Sejarah perkembangan pondok pesantren Raudlatul 'Ulum Cemengkalang Sidoarjo 1990-2015.

(1)

SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLATUL

‘ULUM CEMEN

GKALANG SIDOARJO 1990-2015

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam (SPI)

Oleh :

Nidhommatul Ilmiyah A8.22.12.15.4

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi berjudul “SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLATUL ‘ULUM CEMENGKALANG SIDOARJO 1990-2015”. Ini membuat rumusan masalah : (1). Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo?, (2). Bagaimana perkembangan pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo tahun 1990-2015?, (3). Apa reaksi dan respon masyarakat terhadap berdirinya pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, metode yang digunakan adalah metode penulisan sejarah, adapun langkah-langkah: Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik), Interpretasi (analisis) dan, Historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, sedangkan teori yang digunakan adalah teori challenge (tantangan) and respons (jawaban) (Arnold J. Toynbee).

Penelitian ini menyimpulkan : (1). Pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo didirikan oleh kiai Saifuddin Midhal dan resmi diakui sebagai pondok pesantren pada tahun 1990, terletak di dusun Nyemplak kelurahan Cemengkalang Kabupaten Sidoarjo. (2). Perkembangan dibagi tiga kategori. Pertama santri, dalam hal ini perkembangan santri pada tahun 1990-2010 mengalami peningkatan. Sedangkan pada tahun 2011-2015 mulai menurun, hanya meninggalkan santri putra saja. Kedua aspek sarana dan prasarana, pada tahun 1988-1995 mulai dibangun tempat tinggal santri (pondok) dan mushalla. Pada tahun 1988-1995-2015 pembangunan difokuskan terhadap asrama santri putri dan pembangunan yang masih belum selesai. Ketiga mengenai pembelajaran kitab klasik, memfokuskan terhadap pembelajaran kitab klasik, tidak terhadap ilmu pengetahuan yang lain. (3). Respon yang diberikan masyarakat terhadap pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum awalnya merupakan penolakan. Masyarakat yang tidak mengenal kiai memberikan respon yang negatif. Seiring berjalannya waktu masyarakat mulai menyadari pentingnya peran kiai dan pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum tersebut hingga masyarakat sekitar memberikan respon yang positif terhadap pondok pesantren.


(7)

ABSTRACT

The title of this essay is "HISTORY OF RAUDLATUL 'ULUM BOARDING

SCHOOL CEMENGKALANG SIDOARJO 1990-2015". This makes the problem

formulation: (1). How is the history of the founding boarding school Raudlatul 'Ulum Cemengkalang Sidoarjo ?, (2). How about the development of boarding school Raudlatul 'Ulum Cemengkalang Sidoarjo year 1990-2015 ?, (3). What is the reaction and response of the community to the establishment of Raudlatul 'Ulum Cemengkalang boarding school?.

To answer that question, the method used is the method of writing history, as for the steps: Heuristics (source collection), Verification (criticism), Interpretation (analysis) and, Historiography (historical writing). The approach used is historical approach, while the theory used is challenge (challenge) and response (answer) (Arnold J. Toynbee).

This study concludes: (1). Raudlatul 'Ulum Boarding School Cemengkalang Sidoarjo was founded by kiai Saifuddin Midhal and officially recognized as boarding school in 1990, located in Nyemplak hamlet of Cemengkalang sub-district of Sidoarjo regency. (2). The development is divided into three categories. First student, in this case the development of students in the year 1990-2010 has increased. While in the year 2011-2015 began to decline, leaving only male students only. Both aspects of facilities and infrastructure, in 1988-1995 began to be built santri dwelling (cottage) and mushalla. In 1995-2015 the development focused on female students dormitory and construction that is still unfinished. The third concerning the study of the classic book, focusing on learning the classic book, not to other science. (3). The response of the community to Raudlatul 'Ulum boarding school was originally a rejection. People who do not know the kiai give a negative response. Over time the community began to realize the importance of the role of kiai and boarding school Raudlatul 'Ulum is until the surrounding community provides a positive response to the boarding school.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 11

C. Tujuan Penelitian... 12

D. Kegunaan Penelitian... 12

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik... 13

F. Penelitian Terdahulu... 15

G. Metode Penelitian... 17

H. Sistematika Pembahasan... 22

BAB II LETAK GEOGRAFIS PONDOK PESANTREN RAUDLATUL ‘ULUM CEMENGKALANG SIDOARJO... 23

A. Letak Geografis... 23

B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo... 28

C. Visi dan Misi... 33

BAB IIIPERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLATUL ‘ULUM... 36

A. Genealogi dan Biografi Para Pendiri... 36

1. Kiai Saifuddin Midhal... 39

2. Ustadz Hafidz... 45

3. Ustadz Ainurrofiq... 47


(9)

1. Santri... 49

2. Pondok/Asrama... 56

3. Masjid... 58

C. Pembelajaran Kitab-Kitab Klasik... 59

BAB IV BENTUK REAKSI DAN RESPON ADANYA PONPES RAUDLATUL ‘ULUM... 63

A. Respon Adanya Pondok Pesantren Raudlatul ‘Ulum... 64

1. Resaksi Negatif... 65

2. Respon Positif... 68

B. Dampak Adanya Pondok Pesantren Raudlatul ‘Ulum... 72

BAB V PENUTUP... 75

A. Kesimpulan... 75

B. Saran... 77 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang masuk ke wilayah Indonesia dan memiliki kesan tersendiri bagi orang-orang pribumi ketika itu. Islam tidak langsung mendakwahkan ajaran-ajaran ataupun menghapus adat yang sudah ada di dalam kehidupan orang pribumi. Islam merupakan agama

rahmatan lil ‘alamin artinya Islam membawa rahmat dan kesejahteraan

bagi semua orang di muka bumi. Dengan konsep tersebut dengan mudah Islam menjadi agama dan menjadi keyakinan tersendiri bagi orang pribumi kala itu. Islam membawa perubahan yang sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia kala itu, akan tetapi tidak menghilangkan tradisi lama yang mereka anut.

Islam membawa perubahan dalam kehidupan orang Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan, bahkan pendidikan. Dalam hal pendidikan, Islam membawa banyak perubahan dan kemajuan, Islam tidak hanya mengenalkan ilmu agama tapi juga mengenalkan ilmu umum kepada masyarakat. Islam mulai memperkenalkan huruf dan memperkenalkan bahasa baru terhadap masyarakat Indonesia kala itu.

Ketika masyarakat Indonesia sudah mulai memeluk Islam, mereka akan mulai belajar mengenai Islam kepada orang yang alim, seperti kiai atau wali. Pertama hanya satu atau dua orang yang rela ke rumah orang alim ‘ulama demi belajar tentang Islam. Kemudian tiap harinya bertambah


(11)

2

orang yang ingin belajar, ada yang bahkan dari luar pulau Jawa hingga harus menginap disebuah pemondokan atau padepokan. Berawal seperti itu kiai atau alim ‘ulama akhirnya menciptakan sebuah pemondokan kecil untuk tempat bernaung para santrinya yang ingin belajar tentang Islam. Pada saat itu memang belum tercetuskan ide sebuah penamaan pemondokan tersebut seperti yang disebut sekarang yaitu Pondok Pesantren. Mereka para kiai atau wali hanya sekedar membuat sebuah pemondokan saja.

Akhirnya ketika banyak kiai membuat pemondokan tercetuslah sebuah penyebutan yaitu “pesantren”, memang tidak diketahui pasti mulai kapan para kiai mulai menggunakan penyebutan tersebut terhadap pemondokan yang ditinggali oleh para murid yang ingin belajar Islam. Kemudian untuk para murid yang ingin belajar Islam mulai disebut sebagai santri, orang yang mempelajari Islam. Pengertian pesantren sendiri berasal dari kata santri yang mempunyai arti seseorang yang elajar agama Islam, di imbuhi awalan pe- dan diakhiri dengan imbuhan –an yang berarti tempat tinggal santri. Dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.1 Ada pula yang mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam Indonesia yang tertua dan bersifat tradisional untuk mendalami agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian.

1Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren Asal usul dan Perkembangn Pesantren Di


(12)

3

Dengan demikian, sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awal pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional tetapi saat sekarang pesantren dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional tak lagi selamanya benar.

Pesantren seperti yang diuraikan diatas adalah lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang paling tertua dan mempunyai catatan sejarah yang panjang hingga berkembang sampai saat yang ada seperti ini. Dalam catatan sejarah, pesantren lebih dikenal di Indonesia ketika pada masa walisongo.

Pengenalan pesantren sebagai sebuah wadah untuk mengkaji ilmu agama Islam, serta kebudayaan Islam yang pada masa selanjutnya mengalami akulturasi dengan budaya lokal. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di sebuah wilayah, tanah perdikan yang diberikan oleh Raja Majapahit kepada Sunan Ampel karena jasanya dalam melakukan pendidikan moral kepada abdi dalem dan masyarakat majapahit pada saat itu, wilayah tersebut kemudian di namakan Ampel Denta yang terletak di kota Surabaya saat ini dan menjadikannya sebagai pusat pendidikan di Jawa.2

Kebanyakan para peneliti menyebutkan bahwa pesantren yang didirkan oleh Sunan Ampel menjadi cikal bakal bagi berdirinya pondok pesantren yang ada di tanah Jawa. Karena para santri yang menimba ilmu

2Abdul Qodir Djaelani, Peran Ulama dan Santri dalam perjuangan Politik Islam di


(13)

4

merasa berkewajiban untuk mengamalkannya kepada masyarakat dan menularkannya. Hingga akhirnya berdirilah pesantren-pesantren mengikuti apa yang didapatkan mereka saat menjadi santri dan berkembang hingga saat sepert ini.

Pesantren terdahulu terlihat lebih sederhana, baik dari segi bangunan fisiknya, metode belajar, bahan kajian dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena kondisi ekonomi Indonesia yang masih terpuruk atau pun lembaga pendidikan pesantren ini hanya untuk kalangan masyarakat menengah kebawah dan juga faktor Indonesia yang masih menjadi daerah jajahan. Dengan keadaan seperti itu terlihat hubungan antara murid dengan kiai tidak hanya sekedar antara murid dan guru melainkan sebagai anak dan orang tua. Tidak heran jika para santri lebih senang berada di pondok pesantren dengan segala kesederhanaannya.

Bahan kajiannya pun hanya meliputi Fikih, Nahwu, Tafsir, Tauhid, Hadits dan lainnya. Biasanya bahan kajian tersebut menggunakan kitab klasik atau yang biasa disebut kitab kuning. Dalam banyaknya bahan kajian, lmu Nahwu dan Fikih mendapat lebih banyak perhatian meskipun tanpa mengabaikan bahan kajian yang lain. Ilmu Nahwu harus dikuasai para santri jika ingin membaca kitab kuning. Sedangkan Fikih adalah ilmu yang diterapkan dalam keseharaian dan sangat berguna dalam masyarakat.

Masa pendidikan tidak tentu, tergantung berapa lama inginnya santri menimba ilmu di pesantren ataupun keputusan dari kiai bahwa santri sudah cukup menimba ilmu dan waktunya untuk mengamalkan dalam


(14)

5

masyarakat. Bahkan ada pula kiai yang memutuskan agar santri juga menyantri di pesantren lain, agar ilmunya bertambah.

Secara umum pesantren memiliki beberapa unsur, sebagai berikut, kiai, masjid dan santri. Tiga unsur ini mewarnai pesantren pada awal berdirinya atau bagi pesantren yang belum dapat mengembangkan fasilitasnya. Ketiga unsur itu melambangkan kegiatan belajar ke-Islaman yang sederhana. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pesantren mulai mengembangkan fasilistasnya yang memang sangat dibutuhkan untuk pendidikan para santri.3 Ada juga yag berpendapat bahwa dari tiga unsur itru masih ada dua unsur yang melekat pada pesantren yaitu kitab kuning dan pondok.4 Dari tiga unsur itu kita bisa uraikan sebagai berikut :

Masjid, bangunan yang identik dengan kegiatan Islami. Dalam pengertian yang lebih jauh masjid adalah tempat pertama yang menjadi proses pembelajaran Islam. Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat shalat dan ibadah lainnya juga tempat pengajian terutama yang masih memakai metode sorogan dan wetonan (bandongan).5 Posisi masjid di kalangan pesantren memiliki makna sendiri. Biasanya seoarang kiai yang ingin mendirikan pesantren mendirikan masjid terlebih dahulu di dekat rumahnya. Secara realitas masjid tempat menggembleng para santri agar bisa mengendalikan hawa nafsu dan mampu menyerap pendidikan Islam.

3 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi (Jakarta: Erlangga, 1996 ), 19.

4Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup (Jakarta: LP3ES, 1985), 44-45.


(15)

6

Dalam perkembangannya, banyak pondok pesantren sekarang yang tidak membangun masjid akan tetapi sebuah musholla untuk tempat belajar para santri. Musholla adalah tempat atau bangunan kecil yang menyerupai masjid yang digunakan sebagai tempat belajar dan tempat untuk beribadah. Akan tetapi musholla tidak bisa digunakan untuk sholat jumat yang memang membutuhkan bangunan yang berkapasitas besar. Alasan seorang kiai tidak membangun masjid dikarenakan di desa lingkungan pondok pesantrennya sudah terdapat sebuah masjid dan menurut kaidah fikih jika di desa tersebut sudah ada sebuah masjid maka tidak boleh dibangunkan lagi sebuah masjid.

Santri adalah sebutan untuk murid yang belajar di pesantren.6 Secara realita santri terbagi menjadi dua golongan, santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah santri yang tinggal menetap di pondok pesantren bersama kiai untuk menuntut ilmu dan memperbaiki akhlak. Sedangkan santri kalong adalah santri yang mengaji di pondok pesantren akan tetapi tidak tinggal menetap di pondok pesantren karena rumahnya dekat dengan pondok pesantren tersebut. Pada dasarnya tidak ada batasan untuk para santri menuntut ilmu di pondok pesantren.

Kiai merupakan pemimpin di pondok pesantren, seoarang yang di nilai alim oleh para masyarakat dan santri. Kiai merupakan pendidik dan pembimbing bagi para santri dalam belajar Islam. Kiai memiliki sebutan yang berbeda-beda sesuai lingkungan tempat tinggalnya. Seorang kiai


(16)

7

harus menguasai Islam dan mampu mengamalkannya dengan baik, agar menjadi contoh bagi para santrinya. Dalam realita nya kiai biasa menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain, dan dia di alimkan atas ilmunya.

Sedangkan dua unsur lain seperti pondok dan kitab kuning, adalah hal yang wajib ada juga di pondok pesantren. Pondok merupakan temoat tinggal para santri, khususnya untuk santri yang berasal dari luar pulau atau luar daerah yang jauh dengan rumahnya, seperti yang dijelaskan di atas yang disebut santri mukim. Dalam era modern ini banyak sekali perkembangan mengenai bangunan fisik pondok yang ditinggali para santri demi kenyamanan para santri untuk menuntu ilmu.

Sedangkan kitab kuning bisa dikatakan sebagai kurikulum tetap bagi pondok pesantren. Kitab kuning terkadang sebagai acuan bagi para kiai menularkan ilmunya terhadap para santri. Banyak sekali macam dari kitab kuning ini, ada yang kiab kuning gundul, sebutan untuk kitab kuning yang tidak ada harokat sama sekali hanya ada huruf arab saja.

Dalam perkembangannya pondok pesantren dibagi menjadi dua macam yaitu pondok pesantren tradisional dan pondok pesantren modern. Pondok pesantren tradisional mereka hanya mengajarkan kitab kuning saja tanpa ada pendidikan formal di dalamnya, murni mengajarkan kitab kuning saja, banyak pesantren yang masih menganut system ini. Sedangkan pondok pesantren modern merupakan pondok pesantren yang memiliki lembaga formal untuk mendidik para santri pelajaran umum


(17)

8

seperti diluar. Pondok pesantren modern tidak hanya fokus terhadap pengajaran kitab kuning saja akan tetapi juga mengajarkan pendidikan formal seperti kurikulum pemerintah dengan alasan bahwa santri zaman sekarang harus mampu bersaing di luar dan mampu menguasai ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.

Membangun pondok pesantren tidaklah mudah pasti banyak sekali rintangan yang harus dihadapi seorang kiai. Seoarang kiai yang ingin mendirikan pondok pesantren sadar bahwa ilmu yang dimilikinya harus diamalkan dan dibagi agar generasi penerus terus berjalan dan ilmunya tidak sampai hilang.

Bermacam-macam sikap masyarakat dalam menanggapai sebuah pondok pesantren di lingkungan mereka. Ada yang pro dengan pembangunan pondok pesantren tersebut, ada juga yang kontra dengan pembangunan pondok pesantren di lingkungan mereka. Terkadang anggapan orang yang pro dengan berdirinya pondok pesantren di lingkungan mereka, karena mereka sadar bahwa pendidikan Islam sangat penting. Sedangkan mereka yang kontra mereka memiliki berbagai alasan untuk menghambat berdirnya pondok pesantren tersebut, mereka beranggapan bahwa pendidikan Islam tidaklah teralalu penting, mereka lebih mementingkan pendidikan yang bersifat umum daripada pendidikan model pesantren.

Seperti yang dialami KH.Saifuddin Midhal dalam mendirikan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum di Cemengkalang Sidoarjo. Kiai


(18)

9

Saifuddin mendapat beberapa halangan ketika mencoba mendirikan pondok pesantren disana. Mereka yang kontra dengan Kiai Saifuddin mencoba menghalangi dan mengusirnya dari desa dan mengancam agar tidak ada pembangunan pondok pesantren yang berjalan.

Mereka yang kontra beranggapan bahwa Kiai Saifuddin adalah pendatang dan tidak seharusnya mendirikan pondok pesantren di lingkungan mereka. Mereka menghalangi dengan berbagai cara agar kiai Saifuddin segera pindah dari pemukiman mereka. Kiai Saifuddin yang memang memiliki pendirian teguh untuk mendirikan pondok pesantren tidak gentar dan tidak mundur sama sekali mengahadapi gertkan semacam itu.

Kiai Saifuddin memang memiliki prinsip ingin membangun pondok pesantren di sebuah desa yang memang bukan tanah kelahirannya dan masyarakat tidak mengenalnya. Atas dasar alasan itu kiai Saifuddin mulai meyakinkan masyarakat setempat tentang pembangunan pondok pesantren tersebut. Memang mayoritas desa tersebut sudah memeluk Islam akan tetapi mereka juga menolak akan adanya pembangunan pondok pesantren karena kiai Saifuddin sendiri dianggap bukan dari kalangan mereka dan tidak tahu persis sifat dan karakter masyarakat yang ada di desa tersebut.7

Masyarakat juga mulai pesimis tentang keinginan kiai Saifuddin tersebut, pasalnya kiai Saifuddin juga bukan dari golongan orang yang


(19)

10

berada dan untuk membangun sebuah pondok pesantren tidaklah mudah. Kiai Saifuddin memulai usahanya dalam membangun pesantren dari bawah dari orang yang tidak mempunyai apa-apa, membangun sebuah kepercayaan pada masyarakat setempat.

Tidak hanya pengusiran yang diterima oleh kiai Saifuddin, hinaan bahkan ancaman yang didapat oleh beliau. Ketika awal menetap di desa tersebut kiai Saifuddin hanya memiliki tiga murid saja dan itupun di inapkan di rumah beliau sendiri. Baru ketika sudah mempunyai bangunan untuk pondok pesantren, mulai banyak santri yang ingin belajar mengaji di pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum.

Meskipun begitu ketika bangunan pondok mulai berdiri masyarkat yang kontra terhadap beliau juga semakin menunjukkan tidak suka terhadap kiai Saifuddin, pasalnya kiai Saifuddin sudah bisa membuktikan pendiriannya dan tetap teguh terhadap keinginannya untuk membangun pondo pesantren dan mengamalkan ilmunya.

Sedangkan masyarakat yang pro dalam pembangunan pondok pesantren tersebut mulai membiarkan anak-anaknya untuk belajar mengaji di kiai Saifuddin. Latar belakang kiai Saifuddin yang juga seorang santri dari Kiai Asrori membuat dia juga makin dipercaya oleh warga setempat yang pro dengan kiai Saifuddin.

Untuk mengatasi warga setempat yang memang kontra dengan beliau, beliau melakukan pendekatan dengan warga tersebut. Tidak lupa para santrinya juga diajak beliau agar bisa berbaur terhadap masyarakat


(20)

11

setempat dan dapat berbakti terhadap masyarakat. Pendekatan yang dilakukan beliau dengan cara mengaji berkeliling masjid dan musholla yang ada di sekitar desa tersebut.8 Meskipun beberapa diantaranya juga menolak dengan alasan tidak ingin menerima hal baru di desanya dan tetap ingin mempertahankan tradisi lama yang sudah ada dan menganggap bahwa kiai Saifuddin tidak tahu tentang karakter warga setempat. Lama-kelamaan masyarakat mulai menerima dengan kedatangan kiai Saifuddin dan dinilai alim oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini nantinya akan dibahas respon masyarakat dalam pembangunan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum, serta perjuangan kiai Saifuddin menghadapi respon masyarakat yang mengusirnya, dan perkembangan apa saja yang sudah dicapai oleh pesantren Raudhatul ‘Ulum, maka dari itu penulis mengangkat judul “Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo 1990 -2015”. Dalam judul tersebut diharapkan penulis dapat mengungkapkan sejarah berdiri dan perkembangan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang. Serta mengungkapkan bagaimana respon masyarakat Cemengkalang terhadap pondok pesantren tersebut.

B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan permsalahan sebagai berikut:


(21)

12

1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo?

2. Bagaimana perkembangan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo tahun 1990-2015?

3. Apa reaksi dan respon masyarakat terhadap berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam pembahasan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui perkembangan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo tahun 1990-2015.

3. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian terhadap sejarah berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemenkalang Sidoarjo tersebut di harapkan dapan bermanfaat sebagai berikut:

1. Untuk memperkaya khazanah kepustakaan sejarah pondok pesantren yang ada di Jawa agar menajdi bacaan yang berguan bagi masyarakat


(22)

13

terutama bagi mereka yang ingin mengetahui pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

2. Untuk meningkatkan wawasan keilmuan penulis dalam bidang keilmuan guna mendapatkan syarat standar akademik strata 1 di UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan historis untuk mengetahui atau mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Tujuan pendekatan historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk mengkonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverfikasi, serta mensistemasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh bukti-bukti yang kuat.9 Melalui pendekatan historis skripsi ini diharapkan bisa mengungkapkan mulai dari awal berdirinya pondok pesantren tersebut hingga sampai saat ini, mulai dari aktivitas pondok hingga perannya di masyarakat.

Untuk memahami sejarah perkembangan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum penulis mencari dan menggali informasi dengan melakukan wawancara dari para santri senior, pengasuh pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum, dan juga para warga desa. Penulis menggunakan teori Arnold J Toynbee yaitu Challenge and Respon, yang berarti tantangan dan

9M.Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006),


(23)

14

jawaban, akan menjelaskan tentang sebuah perkembangan dan pertumbuhan sebuah kebudayaan yang digerakkan oleh kalangan minoritas hingga kalangan mayoritas mengikuti kebudayaan tersebut.10 Dimana ketika ada sebuah masalah yang dihadapi, maka timbullah suatu jawaban untuk mengatasi masalah tersebut. Seperti sebuah usaha untuk mendirikan sebuah pesantren di tempat asing dan yang mendirikan pun bukan berasal dari warga setempat atau seorang pendatang. Seperti sejarah berdirinya Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

Selain teori Challenge and Respons dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan teori kepemimpinan. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan dari seseorang yaitu pemimpin atau leader untuk mempengaruhi orang lain yaitu orang yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya, sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadang kepemimpinan dibedakan antara kepemimpinan sebagai kedudukan dan dan kepemimpinan sebagai proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks hak dan kewajiban yang dimiliki oleh suatu badan. Sedangkan kepemimpinan sebagai proses sosial adalah suatu proses kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang suatu badan yang menyebabkan gerak dari masyarakat.11

10 Moeflih Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 71.

11 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Penerbit: Dian Rakyat, 1967), 181.


(24)

15

Kiai tidak hanya dikategorikan sebagai elit agama, tapi juga elite pesantren yang memiliki otoritas tinggi dalam menyampaikan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan serta berkompeten mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan yang ada di pondok pesantren. Tipe kharismatik yang melekat pada dirinya menjadi tolak ukur kewibaan pesantren. Dipandang dari kehidupan santri, kharisma kiai dalam karunia yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.12

F. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang berkait tentang sejarah berdirinya pondok pesantren pernah dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Pondok Pesantren Al Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo : Studi tentang sejarah dan pengaruhnya terhadap masyarakat, (Fakultas Adab Jurusan SKI, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1994), skripsi ini ditulis oleh Aisyah, pada penelitiannya tersebut menekankan kepada sejarah berdirinya pondok pesantren Al Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo serta perannya dalam masyarakat. Intinya penelitian tersebut menekankan terhadap pengaruh pondok pesantren Al-Hidayah Ketegan Sidoarjo terhadap masyarakat setempat.

2. Sejarah Pondok Pesantren Nurul Hikmah Porong : Studi Historis Tentang Perkembangan dan Dampaknya terhadap


(25)

16

Masyarakat Jatirejo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo (Fakultas Adab Jurusan SKI, IAIN Sunan Ampel, 1997), skripsi ini ditulis oleh Drais, pada penelitiannya kali ini menekankan pada sejarah berdiri pondok pesantren Nurul Hikmah Porong Sidoarjo. Tidak hanya memfokuskan kepada sejarah berdirinya pondok pesantren tapi juga terhadap dampak dari pondok pesantren Nurul Hikmah terhadap masyarakat sekitar.

3. Pondok Pesantren Asy-Syari’I Darul Hikam Brebek Dalem Waru Sidoarjo : Studi Sejarah dan Aktivitas Sosial Pondok Pesantren Terhadap Masyarakat Brebek, (Fakultas Adab Jurusan SPI, IAIN Sunan Ampel, 2011), skripsi ini ditulis oleh Aan Bahrudin. Pada penelitian skripsi tersebut memfokuskan kepada sejarah serta aktivitas sosial yang dilakukan oleh pondok pesantren Asy-Syari’I Darul Hikam dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar. Sedangkan yang membahas mengenai Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Cemengkalang Sidoarjo masih belum ada. Pada skripsi ini peneliti memfokuskan terhadap sejarah perkembangan pondok pesantren dan respon warga yang timbul sejak adanya pondok pesantren tersebut.

Dari sekian banyak penelitian tentang pondok pesantren yang berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo dan sekitarnya masih ada pondok


(26)

17

pesantren yang belum diteliti. Pondok pesantren tersebut juga punya pengaruh luas terhadap masyarakat sekitarnya dan mampu menjadi salah satu pelopor dalam pendidikan Islam yang ada di Kabupaten Sidoarjo

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan historis untuk menerangkan semua bukti-bukti yang ada, maka untuk mendukung pendekatan historis penulis menggunakan metode sejarah, metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang autentik dan valid serta dapat dipertanggung jawabkan.13

Adapun langkah-langkah penelitian dari metode sejarah yang digunakan dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik atau pengumpulan data dari sumbernya, yakni mengumpulkan data-data yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi, seperti menggali data dari para informan dengan cara wawancara dengan pengasuh, warga sekitar dan santri senior. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menggolongkan beberapa sumber, yaitu sumber primer dan skunder. Sumber primer adalah sumber yang benar-benar valid dan dapat dibuktikan kebenarannya, seperti dari hasil wawancara dari pelaku sejarah. Sedangkan sumber skunder adalah sumber pendukung untuk menguatkan sumber primer, seperti


(27)

18

buku literature. Sumber sekunder yang diperoleh adalah wawancara terhadap para jamaah kiai Saifuddin Midhal.

Berikut akan disebutkan beberapa informan dalam menggali sumber primer:

a. KH. Saifuddin Midhal pengasuh sekaligus pendiri pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo (u.68 tahun). b. Ustad Hafid selaku santri senior dan ikut aktif dalam pembangunan

pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo (u.35 tahun).

c. Ustad Rofik selaku santri senior dan ikut aktif dalam pembangunan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo (u.32 tahun).

d. Warga dusun Nyemplak Kelurahan Cemengkalang Sidoarjo.

 Nama : Sutrisno

 Tempat dan Tanggal Lahir : Sidoarjo, 14 Januari 1972

 Alamat : Dusun Nyemplak Jl. Pondok Pesantren Keluarahan Cemengkalang Kabupaten Sidoarjo.

e. Santri senior pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

 Nama : Fatkhul Mu’in

 Tempat dan Tanggal Lahir : Mojokerto. 02 Oktober 1995

 Alamat : Desa Glatik, Dusun Watesnegoro Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto


(28)

19

 Status : Santri

f. Adik dan Saudara KH. Saifuddin Midhal.

 KH. Irsyad (u.60 tahun)

 KH. Ahmad Syafi’i (u.56 tahun)

Selain sumber wawancara dari para narasumber ada pula sumber primer berupa bukti tertulis seperti berikut:

a. Akta kelahiran pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

b. Terjemahan atau tulisan ulang kitab dari KH. Saifuddin Midhal, seperti:

1) Tulisan ulang kitab Nahwu oleh kiai Saifuddin Midhal 2. Kritik Sumber

Verifikasi atau kritik sumber, yaitu ahap menguji keabsahan sumber-sumber yang diperoleh penulis di uji keabsahannya apakah sumber-sumber tersebut kredibel atau tidak. Kritik sumber dalam penelitian sejarah dibagi menjadi dua yaitu kritik sumber intern dan ekstern. Kritik sumber intern adalah kritik sumber yang dilakukan penulis yang mengacu pada kredibilitas sumber, artinya sumber tidak dapat dimanupulasi. Sedangkan kritik sumber ekstern adalah usaha mendapat mendapatkan otentisitas sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber.

Kritik sumber yang penulis lakukan adalah dengan cara menguji validitas eksternal, yaitu dengan melakukan perbandingan antara suatu


(29)

20

sumber dengan sumber yang lain agar dapat diperoleh kredibilitasnya. Dengan cara menguji hasil wawancara dan melakukan perbandingan hasil wawancara dari salah satu narasumber dengan narasumber yang lain yang juga menjadi saksi sejarah hidup tentang berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

Seperti contoh ketika penulis mewawancarai kiai Saifuddin Midhal tentang sejarah bediri pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum, penulis membandingkan dengan narasumber yang lain yaitu adik beliau kiai Syafii, karena kiai Syafii juga menjadi saksi sejarah hidup tentang berdiri dan perkembangan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum.

Dalam bukti tertulis juga harus dibuktikan keasliannya mengenai akta berdirinya pondok, sejak kapan tepatnya pondok resmi berdiri sesuai dengan aktanya. Kemudian dengan tulisan yang pernah ditulis oleh Kiai Saifuddin Midhal yaitu terjemahan kitab manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafisran disebut juga dengan analisis sejarah.14 Analisis berarti menguaraikan sebelum data terkumpul dan dibandingkan lalu disimpulkan untuk ditafsirkan. Dalam hal ini penulis menghubungkan data-data yang penulis peroleh dengan tema pokok skripsi yaitu “Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengakalang Sidoarjo 1990-2015”, penulis kemudian

14 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1995), 100.


(30)

21

menganalisis sumber-sumber tersebut dengan perspektif yang penulis pilih.

Setelah melakukan kritik sumber dan mendapatkan hasil, penulis memulai menafsirkan hasil yang didapat. Dengan cara memilah-milah sumber yang didapat dari hasil wawancara yang sesuai dengan tema yang diangkat penulis. Pada tahap ini peneliti mulai menganalisis sumber yang didapatkan melalui wawancara denga para pelaku sejarah yang masih hidup dan ikut aktif dalam pendirian pondok pesantren. Seperti keterangan yang didapat dari kiai Saifuddin Midhal tidak semuanya harus dimasukkan harus dipilih sesuai dengan sub judul yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

4. Historiografi

Metode yang terakhir adalah historiografi yaitu cara penulis memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, kemudian menulisnya dan menyajikan penelitian tersebut dalam suatu karya yang berupa skripsi.

Penulisan skripsi ini didapat oleh penulis melalui hasil menggali sumber primer yang ada yang didapat dengan cara wawancara terhadap pelaku sejarah. Penulisan ini juga akan disusun secara sistematis, dimulai dari awal berdiri pondok pesantren, perkembangan yang dicapai oleh pondok pesantren dan respon masyarakat terhadap pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum.


(31)

22

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian, yakni sebagai berikut :

Bab pertama, pendahuluan. Pada bab ini menggambarkan secara global keseluruhan isi skripsi ini, terdiri atas latar belakang masalah, pendekatan dan keranka teori, tinjauan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua, penulis mulai memaparkan sejarah berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo 1990, profil pengasuh dan siapa saja yang mempunyai pengaruh terhadap pembangunan pondok pesantren tersebut. Dalam bab ini dimasukkan sejarah berdirinya pondok pesantren karena sebagai awal penulis mengarahkan penelitiannya tersebut.

Pada bab ketiga, penulis memaparkan perkembangan pondok pesantren dari segi fisik bangunan pondok pesantren, santri dan metode pembelajaran para santri. Pada bab ini penulis menyajikan sub judul tersebut untuk mengetahui perkembangan pondok pesantren dari awal berdiri hingga sekarang.

Pada bab keempat, selanjutnya penulis memaparkan kondisi warga Cemengkalang setelah adanya pondok pesantren tersebut dan bagaimana respon masyarakat terhadap pondok pesantren tersebut.

Selanjutnya akhir pembahasan penulis akan memberikan penutup, yang terdiri atas kesimpulan dan saran.


(32)

23 BAB II

LETAK GEORGRAFIS PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ‘ULUM CEMENGKALANG

A. Letak Geografis

Letak geografis adalah letak suatu wilayah atau Negara sesuai dengan kenyataannya di permukaan bumi dan didasarkan pada keadaan alam di sekitarnya. Letak geografis suatu wilayah juga ditentukan dan berkaitan dengan letak astronomis, letak geologis, letak fisiologis dan letak geomorfologis1. Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik di sebelah Utara, Kabupaten Pasuruan di sebalah selatan, Kabupaten Mojokerto di sebelah barat dan selat Madura di sebelah Timur.

Secara geografis kabupaten Sidoarjo terletak antara 112’5’ dan 112’9’ bujur timur dan antara 7’3’ dan 7’5’ lintang selatan. Dengan letak kabupaten Sidoarjo yang berbatasan dengan kabupaten serta kota besar yang ada di wilayah Jawa Timur membuat kabupaten Sidoarjo mampu menjadi pusat yang tepat untuk mengembangkan potensi perekonomian regional. Dengan didukung juga potensi daerah dan sumber daya manusia yang memadai. Perikanan, industry dan jasa merupakan sector utama pereknomian Sidoarjo.

1Damar Yanti, “Letak Geografis” dalam


(33)

24

Selat Madura yang menjadi pembatas dari wilayah Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah penghasil perikanan diantaranya ikan, udang dan kepiting. Sesuai dengan logo pada kabupaten Sidoarjo yakni Udang dan Bandeng merupakan komoditi terbesar di kabupaten tersebut.

Dalam bidang industri kabupaten Sidoarjo berkembang cukup pesat karena secara geografis letak kabupaten Sidoarjo berdekatan dengan kota pebisnis yaitu Surabaya. Sedangkan untuk sumber daya manusia kabupaten Sidoarjo memiliki sumber daya manusia yang memadai dan produktif, serta kondisi social-politik yang relative stabil membuat perkembangan kabupaten ini cukup pesat. Secara administrasi kabupaten Sidoarjo memiliki 18 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut, kecamatan Sidoarjo, Balongbendo, Buduran, Candi, Gedangan, Jabon, Krembung, Krian, Prambon, Porong, Sedati, Sukodono, Taman, Tanggulangin, Tarik, Tulangan, Waru dan Wonoayu.

Kecamatan Sidaorjo adalah salah satu kecamatan yang terbesar di Kabupaten Sidoarjo dan menjadi pusat atau ibukota dari kabupaten Sidoarjo. Kecamatan yang dijadikan sebagai ibukota dari sebuah kabupaten biasanya dikarenakan semua bangunan dinas kabupaten lebih banyak di daerah kecamatan tersebut. Kecamatan sidoarjo dibagi dalam 24 desa/kelurahan antara lain sebagai berikut.


(34)

25

Tabel 2.1.

Nama Desa/Kelurahan Kecamatan Sidoarjo

Sumber: Data administrasi kecamatan Sidoarjo tahun 2015

No Desa/Kelurahan Alamat

1 Magersari Jl. Gajah Mada No.54

2 Pucang GG. Kelurahan No.01

3 Sidoklumpuk Jl. Kartini No.47

4 Sidokumpul Jl. Diponegoro No.01

5 Pucanganom Jl. R PatahNo.76

6 Bulusidokare Jl. Kelurahan No.02

7 Sekardangan Jl. Hasanudin No.01

8 Celep Jl. Erlangga No.01

9 Sidokare Perum Sidokare

10 Pekauman Jl. Kelurahan No.17

11 Lemahputro Jl. Kelurahan No.01

12 Gebang Desa Gebang

13 Urangagung Jl. Balai Desa

14 Cemengkalang Jl. Raya Cemeng

15 Kemiri Jl. Kemiri Stadion Jenggolo

16 Bluru Kidul Bluru Kidul

17 Rangka Kidul Desa Rangka Kidul

18 Banjarbendo Desa Banjarbendo

19 Jati Jl. Balai desa No.2

20 Suko Jl. Raya Suko No.01

21 Lebo Jl. P Sudirman No.01

22 Cemengbakalan Desa Cemengbakalan

23 Sumput Desa Sumput


(35)

26

Desa cemengkalang adalah salah satu desa dari 24 desa yang ada di dalam wilayah kecamatan Sidoarjo. Desa cemengkalang berada di ujung kecamatan Sidoarjo yang hampir berbatasan dengan kecamatan Krian. Di desa Cemengkalang mayoritas penduduknya muslim dengan jumlah 2.314 orang laki-laki dan 1.256 orang perempuan. Sesuai dengan data monografi tahun 2016 luas dari desa Cemengkalang sekitar 456,3 Ha. Sedangkan secara administrasi desa Cemengkalang dibagi menjadi tiga dusun, empat rukun warga dan dua belas rukun tetangga.

Tabel 2.2.

Jumlah Penduduk Desa Cemengkalang

Jumlah Tahun

Laki-Laki (orang)

Perempuan (orang)

Jumlah Penduduk 2016 2.314 1.256

Jumlah Penduduk 2015 2.298 1245

Jumlah Kepala Keluarga 2016 1.566 190

Jumlah Kepala Keluarga 2015 1.454 186


(36)

27

Menurut data diatas data jumlah warga desa Cemengkalang dari tahun ke tahun meningkat. Meskipun jumlah warga dari desa Cemenkalang tiap tahunnya bertambah warga tetap merasa berkecukupan.

Tabel 2.3.

Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cemengkalang Sidoarjo

Jenis Pekerjaan Laki – laki

(orang)

Perempuan (orang)

Jumlah (orang)

Petani 56 45 101

Buruh tani 34 21 56

Pegawai Negeri Sipil 18 9 27

Peternak 4 - 4

Nelayan 71 - 71

Dokter Swasta - 2 2

Bidan Swasta - 2 2

Perawat Swasta - 3 3

Montir 8 - 8

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 2 1 3

Pengusaha kecil dan menengah

124 98 222

Dukun Kampung Terlatih - 1 1

Jasa Pengobatan Alternatif 1 1 2

Dosen Swasta 1 - 1

Pengusaha Besar 1 - 1

Arsitektur 1 - 1

Seniman/Artis 13 3 16


(37)

28

Swasta

Sumber: Data diolah dari Monografi Desa Cemengkalang

Jika dilihat data di atas mayoritas mata pencaharian dari warga desa Cemengkalang adalah karyawan swasta pabrik dan pengusaha kecil menengah. Hal ini wajar sekali jika dilihat dari letak desa Cemengkalang yang berada di kecamatan Sidoarjo yang menjadi pusat usaha kecil dan menengah dari kabupaten Sidoarjo. Kabupaten sidoarjo yang mempunyai wilayah yang diapit oleh kota dan kabupaten besar, menajdikannya tempat strategis bagi berkembangnya usaha kecil dan menengah dari warganya, hal itu juga ditunjang dari program bupati sidoarjo yang ingin memajukan usaha kecil dan menengah warganya.

B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang

Sidoarjo

Sejak tahun 60-an, pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu atau barangkali berasal dari kata Arab fundug, yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe dan akhiran an berarti tempat tinggal para


(38)

29

santri.2 Seperti yang diungkpakan diatas bisa dipastikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang berkembang di Indonesia.

Penelitian tentang sejarah asal-usul pesantren sangat menarik sekali bagi para sarjana, seperti Clifford Geerts dan yang lain, mereka sepakat menyebut bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menjadi ciri bagi Islam di Indonesia. Akan tetapi dalam proses lahirnya pondok pesantren mereka mempunyai pandangan tersendiri.

Perbedaan pandangan dari para peneliti tersebut setidaknya bisa dikategorikan dalam dua kelompok besar.3 Kelompok pertama, berpendapat bahwa pesantren merupakan hasil kreasi sejarah anak bangsa setelah mengalami persentuhan budaya dengan budaya pra-Islam. Pesantren disamakan dengan mandala dan asrama dalam khazanah lembaga pendidikan pra-Islam. Pesantren merupakan sekumpulan komunitas pendidikan independen yang pada awalanya mengisolasi diri dari pusat kota (pedesaan).

Pesantren adalah artefak peradaban Indonesia yang dibangun, sebagai institusi pendidikan keagamaan brcorak tradisional, unik dan indigoneus.4 Seperti yang diungkapkan Nurcholis Madjid dan para sarjana yang sependapat dengan kelompok pertama, menyatakan bahwa pesantren mempunyai

2Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,1994), 18.

3Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren Asal usul dan Perkembangn Pesantren Di Jawa

(Jakarta: Departemen Agama RI, 2004), 7.

4 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 10.


(39)

30

hubungan dengan masa pra-Islam, dengan artian konsep yang dibawa oleh pesantren tidak jauh beda dengan masa pra-Islam.

Kelompok kedua, berpendapat pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan Islam Timur-Tengah. Kelompok ini tidak setuju dengan persamaan konsep pesantren dengan masa par-Islam, keterkaitan antara pesantren dan Hindu-Budha.5 Pesantren cenderung lebih dekat dengan salah satu model system pendidikan di Al-Azhar dengan system pendidikan riwaq yang didirikan pada akhir abad ke-18 M.6 Dari kelompok kedua ini, pesantren merupakan lembaga yang berkembang di Indonesia setelah adanya Islamisasi kemudian berkembang seiring banyaknya para penduduk pribumi yang belajar Islam di Timur-Tengah, kemudian mengadopsi model system pendidikan yang ada disana. Seperti yang diungkapkan Martin Van Bruinessen, pesantren baru muncul sekitar abad ke-18.

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bagaimana sebenarnya pengaruh pesantren sebagai model pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Seperti sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa lepas dari peran pesantren untuk mengawal kemerdekaan Negara Indonesia. Banyak literatur sejarah Indonesia yang memasukkan peran pesantren.

5 Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren Asal usul dan Perkembangn Pesantren Di Jawa (Jakarta : Departemen Agama RI, 2004), 6.

6 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning : Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1992), 35.


(40)

31

Dalam mendirikan pesantren, seorang kiai melewati perjuangan dan rintangan, tidak selalu melewati jalan mulus. Seperti yang dihadapi oleh kiai Saifuddin Midhal dalam mendirikan sebuah pondok pesantren. Tidak hanya ia yang mengalami kesulitan dalam mendirikan sebuah pondok pesantren, para kiai pendahulu yang juga berniat ingin mendirikan sebuah pondok pesantren terkadang mendapatkan perlakuan yang serupa juga. Kiai Saifuddin Midhal memang bukan asli dari desa Cemengkalang, ia hanya sekedar pernah melewati jalan tersebut hingga menimbulkan keinginannya untuk mendirikan sebuah pondok pesantren.

Kiai Saifuddin memang sering sekali melakukan perjalanan, akan tetapi jika ia tidak bisa menemukan kecocokan akan tempat yang pernah disinggahinya selama ini. Ia hanya sekali melakukan perjalanan di daerah Cemengkalang Sidoarjo, akan tetapi setelah melihat daerah tersebut ia sepeerti memdapat kecocokan saat berada disana. Kiai Saifuddin yang bukan berasal dari Cemengkalang memang harus berusaha agar niatnmya untuk mendirikan pondok pesantren terlaksan dan para warga daerah Cemengkalang membantu serta mendukung niatnya tersebut.

Kiai Saifuddin memperoleh istri yang berada di daerah tersebut, sehingga ia mempunyai alasan untuk pindah dan menetap di desa cemengkalang. Bertahun-tahun setelah pindah di daerah Cemengkalang kiai Saifuddin masih belum mendapat angin segar untuk melaksanakan niatnya membangun pondok pesantren di daerah tersebut. Penolakan demi penolakan


(41)

32

ia terima, selama dalam masa penolakan tersebut ia juga mempunyai murid yang senantiasa belajar agama Islam darinya. Selama itu juga semua santri di inapkan di rumah mertuanya.

Tidak seperti warga yang lain mertua dari kiai Saifuddin Midhal menegrti betul bagaimana niat sang menantu yang ingin mendirikan sebuah pondok pesantren yang akan membawa peubahan bagi desa tersebut. mertua dari kiai Saifuddin memang berlatar belakang dari pondok pesantren maka ketika mendapatkan menantu yang ingin mendirikan sebuah pondopk pesantren sebisa mungkin sang mertua membantu menantunya menjalankan niatnya tersebut hinga terlaksana.

Pada saat itu kiai Saifuddin sudah mengajar empat orang santri. Empat orang ini selalu mendapingi kiai hingg sampai pada sebuah cita-cita bersama mendirikan sebuah pondok pesantren. Empat orang santri ini antara lain, cak mat, ustadz khafid, cak is dan cak ris. Keempat santri ini serta kiai Saifuddin yang menjadi awal pelopor berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum di Cemengkalang. Mereka berempat resmi menjadi santri pada tahun 1980. Setelah itu mulai tahun 1985 bangunan sudah mulai berdiri meskipun hanya sebgaian. Msekipun bangunan yang berdiri hanya sebagian santrinya bertambah menjadi 20 santri.7 Kemudian secara resmi pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang berdri pada tahun 1990. Setelah resmi mulai berdatangan para santri untuk belajar pada Kiai Saifuddin Midhal.


(42)

33

Pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang terletak di desa Cemengkalang Jl. Pondok Pesantren No. 01, 150 m dari jalan besar Cemengkalang. Nama jalan pondok pesantren memang disematkan karena adanya pondok pesantren tersebut. Untuk mempermudah menemukan lokasi pondok pesantren penulis akan menyajikan peta dari pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

C. Visi dan Misi

Pondok pesantren di awal berdirinya adalah untuk menampung orang-orang yang ingin belajar dan mendalami agama Islam. Ketika kedatangan belanda di Indonesia pondok pesantren selalu menjadi lembaga pendidikan bagi bangsa pribumi yang ingin belajar Islam dan ketika itu lembaga pendidikan pondok pesantren selalu di pinggirkan. Hal itu dilakukan karena Belanda melihat bahwa pondok pesantren memiliki pengaruh kuat dalam


(43)

34

pembelajaran orang-orang pribumi, meskipun yang diajarkan pondok pesantren hanya tentang Islam pada waktu itu.

Seiring zaman berkembang dan hilangnya penjajahan Belanda di Indonesia sejumlah pondok pesantren mulai melakukan sedikit perubahan yaitu memberikan pelajaran umum tidak hanya tentang Islam. Hal ini dilakukan oleh sejumlah pondok pesantren tersebut agar santri nantinya tidak hanya pintar wawasan mengenai Islam akan tetapi juga menguasai wawasan lain diluar Islam. Profesor Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran dan tanggung jawab.8 Setiap santri diharapkan menjadi orang yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan ini.

Di satu sisi tidak sedikit juga pondok pesantren yang tetap memegang teguh seperti di awal pondok pesantren berdiri yaitu tetap mengajarkan wawasan mengenai Islam. Menurut Kiai Saifuddin Midhal pondok pesantren memang seharusnya berkonsentrasi pada satu hal yaitu membuat santri mengerti akan wawasan tentang Islam.9

1. Visi

8 M. Dian Nafi’, dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren (Yogyakarta: Instite for training and development (ITD) Amherst, 2007), 49.


(44)

35

Pesantren yang ingin mencetak santri yang berakhalakul karimah, berguna di masyarakat dan negara, dan memahami serta mengamalkan ajaran Islam yang dilandasi syariat Islam Ala Ahlussunnah Wal Jamaah.

2. Misi

Ingin mengembangkan ajaran-ajaran Islam, menghidupkan kembali kajian-kajian Islam seperti di awal berdiri Pondok pesantren di Indonesia, ikut serta mencetak generasi penerus masa depan yang berakhlakul karimah, yang memahami Islam dengan baik.

3. Tujuan

Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum cemengkalang ini bertujuan: a. Mencetak santri yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT.

b. Memberikan pengajaran keislaman, berbudi luhur, berkepribadian utuh, mandiri, cerdas, memiliki kemampuan intelektual, profesionalisme dalam mengembangkan fungsi keagamaan.

Dengan adanya beberapa visi, misi, dan tujuan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang ini diharapkan akan memberikan dampak positif bagi bangsa, dan masyarakat atau warga sekitar pondok.


(45)

36 BAB III

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLATUL ‘ULUM

A. Genealogi dan Biografi Para Pendiri

Genealogi menurut kamus besar KBBI adalah garis keturunan manusia dalam hubungan keluarga sedarah sedangkan biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Sebuah biografi lebih kompleks daripada sekedar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang, biografi juga bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut.1 Selain itu, biografi juga bisa dijadikan bukti bahwa perjuangan kiai Saifuddin Midhal dalam mendirikan pondok pesantrennya.

Sebuah pondok pesantren memiliki elemen-elemen dasar yang wajib dimiliki seperti pondok, masjid/musholla, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan seorang kiai. Ini bisa dikatakan jika suatu lembaga sudah memiliki kelima elemen dasar tersebut sudah dikatakan menjadi pondok pesantren. Sebuah pondok pesantren di Jawa dibagi menjadi tiga golongan pondok pesantren kecil, menengah dan besar. Jika pondok pesantren kecil biasanya hanya memiliki santri dalam jumlah yang minim dan pengaruh seorang kiai hanya sebatas pada kabupaten, sedangkan jika pondok pesantren kelas menengah jumlah santri 1000 sampai 2000 dan pondok pesantren tersebut mempunyai pengaruh luas melebihi sebuah kabupaten.


(46)

37

Jika pondok pesantren besar memiliki santri lebih dari 2000 dan memiliki pengaruh luas.2

Kiai merupakan elemen yang wajib dimiliki oleh pondok pesantren, biasanya seorang kiai ini merupakan pendiri sebuah pondok pesantren itu sendiri. Kiai memiliki pemakanaan yang beragam, entah itu dari sisi istilah, di lingkungan pesantren atau di dalam sebuah kelompok masyarakat. Dari sisi istilah “kiai” diartikan sebagai penyebutan kepada seorang yang dihormati yang memiliki ilmu keagamaan. Namun secara luas, tentunya terdapat beberapa penafsirannya. Dalam percakpan di beberapa daerah,”ajengan” memiliki arti sinonim dengan “kiai”.3 Sama halnya di lingkungan pesantren kiai dianggap sebagai orang tua kedua setelah orang tua santri sendiri, ini dikarenakan budaya orang Jawa dimana ketika anaknya sudah dipondokkan maka kiai memiliki tanggung jawab terhadap santri tersebut. santri meyakini bahwa kiai adalah orang yang bijak dan merupakan sosok panutan. Para santri selalu berpikir bahwa kiai yang dianutnya merupakan orang yang percaya penuh kepada dirinya sendiri (self-confident), baik dalam soal-soal pengetahuan Islam, maupun dalam bidang kekuasaan dan manajemen pesantren.4 Dalam artian kiai merupakan orang tua rohani, sedangkan ayah dan ibu merupakan orang tua biologis.

2Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup (Jakarta:

LP3ES, 1985), 44.

3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 24.


(47)

38

Sedangkan jika dilihat dalam sebuah kelompok masyarkat kiai menduduki posisi paling atas. Meskipun kebanyakan kiai di Jawa tinggal di daerah pedesaan mereka merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur social, politik dan ekonomi masyarakat Jawa.5 Seorang kiai dipandang bijaksana dan selalu menjadi penengah dalam masalah sebuah kelompok masyarakat, ini sebagai konsekuensi kehidupan dan keilmuan seorang kiai. Selain itu seorang kiai juga dipandang dari garis keturuanannya. Tidak terelakkan lagi kebanyakan para kiai memiliki background keluarga yang sama-sama ahli dalam bidang agama. Hal ini pada perkembangannya, menjadi suatu hal yang sangat memengaruhi penerimaan orang lain atas dirinya, yaitu melihat siapa tokoh yang berada diatasnya secara garis keturunan darah.6

Dalam berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum tidak hanya kiai Saifuddin Midhal yang berperan tapi ada juga orang-orang yang berjasa membantunya. Para pendiri pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum tersebut memiliki sebuah hubungan darah dan saling keterkaitan terhadap kiai Saifuddin Midhal. Menurut silsilah Kiai Midchal mempunyai 6 putra dan 5 putri, ada yang sudah meninggal ketika masih belia. Kiai Abdul Halim merupakan anak tertua, setelah kakaknya meninggal pada usia 3 tahun. Sedangkan Kiai Saifuddin Midhal merupakan anak ke-8 dari sebelas bersaudara.

5 Ibid., 56.

6 Sayfa Aulia Achidsti, Kiai dan Pembanguna Institusi Sosial (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 185.


(48)

39

Setelah kiai Madchol wafat yang menggantikan kedudukannya sebagai pengasuh pondok pesantren As-Syafi’iyah adalah kiai Abdul Halim, dikarenakan ia adalah anak tertua yang ada di keluarga. Sedangkan sang adik, kiai Saifuddin ingin mendirikan sebuah pondok pesantren di tempat yang baru. Setelah ada niatan seperti itu kiai Saifuddin berunding dengan kakaknya dan segera mendapat persetujuannya.

Setelah kiai Saifuddin menikah dengan istrinya Nyai Siti dan mulai menetap di Cemengkalang, kiai Abdul Halim mulai mengutus anaknya setelah selesai mondok untuk ikut membantu dan mengabdi kepada adiknya tersebut. Ustadz Hafidz dan Ustadz Ainurrofiq mulai menetap di rumah kiai Saifuddin paman mereka. Di sana mereka tidak hanya mengaji akan tetapi juga mulai membantu membangun pondok mulai mencari dana hingga proses pembangunan, mereka semua mengerjakannya. Hubungan kiai Saifuddin dan kedua keponakannya bukan hanya mengenai hubungan sebuah keluarga akan tetapi juga hubungan sebuah murid dengan seorang guru atau orang tua rohani.

1. Kiai Saifuddin Midhal

Kiai Saifuddin Midhal adalah pengasuh sekaligus pendiri pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum di desa Cemengkalang Sidoarjo. Pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum tempat kiai Saifuddin mengembleng para santrinya yang menuntut ilmu. Pondok pesantren ini didirikan sebagai sarana untuk para santri


(49)

40

yang ingin mendalami ilmu tentang Islam, para santri ini memang tidak banyak mengikuti sekolah formal pemerintah, para santri hanya fokus tawadhu’ kepada kiai dan belajar tentang Islam.

Kiai Saifuddin Midhal dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1948, di desa Ngoro kabupaten Mojokerto dari pasangan kiai Madchol dan nyai Aniy. Ia adalah anak ke delapan dari sebelas bersaudara 6 diantaranya laki-laki dan 5 perempuan, memang orang dulu mempercayai bahwa banyak anak banyak rejeki. Latar belakang keluarga kiai Saifuddin memang sangat memperhatikan pendidikan agama anaknya dan bahkan keluarga kiai Madchol terkenal alim di kalangan masyarakat desanya. Dikarenakan kealiman kiai Madchol, ia sangat dihormati dikalangan masyarakat desa Ngoro.

Semua anaknya setelah menyelasaikan Sekolah Dasar dan dirasa umurnya sudah cukup serta mampu maka kiai Madchol segera memberangkatkan anaknya untuk mondok atau nyantri di pondok pesantren, tidak ada yang pernah melanjutkan sekolah formal, karena pada saat itu kondisi ekonomi kiai Madchol yang minim serta karean beliau tidak dapat menjamin bahwa meneruskan sekolah formal dapat menjamin masa depan dan karakter dari anak-anaknya kelak. Terutama bagi anak laki-lakinya kiai Madchol mengharuskan mondok. Jadi bisa dipastikan bahwa semua putra-putri dari kiai Madchol tidak ada yang menempuh sekolah formal. Salah satu anaknya yaitu kiai Saifuddin Midhal


(50)

41

yang disuruh mondok ketika umur 12 tahun, pertama ia berangkat mondok di pesantren yang diasuh oleh kiai Utsman yaitu pondok pesantren Ubudiyah Raudhatul Muta’alimin Jati Purwo Kenjeran, Surabaya, ia nyantri di pondok tersebut hingga 12 tahun lamanya. Setelah itu ia pindah di Blitar, namun ketika di Blitar ia hanya 3 tahun saja, dirasa sudah cukup menimba ilmu disana, ia kembali lagi ke pondok kiai Utsman. Ketika ia kembali kiai Saifuddin berjanji bahwa ia akan boyong7 dari pondok sampai kiai Utsman wafat. Menurutnya ia masih kurang menimba ilmu dan ingin

tawadhu’ kepada kiai Utsman. Kegiatan ini berlangsung sekitar 17

tahun lamanya.8

Saifuddin dididik keras oleh kiai Madchol, karena menurutnya ilmu agama sangat penting dipelajari. Bahkan menurut kisah dari saudaranya yaitu almarhum kiai Abdul Halim Midhal, sang ayah hanya mengirimkan uang bulanan hanya sekali dalam tiga bulan, karena memang kondisi keuangan kiai Madchol yang minim dan disamping itu kiai Madchol ingin mendidik anaknya agar tidak manja dan hanya bergantung pada orang tuanya saja.9 Akibat didikan yang seperti itu semua anak laki-laki kiai Madchol memiliki pribadi yang mandiri, taat kepada kiai dan menjadi sosok guru yang sangat memperhatikan kondisi santrinya.

7 Boyong merupakan kata-kata yang dipakai santri untuk pulang kerumah dan tidak

menetap di pondok lagi.

8Kiai Saifuddin Midhal, Wawancara, Sidoarjo, 16 September 2016 9Pengajian kiai Abdul Halim Midhal, Mojokerto, 29 Oktober 2009.


(51)

42

Setelah kiai Utsman wafat, Saifuddin akhirnya keluar dari pondok pesantren. Ia sempat mengajar di salah satu SMP di Pasuruan, karena memang tidak ada kecocokan di sana kegiatan itu hanya bertahan hingga dua tahun lamanya. Ia juga sempat mengajar di pondok pesantren Asy-Syafiiyah yang diasuh oleh kakaknya sendiri yaitu Abd. Halim di desa Ngoro tempat ia dilahirkan. Setelah dirasa pengalaman yang di dapat sudah banyak, ia akhirnya memberanikan diri untuk menikah.10 Ketika ia lewat di desa Cemengkalang, ia seperti mendapatkan sebuah ikatan dan akhirnya ia bertemu dengan sang istri. Ikatan tersebut memnuculkan sebuah niat untuk membangun sebuah pondok pesantren.

Menjalankan niat tersebut tidaklah mudah, ia harus siap menerima penolakan dari para warga yang memang tidak senang dengan kehadirannya. Akan tetapi ketika pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum berdiri hampir semua respon negatif berubah menjadi positif. Hingga sampai saat ini pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum menjadi tempat para warga untuk mendidik anaknya di bidang agama. Bahkan kiai Saifuddin juga mampu mengembangkan jama’ah Al-Khidmah di Sidoarjo.


(52)

43

a. Al-Khidmah

Al-khidmah merupakan jamaah yang dibentuk oleh mendiang kiai Ahmad Asrori Al-Ishaqy, tepat di deklarasikan pada 25 Desember 2005. Jauh sebelum itu kiai Asrori sudah mempunyai perkumpulan dengan teman-temannya. Kiai Asrori mulai bergaul dengan orang-orang yang suka mabuk dan jarang mengerjakan salat. Ia mulai mengajak para pemuda tersebut untuk melakukan sebuah ritual istigotsah.11 Jauh sebelum bernama Al-Khidmah Kiai Asrori menamakan kelompoknya sebagai “orong-orong”12, nama tersebut diambil dari nama hewan kecil yang biasanya keluar pada malam hariuntuk mengorek-ngorek tanah dan ini menjadi filosofi terhadap pengambilan nama geng Ia yang diartikan geng tersebut agar giat beribadah di malam hari yang memang para anggotanya itu suka untuk begadang pada malam hari.13 Sedangkan nama Al-Khidmah sendiri berarti melayani, itu dimaksudkan

11Moch Dony Dermawan, “Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jamaah Al

-Khidmah Dalam Menyiarkan Ajaran-Ajaran KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya Pada Tahun 2005-2014”,(Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab dan Humaniora, Surabaya, 2002), 40.

12 Orong-orong merupakan nama yang dipilih oleh kiai Asrori untuk perkempulannya,

nama itu diambil dari nama hewan yang selalu keluar di malam hari.

13 Elok Afrohah, “Istigotsah Jamaah Al-Khidmah (Orong-orong) di Kota Gresik”, (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Adab dan Humaniora, Surabaya, 2002), 37.


(53)

44

bahwa kiai Asrori dan para pengikutnya siap melayani berbagai lapisan elemen masyarakat yang membutuhkan siramana rohani.

Hal ini juga dibenarkan oleh kiai Saifuddin yang pada saat terbentuknya orong-orong, beliau juga sudah mengikuti kiai Asrori. Dikarenakan kiai Asrori lah yang ditunjuk oleh kiai Sepuh (sebutan untuk Kiai Usman) untuk menggantikannya kelak. Selain sebagai pendiri Al- Khidmah, ia juga ditunjuk sebagai Mursid (guru Tarekat) Qadariyah wa Naqsabandiyah menggantikan ayahnya Kh. Muhammad Usman Al-Ishaqy sebelumnya kiai memberi mandat kepada kiai Minan dan diteruskan kepada kiai Asrori.14 Sedangkan kiai sepuh mendapat mandat sebagai Mursid dari kiai Romli Tamim Peterongan.

Kemudian para pengikut dari kiai Asrori meminta izin untuk menyelenggarakan kegiatan Istigotsah di daerahnya masing-masing, karena tidak sembarang orang bisa langsung memulai aktivitas istigotsah tanpa seizin kiai Asrori. Setelah berdirinya pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum maka kiai Saifuddin meminta izin serta restu untuk melakukan istigotsah di daerah

14


(54)

45

Sidoarjo. Banyaknya juga jamaah dan santri kiai Usman dan kiai Asrori yang bermukim di Sidoarjo membuat jamaah Al-Khidmah berkembang yang awalnya hanya sedikit menjadi jamaah yang luas. Kiai Saifuddin yang menjadi santri tertua disitu menjadi salah satu penasehat Al-Khidmah wilayah Sidoarjo.15

2. Ustadz Hafidz

Ustadz Hafidz merupakan putra kedua dari pasangan kiai Abd. Halim Midchol dan sang Istri Nurul. Ia lhir di desa Ngoro Mojokerto pada tanggal 19 September 1981. Ia merupakan anak pertama dari Alm. Kiai Abdul Halim Midhal yang merupakan kakak dari kiai Saifuddin Midhal. Sama seperti ayahnya Ustadz Hafidz menerima pendidikan formal hanya sampai Sekolah Dasar saja. Setelah itu ia dikirim oleh ayahnya untuk mondok ke sebuah pondok pesantren, cara mendidik ini sama halnya yang dialami oleh ayahnya sendiri, setelah menyelesaikan Sekolah Dasar maka semua anaknya wajib untuk mondok.

Ia merupakan keponakan sekaligus santri pertama dari kiai Saifuddin Midchol. Ia tidak hanya sekedar membantu pamannya mewujudkan niatnya yaitu membangun pondok pesantren tapi ia juga menimba ilmu di pamannya. Ia juga pernah mondok di


(55)

46

pondok pesantren yang diasuh kiai Asrori yaitu pondok pesantren Al-Fitrah Kedinding Surabaya. Akan tetapi disini akan membahas setidaknya peran ustadz Hafidz dalam membantu pamannya. Ketika ia selesai mondok di kiai Asrori, ia ditugaskan oleh sang ayah untuk menimba ilmu di pamannya. Selain menimba ilmu, ia ditugaskan oleh kiai Saifuddin Midchol untuk mencari bantuan dana guna membangun sebuah pondok pesantren.16 Hampir 10 tahun ia menimba ilmu pada pamannya, mulai mengaji di rumah mertua pamannya hingga ikut serta membangun gedung yang rencananya akan dibuat pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum.

Ketika bangunan pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum berdiri hampir semua bangunan sudah jadi, ia siap untuk kembali lagi ke rumahnya, tepatnya pada tahun 1995 ia sudah resmi pulang ke rumah. Semua ilmu yang diperoleh oleh ustadz Hafidz selama mondok dipergunakan untuk ditularkan kembali pada santri-santri yang mengaji di pondok pesantren yang diasuh oleh ayahnya. Kemudian selang beberapa tahun sekitar tahun 1998, ia dijodohkan oleh kiai Saifuddin Midchol dengan anak dari saudara istrinya. Hingga sampai sekarang ia masih aktif untuk mengajar di pondok pesantren ayahnya tersebut dan setiap hari selasa ia di pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang untuk mengajar para santri tentang Ta’lim Muta’alim. Ia juga aktif dalam Tarekat wan


(56)

47

Naqsabandiyah dan ia juga dipilih untuk menjadi imam dibagian kabupaten Mojokerto oleh kiai Asrori.

3. Ustadz Ainurrofiq

Ustadz Ainurrofiq merupakan adik dari ustadz Hafidz, anak ketiga dari pasangan kiai Abdul Halim Midchol. Ia dilahirkan di desa Ngoro kabupaten Mojokerto pada tanggal 21 April 1984. Setelah ia selesai menempuh pendidikan sekolah dasar, ia diberangkatkan oleh sang ayah untuk segera menimba ilmu di pondok pesantren.

Ustadz Ainurrofiq pernah mondok di salah satu pondok yang diasuh oleh kiai Imam Hambali selama 14 tahun lamanya di pondok pesantren As-Salafiyah Tegal Arum Kertosono. Kemudian ia juga diutus oleh ayahnya agar mondok bersama kakaknya, menimba ilmu sekaligus membantu pamannya mendirikan pondok pesantrem Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang. Hampir sama dengan kakaknya ia bertugas mencari bantuan untuk mendukung berdirinya pondok pesantren. Akan tetapi berbeda dengan kakaknya setelah ia selesai mondok di pamannya, ia tidak mengajar disana, dikarenakan ia digadang untuk menjadi penerus dari ayahnya kiai Abdul Halim Midchol ketika sang ayah wafat.17


(57)

48

BAGAN SILSILAH KELUARGA KIAI SAIFUDDIN MIDCHOL

(PENGASUH PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ‘ULUM CEMENGKALANG)

Sumber : Wawancara Pengasuh Pondok Pesantren Radhatul ‘Ulum Cemengkalang (11 Oktober 2016)

M. Irsyad Zainiyyah

Khoiriyyah(Alm.4th) Syam’ah

Musa (Alm.5th)

H. Abd. Lathif

Rohmah

K. Madchol

Nyai. Aniy

Nyai Siti K. Saifuddin Midchol

Juwariyyah Abd. Halim

Amiruddin (Alm.3th)

Rosyidah Nafisah Dhiyaul ‘Ibad Villa M. Utsman ‘Ubaidillah Ahla Nurul Islamiyah Aminatuzzuhriyah

Syafi’i


(58)

49

B. Perkembangan Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum

Pondok pesantren selalu identik dengan tempat orang (santri) yang belajar ilmu agama kepada seorang kiai. Pondok pesantren mengalami perkembangan dari zaman ke zaman tidak heran bahwa model pembelajaran tertua yang ada di Indonesia ini harus memiliki perkembangan yang sesuai zamannya. Pada awal kemunculan sebuah pondok pesantren tidak memiliki unsur atau sebuah syarat agar bisa dinamakan sebagai pondok pesantren, awalnya hanya soerang santri belajar kepada seorang yang dialimkan ilmunya atau disebut seorang kiai. Sebelum dikenal dengan sebutan pondok pesantren seorang kiai menyediakan rumahnya sebagai tempat untuk santri bermalam.

Meskipun begitu dilihat dari awal kemunculannya, ada beberapa unsur yang nantinya dijadikan sebagai patokan para peneliti untuk menyebut sebuah lembaga pendidikan sebagai pondok pesantren. Antara lain seperti masjid, pondok (tempat bernaung para santri), santri dan kiai. sehingga bisa ditarik kesimpulan ketika sebuah pondok pesantren berdiri harus memiliki keempat unsur diatas. Sama halnya pada pondok pesantren Raudhatul ‘Ulum Cemengkalang. Pada sub bab ini penulis akan menjelaskan perkembangan dari awal berdiri hingga sekarang, dalam hal ini akan dibagi menjadi dua periode yaitu antara tahun 1990-2010 dan 2011-2016.

1. Santri

Santri merupakan sebutan bagi pelajar yang ingin belajar ilmu agama kepada seseorang yang dialimkan atau biasa disebut kiai.menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut sebagai kiai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh


(59)

50

karena itu santri merupakan elemen paling penting dalam suatu lembag pesantren.18 Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat dua golongan santri:

a. Santri Mukim merupakan santri yang belajar kitab-kitab klasik kepada seorang kiai, biasanya mereka seorang perantauan dan untuk setiap saat dapat mengaji mereka harus tinggal dekat denga kiai atau biasanya kiainya sendiri yang menyediakan tempat tinggal untuk santrinya.

b. Santri Kalong biasanya santri ini hanya ikut mengaji di majelis yang ada di pondok pesantren dan santri ini tidak bermukim di pondok/asrama yang disediakan oleh kiai, dengan alasan rumah mereka sudah dekat dengan lingkungan pondok pesantren.

Kedua jenis santri ini memang selalu ada di lingkungan pondok pesantren, lebih-lebih di pondok pesantren yang masih menerapkan sistem pendidikan tradisional dan pondok pesantren tersebut sangat berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Sama halnya ketika kita melihat pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum, kiai Saifuddin menerapkan pondok pesantrennya, seperti pondok pesantren Salaf yang hanya mempelajari ilmu agama saja. Ia tidak hanya menerima santri mukim saja, banya santri kalong yang juga ikut menimba ilmu agama di pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum. Tidak banyak yang diketahui tentang data santri dalam pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum karena memang kiai Saifuddin belum memahami tentang pembukuan atau mendata santri yang ikut majelisnya. Kiai Saifuddin berprinsip ia menerima

18 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Kasus Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3S, 1981), 51.


(60)

51

siapapun yang mau belajar, yang penting ia tekun, rajin, dan istiqomah. Dalam perkembangan jumlah santri pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang akan dibagi menjadi dua antara tahun 1990-2010 dengan tahun 2011-2015.

a. Perkembangan Santri 1990-2010

Memang perkembangan awal berdirinya pondok, kiai Saifuddin hanya mempunyai empat santri. Keempat santri itu pertama kali diinapkan di rumah mertua dari kiai Saifuddin, kemudian keempat santri itulah yang membantu kiai Safuddin untuk mendirikan sebuah pondok pesantren. Tidak heran pada awalnya ia hanya mempunyai santri yang bisa dihitung dengan jari, tidak lain karena kiai Saifuddin sendiri merupakan seorang pendatang di daerah Cemengkalang tersebut. Pada proses berdirinya pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum, kiai Saifuddin menerima lagi santri sebanyak 16 santri, antara lain19:

1. Ustadz Hafidz : Mojokerto/1985

2. Ustadz Rofiq : Mojokerto/1986

3. Abdul : Sidoarjo/1986

4. Somad : Sidoarjo/1986

5. Ustadz M. Farid : Mojokerto/1988

6. Samsul Huda : Sidoarjo/1988

7. Abshor : Sidoarjo/1988


(61)

52

8. Ach. Fauzi : Sidoarjo/1989

9. Ghofur : Sidoarjo/1989

10.Abu Bakar : Sidaorjo/1989

11.Rokhman : Mojokerto/1989

12.Subagyo : Surabaya/1989

13.Solikin : Sidoarjo/1989

14.Mubarrok : Sidoarjo/1989

15.Moch. Bagus : Jakarta/1990

16.Ali Zaenal : Jakarta/1990

17.Ach. Rouf : Semarang/1990

18.M. Rizky : Bandung/1990

19.M. Hafid : Bandung/1990

20.Rokhmat : Sidoarjo/1990

Kedua puluh santri tersebut mulai membantu kiai Saifuddin dalam pembangunan selanjutnya. Semua santri yang berjumlah dua puluh tersebut mempunyai jasa besar dalam mendampingi kiai Saifuddin. Pada tahun 1998 ketika semua bangunan sudah mulai rampung dikerjakan santri yang mondok di pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum semakin bertambah, akan tetapi sangat disanyangkan kiai Saifuddin tidak mempunyai konsep tentang pembukuan jadi semua


(62)

53

santri diterima dengan syarat tekun dan mau belajar tentang agama Islam.

Pada tahun 2002 jumlah santri hampir 200 orang, santri putra 178 orang dan santri putri 28 orang.20 Pada awalnya kiai Saifuddin tidak ingin menerima santri putri, akan tetapi dengan pengecualian dari sang istri, akhirmya kiai Saifuddin menerimanya. Santri putri itu antara lain :

1. Umma : Mojokerto/2001

2. Sulami : Mojokerto/2001

3. Luluk Kholifah : Mojokerto/2001

4. Mis Rosidah : Sidoarjo/2001

5. Wiwik : Pasuruan/2001

6. Ana : Mojokerto/2001

7. Sumiyati : Sidoarjo/2001

8. Rahmi : Sidoarjo/2001

9. Suriyani : Mojokerto/2001

10.Yanti : Mojokerto/2002

11.Rahmi : Mojokerto/2002

12.Nanik : Sidoarjo/2002


(63)

54

13.Supriyanti : Pasuruan/2002

14.Mazillah : Sidoarjo/2002

15.Faridah : Sidoarjo/2002

16.Halimah : Mojokerto/2002

17.Raudhatul Jannah : Sidoarjo/2002

18.Arfani : Mojokerto/2002

19.Zafa : Sidoarjo/2002

20.Ulinnuha : Pasuruan/2002

21.Annisatul : Mojokerto/2002

22.Zufrotul : Mojokerto/2002

23.Rohimah : Sidoarjo/2002

24.Rohmatun Ni’am : Pasuruan/2002

25.Fauziyah : Sidoarjo/2002

26.Restu : Mojokerto/2002

27.Khoirunnisa : Semarang/2002

28.Qomariyah : Bandung/2002

Kebanyakan para santri ini berasal dari sekitar Sidoarjo dan Mojokerto, dan ada pula yang dari perantauan antara lain dari Jakarta dan Bandung. Mereka yang menuntut ilmu di pondok pesantren


(1)

74

biaya operasional pondok. Pada tahun 1990-1995 saja kiai Saifuddin

hanya memberikan beban 10.000 rupiah/bulannya. Pada tahun 1996-2001

sebesar 15.000 rupiah perbulan. Pada tahun 2002-2007 biayanya menjadi

20.000 rupiah/bulan. Pada tahun 2007-2016 hanya sekitar 30.000 saja.

Sedangkan untuk keperluan santri membeli kitab, harus santri sendiri yang

membeli.7

Sedangkan bagi santri kalong yang di sekitar pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum mereka dapat menerima pelajaran mengenai pengajaran kitab-kitab klasik. Baik fiqh, tata bahasa arab maupun tafsir atau haidst.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang penulis lakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Kiai Saifuddin Midhal menemukan kecocokan terhadap daerah

Cemengkalang, ia merupakan pendatang di daerah tersebut dan

berkeinginan mendirikan pondok pesantren di daerah tersebut.

Akhirnya ia bertemu dengan istrinya di sana dan dibantu oleh istri dan

mertuanya serta empat santri-santrinya. Dengan semua orang yang

mendukung cita-citanya ia ingin mendirikan pondok pesantren

bernama Raudlatul ‘Ulum di dusun Cemengkalang desa

Cemengkalang kecamatan Sidoarjo kabupaten Sidoarjo. Hingga pada

akhirnya pda tahun 1990 resmi berdiri dan disahkan pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum.

2. Pada perkembangannya kiai Saifuddin Midhal didampingi oleh

keempat santrinya, yaitu Ustadz Hafidz, Ustadz Ainurrofiq, Abdul dan

Somad. Ustadz Hafidz dan Ustadz Ainurrofiq merupakan saudara

kakak-beradik dan merupakan keponakan kiai Saifuddin Midhal. Pada


(3)

76

masuk terdaftar dan 28 santri putri yang mendaftar di pondok

pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo. Pada tahun 2008 santri kalong mulai bertambah dan semakin banyak. Kiai Saifuddin

hanya membangun sebuah mushalla karena di Cemengkalang sudah

ada masjid besar yang juga menjadi pusat berkumpulnya warga desa

Cemengkalang. Pembelajaran antara santri kalong dan santri mukim

tidak dibedakan dan semua merasakan pendidikan dari kitab-kitab

klasik pondok pesantren.

3. Reaksi yang diterima pada awal pembangunan pondok pesantren

Raudlatul ‘Ulum adalah reaksi yang negatif. Perlakuan yang kurang

sopan dari warga desa Cemengkalang tidak menyurutkan semangat

kiai Saifuddin Midhal untuk mendirikan sebuah pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang. Setelah berbagai upaya para santri dan kiai Saifuddin Midhal untuk meluluhkan hati para penduduk,

akhirnya membuahkan hasil dan para warga pun mulai mengehentikan

aksi boikot terhadap para santri pondok pesantren Raudlatu ‘Ulum dan

kiai Saifuddin Midhal. Dampak adanya pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo, dirasakan oleh masyarakat dan para santri. Hubungan keduanya saling timbal balik. Bahkan sekarang arah

jalan yang akan ke pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang


(4)

77

sangat betah tinggal dan menuntut ilmu di pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo.

B. Saran

Pada skripsi ini terkandung beberapa saran baik bagi penulis maupun

pembaca. Oleh karena itu, penulis memberikan saran bagi pembaca pada

umumnya dan para peneliti sebagai berikut:

1. Bagi para pembaca khususnya mengenai pondok pesantren Raudlatul ‘Ulum Cemengkalang Sidoarjo agar bisa mencontoh pondok ini, walaupun pendidikan pondok pesantren sudah tergerus

akan pendidikan luar yang jarang ada kaitannya dengan pondok,

pondok ini mampu bertahan dan dapat mengimbanginya meskipun

tidak semegah dulu.

2. Bagi para peneliti khususnya yang terkait dalam Pondok Pesantren

yang masih mempertahankan pembelajaran kitab-kitab klasik bagi

santri mukim dan santri kalong. Skripsi yang penulis susun tentu

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis

mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun

dan memperbaiki dari berbagai pihak sebagai upaya untuk

melakukan penyempurnaan skripsi sebagai karya tulis ilmiah yang

layak untuk dibaca dan dikaji banyak orang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.Yatimin. Studi Islam Kontemporer. Jakarta. Sinar Grafika Offset. 2006.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta. Logo Wacana Ilmu. 1999.

Achidsti, Sayfa Aulia. Kiai dan Pembanguna Institusi Sosial. Yogayakarta. Pustaka Pelajar. 2015.

Asrohah, Hanun. Pelembagaan Pesantren Asal-Usul dan Perkembangan Pesantren Di Jawa. Jakarta. Departemen Agama RI. 2004. Aziz, Ali. Pola Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren. Surabaya. Alpha

Grafika. 2004.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup. Jakarta. LP3ES. 1985.

Hasbullah, Moeflih dan Dedi Supriyadi. Filsafat Sejarah. Bandung. Pustaka Setia. 2012.

Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta. Dian Rakyat. 1967.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta. Yayasan Benteng Budaya. 1995.

Madjid, Nurcholis. Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta. Paramadina. 1997.

Nafi’, M. Dian, dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta. Instite for

training and development (ITD) Amherst. 2007.

Qodir Djaelani, Abdul. Peran Ulama dan Santri dalam perjuangan Politik Islam di Indonesia. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1994.

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta. Erlangga. 1996.


(6)

Van Bruinessen, Martin. Kitab Kuning : Pesantren dan Tarekat. Bandung. Mizan. 1992.

Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah I. Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011.

SKRIPSI

Afrohah, Elok. Istigotsah Jamaah Al-Khidmah (Orong-orong) di Kota Gresik.

Surabaya. Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Adab dan Humaniora. 2002.

Dermawan, Moch Dony. Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah Dalam Menyiarkan Ajaran-Ajaran KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya Pada Tahun 2005-2014. Surabaya. Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab dan Humaniora. 2002.

ARTIKEL/INTERNET

Damar Yanti, “Letak Geografis adalah” dalam