ISLAM PESAT AFRIKA SELATAN

ISLAM BERKEMBANG PESAT AFRIKA SELATAN
Pesatnya perkembangan Islam di Afrika Selatan adalah lantaran kemiskinan. Islam memberikan
jawaban atas kemiskinan lewat zakat, sedekah, wakaf dan sejenisnya. Bagi masyarakat Afrika, Islam
memberikan jalan keluar untuk masalah sosial. Afrika adalah negeri dengan mayoritas Kristen lantaran lama
dijajah Eropa dan lantas menjadi koloni Inggris. Namun klausul tentang zakat ternyata menarik penduduk asli
untuk pindah agama. Sementara bagi intelektual muda, reformasi sosial dan gaya hidup yang dianggap lebih
suci merupakan faktor penentu. Tahun 1976, hanya ada sekitar 10 orang warga berkulit hitam yang beragama
Islam di Soweto. Mereka dekat satu sama lain. Beberapa warga yang memeluk Islam lantas mengubah namanya
menjadi nama Islam. Hanya nama belakang saja yang dibiarkan sebagai identitas pribadi. Mereka
mengindentikkan diri dengan Bilal, seorang budak yang dimerdekakan dan lantas menjadi muadzin pada zaman
Rasulullah SAW.
Sejak itu pertumbuhan Islam di Afrika Selatan sangat pesat. Sebagian besar memang kalangan muda.
Mereka tertarik karena kehidupan Islam bisa membuat mereka meninggalkan kehidupan ala preman dan obatobatan. Islam menjadi agama yang pertumbuhannya tercepat di tanah hitam itu saat ini. Mereka percaya kembali
ke Islam dapat memperbaiki dekadensi moral yang melanda negerinya. Gerakan kembali ke Islam fundamental
bukan cuma terjadi di Negeria tapi menyusup ke belahan bumi Afrika lainnya. Tak terkecuali Afrika Selatan.
Kemerosotan ekonomi adalah faktor utama yang mendukung meruyaknya gerakan Islam fundamental di Afrika.
Dengan segera gerakan yang semula berkembang di Nigeria memiliki pengikut di Ghana, Kamerun, Benin. Para
pemuda menjadi pelopor kebangkitan Islam di tanah hitam. Ini sepintas mengingatkan kita pada kebangkitan
Islam di Mesir saat negeri itu dipimpin Anwar Sadat dengan munculnya gerakan Ikhwanul Muslimun.
Seperti di Indonesia, gerakan konservatif atau radikal fundamental ini tentu saja berseberangan dengan
kubu liberal. Afrika Selatan saat ini, setelah post-apartheid, tengah berjalan menuju demokrasi liberal. Dengan

sendirinya, gerakan fundamental tidak saja berhadapan dengan pihak yang ingin meninggalkan kehidupan
agama tapi juga pihak Muslim yang menempuh jalur liberal. Bagi kalangan Islam liberal, perubahan sosial
harusa dipertimbangkan. Pluralisme, demokrasi, keadilan sosial, dan egalitarian adalah nilai inti dari Islam.
Karena itu mereka menolak gagasan kembali ke fundamentalisme. Sementara bagi kalangan konservatif
tradisional, gerakan yang dilakukan kubu modernis liberal adalah sebuah konspirasi menghancurkan identitas
Islam Afrika. Mereka menolak setiap gagasan berbau Barat. Demokrasi yang digaungkan adalah suara dan
kepentingan Barat. Dan Afrika bukan Barat. Mereka pernah hancur karena dijajah Barat.
Dua perkembangan Islam yang berbeda, radikal dan liberal, adalah fenomena yang terjadi tidak saja di
Afrika tapi juga Asia. Namun pertumbuhan di Afrika adalah pengulangan atas sejarah Ikhwanul Muslimun.
Historia repitie. Sejarah selalu berulang. Entah apakah Islam radikal bisa mencapai posisi seperti Ikhwanul
Muslimun di Mesir karena hambatan yang mereka hadapi sangat ketat. Seperti Indonesia, Afrika Selatan adalah
negeri yang sedang tumbuh. Hanya saja Indonesia lama terpuruk pada krisis ekonomi yang berkepanjangan
akibat korupsi puluhan tahun. Karena itu keinginan yang tumbuh di Afrika Selatan, mengedepankan nilai Islam
juga ada di Indonesia. Hanya saja pemerintah seolah keburu meredam gejolak tersebut.
Di Afrika Selatan, gerakan radikal Islam menolak disebut sebagai fundamental. Mereka lebih senang
disebut Islam kaffah karena yang mereka tempuh adalah mengedepankan nilai Islam keseluruhan. Afrika adalah
bangsa yang pernah dekat dengan Islam. Karena itu kembali kepada nilai-nilai spiritual yang lama hilang adalah
keniscayaan. Maka mereka mengoptimalkan masjid, imam, anak muda dan seluruh komponen pendukung.
Secara kuantitas, tak dapat dipastikan berapa persen pertumbuhan umat Islam di negeri Nelson Mandela itu. Itu
karena peng-Islaman biasanya dilakukan secara informal. Bahkan juga tidak ada angka statistik yang jelas

tentang jumlah Muslim Afrika Selatan. Hanya ada angka perkiraan kasar yang menyatakan jumlah Muslim di
Soweto mencapai 10 ribu orang. Jumlah yang sama juga tumbuh di kota-kota besar lain.
Hampir 72 persen warga kulit hitam beragama Kristen. Sisanya masih menganut kepercayaan lokal.
Hanya jumlah kecil yang beragama Islam, Hindu, dan Yahudi. Islam datang ke Afrika lewat pedagang Arab.
Hanya saja kemudian terpinggirkan oleh gerakan misionaris. Kemudian politik apartheid juga membatasi gerak
Islam untuk tumbuh. Dana dari Muslim India dan warga kulit hitam sebetulnya sangat membantu mengurangi
penduduk miskin. Hanya kemudian ada benturan di antara mereka. Warga kulit hitam menilai India rasis. Indian
juga sangat radikal yang karenanya dilekatkan dengan gerakan teroris. Yang belakangan itu merujuk pada
adanya warga Indian yang terlibat pemboman restoran di Cape Town.
Muslim kulit hitam menganggap dirinya lebih moderat kendati masih bersimpati dengan warga
Palestina dan Afghanistan. Sedangkan kelompok Indian Muslim dianggap lebih memperhatikan politik praktis
dan perkembangan dunia luar ketimbang warganya sendiri. Muslim kulit hitam pada akhirnya harus berjuang
sendiri mengumpulkan dana untuk pendidikan dan kesejahteraan umat Islam. Terbukti, gerakan ini lebih
menarik penduduk miskin untuk masuk Islam. Sementara warga Indian terlibat dalam aktivitas radikal yang
menurut mereka bisa mengeluarkan mereka dari penghancuran Islam dengan alasan kebudayaan. (IM)***

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 15 2004