TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN
TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG
KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG
KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh :
M. Qomarudin Zaman NIM. C01212026
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya 2016
(2)
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN
TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG
KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG
KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh :
M. Qomarudin Zaman NIM. C01212026
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya 2016
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Kasus Perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Rumusan masalah adalah bagaimana pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo? bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif (kualitatif) karena dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka. Data penelitian dihimpun melalui wawancara dan studi dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif dengan pola pikir deduktif.
Pandangan tokoh masyarakat tentang perkawinan lotre terdapat dua perbedaan pendapat. Pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang tentang kasus perkawinan lotre terdapat dua perbedaan pendapat. Sebagian tokoh masyarakat setuju terhadap pelaksanaan perkawinan lotre dengan catatan perkawinan ini dilaksanakan demi untuk kemaslahatan bersama, dan juga sudah dimusyawarahkan dari pihak-pihak yang bersangkutan, selama hal itu
tidak melanggar syari’at maka bolehlah untuk dilakukan. Dan sebagian tokoh masyarakat tidak
setuju terhadap pelaksanaan perkawinan lotre karena perkawinan lotre ini sama halnya dengan mengundi nasib, yang mana perbuatan mengundi nasib adalah hukumnya haram. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat 90-91.
Analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan perkawinan lotre untuk kemaslahatan dan menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan. Pelaksanaan perkawinan lotre ini telah sejalan dengan tujuan maqa>s{id al-shari>‘ah dan mas}lahah} mursalah yaitu terpeliharanya jiwa dan keturunan kepada bayi tersebut. Hal ini termasuk al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah yakni kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia, tepatnya dalam memelihara jiwa dan keturunan.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
PERSEMBAHAN ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG MAQASID AL-SYARI’AH DAN MASLAHAH MURSALAH A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perkawinan ... 21
B. Rukun Dan Syarat Perkawinan ... 21
C. Tujuan perkawinan... 23
(9)
E. Maslahah al-Mursalah ... 34
BAB III RAGAM PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA
KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN
SIDOARJO TENTANG PERKAWINAN LOTRE
A. Gambaran Umum Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo ... 43 B. Perkawinan Lotre Di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon
Kabupaten Sidoarjo ... 44 C. Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Kecamatan
Jabon Kabupaten Sidoarjo ... 48
BAB IV PERKAWINAN LOTRE MENURUT TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Perkawinan Lotre Menurut Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang ... 62 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh
Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Perkawinan Lotre ... 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 84
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah salah satu subsistem kehidupan beragama yang merupakan sebuah proses berlangsungnya hidup manusia untuk meneruskan keturunan dari generasi ke generasi selanjutnya. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang harmonis, karena keluarga merupakan dasar pembentukan kelompok dalam masyarakat hingga akhirnya membentuk suatu bangsa dan negara dalam lingkup yang besar. perkawinan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1
Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, sebagaimana firman-Nya dalam surat Yasin ayat 36:
Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.2
1Sa’id bin Abdullah bin Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah, penerjemah, Agus Salim, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2002), 1. 2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Cv. Penerbit Diponegoro, 2000), 710.
(11)
2
Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan dan membentuk suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syar’i.
Perkawinan juga bertujuan untuk menjaga manusia dari kejahatan dan kerusakan akibat hawa nafsu dan menumbuhkan aktifitas berusaha mencari rezeki yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab.3
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa tidak dapat kita hindarkan adanya interaksi budaya dan norma antara Barat dan Timur dalam kehidupan sehari hari. sebagaimana kita ketahui dan sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain, baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit maupun banyak. pengaruh tersebut dapat berbentuk adaptasi yang positif dalam arti tidak menimbulkan keguncangan dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta merugikan.
Salah satu nilai yang turut berubah adalah dalam hal seksual dengan segala macam dan permasalahan. Jika dulu orang dewasa sangat tabu membicarakan masalah seks, kini pembicaraan dan uraian seks dalam media elektronik atau cetak semakin terbuka dan mudah diakses.
Perubahan nilai yang demikian telah menurunkan nilai-nilai kehormatan yang selama ini diagung-agungkan manusia. Keperawanan dan
(12)
3
keperjakaan sudah tidak dipersoalkan lagi, sebab masing-masing pribadi yang akan membentuk keluarga telah berpengalaman dalam bidang seksual.4
Islam menganjurkan perkawinan dan melarang berbuat zina untuk mensejahterahkan kehidupan bermasyarakat, karena zina merupakan sumber kehancuran. Menurut Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary dalam bukunya yang berjudul problematika hukum Islam kontemporer mengatakan
bahwa: “zina merupakan penularan penyakit sifilis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum; sangat kronis dan sejak semula bersifat sistemik. Penyakit ini dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat juga menyerupai banyak penyakit, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin), gonore (penyakit kelamin, pada laki-laki mulanya keluar nanah dari orifisum uretra eksterna dan pada perempuan biasanya tanpa gejala, hanya kadang-kadang nanah keluar dari introitus cagina), dan sejenisnya, yang sangat membahayakan.5
Untuk menjaga masyarakat tetap utuh dan damai, Islam melarang manusia berbuat zina, karena dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Allah dengan tegas melarang zina dengan firman-Nya dalam surat al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi:
4 Hasan Basri, Remaja Berkualitas “Problematika Remaja dan Solusinya”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995), 27-30.
5 Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:
(13)
4
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.6
Larangan zina diikuti dengan hukuman bagi pelaku zina sebagaimana tertera dalam surat al-Nur ayat 2:
Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.7 Dalam al-Qur’an juga dijelaskan larangan mengawini seseorang perempuan pezina kecuali laki-laki yang pezina, sebagaimana dalam surat al-Nur ayat 3 yang berbunyi:
Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh
6
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahnya...,429. 7
(14)
5
menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang yang mukmin.8
Ayat di atas menjelaskan bahwa pezina haruslah kawin dengan pezina di haramkan kepada seorang mukmin untuk mengawininya. Karena perbuatan zina itu adalah dosa. meskipun banyak terjadi perbedaan pendapat jumhur
ulama’ dalam mengartikan haramnya mengadakan perkawinan dengan pezina, tetapi penulis cenderung memperbolehkan apabila itu benar-benar bertaubat.
Pada masa jahiliyah, perempuan yang memilih laki-laki yang disenanginya untuk dijadikan pendamping hidupnya dan tidak boleh menolak, tetapi proses sebelum itu adalah mengumpulkan beberapa laki-laki untuk menyetubuhi perempuan tersebut satu persatu. Ketika perempuan itu hamil dan sampai pada melahirkan anak yang dikandungnya, barulah perempuan itu menunjuk calon suaminya untuk diajak melaksanakan perkawinan.9
Jalan untuk melakukan model perkawinan pada masa jahiliyah adalah suatu perbuatan yang hina, padahal sudah jelas perbuatan seperti itu dilarang oleh Islam. perbuatan itu sangat bertentangan dengan norma agama dan sama dengan perbuatan yang tidak beriman. sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 221:
8Ibid, 543.
(15)
6
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.10
Islam juga tidak ditemukan adanya pemilihan calon suami atau istri dengan cara lotre, selain itu lotre dalam kajian Islam hanya ada di bidang
mu’amalah saja. Lotre dalam istilah Islam disebut dengan nama qur’ah yang berarti upaya memilih sebagian pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan yang tersedia itu memiliki kemungkinan yang sama besarnya untuk terpilih. Lotre merupakan upaya yang paling mampu menjauhkan dari unsur keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang jauh sama sekali dari perjudian. 11
Dalam praktek di lapangan terjadi suatu kasus perkawinan lotere yang dilakukan oleh perempuan hamil di luar nikah. Kasus ini terjadi di daerah kelurahan Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Bermula dari seorang perempuan yang bernama Bunga (nama samaran) yang ketahuan
10
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahnya...,53-54.
11 Abdul Aziz Dahlan, et al, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, cet ke-1,
(16)
7
hamil sebelum mengadakan perkawinan yang mana perempuan tersebut hamil karena akibat dari berhubungan badan dengan banyak laki-laki dan hubungan badan itu dilakukan dengan sengaja atas dasar suka sama suka. Ini adalah sebuah kasus yang menarik buat diteliti menurut penulis, bilamana akhir-akhir ini kasus yang marak terjadi adalah kasus hamil di luar nikah yang dilakukan oleh seorang perempuan dan seorang laki-laki yang belum ada ikatan perkawinan yang sah, tetapi kasus yang terjadi kali ini adalah sebuah kasus perempuan hamil di luar nikah akibat dari hubungan badan dengan banyak laki-laki secara bergiliran dan itupun dilakukan dengan suka rela. karena banyaknya laki-laki yang berhubungan badan pada saat itu, maka ada kesulitan untuk siapa yang berhak untuk mengawini dan menjadi ayah dari anak yang dikandung oleh si Bunga tersebut. Masalahnya adalah ketika semua laki-laki yang terdiri dari lima orang tersebut semua mengelak ketika diminta untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Setelah dimusyawarahkan oleh pihak keluarga si wanita tersebut akhirnya ditemukan jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan cara mengundi semua laki-laki yang menjadi pelaku zina tersebut dengan cara di Lotre, yang mana jika salah satu dari mereka keluar dari Lotre tersebut maka ia harus bertanggung jawab untuk menikah dengan si perempuan tersebut. Hal itu dilakukan dengan alasan untuk menjaga nama baik keluarga wanita dan agar anak yang lahir mempunyai bapak.12
12
(17)
8
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa perkawinan yang dilakukan di Desa Keboguyang tidak diatur atau dianjurkan oleh hukum Islam, dan bila ada suatu permasalahan atau pembahasan yang memang tidak dijelaskan secara detail di dalam al-Qur’an , al-Sunnah maka terlebih dahulu dilihat di Ijma’,
Qiyas. Setelah itu dilihat juga permasalahannya, apakah membawa kemaslahatan atau kemadharatan, maka boleh untuk dilakukan dan apabila lebih mengarah kepada kemadharatan, maka itu dinyatakan haram untuk dilakukan. Dalam pembahasan yang terkait kemaslahatan banyak dijelaskan di dalam kitab-kitab fiqih, yang disebut dengan Mas{lah{ah.
Mas{lah{ah dalam kajian ushul fiqih adalah mas{lah{ah semakna dengan kata manfaat, yaitu bentuk masdar yang berarti baik dan mengandung manfaat. Mas{lah{ah merupakan bentuk mufrad (tunggal) yang jamaknya mas{a>lih{. dari makna kebahasaan ini dipahami bahwa mas{lah{ah meliputi segala yang mendatangkan manfaat, baik melalui cara mengambil dan melakukan suatu tindakan maupun dengan menolak dan menghindarkan segala bentuk yang menimbulkan kemadharatan dan kesulitan.13
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis ingin membahas kasus perkawinan lotre tersebut dalam pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang. Yakni orang yang terkemuka atau kenamaan, dalam hal ini yang dimaksud adalah ulama atau Kyai.
Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang terkait perkawinan lotre tersebut? Apakah peristiwa pelaksanaan perkawinan lotre
13 Muhamad Abu Zahrah, Usul Fiqih, diterjemahkan oleh Saefullah Ma’shum, (Jakarta: PT.
(18)
9
menyimpang dari agama Islam atau tidak? Apa yang menjadi alasan dilaksanakannya perkawinan teersebut? Disini penulis merasa ingin meneliti lebih jauh pandangan dan argumen tokoh masyarakat Desa Keboguyang terhadap pelaksanaan perkawinan lotre yang terjadi di desa keboguyang kecamatan jabon kabupaten sidoarjo, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Kasus Perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten
Sidoarjo”
B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah 1. Definisi perkawinan
2. Dasar hukum tentang perkawinan 3. Tujuan Perkawinan
4. Dasar hukum tentang zina
5. Diskripsi tentang pelaksanaan perkawinan lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
6. Pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
7. Tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
(19)
10
Dengan adanya banyak permasalahan tersebut di atas, maka untuk memberikan arah yang jelas atau fokus dalam penelitian ini penulis membatasi hanya beberapa masalah saja yaitu:
1. Pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah penulis paparkan, maka pokok permasalahan yang akan dijadikan pembahasan dan akan diteliti secara mendalam oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang akan diteliti, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
(20)
11
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada. Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan.14
Untuk mengetahui originalitas penelitian ini, penulis perlu mengemukakan karya tulis (penelitian) tedahulu tentang tema tinjauan hukum Islam terhadap perkawinan lotre. Sejauh penelurusan yang penulis lakukan, diantaranya yaitu:
1. “Analisis Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wanita Hamil Oleh Selain Yang Menghamili (Studi Kasus di Desa Karangdinoyo kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro)” ditulis oleh M. Muklis (2014) nim C01207089. Dalam skripsi ini penulis memberikan kesimpulan bahwa hukum nikah wanita hamil oleh selain yang menghamili adalah sah dengan mengacu kepada beberapa pendapat ulama’ yang membolehkannya, yaitu
bahwa pernikahan itu sah tetapi haram baginya bercampur selama bayi yang di kandungnya belum lahir menurut Imam Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, sedangkan menurut Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa perkawinan itu sah dan boleh mencampurinya, karena tak mungkin nasab bayi yang dikandung itu ternodai oleh sperma suaminya.15
2. “Tinjauan Hukum Islam terhadap wanita yang dihamili ayah kandungnya
dan di limpahkan kepada pria lain untuk menikahinya dengan imbalan uang
14Tim penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi
(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 8. 15
M. Muklis, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wanita Hamil Oleh Selain Yang Menghamili di Desa Karangdinoyo kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro”, (Skripsi— UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
(21)
12
dan waktu yang di tentukan (Studi kasus di Desa Temoran Kec. Omben Kab. Sampang).
3. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di KUA Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik”. Ditulis oleh Afif Azhari
(2009) nim : C31304007
.
Penelitian tersebut lebih fokus pada proses pencatatan pendaftaran perkawinan wanita hamil di kantor KUA dan tinjauan hukum Islam terhadap pernikahan wanita hamil di kantor KUA Kecamatan Cerme.16Sedangkan dalam skripsi ini penulis membahas mengenai perkawinan lotre menurut pandangan beberapa tokoh masyarakat Desa Keboguyang dengan didasarkan pada alasan-alasan yang dikemukakan.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
16Afif Azhari, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di KUA Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik”, (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009).
(22)
13
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka studi ini diharapkan berguna untuk:
1. Aspek teoritis
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan dapat dijadikan sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji hukum keluarga Islam serta bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan khusus bagi mahsiswa/i Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, khususnya Fakultas Syari’ah Program Studi Akhwal Al -Syakhshiyyah dalam hal yang berkaitan dengan masalah terkait.
2. Aspek praktis a. Bagi masyarakat
Dengan hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman hukum dalam mengatasi problem kawin zina dan juga mencegah terjadinya zina, memberikan masukan moral kepada masyarakat luas terutama kepada pemuda/i Islam hendaknya menjaga harga diri mereka, serta menjauhi pergaulan yang menjurus kepada berbuat zina karena hal tersebut dilarang dalam agama, dan sebagai bahan pertimbanagan dalam memutuskan sebuah kemaslahatan bersama.
(23)
14
G. Definisi Operasional
Permasalahan di atas tidak hanya diselesaiakan dengan pemikiran saja, melainkan harus dianalisa dengan landasan teori, sehingga dapat terwujud karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang diangkat, maka penulisperlu memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut:
1. Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berkenan dengan kehidupan berdasarkan al-Qur’an, al-Sunnah dan pendapat ulama madzhab disebut juga dengan hukum syara’.17 Hukum Islam yang diterapkan dalam skripsi ini adalah menurut maqa>s{id al-shari>’ah, yang menggunakan analisis mas{lah{ah mursalah.
2. Tokoh Masyarakat : Orang yang terkemuka atau kenamaan18 dalam hal ini tokoh yang dimaksud adalah Kyai Anas Ali, Ustadz Nur Hidayat, Ustadz Rusman S.Pd.I, dan Ustadz Zainuri Munir selaku tokoh masyarakat Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
3. Perkawinan Lotre : Penentuan calon suami dengan cara mengundi para pelaku zina (laki-laki) terhadap perempuan yang disetubuhinya sampai menyebabkan kehamilan sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah.
17
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) 169.
18
Departement Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 394.
(24)
15
H. Metode Penelitian
Penelitian yang akan digunakan dalam rangka penulisan skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research). oleh karena itu, data-data yang dikumpulkan berasal dari data lapangan sebagai obyek penelitian. Untuk memperoleh validitas data, maka teknik pengumpulan data yang relevan menjadi satu hal yang sangat penting.
1. Data yang dikumpulkan
Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut:
a. Data tentang deskripsi perkawinan lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.
b. Data tentang pandangan beberapa tokoh masyarakat Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Tentang Perkawinan Lotre. 2. Sumber Data
Berdasarkan jenis data yang ditentukan sebelumnya maka dalam penelitian ini sumber data berasal dari sumber data primer dan sekunder. a. Sumber primer
Sumber yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian. Dalam penelitian ini sumber primer meliputi: keterangan beberapa pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang tentang perkawinan lotre dengan didasarkan pada alasan-alasan yang dikemukakan.
(25)
16
b. Sumber sekunder
Sumber yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, seperti literatur-literatur mengenai maslahah mursalah. Antara lain: 1) Jalaludin Abdur Rahman, Al-masalih al-Mursalah wa Makanatuha fi
al-Tasyri’ Matba’ah al-Sa’adah
2) Amin Farih, Kemaslahatan dan pembaharuan hukum islam 3) Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah hukum islam 4) Masfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah
5) Satria Effendi, Ushul Fiqh 6) Musthofa Kamal, Fiqih Islam
7) Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqih 3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan proses baik tidaknya sebuah penelitian. Maka kegiatan pengumpulan data harus dirancang dengan baik dan sistematis, agar data yang dikumpulkan sesuai dengan permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara pewawancara atau peneliti dengan informan. Peneliti melakukan wawancara dengan informan di tempat penelitian. Dengan teknik wawancara ini peneliti akan memperoleh data yang bersifat
(26)
17
fakta.19 Penyusunan mewawancarai beberapa tokoh masyarakat Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo yakni Kyai Anas Ali, Ustadz Nur Hidayat, Ustadz Rusman S.Pd.I, dan Ustadz Zainuri Munir.
4. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.20 Teknik ini digunakan untuk memeriksa kelengkapan yang sudah penulis dapatkan dari hasil wawancara.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambarang yang sesuai dengan rumusan masalah. Penulis melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan.
5. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan penelitian sebagai berikut:
a. Teknik deskriptif analisis, yaitu metode yang menjelaskan atau menggambarkan data secara rinci dan sistematis semua fakta aktual
19
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97. 20
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), 91.
(27)
18
yang diketahui, kemudian dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan, sehingga dapat memberikan sebuah pemahaman yang mendalam dan menyeluruh.21 Dalam hal ini dengan mengemukakan tentang perkawinan lotre.
b. Pola pikir deduktif : adalah menganalisis subyek penelitian yang bertitik tolak dari teori yang bersifat umum tentang perkawinan lotre untuk meninjau obyek penelitian yang bersifat khusus yaitu pandangan tokoh masyarakat desa Keboguyang tentang kasus perkawinan lotre. Kemudian dianalisis dengan hukum Islam yakni maslahah mursalah, sehingga mendapat gambaran yang jelas mengenai masalah tersebut. I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada pembahasan skripsi ini, penulis akan mencoba untuk menguraikan isi uraian pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama adalah uraian pendahuluan yang berisi gambaran umum yang berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab berikutnya. Bab ini meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
21
(28)
19
Bab kedua adalah sebuah kajian teori, membahasi tinjauan umum tentang maqa>s{id al-shari>’ah, yang memuat mas{lah{ah mursalah.
Bab ketiga adalah data penelitian, yaitu berisi gambaran umum Desa Keboguyang, profil singkat tokoh masyarakat yang bersangkutan dan pandangannya tentang perkawinan lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo jika ditinjau dari hukum Islam.
Bab keempat adalah kajian analisis atau jawaban dari rumusan permasalahan dalam penelitian ini. Bab ini berisi analisis terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang perkawinan lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo dalam perspektif hukum Islam.
Bab kelima adalah merupakan sebuah penutup dari skripsi yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
(29)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM ISLAM, KAJIAN TEORI TENTANG MAQA<S{ID AL-SHARI<‘AH, DAN MAS{LAH{AH
MURSALAH A.Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan
Perkawinan merupakan ibadah yang mulia, al-Qur’an menyebutnya sebagai mi>th>aqan ghali>z}an atau perjanjian yang kuat. Karena itulah perkawinan dilaksanakan dengan sempurna dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan Allah SWT dan RasulNya agar tercapai rumah tangga yang tenang, penuh cinta dan kasih sayang.1
Adapun dasar dianjurkannya perkawinan adalah sebagai berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.2(Q.S.al-Ru>m ayat 21)
B.Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya
1Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah,
Nikah dan Thalak, Penerjemah Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2011), 7.
2Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2006),
(30)
21
merupakan sesuatu yang harus diadakan. Artinya, perkawinan tidak sah apabila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.3 Adapun rukun nikah adalah:4
1. Mempelai laki-laki 2. Mempelai perempuan 3. Wali
4. Dua orang saksi 5. Shigat ijab kabul
Dari lima rukun perkawinan tersebut yang paling penting ialah ijab kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad, sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul.5
1. Syarat-syarat suami
a. Bukan mahram dari calon istri; b. Tidak terpaksa, atas kemauan sendiri; c. Orangnya tertentu, jelas orangnya; d. Tidak sedang ihram.
2. Syarat-syarat istri
a. Tidak ada halangan syara’, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam iddah;
b. Merdeka, atas kemauan sendiri; c. Jelas orangnya;
3Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 59. 4Ibid, 60.
(31)
22
d. Tidak sedang ihram. 3. Syarat-syarat wali
a. Laki-laki; b. Baligh; c. Berakal sehat; d. Tidak terpaksa; e. Adil;
f. Tidak sedang ihram. 4. Syarat-syarat saksi
a. Laki-laki; b. Baligh; c. Berakal sehat; d. Adil;
e. Dapat mendengar dan melihat. 5. Syarat-syarat shigat
Shigat (bentuk akad) hendaknya dilakukan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang yang melakukan akad, penerima akad, dan saksi. C.Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.6
(32)
23
Imam Al-Ghaza>li membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada lima hal, sebagai berikut:7
1. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia
2. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan 3. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang
5. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab.
D.Maqa>s{id al-Shari>‘ah
1. Pengertian dan dasar hukumnya
Secara lughawi, maqa>s{id al-shari>‘ah terdiri dari dua kata, yakni maqa>s{id dan al-shari>‘ah. Maqa>s{id adalah bentuk jamak dari maqa>s{id yang berarti kesengajaan atau tujuan. Al-Shari>‘ah secara bahasa berarti
ِءا
ى
مْا ىَِا
yang berarti jalan menuju sumber air, dapat dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok kehidupan.8 Dari segi bahasa, maqa>s{id al-shari>‘ah berarti maksud atau tujuan disyariatkan hukum Islam. Pembahasan utama di dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan ilat ditetapkannya
7M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Buku Aksara, 1996), 12.
(33)
24
suatu hukum.9 Tujuan hukum Islam itu menjadi arah setiap perilaku dan tindakan manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan hidupnya dengan mentaati semua hukum-hukum-Nya.10
Dalam Islam secara tegas dijelaskan bahwa Allah tidak menciptakan segala sesuatu itu sia-sia sebagaimana firman-Nya berikut:
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada
di antara keduanya bermain-main”11 (QS. al-Anbiya’ : 16).
Bagian besar dalam penciptaan Allah adalah manusia, karena manusia mempunyai kemungkinan untuk menerima peradaban dan kebudayaan. Dengan demikian, tiadalah Allah mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan wahyu-Nya selain untuk menegakkan keteraturan manusia. Seperti dalam Alquran surah al-Hadid ayat 25:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan”12 (QS. al-Hadid : 25)
9Akhmad al-Raisyuni, Nazhariyat al-Maqa>s{id ‘Inda al-Syatibi>, (Rabath: Da>r al-Ama>n, 1991), 67. 10Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung, 1995), 99.
11Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 6, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 106. 12Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 9..., 692-693.
(34)
25
2. Macam-macam Maqa>s{id al-Shari>‘ah
Substansi maqa>s{id al-shari>‘ah adalah kemaslahatan. Kemaslahatan dalam taklif Tuhan dapat berwujud dua bentuk. Pertama, dalam bentuk hakiki, yaitu manfaat langsung dalam arti kausalitas. Kedua, dalam bentuk majasi yaitu bentuk yang merupakan sebab yang membawa kepada kemaslahatan.13
Kemaslahatan menurut al-Syatibi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:14
a. Maqa>s{id al-shari>‘ah (tujuan Tuhan).
Maqa>s{id al-shari>‘ah mengandung empat aspek, yaitu:
1) Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat
2) Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami 3) Syariat sebagai hukum taklif yang harus dilakukan
4) Tujuan syariat adalah membawa manusia kebawah naungan hukum. b. Maqa>s{id al-Mukallaf (tujuan mukallaf)
Kemaslahatan sebagai substansi maqa>s{id al-shari>‘ah dapat terealisasikan apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur pokok tersebut adalah, agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.15
1313Totok Jumantoro, Samsul Munir, Kamus Us}u>l Fikih..., 197. 14Ibid., 197.
(35)
26
Untuk kepentingan menetapkan hukum, kelima unsur dari maqa>s{id al-shari>‘ah tersebut dibedakan menjadi tiga peringkat, diantaranya:
1) al-D{aru>riyyah (pokok)
Yang dimaksud dengan memelihara kelompok al-d{aru>riyyah adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi manusia.16 Tujuan primer hukum Islam adalah tujuan hukum yang mesti ada demi adanya kehidupan manusia. Apabila tujuan itu tidak tercapai, maka akan menimbulkan ketidakajegan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat, bahkan merusak kehidupan itu sendiri.
Kebutuhan primer ini hanya bisa dicapai bila terpeliharanya lima tujuan hukum Islam yang disebut al-kulliyat al-h{ams yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan memelihara harta.17 2) al-H{a>jiyyah (primer)
Yaitu kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan dalam hidupnya. Terpeliharanya tujuan kehidupan manusia yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder hidup manusia itu. Bila kebutuhan sekunder ini tidak dipenuhi, akan menimbulkan kesempitan yang mengakibatkan kesulitan hidup manusia.
16 Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 126. 17 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 101.
(36)
27
Contoh dalam adat, seperti adanya kebolehan dalam berburu dan menikmati segala yang baik-baik selama hal itu dihalalkan, baik dalam hal makanan, minuman, sandang, atau papan, dsb.18
3) al-Tah{si>niyyah (sekunder)
Tujuan hukum tah{si>niyyah adalah tujuan hukum yang ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan cara melaksanakan apa-apa yang baik dan yang paling layak menurut kebiasaan dan menghindari hal-hal yang tercela menurut akal sehat. Pencapaian tujuan tersier hukum Islam ini biasanya terdapat dalam bentuk budi pekerti yang mulia atau akhlak karimah. Budi pekerti ini mencakup etika hukum, baik etika hukum ibadah, adat, pidana atau jinayah, dan muamalah atau keperdataan.19
3. Pokok-pokok kemaslahatan dalam maqa>s{id al-shari>‘ah
Menurut al-Syatibi, penerapan kelima pokok di atas didasarkan atas dalil-dalil Alquran dan hadis. Dalil-dalil tersebut berfungsi sebagai
al-qawa>’id al-kulliyat dalam menetapkan al-kulliyat al-khams.20 Guna memperoleh gambaran yang utuh tentang teori maqa>s{id al-shari>‘ah, berikut akan dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya masing-masing:
a. Memelihara agama (h{ifz{ al-di>n)
18 Ibid., 102.
19 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 102. 20 Ibid., 125.
(37)
28
Menjaga atau memelihara agama, berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:21
1) Memelihara agama dalam peringkat d{aru>riyyah, yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat primer, seperti hukuman bagi orang yang murtad.
2) Memelihara agama dalam peringkat h{a>jiyyah, yaitu melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud menghindari kesulitan, seperti salat jamak dan qasar bagi orang yang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan, maka tidak akan mengancam eksistensi agama, hanya mempersulit bagi orang yang melakukannya.
3) Memelihara agama dalam peringkat tah{si>niyyah, yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap Tuhan. Misalnya menutup aurat, membersihkan badan atau pakaian. Kalau hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, maka hal ini tidak akan mengancam eksistensi agama dan tidak mempersulit bagi orang yang melakukannya.
b. Memelihara jiwa (h}ifz{ al-nafs)22
1) Memelihara jiwa dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Jika diabaikan, maka akan merusak eksistensi jiwa manusia
21Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 26. 22Ibid, 26-27.
(38)
29
2) Memelihara jiwa dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti diperbolehkan berburu hewan untuk menikmati makanan yang halal. Jika diabaikan, tidak akan mengancam eksistensi jiwanya, melainkan akan mempersulit hidupnya
3) Memelihara jiwa dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum.
c. Memelihara akal (h{ifz{ al-‘aql)23
1) Memelihara akal dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti diharamkan meminum minuman keras. Jika ketentuan ini dilanggar, maka akan mengakibatkan terancamnya eksistensi akal.
2) Memelihara akal dalam peringkat h{a>jiyyah seperti dianjurkannya menuntut ilmu pengetahuan. Jika tidak diindahkan, maka akan mempersulit diri seseorang.
3) Memelihara akal dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. d. Memelihara keturunan (h}ifz{ al-nas{l)24
1) Memelihara keturunan dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti disyariatkannya menikah dan dilarang berzina. Jika hal ini diabaikan, maka akan mengancam eksistensi keturunan.
2) Memelihara keturunan dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti ditetapkan ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan
23Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam...,27. 24Ibid, 27.
(39)
30
diberikan hak talak padanya. Jika ketentuan ini diabaikan, maka akan mempersulitkannya.
3) Memelihara keturunan dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti disyariatkan khitbah atau walimah dalam perkawinan.25
e. Memelihara harta (h}ifz{ al-ma>l)26
1) Memelihara harta dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti syariat tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Jika dilanggar, maka akan mengancam eksistensi harta
2) Memelihara harta dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti syariat tentang jual beli dengan cara salam. Jika diabaikan, maka akan mempersulit orang yang membutuhkan modal.
3) Memelihara harta dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti tentang ketentuan menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.
Mengetahui urutan peringkat maslahat di atas menjadi penting, apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya, ketika maslahat yang satu berbenturan dengan maslahat yang lain. Dalam hal ini, maslahat d{aru>riyyah harus didahulukan daripada peringkat kedua h{a>jiyyah dan peringkat ketiga tah{si>niyyah.27
Tujuan hukum harus diketahui oleh mujtahid dalam rangka mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan
25 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 27.
26 Ibid, 27.
(40)
31
menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit oleh al-Qur’an dan al-Hadist.
Dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer, perlu diteliti lebih dahulu hakikat dari masalah tersebut. Penelitian terhadap kasus yang akan ditetapkan hukumnya sama pentingnya dengan penelitian terhadap sumber hukum yang akan dijadikan dalilnya. Artinya, bahwa dalam menetapkan nas terhadap satu kasus yang baru, kandungan nas harus diteliti secara cermat, termasuk meneliti tujuan syariat hukum tersebut, setelah itu perlu dilakukan “studi kelayakan”
(tanqi> al-mana>t), apakah ayat atau hadis tertentu layak untuk diterapkan pada kasus baru.28
4. Hubungan maqa>s{id al-shari>‘ah dengan metode mas{lah{ah mursalah
Sebagaimana metode ijtihad lainnya, mas{lah{ah mursalah juga merupakan metode penetapan hukum yang kasusnya tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Alquran dan hadis. Hanya saja metode ini menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Sehubungan dengan metode ini, dalam ilmu usul fikih dikenal ada tiga macam maslahat, yaitu
mas{lah{ah mu‘tabarah, mas{lah{ah mulgha>h, dan mas{lah{ah mursalah. Maslahat yang pertama adalah maslahat yang diungkapkan secara langsung baik dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Sedangkan maslahat yang kedua adalah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam nas. Diantara kedua maslahat tersebut, ada yang disebut mas{lah{ah
(41)
32
mursalah yang ditetapkan oleh kedua sumber tersebut dan tidak pula bertentangan dengan keduanya.29
Mas{lah{ah mursalah harus memenuhi beberapa syarat yaitu tingkat keperluan harus diperhatikan. Apakah akan sampai mengancam eksistensi lima unsur pokok maslahat atau belum sampai pada batas maslahat tersebut, bersifat qat}‘i, artinya maslahat tersebut benar-benar telah diyakini maslahat, dan kemaslahatan itu bersifat kulli, artinya bahwa kemaslahatan itu berlaku secara umum dan kolektif, tidak bersifat individual.
Berdasarkan persyaratan di atas, maslahah yang dikemukakan oleh para ahli usul fikih, dapat dipahami bahwa betapa eratnya hubungan antara metode mas{lah{ah mursalah dengan maqa>s{id al-shari>‘ah. Ungkapan Imam Malik, bahwa mas{lah{ah itu harus sesuai dengan tujuan disyariatkannya hukum dan diarahkan pada upaya menghilangkan kesulitan, jelas memperkuat asumsi ini.30
29Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Us{u>l al-Fiqh, terjemah Moch. Tochah Mansoer dan Iskandar Al-
Barsani (Jakarta: Al-Majlis al-A’la al-Indunisi Li al-Islamiyyat, 1972), 84.
(42)
33
E. Masl{ah{ah Mursalah
1. Pengertian dan dasar hukumnya
Mas{laha{h (
ةىحىلْصىم
)
berasal dari kata sa{lah{a (ىحىلىص
) dengan penambahan alif di awalnya yang secara arti kata berarti baik lawan dari buruk atau rusak. Mas{lah{ah adalah mas{dar dengan arti kata s{alahu (حىلىص
)
yaitu manfaat atau terlepas dari padanya kerusakan. Pengertian mas{lah{ah dalam bahasa arab adalah perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia.31Menurut Abdul Wahhab Khallaf pengertian mas{lah{ah mursalah (kesejahteraan umum) yaitu sesuatu yang dianggap maslahat dimana shari‘
tidak mensyariatkan hukum untuk mewujudkan maslahat itu, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya.32
Mas{lah{ah ini disebut mutlak karena tidak dibatasi dengan dalil pengakuan atau dalil pembatalan. Contohnya yaitu, mas{lah{ah yang karena mas{lah{ah itu sahabat mensyariatkan pengadaan penjara, ditentukan pajakpajak penghasilannya, atau maslahah-maslahah lain yang harus dituntut oleh keadaan-keadaan darurat kebutuhan dan atau karena kebaikan, dan belum disyariatkan hukumnya. Artinya, mendatangkan
31Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Us}u>l Fiqih..., 200. 32Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. 2..., 126.
(43)
34
keuntungan bagi mereka dan menolak mudarat serta menghilangkan kesulitan daripadanya.33
Sumber asal dari metode mas{lah{ah mursalah diambil dari nas Alquran yang banyak jumlahnya, diantaranya:
Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. (QS. Alanbiya>’ : 107).34
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh penyakit-penyakit (yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus : 57).35
Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari pada apa yang kamu kumpulkan. (QS. Yunus: 58).36
...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Albaqarah 185).37
33Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum..., 126-127. 34Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 6..., 334. 35Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 11..., 327-328. 36Ibid., 327-328.
(44)
35
2. Macam-macam mas{lah{ah mursalah
Dilihat dari pembagian mas}lah}ah ini, dibedakan menjadi dua macam yaitu, dilihat dari segi tingkatannya dan eksistensinya
a. Mas}lah}ah dari segi tingkatannya 1) Al-Mas}lah}ah al-d}aru>riyyah
Al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah adalah kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dari kehidupan manusia maka mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan manusia tersebut. Al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah ini meliputi (1) memelihara agama (muh}afaz}at al-di>n), untuk memelihara agama maka disyariatkan manusia untuk beribadah kepada Allah, menjalani semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya; memelihara jiwa (muh}afaz}at al-nafs), untuk memelihara jiwa maka agama mengharamkan pembunuhan tanpa alasan yang benar, dan bagi yang melakukannya dijatuhi hukuman kisas, (3) memelihara keturunan (muh}afaz}at al-nasl), maka agama mengharamkan zina, dan bagi yang melakukannya di dera; (4) memelihara harta benda (muh}afaz}at al-ma>l), untuk memelihara harta benda makaagama mengharamkan pencurian, bagi yang melakukannya akan diberi siksa; dan (5) memelihara akal (muh}afaz}at al-‘aql), untuk memelihara akal maka agama mengharamkan minum arak (khamr).38 Sementara itu, ada
(45)
36
ulama yang memasukkan yang kelima, yaitu memelihara kehormatan (muh}a>faz}at al-‘ird) secara berdiri sendiri, sehingga menjadi yang keenam. Hanya saja bagi yang mencantumkan lima, maka al-‘ird
dimasukkan dalam memelihara keturunan (nasl atau nasb)39 dan ada yang memasukkan dalam memelihara jiwa (nafs) seperti Abd. Wahha>b Khallaf.40 al-Juwayni>, al-Ghaza>li>, dan al-Sha>t}ibi> termasuk ulama yang memesukkan al-‘ird} ke dalam nasl.41 Contoh mas}lah}ah al-d}aru>riyyah pada mas}lah}ah mursalah yaitu pembuatan rambu-rambu lalu lintas, guna untuk menghindarkan diri dari kecelakaan. 2) Al-Mas}lah}ah al-h}a>jiyyah
Persoalan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi. Apabila tidak ada, maka tidak sampai menyebabkan rusaknya tatanan kehidupannya. Dengan kata lain, dilihat dari segi kepentingannya maka mas}lah}ah ini lebih rendah tingkatannya dari mas}lah}ah al-d}aru>riyyah. Misalnya, menikahkan anak-anak untuk menghindarkan dari kesulitan.42 Dan diberikannya hak talak bagi suami, jika penyebutan talak tidak dilakukan maka akan mempersulit suami karena diharuskan untuk membayar mahar misl. Sedangkan contoh mas}lah}ah al-h}a>jiyyah dalam mas}lah}ah mursalah adalah kewajiban
39Fa>d}il Abd al-Wah}id Abd al-Rahman, al-Anmu>dhaj fi> U}su>l al-Fiqh, (Baghdad: Matba’at al-
Ma’arif, 1969), 248.
40Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam..., 141.
41Ja>sur ‘Awdah, Fiqh al-Maqa>s}id, (Firjinia: al-Ma’had al-‘Alami> li al-Fikr al-Isla>mi>, 2008), 22. 42Wahbah al-Zuhayli, Us}u>l Fiqh Al-Islami, vol 2, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), 1022.
(46)
37
menyalakan lampu pada siang maupun malam hari guna menghindarkan diri dari kesulitan di jalan raya.
3) Al-Mas}lah}ah al-tah}si>niyah
Mas}lah}ah ini juga bisa disebut mas}lah}ah takmi>liyah yaitu mas}lah}ah yang sifatnya untuk memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Sekiranya kemaslahatan tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah menimbulkan kesulitan dan kegoncangan serta rusaknya tatanan kehidupan manusia. Namun kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi kesempurnaan dan keindahan dalam hidup manusia.43 Dalam mas}lah}ah mursalah contoh yang berkaitan dengan tingkatan mas}lah}ah al-tah}si>niyah misalnya adalah penggunaan helm berstandar Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai pelengkap dalam berkendara terutama pengendara roda dua agar tercipta keamanan secara tepat.
b. Mas}lah}ah dilihat dari segi eksistensiny 1) Al-Mas}lah}ah al-mu‘tabarah
Kemaslahatan yang terdapat nas} secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya dan terdapat dalil untuk memelihara dan melindunginya. Contohnya, dalil nas yang menunjukkan langsung
(47)
38
kepada mas}lah}ah misalnya, tidak baiknya mendekati perempuan yang sedang haid dengan alasan haid itu adalah penyakit.44\
2) Al-Mas}lah}ah al-mulghah
Mas}lah}ah yang berlawanan dengan ketentuan nas}. Artinya, mas}lah}ah yang tertolak karena ada dalil yang menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas. Contohnya, masyarakat pada jaman sekarang lebih mengakui emansipasi wanita untuk menyamakan derajat dengan laki-laki dalam memperoleh harta warisan dan inipun dianggap sejalan dengan tujuan ditetapkannya hukum waris oleh Allah Swt. untuk memberikan hak waris kepada perempuan sebagaimana yang berlaku bagi laki-laki. Dalam hal ini, hukum Allah Swt. telah jelas dan ternyata berbeda dengan apa yang dikira baik oleh akal itu, yaitu hak waris laki-laki adalah dua kali lipat hak waris perempuan, sebagaimana ditegaskan
dalam Q>S Annisa’(4): 11.
3) Al-Mas}lah}ah al-mursalah
Mas}lah}ah mursalah merupakan mas}lah}ah yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya maupun yang menolaknya. Dengan demikian, mas}lah}ah ini merupakan mas}lah}ah yang sejalan dengan tujuan syara‘ dan dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari kemudaratan. Misalnya, pernikahan di bawah umur
(48)
39
tidak dilarang dalam agama dan sah dilakukan oleh wali yang berwenang, namun data statistik menunjukkan bahwa pernikahan dibawah umur banyak menyebabkan perceraian, karena anak yang menikah di bawah umur belum siap secara fisik maupun mentalnya untuk menghadapi peran dan tugas sebagai suami-istri.45 Pengadaan rambu-rambu lalu lintas guna melindungi diri dari kecelakaan yang berbahaya bagi jiwa.
Dari macam-macam peringkat mas}lah}ah tersebut di atas, dapat diketahui dari cara memandangnya, di antaranya:46
a. Kemaslahatan ditinjau dari segi pengaruhnya atas kehidupan umat manusia. Kemaslahatan ini meliputi tiga kemaslahatan yaitu primer, sekunder, dan tersier seperti yang telah dijelaskan di atas.
b. Kemaslahatan ditinjau dari segi hubungannya dengan kepentingan umum dan individu dalam masyarakat. Dapat dipandang dari dua bentuk kemaslahatan, yaitu kemaslahatan yang bersifat universal dan menyangkut kepentingan kolektif (kulliyah) dan kepentingan individu (fard{iyah). Dalam praktiknya, pengukuran kemaslahatan ini bergantung pada kesepakatan masyarakat dan individu, kemaslahatan ini lebih bersifat pragmatis.
c. Kemaslahatan ditinjau dari segi kepentingan pemenuhannya dalam rangka pembinaan dan kesejahteraan umat manusia dan individu. Kemaslahatan ini ada tiga peringkat, yaitu:
45Ramli SA, Muqaranah Mahzab..., 165.
(49)
40
1) Kemaslahatan yang mau tidak mau mesti ada bagi terpenuhinya kepentingan manusia.
2) Kemaslahatan yang di duga kuat mesti ada bagi kebanyakan orang 3) Kemaslahatan yang diperkirakan harus ada.
3. Syarat-syarat dalam kehujahan mas{lah{ah mursalah
Untuk menetapkan apakah sesuatu itu mengandung maslahat atau tidak, diperlukan pendidikan yang mendalam atas kemanfaatan dari kemudaratannya. Para ulama yang menjadikan hujah mas{lah{ah mursalah, mereka berhati-hati dalam hal itu, sehingga tidak menjadi pintu bagi pembentukan hukum syariat menurut hawa nafsu dan keinginan perorangan. Oleh karena itu, dibentuk syarat-syarat dalam mas{lah{ah mursalah sebagai metode istinbath hukum Islam, di antaranya:47
a. Kemaslahatan sesuai dengan prinsip-prinsip apa yang ada dalam ketentuan shari‘, yang secara us{u>l dan furu>‘nya tidak bertentangan
dengan nas.
b. Kemaslahatan hanya dapat dikhususkan dan diaplikasikan dalam bidang-bidang sosial dimana dalam bidang ini menerima dengan rasionalitas dibandingkan dengan bidang ibadah, karena tidak diatur secara rinci dalam nas.
c. Berupa maslahat yang hakiki, bukan maslahat yang bersifat dugaan. Yaitu agar dapat direalisir pembentukan hukum suatu kejadian itu, dan dapat mendatangkan keuntungan atau menolak mudarat.
47Al-Syatibi, Al-I’tis{om, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1991), 115-129 dan lihat juga Abdul Wahhab
(50)
41
d. Berupa maslahat yang umum, bukan mas{lah{ah yang bersifat khusus (perorangan). Yaitu agar dapat direalisir bahwa dalam pembentukan hukum suatu kejadian dapat mendatangkan keuntungan kepada kebanyakan umat manusia, atau dapat menolak mudarat dari mereka, bukan mendatangkan keuntungan pada seseorang atau beberapa orang saja di antara mereka.
e. Hasil maslahat merupakan pemeliharaan terhadap aspek-aspek d{aru>riyyah, h{a>jiyyah, dan tah{si>niyyah. Metode mas{lah{ah adalah sebagai langkah untuk menghilangkan kesulitan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan.48 Allah Swt. berfirman dalam Alquran Surah Alhajj ayat 78:
...
...
Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Alhajj : 78).49
Adapun Alasan yang dikemukakan jumhur ulama dalam menetapkan mas{lah{ah sebagai hujah dalam menetapkan hukum, sebagai berikut:50
a. Bahwa mas{lah{ah mursalah umat manusia itu selalu baru dan tidak ada habisnya. Maka seandainya tidak disyariatkan hukum mengenai kemaslahatan manusia yang baru dan mengenai sesuatu yang dikehendaki oleh perkembangan mereka, serta pembentukan hukum itu
48Al-Syatibi, al-I’tis{om..., 115-129.
49Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 6..., 459. 50Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah..., 130-131.
(51)
42
hanya berkisar atas maslahat yang diakui oleh shari’ saja, maka berarti telah ditinggalkan beberapa kemaslahatan umat manusia pada berbagai zaman dan tempat.
b. Bahwa orang yang meneliti pembentukan hukum para sahabat, tabiin dan para mujtahid, maka jadi jelas bahwa mereka telah mensyariatkan beberapa hukum untuk merealisir maslahat secara umum, bukan karena saksi yang mengakuinya. Misalnya menetapkan hasil pajak, pembukuan administrasi pengadaan penjara-penjara di tahun kelaparan.
4. Aplikasi mas{lah{ah mursalah dalam kehidupan
Telah diketahui bahwa perbedaan lingkungan dan waktu ternyata berpengaruh pada pembentukan hukum-hukum shara‘, sebagaimana firman Allah Swt.:
Apa saja ayat yang kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. Kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Albaqarah : 106).51
(52)
BAB III
RAGAM PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA
KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN
SIDOARJO TENTANG PERKAWINAN LOTRE
A. Gambaran Umum Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Desa Keboguyang merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, provinsi Jawa Timur. Desa Keboguyang terdiri dari beberapa Dusun, di antaranya:
1. Dusun Guyangan 2. Dusun Trosobo 3. Dusun Kedung Bendo 4. Dusun Krian
5. Dusun Buaran
Dari data yang kami peroleh proyeksi penduduk Desa Keboguyang, kecamatan Jabon, kabupaten Sidoarjo hasil Sensus Penduduk Desember 2015 adalah 4928 orang. Jumlah laki-laki sebanyak 2536 orang dan jumlah perempuan sebanyak 2392 orang.
(1)
80
kepada seseorangpun, sehingga wujud dari kehamilan tersebut adalah seperti ketiadaanya.”
Al-Jazair dalam “Al-Fiqh ala Madzahibil Arbaah” jus 4: 553
ما
َو ا
َنزلا ءط
َف ا
ِأ
ِف ةدعا هن
ْي ِه
َو َي
ِب يوززلا ل
اا
َح
ِما
ِل
ِم
َن
َنزلا
َءطوو ا
َو ا
ِ
َي
َح
ِما
َع ل
َىل
َو حصأا
َ َذ
ِفاشلا ا
ِع
ى
“Adapun hubungan seksual dari perzinaan, maka sesungguhnya tidak ada iddah padanya. Halal mengawini wanita yang hamil dari perzinaan dan halal menyetubuinya sedangkan wanita tersebut dalam keadaan hamil menurut pendapat yang lebih kuat pendapat ini adalah pendapat Syafi’i”
(2)
81 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah penyusun menguraikan mengenai pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang tentang perkawinan lotre maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pandangan tokoh masyarakat desa Keboguyang yang terdiri dari: Kyai Anas Ali, Ustadz Nur Hidayat S.Pd.I, Ustadz Rusman S.Pd.I, dan Ustadz Zainuri Munir tentang kasus perkawinan lotre terdapat dua perbedaan pendapat. Kyai Anas Ali dan Ustadz Nur Hidayat S.Pd.I setuju terhadap pelaksanaan perkawinan lotre dengan catatan perkawinan ini dilaksanakan demi untuk kemaslahatan bersama, dan juga sudah dimusyawarahkan dari pihak-pihak yang bersangkutan, selama hal itu tidak melanggar syari’at maka bolehlah untuk dilakukan. Sedangkan, Ustadz Rusman S.Pd.I, dan Ustadz Zainuri Munir tidak setuju terhadap pelaksanaan perkawinan lotre karena perkawinan lotre ini sama halnya dengan mengundi nasib, yang mana perbuatan mengundi nasib adalah hukumnya haram. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat 90-91.
2. Menurut analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan perkawinan lotre pastinya untuk kemaslahatan dan menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan. Pelaksanaan perkawinan lotre ini telah sejalan dengan tujuan
(3)
82
jiwa dan keturunan kepada bayi tersebut. Hal ini termasuk al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah yakni kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia, tepatnya dalam memelihara jiwa dan keturunan.
Pertama, Menjaga jiwa (h}ifdz an-nafs), diharapkan setelah kedapatan ia dalam keadaan hamil untuk tidak melakukan bunuh diri karena ini termasuk merusak diri dan hal ini tidak di benarkan dalam agama. Kedua, Menjaga nasab (h}ifdz an-nasl), menjaga nasab dengan secepatnya dinikahkan sebelum bayi yang di dalam kandungan dilahirkan, maka ini termasuk menjaga nasab anak pada ayah biologisnya dan juga dikhawatirkan dilakukannya aborsi jika tidak secepatnya dikawinkan.
Ketiga, Menjaga harta (h}ifdz maa>l) lebih tepatnya menjaga kehormatan (hifdz ‘ird), karena kehormatan juga termasuk harta seseorang yang berharga, di sini yakni demi menutub aib seseorang dan keluarganya.
B. Saran
1. Masih minimnya kajian tentang perkawinan lotre, sehingga penulis mengharap adanya kajian lebih lanjut untuk melengkapi dari kajian-kajian sebelumnya.
2. Pemuka agama serta perangkat Desa hendaknya memberikan penyuluhan kepada Masyarakat khusunya generasi muda agar nantinya lebih berhati-hati dalam bergaul secara bebas karena dampak buruknya sangat berpengaruh terhadap Masyarakat, terutama diri sendiri.
(4)
83
3. Masyarakat diharapkan dapat menjadi kontrol bagi pergaulan bebas generasi muda yang mengarah kepada kebebasan seksual sehingga dapat mengurangi ataupun mencegah terjadinya kehamilan di luar nikah.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Alhamdani, H.S.A. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Pustaka Amani, 1989.
Ali, Anas. Wawancara, Desa Keboguyang, Sidoarjo, 18 Juli 2016.
Al-Rahman, Fa>d}il Abd al-Wah}id Abd. al-Anmu>dhaj fi> U}su>l al-Fiqh. Baghdad:
Matba’at al- Ma’arif, 1969
Al-Raisyuni, Akhmad. Nazhariyat al-Maqa>s{id ‘Inda al-Syatibi>. Rabath: Da>r al-Ama>n, 1991.
Al-Syatibi. Al-I’tis{om. Beirut: Da>r al-Fikr, 1991.
Al-Zuhayli, Wahbah. Us}u>l Fiqh Al-Islami, vol 2. Beirut: Da>r al-Fikr, 1986. Ashsofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
‘Awdah, Ja>sur. Fiqh al-Maqa>s}id. Firjinia: al-Ma’had al-‘Alami> li al-Fikr al-Isla>mi>, 2008.
Basri, Hasan. Remaja Berkualitas “Problematika Remaja dan Solusinya”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2000.
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2006
Djamil, Faturrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Hawwas, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed. Fiqih
Munakahat Khitbah, Nikah dan Thalak, Penerjemah Abdul Majid Khon. Jakarta: Amzah, 2011.
Hidayat, Nur. Wawancara, Desa Keboguyang, Sidoarjo, 18 Juli 2016.
(6)
85
Khallaf,Abdul wahab. Ilmu Us{u>l al-Fiqh, terjemah Moch. Tochah Mansoer dan Iskandar Al- Barsani. Jakarta: Al-Majlis al-A’la al-Indunisi Li al-Islamiyyat, 1972.
Kementerian Agama RI. Alquran dan Tafsirnya Jilid 6. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Mahmud, Yunus. Hukum Perkawinan dalam Islam. Jakarta: CV. Al-Hidayah, 1964.
Muhammad, Abdul Kadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.
Munir, Zainuri.Wawancara, Desa Keboguyang, Sidoarjo, 18 Juli 2016. Nazhir, Moh. Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indnesia, 2005.
Praja, Juhaya S. Filsafat Hukum Islam. Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung, 1995.
Rusman. Wawancara, Desa Keboguyang, Sidoarjo, 18 Juli 2016.
SA, Ramli. Muqaranah Mazaib Fil Us}u>l. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.
Sa’id bin Abdullah bin Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah, penerjemah, Agus
Salim. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007. Sudarsono. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Syarifuddin, Amir. Us}u>ll fiqh, vol. 2, Cet II. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2006.
Yanggo, Chuzaimah T., Hafiz Anshary. Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
Zahrah, Muhamad Abu. Usul Fiqih, diterjemahkan oleh Saefullah Ma’shum. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, Cet ke-13, 2010.