KONSTRUKSI BERITA JAWA POS DALAM MEMBENTUK CITRA SURABAYA SEBAGAI KOTA LITERASI.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

SYAMSUL ARIFIN, NIM B01213023, 2016. Konstruksi Jawa Pos dalam membentuk Citra Surabaya sebagai Kota Literasi.

Kata kunci: Konstruksi, Pemberitaan, Surabaya Akseliterasi,

Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif deksriptif, penelitian ini berusaha mendeskriptifkan dan memaparkan berita-berita tentang program Surabaya Akseliterasi yang telah dianalisis secara teliti dan kemudian menjelaskan serta menerangkan permasalahan yang ada di penelitian ini. Melalui rumusan masalah bagaimana konstruksi berita Jawa Pos dalam membentuk citra Surabaya sebagai Kota Literasi.

Penelitian ini menggunakan analisis framing model framing yang digunakan oleh Murray Edelman dengan mengklarifikasi simbol-simbol dalam kalimat berita.

Konstruksi yang dilakukan oleh Jawa Pos ini merupakan alat pancingan bagi pembacanya untuk membangun citra Surabaya sebagai Kota Literasi dengan mengadakan program berupa lomba yang bertajuk Surabaya Akseliterasi. Adapun bagaimana konstruksi berita Jawa Pos dalam membentuk citra Surabaya sebagai Kota Literasi. Terkait dengan teori dakwah dimana konstruksi berita yang dilakukan Jawa Pos memiliki unsur-unsur dakwah, yakni Koran Jawa Pos dalam rubrik Metropolis mengajak pembaca untuk menggiatkan kegiatan Literasi yang mempunyai makna atau pesan dakwah yaitu tarbiyah wa ta’lim dan diperjelas berdasarkan perangkat-perangkat framing model Murray Edelman. Pada berita 1-9 ini menyatakan bahwa meningkatnya kemampuan membaca dan menulis mampu menghadapi perosalan kehidupan baik ekonomi, sosial, teknologi, serta yang lainnya yang dimana memanfaatkan ilmu yang didapat dan dapat mengamalkannya yang intinya mengetahui Keagungan Allah Swt.

Rekomendasi dan saran kepada peneliti selanjutnya agar penelitian ini mampu menjadi acuan dan mampu mengembangkan penelitian ini, sehingga dapat diketahui ideology-ideologi pada media lainnya. Untuk mahasiswa KPI agar mampu mendalami lagi mengklasifikasi berita dan pesan-pesan dalam pemberitaan sebuah media. Dan dapat mengambil pemberitaan yang baik, positif dan bersifat membangun. Bagi ilmuwan, peneliti menyampaikan bahwa dalam upaya penyusunan penelitian ini tidak lantas selesai tanpa cela, oleh karena itu peneliti mengharap kepada para ilmuwan dapat lebih menyempurnakan hasil penelitian ini melalui saran dan masukan.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL ………..i

PERNYATAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ……….ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………iv

ABSTRAK ……….v

KATA PENGANTAR ………iv DAFTAR ISI ………..viii

DAFTAR TABEL ……….x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..1

B. Rumusan Masalah ………..9

C. Tujuan Penelitian ………..9

D. Manfaat Penelitian ………10

E. Definisi Konsep ………10

F. Sistematika Pembahasan ………13

BAB II: KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Kepustakaan ………15

1. Literasi Media di Indonesia ………15

2. Element Penting Literasi Media ………17

3. Islam dan Literasi ………18

4. Dakwah Melalui Tarbiyah wa ta’lim ………19

5. Media Massa dan Masyarakat ………21

B. Kajian Teoritik ………21

1. Konstruksi Media Terhadap Realitas ………22


(8)

v

3. Tahap Sebaran Konstruksi ………26

4. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas ………26

5. Tahap Agenda Setting ………27

6. Penentuan Agenda Media ………30

C. Kajian Terdahulu ………31

BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………37

B. Frame dan Realitas ………39

C. Kategorisasi Murray Edelman ………42

D. Kategorisasi dan Ideologi ………43

E. Unit Analisis ………45

F. Jenis dan Sumber Data ………45

G. Tahap-tahap Penelitian ………46

H. Teknik Pengumpulan Data ………47

BAB IV: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data ………49

1.1Sejarah Jawa Pos ………49

1.2Rubrik Metropolis ………51

1.3Management Redaksi ………52

1.4 Deskripsi Hasil Wawancara ………53

B. Analisis Data ………65

C. Interpretasi Teori dan Temuan ………80

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ………82

B. Saran ………85

Daftar Pustaka ………86


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Kajian ………32

Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Kajian ………34

Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan Kajian ………35

Tabel 3.1 Frame dan Realitas ………39

Tabel 4.1 Berita Surabaya Akseliterasi ………57


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini di dalam media kita mengenal istilah konstruksi realitas dalam media yaitu, setiap upaya untuk menceritakan sesuatu. Sedangkan realitas berarti peristiwa, keadaan, atau pun benda. Jadi konstruksi realitas pada prinsipnya merupakan suatu upaya untuk menceritakan peristiwa, keadaan, atau pun benda. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Membentuk citra dalam konteks media menjadi suatu pembahasan tersendiri yaitu, literasi media.

Literasi yang dalam Bahasa inggrisnya literacy berasal dari Bahasa Latin litera yang pengertiannya melibatkan penguasaan system-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Namun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan1. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena Bahasa itu sendiri merupakan bagian dari budaya. Sehingga pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi Bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya. Literasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia berartikan

1

Tamburaka, A. (2013). Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers.


(11)

2

kemampuan membaca dan menulis. Makna literasi semakin luas seiring perkembangan zaman yang pesat juga membukakan tirai penutup literasi. Sekarang diketahui bahwa literasi tidak hanya soal membaca dan menulis, literasi adalah praktik kultural.

Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.2 Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan karena media seringkali dianggap sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media memiliki kekuasaan secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli makna yang akan dilempar ke publik. Literasi media bukanlah pendidikan media, meski begitu untuk memahami literasi media juga diperlukan pengetahuan tentang media. Perbedaannya adalah pendidikan media memandang fungsi media massa yang senantiasa positif, yaitu sebagai a site of pleasure dalam berbagai bentuk.3

Jawa Pos adalah surat kabar harian yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Jawa pos merupakan salah satu harian terbesar di Jawa Timur, dan merupakan salah satu harian dengan oplah terbesar di Indonesia. Didirikan oleh The Chung Shen pada 1 juli 1949 dengan nama

2

Lessig, Lawrence. Budaya Bebas: Bagaimana Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum untuk Membatasi Budaya dan Mengontrol Kreativitas. Hal 40-41

3


(12)

3

Djava-Post. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya,The Cung Shen mendirikan pula Koran berbahasa Mandarin Hwa Chiao Sien Wen dan Belanda de Vrije Pers. Media cetak ini punya peran penting dalam mengupdate informasi dan punya tempat tersendiri di kalangan masyarakat Jawa Timur terutama di Surabaya, yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia. Jadi konstruksi dalam membangun citra kota yang bergerak dalam mewujudkan kota yang berintegritas dalam hal membaca ini menarik untuk diteliti.

Surat Al „Alaq menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia

dari benda yang hina kemudian memuliakannya dengan mengajar membaca, menulis dan memberinya pengetahuan. Tetapi manusia tidak ingat lagi akan asalnya, karena itu dia tidak mensyukuri nikmat Allah itu, bahkan dia bertindak melampaui batas karena melihat dirinya telah merasa serba cukup                                   

1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.


(13)

4

4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah

“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” (ayat 3). Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya4.

Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga

4


(14)

5

bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama

Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan

-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.”

Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Ammanya menerangkan: “Yaitu Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis.5 Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.”

“Bacalah! Dan Tuhan engkau adalah Maha Mulia”. (ayat

3). Setelah di ayat pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan

5


(15)

6

yang selalu diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada

makhlukNya;”Dia yang mengajarkan dengan qalam”. (ayat 4).

Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemulianNya yang tertinggi. Yaitu diajarkanNya kepada manusia berbagai ilmu, dibukaNya berbagai rahasia, diserahkanNya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah

berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari

manusia apa-apa yang dia tidak tahu.” (ayat 5).

Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah Ta’ala kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam genggamannya.

“Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu ikatlah dengan tali yang teguh”.


(16)

7

Kutipan ayat dari surat Al A’laq dan tafsir diatas mendefenisikan bahwasannya membaca adalah suatu keharusan bagi umat muslim untuk membaca.

Membaca adalah perintah Allah Swt, ini berarti membaca merupakan suatu hal yang akan membawa manfaat untuk manusia selaku hamba Allah Swt. Kaitannya dengan perintah-perintah Allah tentang ilmu dan membaca yaitu, kita harus dapat memahami fenomena kehidupan tentang ilmu dan membaca. Di zaman yang luar biasa berkembang pesat seperti ini telah banyak hal-hal yang bersifat destruktif terhadap kesadaran setiap manusia dalam membaca. Semakin banyak hal yang akan datang dan menganggu kesadaran manusia untuk membaca, semakin banyak juga manusia yang enggan untuk menjadikan kebiasaan membaca sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan untuk memperoleh suatu manfaat.

Sejak dulu kaum muslimin sangat menghargai kepandaian membaca dan menulis dan menganggapnya termasuk hal yang paling bermanfaat, karena dirasakan oleh diri mereka kegunaannya yang sangat penting, kedudukannya yang sangat tinggi, serta pengaruhnya yang sangat besar6. Kaitannya dari kepentingan membaca ini adalah sebuah media yang mendukung kampanye pentingnya membaca tidak bisa dipisahkan, karena media adalah

6Ibnu Sa’ad dalam

Kitab Thabaqatyang dikutip oleh Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rosululloh Shollallohu „alaihi wa salam, Bandung, Irsyad Baitus Salam, 2005. Hal.312


(17)

8

perantara atau pengantar dalam menyalurkan pesan. Kata media dalam bahasa Arab adalah wasaai yang berarti perantara pesan dari pengirim kepada penerima (Arsyad 2002:4).

Dalam hal ini ada keterkaitan dengan Dakwah yang disebut dengan Tarbiyah wa Ta‟lim. Kedua istilah ini memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan dakwah. Keduanya umumnya diartikan dengan pendidikan dan pengajaran. Pendidikan merupakan transformasi nilai-nilai, ilmu pengetahuan, maupun keterampilan yang membentuk wawasan, sikap, dan tingkah laku individu atau masyarakat. proses pendidikan adalah proses perubahan sosial yang berangkat dari ide, gagasan, pendapat, dan pemikiran. Dakwah juga demikian. Kata tarbiyah dalam kamus dapat berarti mengasuh, mendidik, memelihara, tumbuh, tambah besar, dan membuat7. Ta‟lim dalam kamus juga berarti pengajaran, pendidikan, dan pemberian tanda8. Pada umumnya, ta‟lim diartikan dengan pengajaran tentang suatu ilmu. Ini tidak salah, karena

ta‟lim berasal dari kata „alima (mengetahui) atau „ilmun (ilmu atau

pengetahuan). Ali Aziz menyatakan dari kutipan al Ghazali bahwasannya Ilmu adalah makanannya hati yang mati bila tidak diberi makan selama tiga hari. Ali Aziz juga mengutip pernyataan dari al Mawardi bahwasannya hati adalah tempat bagi akal. Akal

7

Munawwir, 1997. Hal 469. 8


(18)

9

menjadi identitas manusia yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Akal dapat berfungsi bila diberi ilmu. Ilmu disampaikan dengan cara ta‟lim. Oleh karena itu, ta‟lim hanya memenuhi kebutuhan rohani manusia, bukan jasmaninya. Ini yang membedakan ta‟lim dengan tarbiyah. Orang tua telah melakukan

tarbiyah, sementara guru memberikan ta‟lim. Tarbiyah dapat

melangsungkan kehidupan manusia, sedangkan ta‟lim

meningkatkan kualitasnya.

„Abd al Karim Zaidan menulis, “Pendakwah muslim tidak sekedar melaksanakan pengajaran makna-makna Islam kepada mitra dakwah, namun ia harus mendorong untuk mengamalkannya dan membentuk perjalanannya sesuai dengan kewajiban dan tuntutan Islam. Ini yang dimaksud dengan tabiyah beserta ilmu”. 9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konstruksi media Jawa Pos dalam membentuk citra kota Surabaya sebagai kota literasi?.

C. Tujuan Penelitian

9


(19)

10

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan mengetahui bagaimana media Jawa Pos mengkontruksi realitas dalam membentuk citra kota Surabaya sebagai kota literasi.

D. Manfaat penelitian

Dalam melaksanakan penelitian selalu dibarengi manfaat penelitian, demikian pula dalam penyusunan proposal skripsi ini. Manfaat yang diharapakan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Segi teori

Sebagai refrensi dan memperkaya pengembangan ilmu

pengetahuan dan memberikan gambaran yang jelas mengenai studi bidang jurnalistik, khususnya tentang konstruksi media.

b. Segi praktis

 Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk menambah wawasan bagi wartawan, praktisi dan pihak-pihak yang terlibat dalam pemahaman pentingnya literasi.

 Penelitian ini bisa dijadikan tambahan literature keilmuan untuk pembinaan dan pengembangan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, khususnya prodi Komunikasi Penyiaran Islam konsentrasi Jurnalistik.


(20)

11

Untuk memberikan ruang pemaknaan yang lebih rinci dan tidak memunculkan multi interpretasi terhadap judul serta kerancuan yang mengarah pada penafsiran ganda. Peneliti memberikan batasan defenisi judul yang menjabarkan dari isi yang disederhanakan dalam bentuk devenisi konsep dan ruang lingkup penelitian yang penulis kemukakan dalam draft proposal skripsi ini. “Pesan Dakwah Literasi dalam Media Cetak” “Konstruksi Media Jawa Pos Dalam Membentuk Citra Surabaya Sebagai Kota Literasi”.

1. Konstruksi berita adalah sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah kopi dari realitas, ia haruslah dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikontruksi secara berbeda. Wartawan bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan itu dapat dilihat dari bagaimana mengkontruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Kontruksi berita Jawa Pos disini ada 9 pilihan berita diantaranya : 1. “Baperpus Tambah 14 TBM”, 2. “Menengok Perpustakaan

Semolowaru”, 3. “Ayo Giatkan Budaya Literasi”, 4. “Kecanduan

Membaca Lewat Akseliterasi Imbangi Kemajuan Teknologi”, 5. “Pendaftar Membludak”, 6. “Libatkan 25 Juri”, 7. “Bekali Fasilitator


(21)

12

Passion Literasi”, 8. “Ande-ande Lumut Ikut Daftar”, 9. “Peserta

Siapkan Konsep Penarik Minat Literasi”.

2. Membentuk citra disini diartikan dalam konteks berita yaitu Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.10 Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan karena media seringkali dianggap sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media memiliki kekuasaan secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli makna yang akan dilempar ke publik. James W Potter (2005) mendefinisikan Media Literacy sebagai satu perangkat perspektif dimana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya.

3. Kota Literasi Surabaya adalah kota yang membudayakan percepatan kemampuan membaca dan menulis dengan berliterasi maka akan tumbuh masyarakat yang berdaya.11 Berliterasi dapat menumbuhkan hal-hal positif dalam diri seseorang antara lain memiliki kemampuan hidup (life skill) yang baik, kemampuan reseptif dan produktif,

10

Lessig, Lawrence. Budaya Bebas: Bagaimana Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum untuk Membatasi Budaya dan Mengontrol Kreativitas. Hal 40-41

11

Badan Arsip dan Kepustakaan Pemerintah Kota Surabaya, Buku “Panduan Surabaya


(22)

13

kemampuan memecahkan masalah, adanya refleksi penguasaan dan apresiasi budaya, adanya kegiatan refleksi diri, adanya keinginan untuk berkolaborasi antar sesame dan adanya kegiatan yang melakukan interpretasi.

F. Sistematika pembahasan

Bab I Pendahuluan. Ada enam hal pokok yang perlu dikemukakan dalam bab ini yaitu (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) kegunaan atau manfaat penelitian (e) definisi konseptual, dan (f) sistematika pembahasan. Hal-hal tersebut pada dasarnya sama dengan isi bagian pendahuluan skripsi hasil penelitian kuantitatif dan kualitatif.12

Bab II Kajian Kepustakaan. Bab ini terdiri atas sub bab kajian teoritis subtansial,pembahasannya diantaranya adalah (1) Literasi media (3)Media dan masyarakat (4) Tahap agenda-setting (5) Penentuan agenda media (6) Konstruksi media terhadap realitas (7) kajian terdahulu yang relevan

Bab III Metode Penelitian. Bab III berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian yang dipakai, metode penelitian yang dipakai oleh peneliti. Dan pada bab III ini akan membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, unit analisis, tahapan penelitian, dan teknik analisis data yang

12

Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, Buku “Panduan Skripsi Jurusan Komunikasi dan


(23)

14

akan dipakai dalam penelitian.13 dalam hal ini peneliti menggunakan analisis framing yang dikemukakan oleh Murray Edelman.

Bab IV Penyajian dan Analisis Data. Pada bab penyajian ini disajikan berita-berita yang berasal dari media Jawa Pos dan yang tealah dipilih. dan analisis data menggunakan metode analisis Framing menjelaskan tentang Kontruksi . Bab V Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban langsung dari permasalahan. Yang perlu diingat bahwa kesimpulan harus sinkron dengan rumusan masalah,

baik dalam hal urutan atau jumlahnya. Bagian rekomendasi

mengemukakan beberapa anjuran bagi kemungkinan dilaksanakannya penelitian lanjutan berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan.

13 Ibid, h. 38.


(24)

15

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Kepustakaan

1. Literasi Media di Indonesia

Literasi media berasal dari inggris yaitu Media Literacy, terdiri dari dua suku kata Media berarti media tempat pertukaran pesan dan

Literasi berarti melek, kemudian dikenal dengan istilah Literasi Media.

Dalam hal ini literasi media merujuk kemampuan khalayak yang melek terhadap media dan pesan media massa dalam konteks komunikasi massa.

Untuk memahami literasi media, para pakar komunikasi/literasi media dan lembaga terkait dengan literasi media telah menguraikan definisi, diantaranya :

1. Paul Messaris mendefenisikan literasi media yaitu pengetahuan mengenai bagaimana media berfungsi dalam masyarakat. Sedangkan peneliti komunikasi massa Justin Lewis dan Shut Shally mendefinisikan literasi media yaitu memahami kemampuan budaya, ekonomi, politik, dan teknologi pembuatan, produksi, dan penyiaran pesan.

2. Allan Rubin (1998) menggabungkan beberapa definisi yang menekankan pengolahan kognitif dan informasi dan evaluasi kritis pesan. Dia mendefinisikan literasi media atau melek media sebagai : pemahaman sumber dan teknologi dari


(25)

16

komunikasi, kode yang digunakan, pesan yang diproduksi dan pemilihan, penafsiran, serta dampak dari pesan tersebut.

3. Christ & James (1998) mendefinisikan literasi media sebagai dampak yang ditimbulkan pesan media yaitu: sebagaian besar konseptualisasi termasuk elemen-elemen berikut : yaitu media dikonstruksi dan mengonstruksi realitas; media memiliki dampak komersial; media memiliki dampak ideologis dan politis; bentuk serta kontennya terkait dengan masing-masing medium, masing-masing memiliki estetikam kode dan persetujuan yang unik; serta khalayak menegosiasikan makna dalam media.

4. Baran & Dennis (2010) memandang literasi media sebagai suatu rangkaian gerakan melek media, yaitu: gerakan melek media dirancang untuk meningkatkan control individu terhadap media yang mereka gunakan untuk mengirim dan menerima pesan. Melek media dilihat sebagai keterampilan yang dapat dikembangkan dan berada dalam sebuah rangkaian-kita tidak melek media dalam semua situasi, setiap waktu dan terhadap semua media.

5. Lawrence Lessig memandang sebagai kemampuan individu dalam aktivitas nyata ketika berhubungan dengan media. Dia mengemukakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk memahami menganilis dan mendekonstruksi pencitraan media.


(26)

17

Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.1

2. Element Penting Literasi Media

Istilah Media Literacy sering disalahkaprakan dengan Media Education. Literasi media bukanlah pendidikan media, meski begitu untuk memahami literasi media juga diperlukan pengetahuan tentang media. Perbedannya adalah pendidikan media memandang fungsi media massa yang senantiasa positif, yaitu sebagai a site of pleasure

dalam berbagai bentuk.

Seperti dikemukakan Baran bahwa kemampuan dan keahlian kita sangat penting dalam proses komunikasi massa. Salah seorang pakar komunikasi, Art silverblatt memberikan mengemukakan suatu upaya sistematis untuk menjadikan melek media/literasi media sebagai bagian dari orientasi terhadap budaya khalayak. Silverblatt mengidentifikasikan lima element literasi media yaitu :

1. Kesadaran akan dampak media pada individu dan masyarakat. 2. Pemahaman atas proses komunikasi massa.

3. Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media.

1

Apriadi Tamburaka, Literasi media Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) hal. 7-8


(27)

18

4. Kesadaran atas konten media sebagai sebuah teks yang memberikan pemahaman kepada budaya kita dan diri kita sendiri.

5. Pemahaman kesenangan, pemahaman dan apresiasi yang

ditingkatkan terhadap konten media.

Dari hal tersebut diatas dapat kita pahami bahwa literasi media merupakan sebuah gerakan melek media yang dilakukan khalayak media massa melalui pendekatan proses penyampaian pesan media kepada konsumen media. Dengan mengetahui proses tersebut maka akan memberikan pemahaman tentang budaya yang ada dalam masyarakat sebagai hasil proses komunikasi massa.

3. Islam dan Literasi

Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat pula dilihat dari 5 ayat pertama surat Al Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. pada ayat tersebut terdapat kata iqra‟ yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A. Baiquni, selain berate membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendeskripsikan, menganalisis, dan penyimpulan secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam proses mempelajari sesuatu. Hal itu merupakan salah satu cara yang dapat mengembangkan ilmmu pengetahuan dengan cara menggunakan akalnya untuk berpikir, merenung, dan sebagainya.


(28)

19

Demikian pentingnya menuntut ilmu ini hingga Islam memandang bahwa orang yang menuntut ilmu sama nilainya dengan jihad di jalan Allah. Islam menempuh cara demikian, karena dengan ilmu pengetahuan tersebut seseorang dapat meningkatkan kualitas dirinya untuk meraih berbagai kesempatan dan peluang. Hal demikian dilakukan Islam, karena informasi sejarah mengatakan bahwa pada saat kedatangan Islam di tanah Arab, masalah ilmu pengetahuan adalah milik kaum elit tertentu yang tidak boleh

dibocorkan kepada masyarakat tersebut bodoh yang selanjutnya mudah dijajah, diperbudak dan disimpangkan keyakinannya serta diadu domba. Keadaan tersebut tak ubahnya dengan kondisi yang dialami masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan Belanda.2

4. Dakwah melalui Tarbiyah wa Ta’lim

Dalam hal ini ada keterkaitan dengan Dakwah yang disebut dengan Tarbiyah wa Ta‟lim. Kedua istilah ini memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan dakwah. Keduanya umumnya diartikan dengan pendidikan dan pengajaran. Pendidikan merupakan transformasi nilai-nilai, ilmu pengetahuan, maupun keterampilan yang membentuk wawasan, sikap, dan tingkah laku individu atau masyarakat. proses pendidikan adalah proses perubahan sosial

2

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011) h.


(29)

20

yang berangkat dari ide, gagasan, pendapat, dan pemikiran. Dakwah juga demikian. Kata tarbiyah dalam kamus dapat berarti mengasuh, mendidik, memelihara, tumbuh, tambah besar, dan membuat3. Ta‟lim dalam kamus juga berarti pengajaran, pendidikan, dan pemberian tanda4. Pada umumnya, ta‟lim diartikan dengan pengajaran tentang suatu ilmu. Ini tidak salah, karena

ta‟lim berasal dari kata „alima (mengetahui) atau „ilmun (ilmu atau

pengetahuan). Ali Aziz mengutip pernyataan dari al Ghazali bahwasannya Ilmu adalah makanannya hati yang mati bila tidak diberi makan selama tiga hari. Ali Aziz menambahkan dari penyataan al Mawardi yakni hati adalah tempat bagi akal. Akal menjadi identitas manusia yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Akal dapat berfungsi bila diberi ilmu. Ilmu disampaikan dengan cara ta‟lim. Oleh karena itu, ta‟lim hanya memenuhi kebutuhan rohani manusia, bukan jasmaninya. Ini yang membedakan ta‟lim dengan tarbiyah. Orang tua telah melakukan

tarbiyah, sementara guru memberikan ta‟lim. Tarbiyah dapat

melangsungkan kehidupan manusia, sedangkan ta‟lim

meningkatkan kualitasnya.

„Abd al Karim Zaidan (1993:444) menulis, “Pendakwah muslim tidak sekedar melaksanakan pengajaran makna-makna Islam kepada

3

Munawwir, 1997. Hal 469. 4


(30)

21

mitra dakwah, namun ia harus mendorong untuk mengamalkannya dan membentuk perjalanannya sesuai dengan kewajiban dan tuntutan Islam. Ini yang dimaksud dengan tabiyah beserta ilmu”.5

5. Media Massa dan Masyarakat

Menurut Denis McQuail (2009), media massa memiliki sifat atau karkteristik yang mapu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (university of reach), bersifat public dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa. Karakteristik media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya masyarakat kontemporer dewasa ini.6

Dari perspektif budaya, media massa telah menjadi acuan utama untuk menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara dan media massa memberikan gambaran atas realitas sosial. Media massa juga menjadi perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan menyediakan lingkungan budaya bersama bagi semua orang. Peran media massa dalam ekonomi

juga terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya

pertumbuhan media industry media, diversifikasi media massa dan konsolidasi kekuatan media massa di masyarakat.7

5

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Kencana, 2004 Jakarta. Hal 34-35 6

Denis McQuail (2000), Mass Communication Theory, 4th Edition, Sage Publication, London, hlm. 4.

7 Ibid.


(31)

22

B. Kajian Teori

1. Konstruksi Media Terhadap Realitas

Dalam pandangan konstruksionis, media bukanlah sekedar saluran bebas, ia menjadi subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendeinisikan realitas. pandangan semacam ini menolak argument yang menyatakan seolah-olah sebagai saluran bebas. Berita yang dibaca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukkan pandangan sumber berita, melainkan dari konstruksi media itu sendiri. Lewat berbagai instrument yang dimilikinnya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan.8

Bagi kaum konstruksionis, realitas bersiat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Di sini tidak ada realitas yang bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu bisa dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda.9

Pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan

8

Eriyanto, Analisis framing,(Yogyakarta,September 2009) h .26 9Ibid,. h 22


(32)

23

disebarkan dari komunikator ke penerima (khalayak). Media di sini dilihat murni sebagai saluran, tempat bagaimana transaksasi pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Pandangan semacam ini, tentu saja melihat media bukan sebagai agen, melainkan hanya saluran.10

Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun, demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial11. Dalam pandangan paradigma definisi sosial, relitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya.12

Pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara stimulan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan

internalisasi. Proses ini terjadi karena antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau

intersubjektif.13

Realitas objektif adalah realitas yang berbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objekti dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif

10Ibid,. h 25

11 Bungin,Burhan, 2006, sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. (Kencana:Jakarta) h191

12Ibid,. h 192 13Ibid,. h 192


(33)

24

adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses

internalisasi.14

Eksternalisasi (penyesuaian diri) sebagaimana yang dikatakan Berger dan Luckmann15 merupakan produk-produk sosial dari eksternalisasi manusia yang mempunyai suatu sifat yang sui generic

dibandingkan dengan konteks organismus dan konteks lingkungannya, maka penting ditekankan bahwa eksternalisasi itu sebuah keharusan antropologis yang berakar dalam perlengkapan biologis manusia. Keberadaan manusia tak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa gerak. Manusia harus terus menerus mengekternalisasikan dirinya dalam aktivitas.

Objektivitas. Tahap obyektivitas produk sosial, terjadi dalam dunia

intersubjektif masyarakat yang dilembangkan. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada institusionalisasi, Sedangkan individu oleh Berger dan Luckman, dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung.16

14Ibid,. 192

15 Peter L. Berger and Thomas Luckman, The Social Construction o Reality, (Jakarta:LP3ES) 2012 hal 75


(34)

25

Internalisasi, dalam arti umum internalisasi merupakan dasar bagi

pemahaman mengenai ”sesama saya”, yaitu pemahaman individu dan

orang lain serta pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dan kenyataan sosial.17

Individu oleh Berger dan Luckmann dikatakan, mengalami dua proses sosialisasi, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi skunder. Sosialisasi primer dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu, ia menjadi anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses lanjutan dari sosialisasi primer yang mengimbas ke individu, yang sudah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru di dalam dunia objektif masyarakatnya.18

Menurut Burhan Bungin, proses kelahiran konstruksi sosial media massa berlangsung dengan melalui dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut. 19

2. Tahap Menyiapkan Konstruksi

Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial20, yaitu: (1) keberpihakan media massa kepada kapitalisme.

Artinya, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk dijadikan sebagai mesin penciptaan uang/pelipatgandaan modal. (2)

keberpihakan semu kepada masyarakat. Artinya, bersikap seolah-olah simpati, empati, dan berbagaipartisipasi kepada masyarakat. (3)

17Ibid,. hh197-198 18Ibid,. h 198 19Ibid,. h 204 20Ibid,.h 205-206


(35)

26

keberpihakan kepada kepentingan umum. Artinya sebenarnya adalah visi setiap media massa.

3. Tahap Sebaran Konstruksi

Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.21

4. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas

a. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas

Tahap berikut sebaran konstruksi, di mana pemberitaan (penceritaan) telah sampai pada pembaca dan pemirsanya (penonton), yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung generic. Pertama, konstruksi realitas pembenaran;

kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif.22

b. Pembentukan Konstruksi Citra

Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang

21Ibid,. h 208


(36)

27

dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model; (1) model

good news (story) dan (2) model bad news (story).23

c. Tahap Konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa (penonton) memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihanya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan pembaca (penonton), tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.24

5. Tahap Agenda Setting

Karen Siune Ole Borre (1975) melakukan penelitian untuk mengetahui kompleksitas agenda-setting dalam pemilu di Denmark.25 Mereka merekam siaran TV dan radio yang menayangkan acara debat kandidat dan menghitung jumlah pernyataan yang dikemukakan para kandidat mengenai isu tertentu. Mereka juga mewawancarai 1.300 pemilih untuk mengetahui apa yang menurut mereka menjadi agenda public. Dalam penelitian ini,

23 Ibid h 209

24Ibid,. h 212 25

Karen Siune dan Ole Borre, Setting the Agenda for a Danish Election, Journal of Communication 25, 1975. Hlm. 65-73.


(37)

28

Siune dan Borre menemukan tiga jenis pengaruh agenda- setting

yaitu: 1) representasi; 2) persistensi; 3) persuasi26.

Representasi.pengaruh pertama disebut dengan “representasi” yaitu ukuran atau derajat dalam hal seberapa besar agenda media atau apa yang dinilai penting oleh media dapat menggambarkan apa yang dianggap penting oleh masyarakat (agenda public). Dalam tahap representasi, kepentingan public akan memengaruhi apa yang dinilai penting oleh media. Suatu kolerasi atau kesamaan antara agenda public pada periode 1 dan agenda media pada periode 2 menunjukkan terjadinya representasi di mana agenda public memengaruhi agenda media.

Persistensi. Pengaruh kedua adalah mempertahankan kesamaan agenda antara apa yang menjadi isu public, ini disebut dengan “persistensi”. Dalam hal ini, media memberikan pengaruhnya yang terbatas. Suatu kolerasi antara agenda public pada periode 1 dan periode 3 menunjukkan persistensi, atau stabilitas agenda public.

Persuasi. Pengaruh ketiga terjadi ketika agenda media memengaruhi agenda public yang disebut dengan “persuasu”. Suatu korelasi antara agenda media pada periode 2 dan agenda public pada periode 3 menunjukkan persuasi, atau agenda media memengaruhi public merupakan pengaruh yang secara tepat telah

26


(38)

29

dapat diperkirakan teori agenda-setting klasik sebagaimana yang ditunjukkan dari hasil penelitian Maxwell McCombs dan Donald Shaw tahun 1972 di Chappel Hill. Ketiga agenda tersebut tidak musti terjadi alam waktu yang berbeda tetapi dapat terjadi dalam waktu bersamaan.

Menurut Everett Rogers dan James Dearing (1988)

agenda-setting merupakan proses linear yang terdiri dari atas tiga tahap yang terdiri atas agenda media, agenda public, dan agenda kebijakan.27

 Bagian pertama adalah penetapan “agenda media” (media

agenda) yaitu penentuan prioritas isu oleh media massa

 Kedua, media agenda dalam cara tertentu akan

memengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang menjadi pikiran public maka interaksi tersebut akan menghasilkan

“agenda public” (publik agenda).

 Ketiga, agenda public akan berinteraksi sedemikian rupa dengan apa yang dinilai penting oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah, dan interaksi tersebut akan menghasilkan

“agenda kebijakan” (policy agenda). Agenda media akan

memengaruhi agenda public, dan pada gilirannya agenda public akan memengaruhi agenda kebijakan.

27

Everett dan James W. Dearing, Agenda Setting Reseach: Where Has It Been, Where Is It Going?


(39)

30

Walaupun, sejumlah studi menunjukkan bahwa media dapat memiliki kekuatan sangat besar dalam memengaruhi agenda public, namun tidaklah jelas apakah agenda punlik juga memengaruhi agenda media. Dalam hal ini, hubungan yang terjadi cenderung bersifat non-linear atau saling memengaruhi (mutual) dibandingkan linear. Lebih jauh, peristiwa-peristiwa besar (seperti bencana) memberikan efek pada agenda public maupun agenda media.

6. Penentuan Agenda Media

Jika public dan media bersifat saling memengaruhi (mutual), lantas siapa yang pertama kali memengaruhi agenda media? Apa yang menyebabkan media memilih berita tertentu sebagai isu dan menjadikannya sebagai agenda media? McCombs menyatakan, bahwa pemikiran saat ini mengenai pemilihan berita memberikan perhatian pada peran penting para humas professional yang bekerja pada berbagai badan pemerintahan, korporasi dan kelompok-kelompok kepentingan. Bahkan surat kabar bergengsi memiliki staf investigative besar seperti Washington Post dan New York Times, mendapatkan dan mencetak lebih dari separuh berita mereka langsung dari siaran pers atau jumpa pers.28

Pandangan lain dari Stephen Reese (1991) menyatakan, bahwa agenda media merupakan hasil tekanan (preasure) yang berasal dari

28

Maxwell McCombs, News Influence on Our Pictures of the World, dalam E.M., Griffin, A First Look At Communication Theory, hlm. 394-395.


(40)

31

luar dan dari dalam media itu tersendiri.29 Dengan kata lain, agenda media sebenarnya terbentuk berdasarkan kombinasi sejumlah faktor yang memberikan tekanan kepada media seperti proses penentuan program internal, keputusan redaksi dan manajemen serta berbagai pengaruh eksternal yang berasal dari sumber nonmedia seperti pengaruh individu tertentu, pengaruh pejabat pemerintahan, pemasang iklan dan sponsor.

Kekuatan media dalam membentuk agenda public sebagian tergnatung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hubungan yang dekat dengan

kelompok elite masyarakat maka kelompok tersebut akan

memengaruhi agenda public. Pada umumnya para pendukung teori kritis percaya bahwa media dapat menjadi, atau biasanya menjadi, instrument ideology dominan di masyarakat, dan bila hal ini terjadi, maka ideologi dominan itu akan memengaruhi publik. Dalam hal ini terdapat empat tipe hubungan kekuasaan (power rlations) antara media massa dengan sumber-sumber kekuasaan di luar media, khususnya pemerintah/penguasa yaitu: 1) high power source, high power media;

2) high-power source, low-power media; 3) lower-power source, high –power media; dan 4) low-power source, low-power media.30

29

Stephen D. Reese, Setting the Media‟s Agenda: A Power Balance Perspective, dalam Communication Yearbook 11, ed James A. Anderson, Sage, 1991.

30


(41)

32

High-power source, high-power media. Tipe pertama adalah hubungan yang disebut dengan high-power source, high-power media

atau “sumber kekuasaan luar besar, kekuasaan media besar”.

C. Kajian terdahulu yang relevan

Dalam bagian ini, penulis meninjau penelitian terdahulu yang lebih awal, ada kesesuaian bagi judul ataupun kesistensi penelitian. Untuk memperkaya pemahaman dan wawasan pembaca agar hasil dari penelitian ini lebih cenderung dinamis. Oleh karena itu penulis akan cantumkan beberapa penelitian terdahulu yakni sebagai berikut :

1. Konstruksi Pembeeritaan Media Tentang Negara Islam Indonesia (Analisis Framing Republika Dan Kompas.” Oleh Mubarok dan Dwi Adjani, Fakultas Ilmu Komunikasi Unnisula, Juli 2012).

Tabel 2.1

Persamaan dan Perbedaan Kajian

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan penelitiaan kualitatif

deskriptif dengan menggunakan analisis framing.


(42)

33

Perbedaan Peneliti terdahulu mendekatkan pada apa

yang tersaji pada tulisan yang

dimunculkan pada media tempo.co dan republika.co.id yaitu tentang Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan bahwa Kompas dan Republika sepakat bahwa tindakan NII adalah perbuatan maker sehingga harus ditumpas, konstruksi Kompas dan Republika tentang NII dibedakan dari cara kedua menyusun fakta dan mengambil dari narasumber. Kompas melengkapi pemberitaan dengan

analisa dan penelitian. Kompas

melengkapi dengan narasumber resmi dari berbagai kelompok dan pehabat

Negara. sedangkan perbedaan dari

penelitian ini adalah peneliti

mendekatkan pada apa yang tersaji pada tulisan yang dimunculkan pada media tempo.co dan republika.co.id. Tentu sangat berbeda pada penelitian kali ini adalah tentang konstruksi yang dilakukan oleh Jawa Pos yang peduli terhadap


(43)

34

pembangunan kota pada aspek

pendidikan yakni membuat program Surabaya Akseliterasi yang memotivasi, mengajak masyarakat Surabaya akan pentingnya berliterasi.

2. Konstruksi Pemberitaan Tentang Kelompok Radikal Islamic State Of Iraq and Syria (ISIS) di Media (Tempo.co dan Republika.co.id.” Oleh Mirza Azkia Muhammad Adiba, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UINSA, Juni 2016).

Tabel 2.2

Persamaan dan Perbedaan Kajian

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan penelitiaan kualitatif

deskriptif dengan menggunakan analisis framing.

Perbedaan peneliti terdahulu menyajikan

perbandingan atas pemberitaan atas ISIS antara Tempo.co dan Republika. co. id tentang bahaya dan ancaman faham radikalisme yang bisa mempengaruhi keyakinan umat muslim di Indonesia. dan


(44)

35

model analisis yang digunakan dari peneliti sekarang menggunakan analisis framing model Murray Edelman yaitu kategorisasi. Dan penelitian sekarang memuat berita yang bersifat positif dan

membangun mengajak masyarakat

khususnya di Surabaya berlomba untuk meningkatkan sumber daya manusianya dengan berliterasi.

3. Konstruksi Realitas di Media Massa (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P Di Harian Kompas dan Republika). Oleh Donie Kadewandana, Mahasiswa Komunikasi Dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Desember 2008.

Tabel 2.3

Persamaan dan Perbedaan

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan penelitiaan kualitatif


(45)

36

framing.

Perbedaan Peneliti terdahulu lebih mengangkat upaya Partai dalam berkampanye dengan

merangkul sebuah media dalam

memenangkan pilkada, sedangkan

penelitian sekarang tidak berbau politik sehingga sangat terlihat perbedaan pada

penelitian sebelumnya. Penelitian

sekarang justru bekerja sama dengan setiap element masyarakat mulai dari pemerintahan dan masyarakatnya untuk membangun kesejahteraan lewat budaya literasi.


(46)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana yang dikatakan Bogdan dan Taylor yang dirujuk oleh Lexy J. moeloeng, bahwasanya metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.1

Penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang apa dan bagaimana suatu fenomena atau kejadian dan melaporkannya sebagaimana adanya. Di dalamnya upaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisa dan menginterpretasikan data yang di dapat dan dari kondisi-kondisi yang selama ini terjadi atau yang ada.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleseksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagaimana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. Framming adalah sebuah strategi bagaimana

1

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005) hlm. 3


(47)

38

realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca.2

Peristiwa-peristiwa yang ditalpilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Frame adalah prinsip dari seleksi, penekanan, dan presentasi dari realitas3. Giltin, dengan mengutip Erving Goffman, menjelaskan bagaimana frame media tersebut terbentuk. Kita setiap hari membingkai dan membungkus realitas dalam aturan tertentu, kemasan tertentu, dan menyederhanakannya, serta memilih apa yang tersedia dalam pikiran dan tindakan.

Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/ realitas. Proses memilih fakta ini didasakan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu utu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya,

2

Eriyanto, (2002) Analasis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS,

hal: 68. 3

Tood Gitlin, The Whole World is Watching: Mass Media in the Making and Unmaking of the New Left, (California: University of California Press, 1880), hlm. 6.


(48)

39

pemahaman dan kontruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain.

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya.

B. Frame dan Realitas

Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca. Apa yang kita ketahui tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita. Apa yang dilaporkan oleh media seringkali merupakan hasil dari pandangan mereka (predisposisi perseptuil) wartawan ketika melihat dan meliput peristiwa.

Tabel 3.1 Frame dan realitas

Pemberitaan peristiwa tertentu

Kenapa peristiwa tertentu diberitakan? Kenapa peristiwa lain tidak diberitakan? Kenapa peristiwa


(49)

40

yang sama di tempat/pihak yang berbeda tidak diberitakan?

Pendefenisian realitas tertentu

Kenapa realitas didefinisikan seperti itu?

Penyajian isi

tertentu

Kenapa sisi tertentu yang ditonjolkan? Kenapa bukan sisi yang lain?

Pemilihan fakta tertentu yang lain?

Kenapa fakta itu yang ditonjolkan? Kenapa bukan fakta

Pemilihan narasumber tertentu

Kenapa narasumber itu yang diwawancara? Kenapa bukan yang lain?

Sebuah contoh bagus menunjukkan bagaimana terjadinya perbedaan antara „kejadian sebenarnya’ dengan „kejadian setelah diberitakan’ adalah penelitian yang dilakukan oleh Halloran dan kawan-kawan yang meneliti liputan media massa atas demonstrasi anti perang Vietnam di London pada tahun 1968. Demonstrasi itu diikuti oleh lebih 60.000 orang dan secara umum berlangsung tertib. Mereka dengan tertib berangkat dari Charing Cross dan berjalan menuju Parliantment Square dan Hyde Park. Di pusat pemerintahan, Downing Street 10, pemimpin demonstrasi membacakan resolusi singkat yang


(50)

41

meminta Perdana Menteri Wilson memutuskan dukungan terhadap kebijakan Amerika di Vietnam.

Sekitar 3 jam lamanya demonstrasi itu berjalan hingga mencapai Hyde Parkdan bubar dengan aman. Di samping demonstrasi yang tertib tersebut, sekitar 2.500 demonstran keluar dari rute yang ditentukan dan mengarahkan demonstrasinya ke depan Kedutaan Besar Amerika, dan berusaha menyerbu. Bermacam-macam benda dilontarkan ke arah anggota polisi yang sedang menjaga ketat gedung tersebut, dan dalam peristiwa dorong mendorong antara puluhan orang demonstran dan pagar polisi, akhirnya melahirkan insiden yang kemudian muncul di surat kabar. Seorang polisi bernama Rogers terdorong jatuh dan mukanya ditendang oleh seorang demonstran: sebuah adegan yang diabadikan dalam gambar yang kemudian terpilih sebagai foto terbaik tahun itu.

Dalam liputan media, frame yang dijalankan adalah bahwa demonstran itu berlangsung bentrok. Akibatnya, peristiwa demonstrasi tertib 60.000 orang tersebut sama sekali tidak diberitakan. Yang ditonjolkan dalam berita justru adalah bentrokan tersebut- dimana dari segi kejadian sesungguhnya insiden itu hanya bagian kecil dari demonstrasi yang berlangsung tertib. Ilustrasi ini menunjukkan bagaimana frame yang dipakai oleh wartawan mempengaruhi bagaimana peristiwa disajikan secara berbeda dalam berita yang ditulis. Perbedaan itu terjadi karena wartawan menerapkan frame yang


(51)

42

berakibat menonjolkan satu sisi peristiwa daripada sisi yang lain, memberikan penjelasan yang lebih, memberikan efek dramatis dengan bantuan kata, kalimat, dan foto atas terjadinya insiden yang mengakibatkan peristiwa insiden itu menjadi menonjol dan mendominasi liputan dan tulisan media.4

C. Kategorisasi Murray Edelman

Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi:

pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas difahami. Kategorisasi dalam pandangan Edelman, merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori, membantu manusia memahami realitas yang mempunyai makna. Tetapi, kategorisasi bisa berarti juga suatu penyederhanaan, realitas yang kompleks dan berdimensi banyak dipahami dan ditekankan pada satu sisi atau dimensi sehingga dimensi lain dari suatu peristiwa atau fakta menjadi tidak terliput. Karena itu, kategori merupakan alat bagaimana realitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. Dengan kategori alternatif, makna berubah, bahkan seringkali terjadi scara radikal. Perubahan itu bukan ditentukan atau diakibatkan oleh perubahan ralitas atau peristiwa, melainkan

4

Ilustrasi ini dikutip dari James D. Halloran, Phillip Eliot, and Graham Murdock, Demonstrasians and Communication: A Case Study, (Harmondsworth: Penguin Books, 1980), terutama bab 1. hal 129


(52)

43

perubahan dari abstraksi pikiran yang menentukan bagaimana realitas hendak dipahami.5

Kategorisasi itu merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik. Dalam mempengaruhi kesadaran publik, kategorisasi lebih halus dibandingkan dengan propaganda.

D. Kategorisasi dan Ideologi

Dalam pandangan Edelman, kategorisasi berhubungan

dengan ideologi. Bagaimana realitas diklasifikasikan dan dikategorisasikan, di antaranya ditandai dengan bagaimana kategorisasi tersebut dilakukan. Pemakaian kategorisasi, seperti regulasi, pertahanan, pemilu, dan sebagainya, hendaklah tidak dipahami semata sebagai persoalan teknik kebahasaan, tetapi lebih dipahami sebagai masalah ideologi.

Menurut Edelman, kategorisasi pada dasarnya adalah kreasi dan pembuatan kreasi kembali yang penting agar tampak wajar dan rasional. Sehingga ketika terjadi perubahan pendapat atau sikap seseorang, seringkali realitasnya sama, hanya bagaimana realitas

tersebut dibahasakan dengan cara yang berbeda yang

mempengaruhi pandangan seseorang ketika melihat dan

5


(53)

44

memandang relitas. Edelman yakin, khalayak hidup dalam dunia citra.6

Rubrikasi. Salah satu apek kategorisasi penting dalam pemberitaan adalah rubrikasi: bagaimana suatu peristiwa (dan berita) dikategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu. Rubrikasi ini haruslah dipahami tidak semata-mata sebagai persoalan teknis atau prosedur standar dari pembuatan berita. Ia haruslah dipahami sebagai bagian dari bagaimana fakta diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Peristiwa digolongkan dalam klasifikasi tertentu, tidak dengan klasifikasi yang lain.

Rubrikasi ini menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Rubrikasi ini bisa jadi miskategorisasi—peristiwa yang seharusnya dikategorisasikan dalam satu kasus, tetapi karena masuk dalam rubric tertentu, akhirnya dikategorisasikan dalam dimensi tertentu.

Klasifikasi. Berhubungan dengan bagaimana suatu peristiwa atau fenomena dipahami dan dikomunikasikan. Karenanya, menurut Edelman, klasifikasi menentukan dan berpengaruh terhadap dukungan atau oposisi politik. Klasifikasi menentukan dan mempengaruhi emosi khalayak ketika memandang atau melihat suatu peristiwa. Hal ini karena kategorisasi memfokuskan perhatian khalayak pada satu dimensi, dan implikasinya, pada kebijakan yang akan diambil. Apakah khalayak mendukung atau menentang suatu isu sedikit banyak bergantung pada bagaimana peristiwa atau realitas itu disajikan dan dikomunikasikan. Hal ini menentukan

6


(54)

45

bagaimana publik mempersepsi realitas dengan bantuan kategori atau klasifikasi yang telah dibuat.

E. Unit Analisis

Adapun subjek penelitian ini yakni wartawan Jawa Pos dan redaktur “metropolis” Jawa Pos, sedangkan objek pada penelitian ini adalah kontruksi media dalam memberitakan citra kota Surabaya.

F. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis framing model Murray Edelman. Setiap penelitian membutuhkan data karena data merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Data merupakan sumber informasi yang dapat memberikan informasi utama kepada peneliti tentang ada atau tidaknya masalah yang akan diteliti.

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data di dapat atau diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden atau menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan, peneliti menamakan sumber data dari manusia. Apabila peneliti mengggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data.7

7


(55)

46

Adapun informan disini terbagi dua informan pendukung dan informan kunci pada penenelitian ini adalah informan kunci adalah Farendi wartawan Jawa Pos yang sekaligus menjadi juri program Surabaya Akseliterasi adapun informan pendukung yaitu Duwan selaku redaktus Metropolis selaku domain yang memuat kota. Data-data yang dikumpulkan dari penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yakni sumber data primer dan data sekunder teknik pengumpulan data lebih banyak pada wawancara dan observasi. Data primer merupakan analisis baik hasil wawancara dan clipping berita. Penelitian kepustakaan dengan mengamati dan meneliti yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan teori-teori yang diperlukan agar dapat melengkapi data dalam penelitian. Data sekunder merupakan profil dari Jawa Pos dan Domain dari Metropolis serta sekmentasi pembaca dan managemen redaksi.

G. Tahap-tahap penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan dalam penelitian yaitu :

1. Tahap Pra Lapangan

Pada tahapan ini peneliti merumuskan masalah, membuat proposal penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus surat perizinan untuk penelitian ke lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian sebelum penelitian. Peneliti juga perlu untuk bisa menempatkan diri, menyesuaikan penampilan


(56)

47

dengan kebiasaan dari tempat penelitian, agar memudahkan hubungan dengan subjek dan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data.

2. Memasuki Lapangan

Setelah memasuki lapangan, peneliti menciptakan hubungan yang baik antara peneliti dengan subjek, agar subjek dengan sukarela memberikan informasi yang diperlukan. Keakraban dengan subjek dan informan lainnya perlu dipelihara selama penelitian berlangsung. 3. Tahap Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu wawancara, catatan wawancara, dokumen, dan data lain yang mendukung dikumpulkan, diklasifikasi dan dianalisa dengan analisis wacana.

H. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data:

a. Wawancara, dalam hal ini peneliti mewawancarai wartawan Jawa Pos, diantaranya Farendi selaku juri Surabaya Akseliterasi dan Duwan selaku Redaktur rubrik Metropolis dengan metode wawancara bebas terpimpin. Artinya, wawancara dilakukan secara bebas namun terarah agar tetap berada pada jalur pokok permasalahan yang diutarakan dan telah menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu.


(57)

48

b. Dokumentasi, Pada teknik dokumentasi disini yang dimaksud adalah dokumentasi dari hasil penelitian di tempat yang diteliti. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, tempat kerja ataupun di masyarakat.8 Diharapkan dengan metode dokumentasi dapat menambah dan memperbanyak data yang diambil dari objek penelitian kali ini, selain itu dengan metode ini peneliti dapat memberikan data yang riel dan relevan.

8


(58)

49

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Penyajian Data

A. 1.1 Sejarah Jawa Pos

Jawa Pos adalah surat kabar harian yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Jawa Pos merupakan harian terbesar di Jawa Timur, dan merupakan salah satu harian dengan oplah terbesar di Indonesia. Sirkulasi Jawa Pos menyebar di seluruh Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Jawa Pos mengklaim sebagai "Harian Nasional yang Terbit dari Surabaya".

PT. Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya


(59)

50

memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.

Pada tahun 1982, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola kemudian meninggal dunia pada tahun 2000. Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan PT. Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 eksemplar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Dengan seiring berkembangnya waktu PT. Jawa Pos yang dipimpin langsung Dahlan Iskan berkembang pesat dan akhirnya memiliki anak cabang hampir di seluruh wilayah Indonesia.

PT. Jawa Pos mempunyai reputasi sebagai news paper of the year. Sebagai usaha untuk mendukung pondasi bagi industri media cetak, PT. Jawa Pos bekerja keras untuk menyampaikan pengetahuan, berita aktual dan teknologi untuk masyarakat luas dari berbagai kalangan. Usaha ini telah menjadi relevan sebagai pemegang kunci untuk meningkatkan industri media cetak nasional. Pengenalan lebih luas di pasar global telah menjadi inspirasi PT. Jawa Pos untuk memelihara berita - berita yang berkualitas dan informasi yang aktual dan terpercaya.


(60)

51

 Visi :

“Menjadi perusahaan media cetak maupun online dunia

yang dihormati disegani dan patut dicontoh.”

 Misi :

a. Meningkatkan kesejahteraan bangsa melalui pemuasan pelanggan dan mencerdaskan bangsa dengan adanya informasi yang aktual.

b. Menjadi bagian penting dalam mendukung perkembangan nasional melalui media.

A. 2.1 Rubrik Metropolis

Jawa Pos mempunyai sekmentasi yang disebut dengan

couple yang terdiri dari 3 sekmentasi yaitu Jawa Pos, Metropolis, dan Sportaintment. Sekmen Metropolis ini bersifat City News yang semuanya memuat, mencakup segala pemberitaan geliat kota di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Di luar dari daerah yang disebutkan ada perbedaan nama yaitu Radar di tiap daerah yang fungisnya juga sama mengangkat berita mencakup daerah tersebut. Metropolis ini berita juga masih dibagi lagi yaitu Around Surabaya

yang mengangkat berita isu-isu perkotaan isu-isu pendidikan,

Kasuistika, memberitakan kriminalisme Laman Sidoarjo

memberitakan berita dan isu-isu di daerah Sidoarjo dan sekitarnya,

Gresik yang juga sama pemberitaannya meliputi semua berita wilayah gresik dan sekitarnya lalu, yang terakhir Lifestyle.


(61)

52

Yang khas dari Jawa Pos ini adalah Part of the Show

filosofi yang diterapkan oleh Direktur Jawa Pos Azrul Ananda yaitu menjadi segala bagian dari segala geliat yang ada di masyarakat sehingga kedekatan masyarakat tidak hanya dari pemberitaan yang menarik melalui program-program yang disajikan oleh pihak Jawa Pos akan tetapi masyarakat juga ikut terlibat dalam segala geliat perkotaan Surabaya baik dalam aspek pembangunan maupun pendidikan dan lain sebagainya. Dengan diikut sertakan dalam program-program Jawa Pos masyarakat punya kesempatan “tampil di Koran” yang menyenangkan dan Jawa Pos harus ambil bagian dalam gairah itu dan berkecimpung dalam masyarakat. Dari filosofi ini maka secara provit Jawa Pos selalu balance kondisinya mengingat media cetak di Jawa Timur sejauh ini sedang mengalami penurunan oplah namun tidak demikian dengan Jawa Pos. Peminat Jawa Pos juga beragam dan tidak ada dominasi tertentu di tiap-tiap element masyarakat.

A. 1.3 Management Redaksi

Struktur dari Jawa Pos Pimred, Wapimred, Kepala Liputan, Kepala Komaprtemen ini mengepalai masing masing couple (Jawa Pos, Metropolis, Sportainment) Cakra Wahyudi mengepalai couple

nasional, Fathony P. Nanda mengepalai couple Politika, Ariandi Kurnia mengepalai couple For Her, Donny Danuwan mengepalai


(62)

53

Sportaintment. Masing-masing kepala kompartemen ini

membawahi redaktur dan wartawan di masing masing

kompartemen.

A. 1.4 Deskripsi Hasil Wawancara

Surabaya Akseliterasi merupakan suatu program yang berasal dari pemerintah kota surabaya yang ditetapkan oleh Walikota Surabaya pada tanggal 2 Mei 2014 dan didukung oleh media Jawa Pos. Dinas Arsip dan Perpustkaan Surabaya selaku penggagas program ini mempunyai niat yang baik untuk memberdayakan SDM yang ada di Surabaya. Aksel adalah akselerasi dan Literasi yang berarti bagaimana orang bisa memanfaatkan ilmu dari yang dibaca dan membentuk pola pikir positif, selaras dengan wahyu yang pertama kali diterima oleh Nabi Muhammada S.A.W. Ketika orang sudah tahu dengan membaca maka masuk pada tahap analisa artinnya ada proses berfikir dan menimbang informasi dan pengetahuan yang diterima. Maka dari sini muncul suatu gagasan/ide yang dimana rangkaian ini dinamakan Literasi.

Program ini bermaksud untuk menggugah, memancing, minat baca khususnya di kota Surabaya. Berawal dari program pemerintah dan merangkul media Jawa Pos untuk menambah branding dan promo program tersebut dikarenakan Jawa Pos sendiri selaku media popular di Jawa Timur otomatis mengangkat


(63)

54

image dan men-follow up dari program ini dan kepercayaan dari masyarakat akan terlihat tinggi. Mengingat Jawa Pos mempunyai minat yang tinggi sehingga mempunyai 3 juta pembaca di Jawa Timur. Dari sinilah sokongan dan bantuan dari sponsor akan lebih tinggi mengingat Jawa Pos mempunyai tempat tersendiri di hati masyarakat Jawa Timur. Disamping itu program literasi ini membangun maindset positif dan mempunyai daya saing bagi diri masyarakat dan membikin suatu intertaint masyarakat akan pentingnya membaca.

Program ini dibagi menjadi 4 lomba yaitu:

Pustakawan berprestasi

Dinas Arsip dan Pustakaan Kota mempunyai kurang lebih 600 SDM pustakwan yang terlatih untuk meningkatkan minat baca dan disebar untuk membudayakan minat baca. Yang bertugas untuk berinovasi di taman baca di tempat mereka bekerja. Dari tiap pustakawan ada yang bekerja secara independent maupun beregu. Perlombaan ini bermaksud agar pustakawan lebih giat dan memberikan motivasi tersendiri bagi pustakwan mengingat pustakwan disini masih pekerja honorer. Maka perlombaan ini dikhususkan untuk pustakawan berprestasi


(64)

55

Kampung yang terbaik yang direkomendasikan oleh kecamatan untuk mengikuti perlombaan ini. Penilaiannya dari lingkungan fisik yang meliputi, taman baca, panflet

perihal motivasi literasi, UKM yang mendukung

perekonomian dan bersumber dari membaca, lingkungan spiritual yang berfungsi dengan baik dalam arti kebersihan dan aktifitas keruhanian selalu terjaga dari aspek sosial selalu guyub rukun. Dari indikator penilaian yang dicanangkan itu mencermikan tingkat literasi masyarakat.

Vasilitator Berprestasi

Berhubungan dengan kampung literasi yang dimana memilih tokoh-tokoh yang berpengaruh di kampung tersebut dan literek. Melihat bagaimana menggerakkan masyarakatnya untuk mencintai literasi. Tokoh ini juga yang punya inisiator untuk mengembangkan kampungnya. Inilah korelasi dari kampung literasi.

Orang Tua Peduli Pendidikan Anak

Ada form pendaftaran bagi setiap orang tua yang mempunyai prestasi dan berpendidikan dan melihat didikan orang tua ke anaknya. Penilainnya dari seleksi berkas dan obesrvasi. Jadi, bagaimana orang tua yang mempunyai basic yang baik namun apakah berdampak baik pula kepada anaknya.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konstruksi yang dilakukan oleh Jawa Pos ini merupakan alat

pancingan bagi pembacanya untuk membangun citra Surabaya sebagai

Kota Literasi dengan mengadakan program berupa lomba yang bertajuk

Surabaya Akseliterasi. Adapun bagaimana konstruksi berita Jawa Pos

dalam membentuk citra Surabaya sebagai Kota Literasi.

Kontruksi berita yang dipaparkan oleh Jawa Pos Peneliti

menghasilkan beberapa point melalui analisis framing kategorisasi model

Murray Edelman yaitu :

1. Berita 1 yang berjudul “Baperpus tambah 13 TBM, Angka

Minat Baca Warga Surabaya Naik 18 Persen” mempunyai aspek :

Rubrikasi : Membangun Budaya Literasi

Melalui Penambahan Taman Baca Masyarakat

Klasifikasi : Bertambahnya Taman Baca

Tumbuhnya Minat Baca

2. Berita 2 yang berjudul “Menengok Perpustakaan Semolowaru, Perpustakaan Terbaik Jatim 2016”; “Punya


(2)

83

Ruang Khusus Anak hingga Koleksi Digital” mempunyai aspek :

Rubrikasi : Perpustakaan Terbaik Memberi

Pengaruh Masyarakat

Klasifikasi : Bergotong Royong dalam

Mewujudkan Budaya Literasi

3. Berita 3 yang berjudul “Ayo, Giatkan Budaya Literasi.” Mempunyai aspek :

Rubrikasi : Surabaya Akseliterasi Gairah

Membudayakan Literasi

Klasifikasi : Program yang Baik Totalitas

Support Pemerintah

4. Berita ke 4 yang berjudul “Kecanduan Membaca Lewat Akseliterasi ; Imbangi Kemajuan Teknologi” mempunyai aspek :

Rubrikasi : Literasi Mempercepat Kemajuan

Daerah

Klasifikasi : Menyelaraskan Kemajuan

Teknologi dengan Berliterasi

5. Berita ke 5, 6, 7, 8, 9 Edisi, 16-17-20 September 2016.

Dengan tulisan utama (“Pendaftar Mebludak”, “Libatkan 25 Juri”, “Bekali Fasilitator Passion Literasi”). Mempunyai aspek :


(3)

84

Rubrikasi : Surabaya Akseliterasi Program

yang Hebat

Klasifikasi : Perpaduan Literasi dan Budaya

Dari Poin-poin diatas, terkait dengan teori dakwah dimana

konstruksi berita yang dilakukan Jawa Pos memiliki unsur-unsur dakwah,

yakni Koran Jawa Pos dalam rubrik Metropolis mengajak pembaca untuk

menggiatkan kegiatan Literasi yang mempunyai makna atau pesan dakwah

yaitu tarbiyah wa ta‟lim dan diperjelas berdasarkan perangkat-perangkat

framing model Murray Edelman. Pada berita 1-9 ini menyatakan bahwa

meningkatnya kemampuan membaca dan menulis mampu menghadapi

perosalan kehidupan baik ekonomi, sosial, teknologi, serta yang lainnya

yang dimana memanfaatkan ilmu yang didapat dan dapat

mengamalkannya yang intinya mengetahui Keagungan Allah Swt.

Dalam hal ini ada keterkaitan dengan Dakwah yang disebut dengan Tarbiyah wa Ta‟lim. Kedua istilah ini memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan dakwah. Keduanya umumnya diartikan dengan

pendidikan dan pengajaran. Pendidikan merupakan transformasi

nilai-nilai, ilmu pengetahuan, maupun keterampilan yang membentuk wawasan,

sikap, dan tingkah laku individu atau masyarakat. proses pendidikan

adalah proses perubahan sosial yang berangkat dari ide, gagasan,


(4)

85

Pentingnya berliterasi dapat meningkatkan mutu kualitas hidup dan

bisa mencukupi ekonomi hidup. Pemberitaan diawali dengan kenaikan

angkat minat baca sampai di launchingnya acara merupakan suatu bentuk

pesan positif yang dapat diambil dari pemberitaan ini yaitu manfaat yang

akan diperoleh dengan membaca dan menulis.

B. SARAN

1. Kepada peneliti selanjutnya agar penelitian ini ini mampu menjadi

acuan dan mampu mengembangkan penelitian ini, sehingga dapat

diketahui ideologi-ideologi pada media lainnya.

2. Untuk mahasiswa KPI agar mampu mendalami lagi mengklasifikasi

konstruksi berita dan pesan-pesan dalam pemberitaan sebuah media.

Dan dapat mengambil pemberitaan yang baik, positif dan bersifat

membangun.

3. Bagi ilmuwan, peneliti menyampaikan bahwa dalam upaya

penyusunan penelitian ini tidak lantas selesai tanpa cela, oleh karena

itu peneliti mengharap kepada para ilmuwan dapat lebih


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A, Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa,

Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Renika Cipta, 2010

Badan Arsip dan Kepustakaan Pemerintah Kota Surabaya, Buku

“PanduanSurabaya Akseliterasi”. (Surabaya, 2016).

Berger, Peter L. and Thomas Luckman, The Social Construction o Reality,

Jakarta: LP3ES 2012

Burhan, Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana: Jakarta 2006

Buya Hamka Tafsir Al Azhar juz XXX pustaka panji mas 1982.

Eriyanto, Analisis framing, Yogyakarta: September, 2009

Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, Panduan Skripsi Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam, Surabaya: Fakultas Dakwah, 2011

Ghoni, Djunaidi, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Prosedur, Teknik dan

Teori Grounded, Surabaya: Bina Ilmu, 2007

Gitlin, Tood, The Whole World is Watching: Mass Media in the Making

and Unmaking of the New Left, California: University of California Press, 1880

Halloran, James D, Phillip Eliot, and Graham Murdock, Demonstrasians

and Communication: A Case Study, Harmondsworth: Penguin Books, 1980

Herdiansyah, Haris, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial

Jakarta: Salemba Humanika 2009

Lawrence, Lessig, Budaya Bebas: Bagaimana Media Besar Memakai

Teknologi dan Hukum untuk Membatasi Budaya dan Mengontrol Kreativitas.


(6)

87

McQuail, Denis, Mass Communication Theory, 4th Edition, Sage

Publication, London, 2000

Moeloeng, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2005

Moh. Aziz Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004.

Nara, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada

2011

Reese, Stephen D., Setting the Media‟s Agenda: A Power Balance

Perspective, 1991

Sa’ad, Ibnu, Kitab Thabaqat yang dikutip oleh Jamaal ‘Abdur Rahman,

Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rosululloh Shollallohu „alaihi wa salam, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005.

Siune, Karen dan Borre, Ole, Setting the Agenda for a Danish Election,

Journal of Communication 25, 1975

Suryabrata, Sumandi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo


Dokumen yang terkait

CITRA MALANG SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN DALAM KONSTRUKSI BERITA SURAT KABAR(Analisis Wacana pada Rubrik Metro Edupolitan Malang Post)

0 6 2

Konstruksi Berita Pelegalan Miras Pada Harian Tangsel Pos

0 13 122

MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS JOGJA GALLERY UNTUK MEMBENTUK CITRA KOTA YOGYAKARTA MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS JOGJA GALLERY UNTUK MEMBENTUK CITRA KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KOTA PARIWISATA.

0 2 14

PENDAHULUAN MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS JOGJA GALLERY UNTUK MEMBENTUK CITRA KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KOTA PARIWISATA.

0 4 68

PENGETAHUAN MASYARAKAT SURABAYA MENGENAI BERITA PILWALI SURABAY 2010 DI JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Mengenai Berita Pilwali Surabaya 2010 di Jawa Pos).

0 0 82

TABLOID NYATA SEBAGAI BENTUK EKSPANSI HORIZONTAL JAWA POS : KAJIAN EKONOMI MEDIA DALAM JAWA POS.

1 1 118

369335339 Artikel Dan Berita Literasi Di Surabaya

0 0 30

PENGETAHUAN MASYARAKAT SURABAYA MENGENAI BERITA PILWALI SURABAY 2010 DI JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Mengenai Berita Pilwali Surabaya 2010 di Jawa Pos)

0 0 28

CITRA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) DALAM SKH JAWA POS (Analisis Isi Citra PDAM “Surya Sembada Surabaya” dalam Pemberitaan SKH Jawa Pos Tahun 2012) Skripsi

0 0 15

Citra perusahaandaerah air minum (PDAM) dalam SKH Jawa Pos (analisis isi citra PDAM "Surya Sembada Surabaya" dalam pemberitaan SKH Jawa Pos Tahun 2012) - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16