi baru ini disebut “Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) .

  b.

  Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth di Indonesia Pada tahun 1922, Mgr Mathias Brans OFMCap menjabat sebagai pemimpin misi di Sumatera Utara ingin mengembangkan pelayanan pastoral sosial karitatif (kesehatan) di daerah misinya. Melalui Mgr. Petrus Hopmans, OFMCap mengajukan permintaan kepada Pemimpin Umum Kongregasi FSE agar membuka komunitas dan karya baru di Indonensia. Pada tahun 1924, Moedeer Asisia sebagai Pemimpin Umum Kongregasi FSE di Belanda mengumumkan bahwa sudah diputuskan akan dibuka misi baru FSE di negara Indonesia.

  Pada tanggal 16 juli 1924, empat suster (Sr.Pia, Sr.Philothea, Sr.Gonzaga, dan Sr. Antoninette) diutus ke Indonesia. Pada tanggal 29 September 1925, FSE hadir di Indonesia, tepatnya di Medan (Sumatera utara). Setibanya di Medan, mereka menempati sebuah rumah yang beralamat di 1de Wolf. Di rumah tersebut selama empat bulan, mereka kemudian pindah ke Jl. Padang Bulan, yang sekarang dikenal dengan Jl. S. Parman Kompleks SMA St. Thomas. Di rumah inilah, mereka merawat orang-orang sakit, sekaligus menjadi Biara sementara.

  Beberapa bulan kemudian mereka mendirikan sebuah asrama yang bernama Internaat Assisia”. Asrama ini digunakan untuk menampung anak-anak miskin dan terlantar. Kemudian, tanggal 11 Februari 1929, mereka mendirikan rumah sakit di Jln. Imam bonjol No.38 Medan. Di tempat yang sama dibangun

  1 Februari 1934 dibangun sebuah rumah untuk menampung para penderita TBC, sekaligus tempat mengasuh anak-anak (Santa Lidwina) di Berastagi.

  Awalnya, karya kesehatan berjalan dengan baik, akan tetapi situasi politik di Indonesia yang kurang menguntungkan pada saat itu (perang antarJepang dengan Indonesia). Keadaan tersebut memaksa para suster menyerahkan rumah sakit ke tangan tentara Jepang untuk menjadi markas tentara. Suster-suster ditawan dan dimasukkan ke Kamp penjara. Akibat dari siksaan, tekanan, dan kekejaman banyak suster yang meninggal dunia, di antaranya Sr- Philotea. Pada tahun 1945 perang berakhir dan suster-suster dibebaskan. Mereka menyangka bahwa setelah dibebaskan akan segera berkarya di rumah sakit, tetapi kenyataannya lain. Suster-suster ditampung di suatu tempat bersama tawanan lain untuk berlindung terhadap bahaya revolusi.