Nur Hidayatun BAB I

BAB , PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  Tantangan terhadap dunia pendidikan dari masa ke masa tidak pernah berkurang apalagi tuntas. Hal ini dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Kehidupan dalam berbagai aspek terus berevolusi, sehingga berbagai penyesuaian pun dilakukan individu maupun kelompok, baik dalam kapasitas pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat regional, Negara dan Internasional.

  Pendidikan sebagai wahana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, memerlukan adanya lembaga-lembaga yang berkompetensi untuk mampu mengembangkan kemampuan sumber daya manusia tersebut sebagai jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

  Pada hakikatnya pendidikan itu mengarah dan mendasar kepada tujuan pendidikan nasional, yang terdapat dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Bab IV Pasal II. Bahwa Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencerdaskan kehidupan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No 20 Tahun 2003 Bab IV Pasal II).

  1 Menyadari sangat pentingnya tujuan pendidikan di atas, maka diperlukan upaya membangun kompetensi sumber daya manusia yang dapat ditempuh melalui penyelenggaraan pendidikan secara formal dan non-formal. Sudah menjadi kenyataan bahwa pendidikan formal dihadapkan pada keterbatasan daya jangkau, baik secara wilayah atau sasaran. Oleh karena itu, pendidikan non-formal menjadi alternatif layanan pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan.

  Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20/2003 Pasal 26 Ayat 1, menyatakan bahwa : Pendidikan non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 Ayat 1).

  Pendidikan non-formal sebagai bagian dari sistem pendidikan memiliki tugas sama dengan pendidikan lainnya (pendidikan formal), yakni memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat. Sasaran pendidikan non-formal yang semakin beragam, tidak hanya sekedar melayani masyarakat miskin, masyarakat yang masih buta pendidikan dasar, masyarakat yang mengalami drop out dan putus pendidikan formal, masyarakat sasaran pendidikan non formal terus meluas maju sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lapangan kerja dan budaya masyarakat itu sendiri. Mengingat sasaran tersebut, maka program pendidikan non formal harus terus diperluas sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perkembangan masyarakat.

  Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka dibentuklah suatu lembaga pendidikan non-formal yang mampu menyelenggarakan program pendidikan setara sekolah dasar dan menengah pada umumnya, yang diselenggarakan untuk mempersiapkan warga belajar yang memiliki kompetensi dan pengetahuan layaknya peserta didik yang mengikuti pendidikan formal pada umumnya. Oleh karena itu, di Kabupaten Banyumas dibentuklah suatu lembaga pendidikan non formal yang diberi nama Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB Purwokerto ini merupakan salah satu Sanggar Kegiatan Belajar yang cukup terkenal di Purwokerto. Letaknya berdampingan dengan kampus UNSOED Purwokerto sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat dari segala penjuru dan mudah dikenal oleh semua lapisan masyarakat dan juga berdasarkan hasil wawancara kemarin hari senin tanggal 18 Maret 2013 dengan Bapak Ikhsan, beliau mengatakan bahwa masyarakat yang belajar di SKB tersebut tidak dipungut uang gedung tetapi hanya membayar SPP tiap bulan.

  Selain itu masalah seragam juga di bebaskan yang penting sopan, tetapi kebanyakan dari mereka adalah menggunakan seragam sekolah yang sudah tidak dipakai lagi di sekolah-sekolah formal. Tujuan dibentuknya SKB Purwokerto ini adalah untuk melayani masyarakat yang tidak mampu bersekolah di sekolah formal. Peserta didik atau siswa banyak mengikuti kegiatan misalnya adalah kegiatan rutin PAUD, program kesetaraan, program khusus, dan program pendidikan masyarakat. Masing-masing program tersebut memiliki jadwal yang berbeda, yaitu ada yang mulai pagi, siang, sore dan juga malam. Peserta didik tersebut sebagian besar 80% adalah usia produktif, sehingga dimungkinkan masih memiliki semangat yang tinggi utuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya karena mereka masih memiliki jangkauan yang panjang. Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peranan Sanggar Kegiatan Belajar dalam Pembangunan Pendidikan tahun 2000-20

  12” B.

Rumusan Masalah

  Rumusan masalah merupakan gambaran umum mengenai ruang lingkup penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa masalah yaitu

  1. Bagaimana sejarah singkat berdiri dan berkembangnya SKB Purwokerto?

  2. Bagaimanakah peranan SKB Purwokerto dalam meningkatkan pembangunan pendidikan?

  3. Kendala apakah yang dihadapai SKB Purwokerto dalam meningkatkan mutu pendidikan?

C. Tujuan penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

  1. Mengetahui sejarah singkat dan berkembangnya SKB Purwokerto

  2. Mengetahui peranan SKB Purwokerto dalam meningkatkan pembangunan pendidikan dari tahun 2000-2012

  3. Mengetahui kendala apa saja yang di hadapi SKB dalam meningkatkan mutu pendidikan

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Dalam bidang pendidikan memperkaya pengetahuan tentang manfaat pendidikan yang non formal.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang pembangunan pendidikan.

  b. Diharapkan digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwokerto dalam melaksanakan pembangunan pendidikan?

E. Kajian Pustaka 1. Sanggar Kegiatan belajar

  Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pengertian pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sanggar Kegiatan Belajar adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar sekolah (nonformal). SKB secara umum mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan nonformal, mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah.

  a. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan/ atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. (Undang-Undang Nomor 2 Tahun, 1989 : hal 1.1). Pengertian pendidikan menurut Langeveld menyebutkan bahwa penidikan adalah usaha orang dewasa (pendidik) dalammembantu, menolong, membimbing, dan mengarahkan anak yang belum dewasa (anak didik)untuk mencapai kedewasaan (tujuan pendidikan) masing-masing (Sihombing, 2000 : 8). Dalam Dictionary

  of Education menyebutkan bahwa pendidikan ialah proses seseorang

  mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang di harapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal (Ditjen Dikti 1983/1984 : 19).

  Pendapat lain memberi batasan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannyadengan jalan membina potensi-potensi pribadi yaitu rohani (pikir, cipta, rasa, karsa, dan budi nurani) serta jasmani (panca indra dan ketrampilan). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan pendidikan, isi, sistem, dan organisasi pendidikan). Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan berarti pulahasil atau prestasi di capai oleh perkembangan manusia dan usaha-usaha lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya (Kunaryo Hadikusumo, 1995 : 22). Pendidikan adalah bertujuan memberikan atau membimbing seorang secara terarah dengan maksud untuk menanamkan pengertian, mengubah sikap, dan tingkah laku yang bersangkutan sesuai dengan cita-cita pendidikan (Pedoman Penyelenggaraan Kursus PKK : Kanwil Depdikbud Bidang Penmas, 1978). Pendidikan dalam arti mikro (sempit) adalah merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik di keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Sedang pendidikan dalam arti makro (luas) adalah proses interaksi antara manusia sebagai individu / pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial, masyarakat, sosial ekonomis, sosial politik, dan sosial budaya (Kunaryo Hadikusumo, 1995 : 23).

  Pendidikan dari salah satu aspek kehidupan atau dari kacamata dislipin ilmu dapat diartikan : Pandangan sosiologik melihat dari aspek sosial, pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi. Pandangan antropologik melihat pendidikan dari aspek budaya yang mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai- nilai kepada generasi berikutnya. Pandangan psikologik melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, yang artinya pendidikan sebagai prkembangan individu secara optimal. Pandangan dari sudut ilmu ekonomi melihat pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani (Human investment) sedangkan dari sudut ilmu politik adalah sebagai usaha pembinaan kader bangsa (Redja Mudyanharjo, 1992 : 3).

  Kesimpulan pengertian pendidikan adalah aktivitas atau usaha manusia dewasa secara sadar terhadap manusia yang belum dewasa melalui berbagai kegiatan positif yang terarah dengan maksud atau tujuan merubah sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang serta meningkatkan kepribadiannya sehingga potensi-potensi yang ada dapat berkembang secara optimal, mencapai kedewasaan dan menjadi manusia yang berkualitas sehingga dapat berguna bagi dirinya dalam bergaul dengan lngkungan sosial di masa yang akan datang.

  b. Pembangunan Pendidikan Pada tahun 1970 diselenggarakan sidang umum Perserikatan

  Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengeluarkan resolusi tentang pembangunan dengan mendefinisikan bahwa tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kesempatan kepada semua orang untuk memperbaiki kehidupan, dan ini berarti sangat penting untuk memperluas dan memperbaiki fasilitas pendidikan, kesehatan, nutrisi, perumahan, dan kesejahteraan sosial serta memperbaiki atau memelihara lingkungan. Pendekatan seperti ini dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan umat manusia, utamanya untuk memenuhi barang kebutuhan barang dan jasa untuk mengurangi atau kalau bisa menghilangkan kemiskinan, mengatasi kurang gizi, memberantas penyakit, mengurangi jumlah orang yang buta aksara, dan menghilangkan lingkungan yang kumuh (Marzuki, 2010 : 96).

  Berdasarkan tujuan pembangunan di atas, tentulah solusi dari hal- hal tersebut tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, utamanya pendidikan kepada masyrakat atau pendidikan informal dan non formal. Lebih lanjut Marzuki (2010 : 96) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia tidak hanya akan membantu menghilangkan kemsikinan, tetapi juga memberikan sumbangan penting terhadap pertumbuhan produktifitas dan pendapatan nasional yang berati juga pemerataan kesejahteraan.

  Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijabarkan fungsi dan tujuan pendidikan sebagai berikut : pasal 3 : Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pasal 4 : Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rokhani, kepribadian yang mantap, dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

  Dalam era pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas secara utuh. Konsepsi manusia seutuhnya menurut Noor Syam dalarn buku Pangantar Dasar-dasar Kependidikin (1980), mencakup pengertian : Keutuhan potensi manusia sebagai subjek yang berkembang, keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subjek yang sadar nilai (yang menghayati, dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya).

  Potensi-potensi manusia sebagai subjek yang berkembang meliputi :

  1. Potensi jasmaniah : Fisik dan pancaindera yang sehat (normal)

  2. Potensi pikir (akal, rasio, inteligensi)

  3. Potensi rasa (perasaan dan emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan estetis

  4. Potensi karsa (kehendak, kemauan, keinginan, dan hasrat

  5. Potensi cipta (daya cipta kreativitas, fantas,i dan imajinasi)

  6. Potensi karya (kemampuan menghasillkan, karya)

  7. Potensi hati nurani (kesadaran hati nurani) (Noor Syam : 1980)

  Ketujuh potensi itu merupakan potensi dan watak bawaan yang potensial. Aktualisasi dari ketujuh potensi tersebut menentukan kualitas-kualitas pribadi seseorang. Konsepsi keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagi subjek yang sadar nilai. Tingkah laku manusia terutama yang dewasa dan berpendidikan dipengaruhi oleh wawsan atau orientasi terhadap nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan telah diakui kebenarannya. Wawasan tersebut meliputi berikut ini

  1. Wawasan dunia akhirat : Cara pandang manusia tentang kehidupan di dunia yang pasti akan berakhir dengan kematian, selanjutnya akan diteruskan dalam kehidupan akhirat. Sesuai dengan pandangan ini manusia berusaha untuk memperoleh kehidupan yang baik di akhirat, selain kehidupan yang baik di dunia, untuk itu manusia berusaha untuk berbuat baik dan meninggalkan dosa.

  2. Wawasan indivudalitas dan sosial yang seimbang, artinya tingkah laku manusia yang didasarkan atas keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.

  3. Wawasan jasmaniah dan rokhaniah, yaitu kesadaran pribadi akan adanya kebutuhan jasmaniah seperti kesehatan, makanan bergizi, olahraga, rekreasi, dan sebagainya. Dan kesadaran akan kebutuhan rokhani akan nilai-nilai budaya, ilmu pengetahuan, kesenian dan nilai agama.

  4. Wawasan masa lampau dan masa datang, yaitu cara pandang manusia untuk memperoleh kebahagiaan atau kesejahteraan di masa datang dengan bercermin dari pengalaman masa lampau (Noor Syam, 1980 : 12)

  Emil Salim (1991 : 4) mengelompokkan kualitas manusia atas 2 bagian yaitu kualitas fisik yang menyangkut sifat lahiriah atau badaniah seperti ukuran dan bentuk tubuh, daya atau tenaga fisik, kesadaran pribadi, kualitas hubungan dengan yang lain seperti hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan, masyarakat, dan sesama manusia. Kualitas kekaryaan yang tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan, kswakaryaan, dan wawasan masa depan. Kedua kualitas manusia itu harus saling melengkapi secara seimbang. Manusia yang berkualitas memiliki keseimbangan antara tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial, dan aspek kebangsaan. Manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi fisik dan non fisik, dengan potensi-potensi tersebut manusia mampu berkarya dan berbudi pekerti luhur. Manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial, dan disiplin sosial. Manusia yang memiliki aspek kebangsaan mernpunyai rasa cinta tanah air, jiwa patriotik, dan berwawasan masa depan.

  Berorientasi pada peningkatan kualitas manusia Indonesia tersebut, maka peranan pendidikan dalam pembangunan dapat diumuskan sebagai berikut : Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi fisik dan non fisik, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. John Vaizei dalam bukunya yang berjudul Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai berikut : Melalui lembaga, dapat mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik baru, Melalui sekolah dan latihan-latihan dapat mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan penanaman sikap. Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu sekolah berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Kependidikan” (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat, maka masyarakat harus :

  1. Mempunyai kemampuan untuk mendapatkan informasi

  2. Mempunyai keterampilan kognitif yang tinggi

  3. Mempunyai kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah

  4. Mempunyai kemampuan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai

  5. Mengevaluasi hasil belajar sendiri

  6. Mempunyai motivasi untuk belajar 7. Mempunyai pemahaman diri sendiri.

  Menurut Bebby (1984) manusia sebagai subjek pembangunan berperan aktif dalam pembangunan yaitu peran sebagai perencana, pelaksana dan sekaligus sebagai pengawas. Perencanaan pendidikan adalah kegiatan memandang ke depan dalam menentukan kebijaksanaan, prioritas, biaya dan sistem pendidikan yang diarahkan kepada kenyataan ekonomi dan politik, untuk mengembangkan sistem itu sendiri dan untuk kebutuhan murid-murid. diakses pada tanggal 6 April 2013).

  c. Teori Peranan Kata peranan berasal dari kata peran yang berarti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kedudukan di masyarakat. Peran seseorang tidak lah mungkin dilaksanakan dengan baik kalau tidak jelas kedudukan yang bersangkutan dalam suatu pola kehidupan tertentu. Setiap manusia yang menjadi warga masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan tertentu dan berperan menurut kedudukannya. Kedudukan dan peran tidak mungkin dipisahkan karena peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang bersangkutan.

   diakses pada tanggal 10 April 2013) Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya (Soekanto, 2009:212-213).

  Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:

  1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat,

  2. peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi,

  3. peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, Merton dalam Raho (2007 : 67) mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. Wirutomo (1981 : 99

  • – 101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga, dan di dalam peranan-peranan yang lain.

  Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

  Kesimpulan pengertian peranan adalah seperangkat tingkat yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kedudukan dalam suatu masyarakat. Peranan seseorang tidak mungkin dilaksanakan dengan baik kalau orang yang bersangkutan tidak mempunyai kedudukan yang berkaitan dalam kehidupan masyarakat tertentu. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan.

  Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang ini mengungkapkan satu sistem sebagai berikut : a. berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila dan

  Undang-Undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).

  b. merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional.

  c. mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

  d. mengatur bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3 (tiga) jenjang utama, yang masing-masing terbagi pula dalam jenjang atau tingkatan. e. mengatur bahwa kurikulum, peserta didik, dan tenaga kependidikan terutama guru, dosen, atau tenaga pengajar merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar.

  f. mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi).

  g. menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

  h. mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama. i. mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan masing- masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan ideologi bangsa dan negara. j. memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan tujuan yang hendak dicapai serta memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989). Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasayarakatan dan kebangsaan (Pasal 4 UU No.2 Tahun 1989). Sistem Pendidikan Nasional termasuk dalam kategori sistem buatan manusia, artinya sistem pendidikan nasional lahir dari suatu usaha sadar yang dirancang, diatur, dan dilaksanakan secara sengaja dalam rangka mencapai tujuan nasional pendidikan. Sistem pendidikan nasional dimunculkan sebagai wahana pembinaan dan pengembangan bangsa; wahana sistem bagi pendidikan bangsa.

  Sistem pendidikan nasional sesuai dengan lingkungannya, tentulah harus bersifat menyeluruh, semesta dan terpadu yang membawa implikasi makna yaitu sebagai berikut : 1. Terbukanya pendidikan nasional bagi seluruh rakyat.

  2. Beragamnya program pendidikan sesuai kebutuhan-kebutuhan pendidikan yang hidup dan berkembang di masyarakat.

  3. Terjalinnya totalitas fungsional di antara komponen-komponene yang berperan di dalam upaya pndidikan bangsa.

  4. Fungsionalnya sistem pendidikan dengan sistem-sistem lainnya antara lain sistem politik, ekonomi, pemerintahan, pertahanan, keamanan, dan sebagainya di dalam mengembangkan bangsa ke arah tujuan nasional kehidupan bangsa dan negara (Sanapiah Faisal, 1981 : 27).

  Adapun corak pembangunan dari sistem pendidikan nasional yang menyeluruh, semesta dan terpadu tentu saja perlu di ikuti dengan kebijakan politik yang mempunyai kekuatan mengatur terhadap seluruh abdi negara (Pemerintah dan seluruh warga negara). Setelah lahir sebagai kebijakan politik, selanjutnya perlu diterapkan secara konsekuen dan konsisten, sehingga benar-benar terwujud haluan pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, hasil kerja komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional merupakan salah satu bahan yang berharga guna memantapkan konsepsi dari sistem pendidikan nasional yang menyeluruh, semesta, dan terpadu.

  Sistem pendidikan nasional Indonesia dewasa ini menghendaki berlakunya konsep pendidikan seumur hidup, yaitu konsep pendidikan terpadu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

  a. Pendidikan berlangsung dalam seluruh tahap perkembangan hidup seseorang, lahir sampai mati pendidikan tidak mengenal batas usia.

  b. Pendidikan mencakup perkembangan semua aspek kepribadian (fisik, intelektual, afektif, spiritual) dan semua aspek peranan dalam kehidupan (pribadi, sosial, profesional).

  c. Pendidikan melalui berbagai bentuk pengalaman belajar, dan diselaraskan dengan keragaman individu baik perbedaan dalam kemampuan, motivasi, maupun kesempatan. d. Pendidikan terjadi dalam semua pengalaman jidup baik yang berlangsung dalam bentuk pendidikan formal, informal, maupun non formal (Redja Mudyanharjo, 1992 : 27). Ditinjau dari konsep pendidikan seumur hidup, sistem pendidikan nasional

  Indonesia terdiri atas tiga subsistem, yaitu subsistem pendidikan formal, subsistem pendidikan informal, dan subsistem pendidikan nonformal. Batas antara ketiga subsistem tersebut tidak jelas, karena sistem pendidikan adalah sistem yang terbentuk dari rangkaian peristiwa yang terus berkembang. Zahara Idris mengemukakan Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sesuai dengan tujuan asional seperti tercanrum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Fuad Ihsan, 2001 : 115).

  Redja Mudyanharjo dan Waini Rosyidin mengemukakan, Pendidikan Nasonal Indonesia merupakan sistem sosial dan salah satu sektor dalam keseluruhan kehidupan bangsa yang sedang menbangun. Lalu menurut Katz dan Khan, sistem sosial merupakan sebuah kesatuan peristiwa, atau kejadian yang dilakukan sekelompok orang untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan. Sebagai sistem sosial, pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka yang oleh Katz dan Khan diberi definisi sebagai sistem yang memperoleh masukan dar lingkungan dan memberikan hasil transformasinya kepada lingkungan (Fuad Ihsan, 2001 : 116). d. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Pendidikan luar sekolah atau yang disebut PLS sebenarnya bukan barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Bila usia kehadiran PLS dijadikan takar atau timbang sudah jelas, PLS berusia lebih tua dibandingkan dengan sistem persekolahan. Di samping itu pendidikan luar sekolah sudah ada pendidikan persekolahan tumbuh di bumi ini. Pendidikan luar sekolah dimulai sejak manusai lahir di bumi dan berakhir setelah manusia masuk liang kubur, sedangkan pendidikan sekolah dimulai setelah manusia memenuhi usia tertentu dan di akhiri pada usia tertentu.

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sitem Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 1 Tahun mengatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan di laksanakan melalui 2 jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik di lembaga maupun tidak (PP No 73 Tahun 1991 BAB 1 Pasal 1 ayat 1). Rumusan tentang batasan PLS bisa disebut pendidikan non formal plus (+) pendidikan informal minus (-) pendidikan dalam keluarga dan pengalaman keseharian yang stimulus responnya bukan bersumber dari aktivitas melembaga. Bagan kongkritnya seperti berikut.

  Bagan 1 Pendidikan luar sekolah dalam sistem pendidikan nasional

  Dilihat dari Keterangan

  1. Dasar, Tujuan Isi Bermuara pada dasar, tujuan, isi pokok Pokok, dan Azas dan azas pelaksanaan pendidikan nasional. pelaksanaan.

  2. Hubungan dengan Berperan di luar sistem persekolahan, sistem bagian memiliki hubungan fungsional dengan pendidikan sistem bagian pendidikan persekolahan, persekolahan bisa berperanan sebagai komplemen, (pendidikan Formal). suplemen dan dalam keadaan tertentu bisa memainkan peranan sebagai pengganti

  3. Kaitan dengan sistem bagian pendidikan persekolahan. pendidikan di rumah

  Bersifat fungsional dengan pendidikan di tangga. rumah tangga, akan tetapi rumah tangga tidak termasuk sebagai variabel lembaga

  4. Keterorganisasian yang memainkan fungsi pendidikan dan keterprograman. didalam sistem bagian PLS. Memiliki keragaman tingkat keterorganisasian dan keterprograman, variasainya bergerak di anatara

  6 persyaratan variabel yaitu adanya forum buatan, adanya paket kurikulum, adanya

  5. Nilai Pendidikan evaluasi belajar, adanya kesengajaan pendidikan, adanya niat belajar. dan adanya kelembagaan fungsional.

  6. Tugas Pemerintah Fungsional bagi pembinaan dan pengembangan daya-daya manusia (fisik, nalar, rasa, cita, karsa, karya, dan atau budi) yang berguna bagi pengembangan diri sendiri dan lingkungannya.

  Menata, mengarahkan, dan atau memonitor aktifitas-aktifitas terlembaga yang bersifat terbuka bagi masyarakat luas, sehingga menjadi fungsional secara optimal bagi pembinaan dan pengembangan bangsa (sesuai dengan mission pendidikan nasional), sekurang- kurangnya menjadi tidak berpengaruh negatif (destruktif) terhadap cita-cita pendidikan bangsa.

  Sumber : PP No 73 Tahun 1991

  Pendidikan Luar Sekolah adalah usaha sadar yang diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan, dan mengembangkan sumber daya manusia, agar memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan daya saing untuk merebut peluang yang tumnuh dan berkembang dengan mengoptimalkan pengguanaan sumber- sumber yang ada di lingkungannya (Uberto Sihombing, 2000 : 12). Lebih lanjut Uberto Sihombing menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah adalah satu proses pendidikan yang sasaran, pendekatan, dan keluarannya berbeda dengan pendidikan sekolah yang dilakukan di luar waktu sekolah.

  Tugas pendidikan luar sekolah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kebiasaan yang siap menghadapi perubahan juga sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat yang dihasilkan oleh manusia terdidik. Dapat dinyatakan pula pendidikan luar sekolah harus berperan ganda baik mendidik maupun mengajar. Untuk dapat berperan maksimal baik sebagai pengajaran maupun pendidikan diperlukan kesiapan sikap mental dan pengetahuan yang dalam dan luas di bidang kemasyarakatan, dengan jalan menemukan cara pengelolaan yang mumpuni dan kelembagaan yang mapan. dengan kata lain ditumbuhkembangkan manajemen strategi yang tepat, namun lebih dari itu pada kenyataannya pendidikan luar sekolah tidak hanya melakukan aspek pengajaran.

  Pendidikan luar sekolah melalui program yang dikembangkan harus mengarah pada usaha membuat masyarakat mampu melihat potensi, merencanakan kegiatan dan memutuskan pelaksanaanya. Agar arah perkembangan pendidikan luar sekolah terwujud sesuai yang diharapkan maka harus dengan jelas dapat menentukan visi, misi, dan tujuan agar dapat ditentukan strategi yang tepat dalam usaha membuktikan keberadaan, kemantapan dan perlunya pendidikan luar sekolah. Adapun visi, misi, dan tujuan pendidikan luar sekolah sebagai berikut. Visi yang ingin dijadikan acuan adalah terwujudnya masyarakat yang cerdas, trampil, mandiri,berdaya saing dan gemar belajar, Visi tersebut dijabarkan menjadi misi antara lain melaksanakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan dan pendidikan perempuan (Uberto Sihombing, 2000 : 21).

  Tujuan pendidikan luar sekolah adalah

  1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

  2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang diperlukan yntuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan/ atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

  3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah (PP No.37 Tahun 1991 BAB II Pasal 2).

  H. A. R Tilaar dalam Saleh Marzuki (2010 : 108) menyatakan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah menciptakan subyek pembangunan yang.

  a. Mampu melihat sekitar : melihat masalah-masalah hidup sehari-hari, melihat potensi yang ada baik sosial maupun fisik b. Mampu serta terampil memanfaatkan potensi yang ada dalam diri, kelompok masayarakatnya dan lingkungan fisiknya untuk memperbaiki hidup dan kehidupan masyarakatnya. Kemampuan tersebut jelas memerlukan pendidikan dan latihan kepada individu ataupun kelompok- kelompok yang ada di masyarakat atau komunitas tertentu. Tentang penyelenggaraan pendidikan luar sekolah menyebutkan bahwa :

  1. Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat terdiri atas pemerintah, badan, kelompok atau perirangan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan jenis pendidikan jenis pendidikan luar sekolah yang diselenggarakannya,

  2. masyarakat dapat menyelenggarakan semua jenis pendidikan luar sekolah kecuali pendidikan kedinasan (PP No.73 Tahun 1991 BAB IV Pasal 5).

  Jalur/Pola Pengolah dan Kelembagaan Pendidikan : a.

Jalur Pendidikan

  Sesuai UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10 penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (ayat 1). Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (ayat 2)

  Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan (ayat 3).

  Philip H.Coombs mengklasifikasikan pola pengelolaan pendidikan menjadi 3 jalur yaitu : 1) Pendidikan informal 2) Pendidikan formal 3) Pendidikan non formal (Fuad Ihsan, 1995 : 41)

  1. Pendidikan informal Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sejak seorang lahir sampai mati dalam keluarga, pekerjaan, atau pergaulan sehari-hari. Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup dan secara wajar. Adapun ciri-ciri proses pendidikan informal adalah:

  a. Tidak diselenggarakan secara khusus

  b. Medan (lingkungan) pendidikannya tidak diadakan dengan maksud khusus menyelenggarakan pendidikan c. Tidak diprogramkan secara teratur

  d. Tidak ada waktu belajar tertentu

  e. Metodenya tidak formal

  f. Tidak ada evaluasi yang sistematis yang diselenggarakan oleh pemerintah

  2. Pendidikan formal Pendidikan formal sebagai pendidikan sekolah ialah pendidikan yang diperoleh seseorang disekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi). Pendidikan di sekolah merupakan proses yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina warga negara yang baik, masa depan kaum muda, dan bangsa negara.

  Adapun ciri-ciri pendidikan formal (Idris, 1986, MKDU-DK 1983) adalah : a) Diselenggarakan secara khusus dan terbagi atas jenjang yang dimiliki hubungan hirarkis.

  b) Usia siswa (anak didik) di suatu jenjang relatif homogin.

  c) Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.

  d) Isi pendidikan atau materi lebih banyak bersifat akademis dan umum.

  e) Mutu pendidikan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.

  3. Pendidikan Non formal Pendidikan non formal menurut Sudjana (2010a : 24) adalah sebagai berikut : Setiap kegiatan yang terorganisasi diselenggarakan di luar sistem persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas, dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam tujuan mencapai belajar. Frederick H. Harbinson dalam Saleh Marzuki (2010 : 103) mendefinisikan pendidikan non-formal sebagai pembentukan skills di luar sistem sekolah formal. Pengertian di luar sistem (bukanlah di luar gedung sekolah) tetapi penyelenggaraannya tidak sepenuhnya mengikuti kaidah-kaidah pendidikan konvensional, sebagaimana di sekolah, organisasi penyelenggaraannya tidak mengikuti struktur sekolah yang mengikuti jenjang secara ketat, rombongan belajar yang sebaya, guru yang profesional, struktur kurikulum yang baku, ukuran jumkah murid dalam rombongan, ukuran kelas secara fisik, dan yang terlihat jelas sekolah di- bangun untuk memenuhi kebutuhan belajar jangka panjang yang hasilnya baru dapat dilihat setelah lama seseorang meninggalkan sekolah.

  Sebaliknya pendidikan non- formal berusaha untuk memenuhi kebutuhan belajar jangka pendek dan bahkan mendesak dengan penyelengaraan yang lentur, berazaskan demokrasi, keseteraan, kebebasan, kesukarelaan, pengabdian dengan semangat panggilan jiwa, tidak selalu terikat dengan jenjang dan lain-lain.

  Pengertian pendidikan non-formal yang dikemukakan oleh beberapa ahli memberikan gambaran bahwa pendidikan non formal selain diselenggarakan secara terorganisasi di luar sistem pendidikan formal, juga senantiasa diupayakan untuk menyesuaikan programnya dengan perubahan, perkembangan dan kemajuan zaman. Hal ini bahwa penyelenggaraan pendidikan non formal harus dapat menunjukkan kemampuan yang optimal dalam berbagai hal, terutama menyangkut komponen-komponen di dalamnya.

  Lebih lanjut The South East Asian Ministery of Education Organization (SEAMEO), dalam Sudjana (2010a : 42) menyatakan definisi dan tujuan pendidikan non-formal, yaitu :

  Setiap pendidikan dalam arti luas yang didalamnya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diselenggarakan diluar subsistem pendidikan formal, sehingga seseorang atau kelompok memperoleh informasi, latihan, dan bimbingan sesuai dengan tingkatan usia dan kebutuhan hidupnya. Tujuannya ialah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, lingkungannya, pekerjaanya, masyarakat dan bahkan negaranya. Sejalan dengan pendapat dari SEAMEO, Napitupulu dalam

  Sudjana (2010a : 44) memberikan batasan terhadap pengertian dan tujuan pendidikan non formal yaitu : Setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan diluar sistem sekolah berlaku seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia (sikap, tindak, dan karya) sehingga dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.

  Tujuan pendidikan non formal yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1991 adalah untuk membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Oong Komar (2006 : 218) bahwa pendidikan non formal bertujuan sebagai berikut : a. Melayani warga belajar supaya tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

  b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang di perlukan untuk mengembangkan diri, mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

  c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

  Pendidikan non formal disebut juga pendidikan luar sekolah, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah dan disengaja tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan non-formal bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf hidup mereka.

  Beberapa pengertian dan tujuan pendidikan non formal di atas, maka dapatlah di simpulkan bahwa pendidikan non formal adalah upaya pelayanan pendidikan yang diselenggarakan diluar sistem pendidikan formal yang teratur dan terencana sesuai dengan tingkat kebutuhannya.

  Tujuan pendidikan non formal ialah untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sehingga terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya serta dapat berperan dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, masyarakat, bahkan negaranya. Ciri-ciri pendidikan non formal adalah sebagai berikut : a) Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah.

  b) Peserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah.

  c) Tidak mengenal jenjang, dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek.

  d) Peserta perlu homogen.

  e) Ada waktu belajar dan metode formal serta evaluasi yang sistematis.

  f) Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.

  g) Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup.

  Sanggar kegiatan belajar Purwokerto ini termasuk dalam pendidikan non formal. Menurut Ditjen PLSP pendidikan kecakapan hidup (Life Skills) juga sangatberpengaruh dalam proses pendidikan non-formal yang digambarkan sebagai berikut :

  Pola Pendidikan keterampilan hidup :

  Teori 30 %, Pengetahuan praktik 70 %

  Masyarakat : menigkat Kurikulum

  Pendapatan didasarkan Sikap positif rendah pada

  (miskin) kebutuhan Lemah dalam belajar sikap dan

  Metode Siap keterampilan partisipatif

  Bekerja berusaha Kurang

  Evaluasi Berusaha pengetahuan reflektif diri Mandiri

  Siap bekerja kurang (BBM)

  Penyelenggaraan produktif Program keterampilan seumur hidup

  Siap Berkelompok

  Bermitra Manajemen kemitraan kerja sama antar lembaga

  Output Outcome Input Proses

  Hasil Manfaat Masukan Karateristik pendidikan non formal dan formal Paulston (1972) dalam Sudjana, (2010a : 27 ) menggambarkan sebuah model yang dapat untuk membedakan karateristik pendidikan formal dan pendidikan non formal, karakteristik tersebut terdiri atas lima belas dimensi. Semua dimensi itu digolongkan menjadi lima kategori yang meliputi tujuan, waktu penyelenggaraan, isi program, proses pembelajaran, dan pengendalian program. Model ini relatif mudah untuk digunakan dalam mengidentifikasi dimensi-dimensi pendidikan formal. Sebaliknya, karena program-program pendidikan non formal bermacam ragam, penemuan program ini pun masih menemui beberapa kesulitan, sehingga mungkin akan terjadi bahwa sebagian program telah memenuhi semua dimensi sedangkan program-program yang lain hanya memiliki beberapa dimensi saja. Selanjutnya perbedaan karateristik ini dijelaskan pada tabel 1.1 di bawah ini.