TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KETERKAITAN ANTARA SUNDRANG DAN MAHAR DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT DESA SASE’EL KECAMATAN SAPEKEN KABUPATEN SUMENEP.

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Keterkaitan
Antara Sundrang dan Mahar dalam Perkawinan Masyarakat Desa Sase’el
Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep”, merupakan penelitian yang dilakukan
di desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep. Penelitian ini bertujuan
untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana keterkaitan sundrang dan mahar dalam
perkawinan masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep?,
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keterkaitan antara sundrang dan
mahar dalam perkawinan adat di desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten
Sumenep?.
Data penelitian yang digunakan penulis adalah berbasis lapangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, dimana penulis membuat
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif dan
menggunakan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi sundrang merupakan
pemberian pihak laki-laki terhadap pihak perempuan berupa uang yang
jumlahnya telah ditentukan oleh orang tua si perempuan sebelum akad nikah.
Adat ini telah dilakukan oleh masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken
kabupaten Sumenep secara turun-temurun dan masih berlaku hingga saat ini.

Tradisi sundrang memiliki keterkaitan dan berpengaruh terhadap mahar seorang
perempuan. Besarnya mahar ditentukan oleh sundrang yang telah diberikan.
Dengan adanya ketentuan tersebut dan seiring perkembangan waktu, sundrang
membawa dampak yang kurang baik di masyarakat.
Tradisi sundrang pada dasarnya diperbolehkan dalam agama Islam. Namun,
dalam pelaksanaan sundrang terdapat beberapa hal yang tidak sejalan dengan
syariat Islam, contohnya penentuan mahar yang dinilai memberatkan pihak lakilaki dan mempersulit pernikahan. Tingginya mahar dan sundrang dapat
mendatangkan beberapa mud}arat serta mafsadat, contohnya adalah tindakan
kawin lari dan hamil di luar nikah.
Berdasarkan penelitian ini, sudah seharusnya tradisi sundrang yang berlaku
di masyarakat berjalan sesuai dengan syariat Islam dengan tidak membebankan
dan memberatkan pihak laki-laki dalam pemberian mahar. Karena pada dasarnya
pernikahan haruslah dipermudah. Peran tokoh dan pemuka agama sangat
dibutuhkan untuk selalu membina, membimbing, serta memberikan arahan
kepada masyarakat agar selalu menanamkan dan tetap berpegang teguh kepada
nilai-nilai yang telah digariskan dalam ajaran Islam.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KETERKAITAN
ANTARA SUNDRANG DAN MAHAR DALAM PERKAWINAN
MASYARAKAT DESA SASE’EL KECAMATAN SAPEKEN
KABUPATEN SUMENEP

SKRIPSI
Oleh
Noer Fauziyatul Alifi
NIM. C91212138

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
SURABAYA
2016

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KETERKAITAN
ANTARA SUNDRANG DAN MAHAR DALAM PERKAWINAN
MASYARAKAT DESA SASE’EL KECAMATAN SAPEKEN

KABUPATEN SUMENEP

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh
Noer Fauziyatul Alifi
NIM. C91212138

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
SURABAYA
2016
i


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .....................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................

iii

PENGESAHAN ..........................................................................................

iv


ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii
MOTTO ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TRANSLITERASI ...................................................................

xiii

BAB I

1

PENDAHULUAN ...............................................................

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Identifikasi dan batasan masalah ..................................... 7
C. Rumusan Masalah ............................................................ 8
D. Kajian Pustaka ................................................................. 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................. 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................... 12
G. Definisi Operasional ........................................................ 13
H. Metode Penelitian ............................................................ 14
I.
BAB II

Sistematika Pembahasan ................................................. 19

TEORI MAHAR DALAM ISLAM .................................

21

A. Pengertian Mahar dalam Islam ........................................ 21
B. Dasar Hukum Mahar ........................................................ 24
C. Syarat-Syarat Mahar ........................................................ 27
D. Batasan Jumlah Pemberian Mahar ................................... 30
E. ‘Urf (Adat) ....................................................................... 35
x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB III

TRADISI
SUNDRANG
DALAM
PERKAWINAN
MASYARAKAT DESA SASE’EL
KECAMATAN
SAPEKEN
KABUPATEN
SUMENEP
................................................................................................. 41
A. Tipografi Desa Sase’el .................................................... 41
1. Sejarah Desa Sase’el ................................................. 41
a. Asal-usul Desa Sase’el ........................................ 41
b. Pemerintahan Desa Sase’el ................................. 42
2. Letak Geografis Desa Sase’el ................................... 44
3. Keadaan Sosial Masyarakat ...................................... 45
a. Kependudukan ..................................................... 45

b. Perekonomian dan mata pencaharian .................. 46
c. Pendidikan ........................................................... 47
d. Keagamaan .......................................................... 48
e. Budaya ................................................................. 48
B. Tradisi Sundrang dalam Perkawinan Masyarakat
Desa Sase’el .................................................................... 49
1. Ketentuan Tradisi Sundrang ..................................... 49
2. Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Sundrang ................. 52
3. Faktor yang Melatarbelakangi Tradisi Sundrang ..... 55
4. Perbedaan Sundrang dan Mahar serta Keterkaitan
Antara Keduanya ...................................................... 56

BAB VI

TINJAUAN
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
KETERKAITAN ANTARA SUNDRANG DAN MAHAR
DALAM

PERKAWINAN
MASYARAKAT
DESA
SASE’EL KECAMATAN SAPEKEN KABUPATEN
SUMENEP ........................................................................... 61
A. Tinjauan terhadap Keterkaitan antara Sundrang dan
Mahar dalam Perkawinan Masyarakat Desa Sase’el
Kecamatan Sapeken Kabupaten
Sumenep ........................................................................... 61
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Keterkaitan antara
Sundrang dan Mahar dalam Perkawinan Masyarakat
Desa Sase’el Kecamatan Sapeken Kabupaten
Sumenep............................................................................ 67
xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V

PENUTUP ............................................................................


76

A. Kesimpulan ...................................................................... 76
B. Saran ................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Dalam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 dijelaskan pula pengertian
perkawinan atau pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mi>tha>qa>n

ghali>z}a>n untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.2
Jika dilihat dari tujuan perkawinan secara umum, maka tujuannya
adalah untuk menghalalkan hubungan suami istri. Tujuan yang yang lebih
khusus dari adanya perkawinan adalah memelihara regenerasi, memelihara
gen manusia, untuk mendapatkan ketenangan jiwa, serta yang paling utama
adalah untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dianggap keji di
hadapan Allah SWT yakni zina.3

1

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan Tahun
1974 (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2012), 76.
2
Departemen Agama RI, Pedoman Penyuluhan Hukum; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1994), 158.
3
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak Terjemahan Kitab
Us}ratu Wa Ah}kamuha> Fi> Tas}ri>hil Isla>m, Abdul Majid Khon (Jakarta: AMZAH, 2011), 36.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2
Pernikahan adalah salah satu sunnah Allah pada makhluk-Nya. Allah
SWT tidak menjadikan manusia sama dengan makhluk lain yang bebas
menyalurkan dorongan nafsunya. Dia meletakkan tatanan yang sesuai
dengan kemuliaannya, yang menjaga kehormatannya dan melindungi
martabatnya. Hal itu ditunaikan dengan pernikahan syar’i> yang menjadikan
hubungan antara laki-laki dengan perempuan sebagai hubungan mulia yang
dilandasi dengan kerelaan.4
Pernikahan juga merupakan salah satu Sunnah para Rasul yang sangat
ditekankan, termasuk Sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Allah
SWT berfirman dalam Al-Quran Su>rah Ar-Ru>m ayat 21:
            
        

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.5
Sebelum beranjak dalam tahap pernikahan ada beberapa proses atau
tahapan yang dilakukan meskipun tidak wajib dilaksanakan namun
dianjurkan. Adapun proses sebelum masuk dalam tahapan pernikahan adalah
peminangan. Peminangan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat atau
menyeleksi atau mengetahui pasangan yang akan dipilih sebagai teman

4
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Kaffah
Terjemahan Kitab Mukhtas}ar Al-Fiqh Al-Isla>mi>, Najib Junaidi (Surabaya: Pustaka Yassir, 2012),

905.
5
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, Jilid 7 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 477.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3
hidup agar pada saat masuk dalam tahapan pernikahan, antara kedua belah
pihak telah mantap dan yaqin atas pilihannya.
Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang”, “meminang”.
Meminang atau dalam kata lainnya adalah melamar dalam bahasa arab
disebut “khit}bah”. Secara bahasa, meminang atau melamar atau khit}bah
artinya meminta perempuan untuk dijadikan istri. Sedangkan menurut istilah
peminangan adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan
antara seorang pria dengan perempuan. Atau, seorang laki-laki meminta
kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang
umum berlaku di tengah-tengah masyarakat.6
Setiap perkawinan yang memiliki makna dan tujuan masing-masing di
setiap daerah pasti berbeda. Model perkawinan ini sangat erat sekali dengan
adat-istiadat atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat,
dimana mereka menganggap bahwa upacara adat atau tahapan-tahapan yang
wajib dilakukan dalam proses perkawinan dinilai memiliki fungsi dan nilai
tersendiri. Hal tersebut biasanya terjadi pada masyarakat yang tingkat
kekentalannya terhadap adat sangat kuat salah satunya adalah masyarakat
Pulau Madura.
Pada deskripsi sebelumnya telah dipaparkan bahwa peminangan yang
dilakukan yakni dengan cara yang umum yang berlaku di masyarakat. Dalam
pengertian ini jelas sekali bahwa cara umum yang berlaku di masyarakat
dapat diartikan sebagai kebiasaan (adat/tradisi). Cara atau tahapan dalam
6

Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat (Bogor: Kencana, 2003), 73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4
lamaran ini pada dasarnya terdapat kesamaan di berbagai daerah di
Indonesia, namun yang membedakan yakni terletak pada alat atau sarana
pendukung dari proses lamaran itu.7
Apabila peminangan telah diterima dengan baik oleh pihak yang
dilamar (dalam hal ini adalah perempuan), maka tidak langsung serta merta
mengakibatkan adanya perkawinan. Adanya peminangan ini diaplikasikan
dengan pertunangan dimana hal ini akan mengikat kedua belah pihak pada
saat diterimanya pemberian atau hadiah pertunangan yang merupakan alat
pengikat berupa uang/benda, yang kadang-kadang diberikan oleh pihak lakilaki kepada pihak perempuan atau dari kedua belah pihak (Batak,
Minangkabau, kebanyakan Suku Dayak, beberapa Suku Toraja dan Suku To
Mori).8
Pertunangan dengan memberikan pemberian berupa uang/barang tidak
hanya terjadi pada beberapa daerah yang telah tersebut di atas. Hal demikian
juga terjadi pada masyarakat Pulau Sapeken desa Sase’el. Menurut
Masyarakat desa Sase’el, pelaksanaan dari peminangan dikategorikan
sebagai hal yang wajib dilakukan. Hal tersebut dikarenakan selain si pihak
laki-laki dapat mengenal atau mengetahui calon pengantin perempuannya,
dalam acara peminangan di sini nantinya akan ada sebuah tradisi yang telah
bertahun-tahun hidup di masyarakat desa Sase’el ini yakni penentuan

Sundrang.

7
8

Soerjono Soekamto, Hukum Adat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 223.
Ibid., 224.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Sundrang merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Pulau
Sapeken yang di dalamnya termasuk desa Sase’el, dilakukan pada saat
lamaran atau peminangan, kemudian orang tua/wali si perempuan akan
menentukan target uang yang harus diberikan oleh pihak laki-laki terhadap
pihak perempuan yang biasanya didahului dengan ungkapan-ungkapan dan
terkadang di dalamnya terjadi tawar-menawar dalam menentukan jumlah
uang yang harus diberikan oleh pihak laki-laki.9 Namun secara mayoritas
atau kebanyakan orang tua telah menentukan jumlah atau patokan harga atas
anak perempuannya dan jumlah tersebut sudah tidak bisa ditawar lagi, atau
dengan kata lain patokan harga yang telah ditentukan bersifat paten dan
tidak dapat ditawar lagi.
Adapun sundrang ini diberikan atas patokan harga yang telah
ditetapkan oleh pihak perempuan yang nantinya akan dipergunakan untuk
biaya perkawinan dan kebutuhan awal rumah tangga si istri. Biasanya
patokan jumlah uang yang ditetapkan oleh orang tua/wali perempuan yang
akan dilamar berkisar 8 atau 10 juta ke atas.
Besar kecilnya jumlah sundrang yang harus diberikan tergantung dari

prestise keluarga perempuan di masyarakat. Semakin keluarga pihak
perempuan memiliki pamor yang baik di masyarakat semakin tinggi

sundrang yang harus diberikan. Selain itu tingginya sundrang juga
dipengaruhi oleh bagaimana si perempuannya. Apabila perempuan itu
berpendidikan tinggi, cantik, dan seorang santriwati (keluaran pondok
9

Sa’in, Wawancara, Sase’el, 15 September 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6
pesantren), maka sundrang yang diberikan juga tinggi. Sundrang dinilai
berbeda dengan mahar oleh masyrakat desa Sase’el. Sundrang di sini
merupakan

uang

pemberian/hadiah

kepada

pihak

istri

yang

akan

dipergunakan untuk biaya pernikahan. Sedangkan mahar merupakan hak
perempuan atau istri sepenuhnya.
Hal yang menjadi bahan kajian dari tradisi sundrang ini yaitu besarnya
mahar yang akan diberikan oleh suami terhadap istri dipengaruhi besarnya

sundrang yang telah diberikan. Sundrang nantinya akan diberikan,
disebutkan dan dihitung di khalayak banyak pada sebelum hari pelaksanaan
akad nikah. Hal ini dilakukan untuk membuktikan atau memberikan
kepastian tentang jumlah sundrang yang telah ditentukan sebelumnya
jumlahnya sama ketika diberikan.
Nominal sundrang yang tinggi memiliki potensi kerugian diantaranya
membuat para pemuda dan pemudi yang saling mencintai akan melakukan
kawin lari agar terbebas dari biaya sundrang atau dapat menurunkan nominal

sundrang yang telah ditentukan dengan patokan harga yang sangat tinggi.
Selain itu, tingginya sundrang juga dijadikan cara bagi orang tua perempuan
untuk menolak lamaran dari seorang laki-laki dengan mematok sundrang
yang nominalnya sangat tinggi untuk mengelabuhi pihak laki-laki agar
kesulitan membayar sundrang dan perjodohan atau pertunangan pun tidak
akan terjadi.
Tingginya sundrang ini juga memiliki efek positif untuk masyarakat,
yakni dengan tingginya sundrang dapat memacu para pemuda untuk semakin

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7
giat dalam mencari rejeki untuk kebutuhan rumah tangga yang akan
dibangun. Sundrang juga dapat membantu meringankan biaya resepsi
pernikahan yang akan diselenggarakan oleh pihak mempelai perempuan.
Jika melihat dari segi hukum Islam, mahar yang akan diberikan suami
kepada istri tidak ada batas tertinggi atau terendahnya, tidak dipengaruhi
oleh apa pun, dan diberikan atas kerelaan dari suami.
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan posisi atau kedudukan serta
keterkaitan antara sundrang dan mahar pada perkawinan di desa Sase’el
kecamatan Sapeken kabupeten Sumenep. Berawal dari hal tersebut, maka
penulis menganggap perlu untuk melakukan penelitian atas wacana tersebut
dengan judul penelitian skripsi “Tinjauan Hukum Islam terhadap Keterkaitan
Antara Sundrang dan Mahar dalam Perkawinan Masyarakat Desa Sase’el
Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan yang timbul dari penerapan hukum
adat yang ada pada masyarakat di desa Sasse’el kecamatan Sapeken
kabupaten Sumenep diantaranya:
1. Konsep tradisi sundrang pada perkawinan di desa Sase’el kecamatan
Sapeken kabupaten Sumenep

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8
2. Dampak tingginya penentuan jumlah sundrang dan mahar terhadap
perkawinan
3. Pembebanan sundrang dan mahar yang tinggi kepada pihak laki-laki
4. Tinjauan hukum Islam terhadap keterkaitan antara sundrang dan mahar
dalam perkawinan di desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten
Sumenep
Dari berbagai masalah yang telah teridentifikasi tersebut, maka untuk
memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membatasi pada
masalah-masalah terkait berikut ini:
1. Tradisi sundrang dan keterkaitannya dengan mahar dalam perkawinan
masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep
2. Tinjauan hukum Islam terhadap keterkaitan antara sundrang dan mahar
dalam perkawinan masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken
kabupaten Sumenep

C. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang di atas serta untuk membatasi
permasalahan yang akan diteliti, maka rumusan masalah yang akan dijawab
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keterkaitan sundrang dan mahar dalam perkawinan
masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keterkaitan antara sundrang
dan mahar dalam perkawinan adat di desa Sase’el kecamatan Sapeken
kabupaten Sumenep?

D. Kajian Pustaka
Peminangan merupakan rangkaian proses perkawinan. Peminangan
pada dasarnya adalah permintaan seorang laki-laki kepada seorang
perempuan untuk dijadikan sebagai istrinya. Namun dengan adanya adat dan
tradisi yang hidup di masyarakat, bentuk dari pelaksanaan peminangan ini
cukup beragam. Kajian pustaka ini ditulis untuk memberikan gambaran
tentang keterkaitan pembahasan yang akan diteliti dengan penelitian sejenis
yang pernah dilakukan oleh peneliti lain. Dan dengan adanya penjabaran
kajian pustaka ini diharapkan tidak ada plagiasi antara penelitian yang
dilakukan penulis dengan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan.
Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya antara lain:
1.

Skripsi Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Pasai dalam Perkawinan
Adat Suku Banggai: Studi Kasus di Desa Kombutokan Kecamatan
Totiku Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah oleh
Sisnawati Ladjahiya. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tradisi

pasai telah dilakukan oleh masyarakat suku Banggai yang berbentuk
uang, barang/benda atau hewan berdasarkan permintaan dari pihak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10
perempuan. Pasai pada awalnya digunakan untuk meringankan beban
biaya acara pernikahan. Seiring berjalannya waktu, nominal pasai yang
tinggi akan meningkatkan prestise orang tuanya di masyarakat. Pasai
juga dijadikan alat untuk menghalangi perkawinan pasangan yang saling
mencintai dengan meminta nominal pasai yang tinggi kepada pihak lakilaki.10
2.

Skripsi Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Pemberian Mahar pada
Masyarakat Batak Karo di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka
Kabupaten Karo Sumatera Utara oleh Jejen. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa pemberian mahar kepada keluarga atau kerabat
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pengantin perempuan.
Masyarakat Karo mengasumsikan mahar sebagai alat tukar anak
perempuan karena setelah perkawinan anak perempuan tersebut akan
ikut keluarga laki-laki. Dalam perspektif hukum Islam, mahar
merupakan hak mutlak perempuan dan tidak ada kewajiban untuk
memberikan mahar kepada siapa pun.11

3.

Skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penyerahan Perabot Rumah
Tangga dari Mempelai Pria Kepada Mempelai Perempuan Sebagai
Syarat Syahnya Perkawinan Menurut Adat (Studi Kasus di Desa
Burujulkulon Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka) oleh Asep

10
Sisnawati Ladjahiya, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Pasai dalam Perkawinan Adat
Suku Banggai: Studi Kasus di Desa Kombutokan Kecamatan Totiku Kabupaten Banggai
Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah” (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015), v.
11
Jejen, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Pemberian Mahar pada Masyarakat Batak Karo
di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Sumatera Utara” (Skripsi--UIN Sunan
Ampel, Surabaya, 2014), vi.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11
Muhamad Afandi. Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam
masyarakat Desa Burujulkulon setiap pernikahan identik dengan barang
bawaan yang diserahkan oleh mempelai pria kepada mempelai
perempuan berupa perabot rumah tangga. Bawaan ini di luar maskawin
namun disebutkan secara terang-terangan saat akad nikah berlangsung di
hadapan penghulu. Tradisi membawa barang bawaan ini menjadi sebuah
keharusan dalam perkawinan meskipun mempelai pria adalah golongan
keluarga kurang mampu. Tidak jarang para pria yang ingin menikah rela
mencari uang demi membeli barang bawaan itu sehingga pernikahannya
ditunda beberapa tahun sampai dia mampu membeli barang-barang
tersebut.12
4.

Skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Seserahan dalam
Perkawinan Adat Jawa (studi Kasus di Desa Tasikrejo; Kecamatan
Ulujami; Kabupaten Pemalang) oleh Khusnul Marom. Dalam penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa seserahan merupakan tradisi yang ada
sejak zaman nenek moyang sebagai sebuah wujud rasa tanggungjawab
seorang suami terhadap istri atas nafkah lahir dan juga untuk
mendukung suksesnya acara perkawinan. Hukum seserahan adalah
boleh, bahkan dianjurkan bagi calon suami yang mampu.13

12

Asep Muhamad Afandi, ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penyerahan Perabot Rumah Tangga
dari Mempelai Pria Kepada Mempelai Perempuan Sebagai Syarat Syahnya Perkawinan Menurut
Adat (Studi Kasus di Desa Burujulkulon Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka)”, dalam
http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/repository/ASEP%20MUHAMAD%20AFANDI_58310081__
OK.pdf, diakses pada 29 September 2015.
13
Khusnul Marom, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Seserahan dalam Perkawinan
Adat Jawa (studi Kasus di Desa Tasikrejo; Kecamatan Ulujami; Kabupaten Pemalang)”, dalam
http://repository.stain-pekalongan.ac.id/id/eprint/20, diakses pada 29 September 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12
Dalam pembahasan yang akan diteliti oleh penulis di sini yakni lebih
terhadap tradisi sundrang yang jumlahnya ditentukan oleh pihak perempuan
dengan target tertentu yang mempertimbangkan prestise keluarga di
masyarakat dan kualitas si perempuan. Dan besarnya sundrang ini nantinya
akan mempengaruhi kadar atau besarnya mahar yang harus diberikan oleh
suami terhadap istri.

E. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mengetahui keterkaitan antara sundrang dan mahar dalam perkawinan
masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep.
2. Memahami pandangan hukum Islam terhadap keterkaitan antara

sundrang dan mahar dalam perkawinan masyarakat desa Sase’el
kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat
atau kegunaan baik secara teoritis maupun praktis:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan wawasan intelektual khususnya
dalam bidang ilmu Hukum Islam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu dan
dijadikan bahan pertimbangan masyarakat dalam penetapan jumlah
pemberian harta atau uang yang diberikan oleh pihak laki-laki terhadap
pihak perempuan.

G. Definisi Operasional
Untuk mempertegas dan memperjelas arah pembahasan masalah yang
diangkat. Agar dapat mengurangi kesalahpahaman atau multi-interpretasi
dalam memahami pembahasan penelitian ini, maka penulis perlu
memberikan definisi dari pengertian judul, yakni dengan menguraikan
sebagai berikut:
Hukum Islam:

ialah kaidah, asas, prinsip, atau aturan yang
digunakan

untuk

mengatur

kehidupan

masyarakat atau umat Islam, baik berupa
ayat Al-Quran, hadist Rasulullah Saw, dan
lain sebagainya terutama yang berkaitan
dengan pernikahan. Hukum Islam di sini
lebih dispesifikkan kepada hukum Islam
Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Mahar:

pemberian calon mempelai pria kepada calon
mempelai perempuan baik berbentuk barang,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14
uang, atau jasa yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam.14

Sundrang:

pemberian sejumlah uang oleh pihak lakilaki

terhadap

besarnya

pihak

ditentukan

perempuan
oleh

yang

orangtua/wali

pihak perempuan dengan target tertentu
yang ditetapkan pada saat peminangan atau
lamaran.15
Berdasarkan beberapa hal yang telah dijabarkan dalam definisi
operasional tersebut, kiranya dapat menjadi satu kesatuan pokok bahan
kajian penelitian oleh penulis yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan
perspektif hukum Islam.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan yang datanya
diambil dari data-data lapangan sebagai objek penelitian lapangan sebagai
objek penelitian untuk memperoleh data yang valid, maka tekhnik
pengumpulan data menjadi suatu hal yang sangat penting. Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

14
15

Departemen Agama RI, Pedoman Penyuluhan..., 157.
Hisyam, Wawancara, Sapeken, 10 September 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15
1.

Data yang dikumpulkan
Berdasarkan konsep permasalahan di atas, maka data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
a. Data tentang tradisi sundrang dalam perkawinan adat masyarakat
desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep.
b. Data tentang tinjauan hukum Islam terhadap tradisi sundrang yang
dapat mempengaruhi jumlah atau besarnya mahar yang harus
diberikan oleh suami terhadap istri dalam perkawinan adat
masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep.

2.

Sumber data
Sumber data merupakan subjek dari mana asal data penelitian itu
diperoleh.16 Adapun sumber data dalam penelitian ini meliputi sebagai
berikut:17
a. Sumber data primer yakni data yang bersumber dari pihak yang
terkait secara langsung yang diperoleh dari lapangan. Data primer
tersebut meliputi: Tetuah adat desa Sase’el, Kepala Desa Sase’el
kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep, KUA Kecamatan Sapeken,
dan pihak lain yang juga terkait langsung.
b. Sumber data sekunder yakni data yang bersifat membantu,
menunjang, melengkapi, atau memperkuat data, biasanya berupa
surat-surat pribadi, dokumen resmi, buku, kitab, dan lain-lain.
Adapun data sekunder yang dipakai adalah:

16
17

Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014), 73.
S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah) (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 143.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16
1) Mahar & Walimah, oleh Darmawan
2) Islam Bicara Soal Seks, Percintaan, & Rumah Tangga, oleh M.
Sayyid Ahmad Al-Musayyar
3) Kado Perkawinan, oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli
4) Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, oleh Mardani
5) Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 9, oleh Wahbah Az-Zuhaili
yang diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani
6) Ushul Fiqh, oleh Firdaus
7) Kupinang Engkau dengan Hamdalah, oleh Muhammad Fauzil
Adhim
3.

Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian
ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa:
a.

Wawancara (interview)
Metode interview (wawancara) yakni bentuk komunikasi antara dua
orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.18
dalam penelitian ini wawancara dilakukan antara dua orang yang
berhadapan dalam fisik dan melalui wawancara tidak langsung
melalui media telekomunikasi. Wawancara ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden khususnya kepada pihak

18

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 180.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17
yang mengerti tentang tradisi sundrang dalam perkawinan di desa
Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep.
b.

Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam gejala-gejala
pada obyek penelitian.19 Bentuk observasi yang dilakukan oleh
peneliti yakni observasi tidak terstruktur yakni pengamatan yang
dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti
mengembangkan pengamatan berdasarkan perkembangan tradisi

sundrang yang terjadi di lapangan.
c.

Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data dengan
melihat atau menganilisis dokumen-dokumen, biasanya berupa
dokumen pribadi, dokumen resmi, atau bahkan berupa pengambilan
gambar atau foto.20 Dan dokumentasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dokumentasi dalam bentuk dokumen-dokumen
resmi.

4.

Teknik pengolaan data
Setelah data terkumpul baik dari data lapangan maupun hasil
pustaka, maka dapat dilakukan analisis data dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:

19
Hadari Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1995), 74.
20
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011), 143.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18
a. Editing, yakni pemeriksaan kembali data-data yang diperoleh
terutama dari

segi

kelengkapan, kejelasan,

keserasian, dan

keterkaitan antara data satu dengan yang lainnya.21
b. Organizing, yakni penulisan data yang diatur dan disusun sehingga
menjadi sebuah kesatuan yang teratur.22 Untuk selanjutnya semua
data yang telah diperoleh akan disusun secara sistematis untuk
dijadikan sebagai bahan penelitian.
5.

Teknik analisis data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang
digunakan dala penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, dimana
penulis membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
obyektif.23
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penulis dalam hal
ini ingin memberikan pemaparan, penjelasan, serta uraian dari data yang
diperoleh kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil sebuah
kesimpulan dengan menggunakan pola pikir deduktif. Deduktif ialah
pola berfikir dengan menggunakan analisa yang berpijak dari fakta-fakta
umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan masalah
khusus.24

21

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2004), 118.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 803.
23
Soekidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993),
135.
24
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1975), 03.
22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19
Secara teknis, penelitian ini akan menggambarkan dan mencoba
menguraikan secara menyeluruh mengenai deskripsi sundrang dalam
perkawinan adat masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten
Sumenep serta keterkaitannya dengan

mahar, selanjutnya akan

dianalisis menggunakan hukum Islam.

I.

Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dan memahami apa yang ada dalam penelitian
ini, maka sistematikanya dapat dibagi menjadi lima bab, yang masingmasing bab terdiri dari beberapa sub bab, sehingga pembaca dapat dengan
mudah memahaminya. Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai
berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan atau metodologi yang meliputi
latar belakang masalah dengan menguraikan secara ringkas asal mula
permasalahan ini diangkat sebagai judul penelitian sehingga nantinya akan
dirumuskan dan diketahui arah tujuan penulisan. Dalam bab ini juga memuat
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab kedua memuat landasan teori yang digunakan sebagai pisau
analisis terhadap hasil penelitian yang akan diurai secara rinci meliputi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20
pengertian mahar menurut Islam, dasar hukum mahar, syarat-syarat mahar,
batasan jumlah pemberian mahar, dan al-‘urf (adat).
Bab ketiga membahas tentang data hasil penelitian tradisi sundrang
dalam perkawinan masyarakat desa Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten
Sumenep. Dalam hal ini penulis membagi 2 pembahasan. Pertama, tentang
Tipografi desa Sase’el yang meliputi sejarah desa Sase’el, letak geografis,
keadaan sosial masyarakat, keadaan agama, dan budaya. Kedua, tentang
tradisi sundrang dalam perkawinan adat masyarakat desa Sase’el kecamatan
Sapeken kabupaten Sumenep.
Bab keempat membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap
keterkaitan antara sundrang dan mahar dalam perkawinan masyarakat desa
Sase’el kecamatan Sapeken kabupaten Sumenep.
Bab kelima membahas tentang penutup yang berisi tentang kesimpulan
dari penelitian ini dan saran yang nantinya akan menjadi masukan bagi
pembaca khususnya bagi instansi atau pihak-pihak terkait dalam penulisan
penelitian ini. Dan dalam bab ini akan membantu pembaca dalam memahami
jawaban atas rumusan masalah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TEORI MAHAR DALAM ISLAM

A. Pengertian Mahar dalam Islam
Dalam bahasa Arab mah}ar )‫ (مهر‬adalah bentuk jamak dari muh}u>r (‫)مهور‬
yang secara etimologi berarti maskawin. Sedangkan menurut Imam Ibn AQasim mahar disebut juga dengan istilah s}ada>q yang secara etimologi berarti
suatu benda yang wajib diberikan disebabkan karena adanya nikah sebagai
pemberian yang menunjukkan rasa cinta.1
Makna mahar atau maskawin dalam sebuah pernikahan, lebih tepat
sebagai pendekatan kepada syariat agama dalam rangka menjaga kemuliaan
pernikahan. Mahar adalah syarat sahnya perkawinan dan sebagai ungkapan
penghormatan seorang laki-laki kepada perempuan yang menjadi istrinya.2
Secara terminologi, Al-Hamdani dalam bukunya Risalah Nikah
menyatakan bahwa maskawin atau mahar adalah pemberian seorang suami
kepada istri sebelumnya, sesudah atau pada waktu berlangsungnya akad
sebagai pemberian wajib yang tidak diganti dengan lainnya.3 Dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 1 point (d), mahar adalah pemberian

1

Darmawan, Mahar & Walimah (t.tp.: Srikandi, 2007), 03.
Muhammad Fauzil Adhim, Kupinang Engkau dengan Hamdalah (Yogyakarta: Mitra Pusaka,
1998), 195.
3
Darmawan, Mahar &..., 04.
2

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22
calon mempelai pria kepada calon mempelai perempuan baik berbentuk
barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.4
Dr. Mahmuda dalam bukunya The Family Structure in Islam
menyatakan bahwa mahar merupakan pembayaran yang bersifat simbolis
sebagai bentuk tanggungjawab dari laki-laki untuk menjamin keamanan hak
dan kesejahteraan keluarga setelah perkawinan terwujud.5
Mahar menurut ulama’ Hanafiah mendefinisikan mahar sebagai
sesuatu yang berhak dimiliki oleh seorang perempuan sebab adanya akad
nikah atau wat}i. Sedangkan menurut sebagian ulama Malikiyah mahar
adalah sesuatu yang dijadikan (dibayarkan) kepada istri sebagai imbalan atas
jasa pelayanan seksualitas.6
Mahar merupakan hak bagi perempuan (istri) untuk menguasainya.
Seorang suami tidak berhak menguasai seluruh atau sebagian dari harta
tersebut, dan tidak berhak memaksa istrinya untuk memberikan harta
tersebut kepadanya, baik itu sedikit atau banyak. Seorang suami wajib untuk
menyediakan tempat tinggal, pakaian, dan nafkahnya karena dia adalah
pemimpin dan pelindung bagi keluarganya, seperti yang dijelaskan dalam
firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisa>’ ayat 34 yang berbunyi:

4
Departemen Agama RI, Pedoman Penyuluhan Hukum; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan

Agama Islam, 1994), 157.
5
Darmawan, Mahar &..., 05.
6
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Terjemahan Kitab Al-Fiqh Al-Isla>mi> Wa
Adilla>tuhu, Abdul Hayyie Al-Kattani, Jilid 9 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 230.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23
            
         

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka).7
Mahar boleh diberikan, baik itu sedikit atau banyak apabila istri
meridhoinya.8 Hal ini diperbolehkan sesuai firman Allah SWT dalam Q.S

An-Nisa>’ ayat 4 yang berbunyi:
              



Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.9
Apabila diperhatikan pengertian-pengertian tentang mahar di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa mahar adalah harta yang diberikan oleh
suami kepada istri sebagai pemberian wajib dalam ikatan perkawinan yang
sah dan merupakan tanda persetujuan serta kerelaan mereka untuk hidup
sebagai suami istri.10

7

Kementerian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, Jilid 2 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 161.
Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado Perkawinan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 97.
9
Kementerian Agama RI, Al-Quran &..., 114.
10
Darmawan, Mahar &..., 05.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24
B. Dasar Hukum Mahar
Syariat Islam selalu meninggikan dan memuliakan derajat perempuan.
Dalam hukum Islam diwajibkan bagi laki-laki yang hendak nikah dengan
seorang perempuan untuk memberikan mahar meskipun pemberian tersebut
hanya sebagai simbol atas kecintaan seorang calon suami kepada istrinya.
Demikian pula calon istri, penerimaan mahar tersebut sebagai simbol
tanggungjawabnya

dalam

menjaga

harta

yang

diamanatkan

suami

kepadanya.11
Perintah pembayaran mahar ini didasarkan atas firman Allah SWT
dalam Su>rah An-Nisa>’ ayat 4 yang berbunyi:
              



Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.12
Dalam ayat 4 Su>rah An-Nisa>’ di atas yang dimaksud dengan kata

nih}lah adalah merupakan pemberian yang berdasarkan pada suka rela. Hal ini
berarti bahwa mahar adalah hak dan milik si perempuan itu sendiri, bukan
milik ayah atau saudara laki-lakinya, serta merupakan pemberian dan hadiah
dari laki-laki kepadanya.13

11

Darmawan, Mahar &..., 06.
Kementerian Agama RI, Al-Quran &..., 114.
13
Darmawan, Mahar &..., 06.

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25
Perintah pembayaran mahar juga tercantun dalam Q.S. An-Nisa>’ ayat
25 yang berbunyi:
 .....      ......
Artinya: .....Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka,
dan berilah maskawin mereka menurut yang patut.....14
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Buhkori dari Sahal
bin Said, ketika ada seorang perempuan yang datang kepada Rasulullah Saw
dan menawarkan diri untuk dinikahi. Sedangkan Rasulullah Saw tidak
berminat pada perempuan tersebut namun ada seorang sahabat yang
menginginkan perempuan untuk dijadikan istrinya, dan Rasulullah Saw
memerintahkan kepada sahabat untuk memberi mahar kepada perempuan
yang akan dinikahi itu. Adapun bunyi hadistnya sebagai berikut:

ِ ُ ‫حدَثََا علِي بن عب ِد اللَ ِه ح َدثََا س ْفيا ُن ََِعت أَبا حا ِزٍم ي ُق‬
‫ت َس ْه َل بْ َن‬
ُ ‫ول ََ ْع‬
َْ ُ ْ َ َ
َ َ َ ُ ْ َُ
َ
ِ
ِ ِ
ِ ِ
ِ ‫سع ٍد ال َس‬
‫صلَى اللَهُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم إِ ْذ‬
ُ ‫ي يَ ُق‬
َ ‫اع ِد‬
َْ
َ ‫ول إِ ِِ لَفي الْ َق ْوم عْ َد َر ُسول اللَه‬
ِ
ِ َ ‫قَامت امرأَةٌ فَ َقالَت يا رس‬
‫ك‬
َ َ‫ك فَ َر ف َيها َرأْي‬
َ َ‫ت نَ ْف َس َها ل‬
ْ َ‫ول اللَه إِن ََها قَ ْد َوَ ب‬
َُ َ ْ
َْ ْ َ
ِ َ ‫فَلَم ُُِب ها َشيئا َُُ قَامت فَ َقالَت يا رس‬
‫ك فَ َر‬
َ َ‫ت نَ ْف َس َها ل‬
ًْ َ ْ ْ
ْ َ‫ول اللَه إِن ََها قَ ْد َوَ ب‬
ْ َ
َُ َ ْ
ِ
ِ
‫ك‬
َ َ‫ت نَ ْف َس َها ل‬
َ َ‫ف َيها َرأْي‬
ْ َ‫ت إِن ََها قَ ْد َوَ ب‬
ْ َ‫ت الثَالثَةَ فَ َقال‬
ْ ‫ك فَلَ ْم ُُِْب َها َشْيئًا َُُ قَ َام‬
ِ
‫ول اللَ ِه أَنْ ِك ْحِ َيها قَ َال َ ْل ِعْ َد َك ِم ْن‬
َ ‫ك فَ َق َام َر ُج ٌل فَ َق َال يَا َر ُس‬
َ َ‫فَ َر ف َيها َرأْي‬
ٍ ‫شي ٍء قَ َال ََ قَ َال ا ْذ ب فَاطْلُب ولَو خ َاًَا ِمن ح ِد‬
‫اء‬
‫ج‬
ُ
‫ب‬
‫ل‬
‫ط‬
‫ف‬
‫ب‬
‫ذ‬
‫ف‬
‫يد‬
َُ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ َْ ْ
َ
َ ْ
ْ َ
َ
َ
َ
َْ
ٍ ‫فَ َق َال ما وج ْدت شيئا وََ خ َاًَا ِمن ح ِد‬
ِ َ ‫يد فَ َق َال ل مع‬
ِ
َ َ ًْ َ ُ َ َ َ
ََ ْ َ
َ ْ
ٌ‫ك م ْن الْ ُق ْرآن َش ْيء‬
ِ
‫ك ِم ْن‬
َ ‫ب فَ َق ْد أَنْ َك ْحتُ َك َها َِِا َم َع‬
ْ َ ‫قَ َال َمعي ُس َورةُ َك َذا َو ُس َورةُ َك َذا قَ َال ا ْذ‬

‫الْ ُق ْرآن‬
14

Kementerian Agama RI, Al-Quran &..., 148.
Abi> Yah}ya> Zakariya> Al-Ans}ori>, Tuh}fatul Ba>ri> Bisharh}i s}ah}i>h} Al-Bukha>ri>, Jilid 5 (Beiru>t: Da>r
Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2004), 341.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah
menceritakan kepada kami Sufyan Aku mendengar Abu Hazim
berkata; Aku mendengar Sahl bin Sa'd As Sa'idi berkata; Aku per

Dokumen yang terkait

PERILAKU NELAYAN DALAM PERUSAKAN LINGKUNGAN LAUT DI KEPULAUAN DESA SAPEKEN (Studi Pada Masyarakat Nelayan di Desa Sapeken, Kabupaten Sumenep )

3 6 36

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA SAPEKEN KECAMATAN SAPEKEN KABUPATEN SUMENEP MADURA

6 38 32

MAKNA SUNDRANG BAGI MASYARAKAT SAPEKEN (Studi di Dusun Sepangkur Besar Desa Sabuntan Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep)

4 10 35

PERILAKU NELAYAN DESA SAP EKEN, KECAMATANSAPEKEN, KABUPATEN SUMENEP(Studi Kasus Nelayan Potasium di Kepulauan Desa Sapeken,Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep)

0 23 2

IMPLEMENTASI BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) - MANDIRI DI DESA SAPEKEN, KECAMATAN SAPEKEN,KABUPATEN SUMENEP.

0 1 101

Tinjauan hukum Islam terhadap adat Ngonse dalam perkawinan di desa Tanjung Kiaok Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep.

0 10 78

TRADISI STANDARISASI PENETAPAN MAHAR PERNIKAHAN GADIS DAN JANDA DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM : STUDI KASUS PERNIKAHAN MASYARAKAT DESA GUA-GUA KECAMATAN RAAS KABUPATEN SUMENEP.

0 1 73

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO.

0 1 94

IMPLEMENTASI BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) - MANDIRI DI DESA SAPEKEN, KECAMATAN SAPEKEN,KABUPATEN SUMENEP

0 0 17

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kedudukan Sompa (Mahar) dan Doi Balanca dalam Perkawinan di Kecamatan Sinjai Selatan Kabupaten Sinjai - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 2 79