Konstruksi Berita Pelegalan Miras Pada Harian Tangsel Pos

KONSTRUKSI BERITA PELEGALAN MIRAS
PADA HARIAN TANGSEL POS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)

Oleh
Awalina Habibah
NIM: 109051000251

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./2014 M.

KONSTRUKSI BERITA PELEGALAN MIRAS PADA
HARIAN TANGSEL POS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)


Oleh
Awalina Habibah
NIM: 109051000251

Pembimbing

Bintan Humeira, M. Si.
NIP. 19771105 200112 2 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./ 2014.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 April 2014

Awalina Habibah

ABSTRAK
Awalina Habibah
Konstruksi Berita Pelegalan Miras pada Harian Tangsel Pos
Media massa berperan dalam perkembangan dan perubahan pola tingkah
laku dari suatu masyarakat. Media berperan untuk memberikan informasi yang
akurat, isu-isu hangat atau kebijakan dari pemerintah kepada khalayak. Saat ini
maraknya peredaran minuman keras yang tidak terkendali oleh aparat sering kali

meresahkan masyarakat. Pada edisi 22 Mei 2013 Tangsel Pos
mengeluarkanpemberitaan tentang isu pelegalan miras dengan judul “MUI
Dukung Miras Dilegalkan”. Miras adalah minuman keras yang mengandung kadar
alkohol, dalam Islam sudah jelas tertulis bahwa segala macam yang memabukkan
adalah haram.
Berdasarkan konteks di atas, maka rumusan masalahnya adalah
Bagaimanakah isu pelegalan miras dibingkai oleh Harian Tangsel Pos?
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme memandang
bahwa realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural melainkan hasil
dari konstruksi. Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskriftif
kualitatif dengan model Miles dan Huberman. Dengan analisis framing model
Zhondang Pan dan M. Gerald Kosicki, untuk menganalisis pembingkaian yang
dipakai oleh Harian Tangsel Pos, dilihat dari empat struktur, yaitu sintaksis, skrip,
tematik, dan retoris.
Pada dasarnya Tangsel Pos memberikan judul “MUI Dukung Miras
Dilegalkan” bukan dalam arti melegalkan, mengesahkan atau menghalalkan
miras, tapi disini Tangsel Pos menjelaskan tentang pengaturan peredaran miras
agar tidak ada disembarang tempat. Tangsel Pos membingkai berita ini dengan
tugasnya sebagai media massa yang memberikan suatu informasi baru kepada
masyarakat tentang kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.

Teori yang digunakan adalah Peter L. Berger dan Thomas Luckman
dengan konsep konstruksionisme.Teori konstruksi sosial Peter L. Berger
menyatakan bahwa, realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan
objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang
objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui
proses internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif). Masyarakat tidak
pernah sebagai produk akhir, tetapi tetap sebagai proses yang sedang terbentuk
proses dialektika (Eriyanto; 2011: 16-17).
Jadi Harian Tangsel Pos membingkai isu pelegalan miras menggunakan
MUI yang digunakan sebagai simbol, simbol lembaga muslim yang seharusnya
menentang pelegalan miras dan digunakan Tangsel Pos untuk mendukung frame
mereka, serta menempatkan sumber-sumber yang mempunyai otoritas ketokohan
untuk menekankan bahwa pendapatnya sahih dan bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam penggunaan bahasa Harian Tangsel Pos menggunakan kata “legal” pada
judulnya yang dimaksud dengan kata legal ini bukan berarti menghalalkan yang
haram tetapi menjelaskan bahwa dengan melegalkan miras berarti mengatur,
mentertibkan miras dari mulai tempat penjual miras, serta siapa saja yang boleh
mengkonsumsinya.
Keywords: Miras, Framing, Konstruksi


i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirohim.
Dengan segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan begitu banyak
karuniaNya dan melimpahkan rahmat, nikmat iman, islam dan kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menerangi jalan kita dari kegelapan menuju jalan terang benderang seperti
sekarang ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis berharap penulisan skripsi ini tidak hanya bermanfaat bagi
kepentingan penulis secara pribadi namun juga bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian, semoga bisa menjadi acuan dan praktisi instansi yang
menghendaki adanya perubahan di masa sekarang dan yang akan datang.
Penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan
serta doa dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan

rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1.

Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan
MA, Dr. Suparto, M. Ed, MA, selaku Wakil Dekan I, Drs. Jumroni M. Si,
selaku Wakil Dekan II, Drs. WahidinSaputra, MA, selaku Wakil Dekan III.

2.

Bapak Rahmat Baihaki, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
PenyiaranIslam, dan ibu Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan.

3.

Bapak Fauzun Jamal, LC selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membantu mengarahkan seluruh mahasiswa untuk mengikutiproses kegiatan
akademik.

4.


Ibu Bintan Humeira, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk meberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu dan nasihatnya yang telah
Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang
skripsi.
ii

5.

Seluruh staff dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada
penulis.

6.

Segenap karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDK),
yakni bagian akademik, tata usaha, serta karyawanPerpustakaan FDK dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan yang telah
menyediakan buku sebagai refrensi pembuatan skripsi ini.


7.

Keluargaku tercinta Ayahku Sugiono, Ibuku Annisah, Adikku Itsnaini Rizal
Habibie, yang selalu memberikan doa dan motivasi terbesar di kehidupanku
dengan tumpahan cinta yang luar biasa serta kakaku tercinta Nurfazriah,
Keluarga Besar Ramdhan Ishak yang selalu memberikan doa dan
semangatnya.

8.

Terimakasih kepada segenap Redaksi Harian Tangsel Pos yang sudah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian, bang M. Istijar dan bang
Sudin terimakasi untuk kesediannya diwawancarai, ka Irma yang sudah
membuat berita tersebut dan khususnya buat kak Aisyah Pratiwi terimakasih
atas segala bantuannya.

9.

Sahabatku Siti Muslifah, Putri Buana, Rufiatun Nufus, khususnya sahabat
terbaikku Agnitia Citra, indahnya perjumpaan di kampus tercinta, terimakasih

telah mendengarkan keluh kesah, dan bantuan, doa yang telah tercurah
selama ini dan terimakasih banget buat Dewi Karlina yang udah luangin
waktunya buat diskusi.

10. Sahabatku Kurnia Ayu, Rosiyani, Pritta Adrianne, Siti Rukoyah. Kalian lebih
dari sekedar sahabat. Terimakasih atas segala semangat, doa dan kecerian
yang kalian berikan.
11. Teman seperjuangan kelompok biners bimbingan skripsi, Linda Nurasiah,
Wulan Maulidia terimakasi atas segala bantuan dan saling menyemangati satu
sama lain.
12. Terima kasih buat kak Ferial yang telah meminjamkan banyak buku dan
ilmunya, kak Emi dengan semangatnya, adikku Fatin Zulfa dan temantemanku Sitta Yulia, Aminah Suwita, Ila Munawaroh. Kpop family (KBA),

iii

seperjuangan, tempat keluh kesah dan yang selalu memberikan keceriaan
memberikan warna tersendiri dalam hidupku, kalian luar biasa dan istimewa.
13. Teman-teman seperjuanganku yang tergabung dalam the big family KPI G
(TAPLAK) perjuangan bersama dari awal hingga kini dan nanti, terimakasih
atas semuanya, suka duka dilewati bersama kalian itu sesuatu, dan

Komunikasi Penyiaran Islam 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
14. Teman-teman seperjuanganku ikatan KKN POTENSI 60 yang memberikan
pengalaman baru dengan tempat dan orang yang baru, senang bisa kenal
kalian.
Penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak, dan beharap skripsi ini bisa menjadi
panduan bagi pembacanya.

Jakarta, 24 April 2014

Awalina Habibah

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL...................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................... 7
C. Tujuan dan ManfaatPenelitian ............................................ 7
D. Pedoman Penulisan …………………………………… .... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. . 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................... . 9

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Teori Konstruksi Realitas ..................................................... 11
B. Konsep Framing ................................................................... 19
C. Analisis Framing Zhondang Pan dan Kosicki ...................... 22
D. Media Massa ......................................................................... 27
1. Definisi dan Karakteristik Media Massa ......................... 27
2. Fungsi Media Massa ...................................................... 28
3. Media Cetak .................................................................. 28
4. Berita ... ........................................................................... 31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian .......................................................... 39
B. Jenis Penelitian ................................................................... 40
C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 41
D. Subjek dan Objek Penelitian ............................................... 41
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 41

v

F. Sumber Data......................................................................... 42
G. Model Analisis Data ............................................................ 42

BAB IV

PROFIL HARIAN TANGSEL POS DAN TEMUAN ANALISIS
DATA
A. Profil Harian Tangsel Pos....................................................... 47
1. Sejarah Berdirinya Harian Tangsel Pos ......................... 47
2. Visi dan Misi ................................................................... 49
3. Sirkulasi Penyebaran Koran dan Profil Pembaca ........... 49
B. Analisis Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ...... 55
C. Interpretasi ............................................................................. 67

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 85
B. Saran.................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Definisi Menurut Para Ahli ................................................................. 20
Tabel 2: Kerangka Framing Zhondang Pan & Kosicki .................................... 23
Tabel 3: Kategori Berita .................................................................................... 34
Tabel 4: Kelengkapan Berita dari Harian Tangsel Pos ..................................... 61
Tabel 5: MUI Dukung Miras Dilegalkan .......................................................... 81

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1:

Pola Penulisan Piramida Terbalik ................................................ 36

Gambar 2:

Komponen Analisis Data Model Interaktif .................................. 43

Gambar 3:

Sirkulasi Penyebaran Koaran ....................................................... 50

Gambar 4:

Usia Pembaca ............................................................................... 50

Gambar 5:

Berdasarkan Pendidikan ............................................................... 51

Gambar 6:

Berdasarkan Pekerjaan ................................................................. 51

Gambar 7:

Pendapatan Pembaca .................................................................... 52

Gambar 8:

Jenis Kelamin ............................................................................... 52

Gambar 9:

Managemen Redaksi Harian Tangsel Pos .................................... 53

Gambar 10: Foto Sekertaris MUI Tangsel Abdul Rajak .................................. 66

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan
pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa
dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa, masyarakat
yang ingin mengetahui sebuah peristiwa atau informasi di luar lingkungannya bisa
dengan mudah mendapatkannya dari media massa. Karenanya media massa
mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal, sehingga masyarakat yang
membaca tidak hanya orang perorangan tapi sudah mencakup jumlah puluhan,
ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat
terlihat dipermukaan masyarakat.1
Media massa terdiri atas media cetak dan media elektronik. Media cetak
contohnya surat kabar dan majalah, sedangkan media elektronik ada televisi dan
radio. Dalam proses jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak
bukan saja harus benar, jelas dan akurat, melainkan juga harus menarik,
membangkitkan minat dan selera baca. 2 Isi surat kabar dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok besar yakni, berita (news), opini (view), dan iklan
(advertising). Dari ketiga kelompok besar itu, hanya berita dan opini saja yang

1

Muhammad Budayatma, Jurnalistik Teori dan Praktek, (Bandung: Rosda, 2006), Cet Ke-

3. h. 27.
2

Haris Samandari, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 4.

1

2

disebut produk jurnalistik, iklan bukanlah produk jurnalistik walaupun teknik
yang digunakannya merujuk pada teknik jurnalistik.3.
Menurut pasal 6 UU Pokok Pers No. 40/1999, pers nasional melaksanakan
peranan: memenuhi hak masyarakat untuk mmengetahui, menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum dan hak asasi
manusia serta menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, melakukan pengawasan,
kritik, koreks, dan saran terdapat hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum, dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.4
Wartawan

lokal

harus

lebih

kritis

mengkaji,

mengevaluasi,

dan

memberitakan relavansi suatu proyek pembangunan dengan kebutuhan nasional
dan yang terpenting dengan kebutuhan lokal, perbedaan antara program menurut
rencananya dengan diimplementasikan dan perbedaan antara dampak terhadap
masyarakat seperti diklaim oleh pejabat pemerintah.5
Peran wartawan lokal tidak hanya melaporkan fakta, tetapi juga memberikan
motivasi. Tujuannya untuk memancing masyarakat yang terkait dengan upaya
mereka memperbaiki hidup. 6 Seorang wartawan harus memiliki beberapa sifat
dasar seperti bersifat kritis, memiliki rasa ingin tahu yang besar (curiosity),
berpengetahuan luas, berpikir terbuka, menjadi pekerja keras.7 Pers lokal hanya
beredar di sebuah kota dan sekiitarnya, salah satu ciri pers lokal ialah 80 persen
isinya didominasi oleh berita, laporan, tulisan dan sajian gambaran bernuansa
3

Haris Samandari, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 6.
4
Ibid, h. 25.
5
Hanif Suranto dan Dicky Lopulalan, Menjadi Watawan Lokal: Panduan Meliput. (Jakarta:
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2000), h. 3.
6
Ibid, h. 4.
7
Ibid, h. 5.

3

lokal. Motivasi dan ambisi pers lokal adalah raja di kotanya sendiri. Pers lokal
biasa disebut kamus dan cermin berjalan sebuah kota karena apa pun peristiwa
dan fenomena tentang kota tersebut, pasti dijumpai didalamnya. 8
Kebijakan redaksional pers lokal bertumpu pada pengembangan dimensi
kedekatan geografis dan kedekatan psikologis (proximity) dalam segala dimensi
dan implikasinya. Pers lokal bisa juga disebut buku harian berwarna sebuah kota.9
Wartawan lokal harus memiliki komitmen terhadap perbaikan segala segi
kehidupan masyarakat di daerahnya.10
Pemerintah daerah setempat dinilai dari tingkat kabupaten, kecamatan
hingga tingkat desa biasanya memiliki kebijakan dan program pembangunan di
wilayahnya untuk jangka waktu tertentu. Wartawan lokal harus memahami semua
kebijakan itu. Dengan memahami kebijkan pembangunan di tingkat lokal, kita
dapat mensosialisasikan kepada masyarakat. Apakah kebijakan itu sudah tepat
atau belum bagi kepentingan masyarakat. Kota juga dapat ikut mengontrol apakah
kajian tersebut dilaksanakan atau tidak. Wartawan lokal harus mampu
menghimpun dan menggalang hubungan seluas-luasnya dengan pejabat
pemerintahan setempat, tokoh-tokoh masyarakat dan lebih penting lagi
masyarakat bawah.11
Satu di antara media yang ada di Indonesia adalah Harian Tangsel Pos.
Harian Tangsel Pos sebagai media lokal yang dapat memberikan informasi
seputar pemberitaan pemerintahan kebijakan

8

daerah kepada masyarakat

Haris Samandari, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 42.
9
Ibid, h. 42.
10
Hanif Suranto dan Dicky Lopulalan, Menjadi Watawan Lokal: Panduan Meliput.
(Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2000), h. 5.
11
Ibid, h.5-6.

4

khususnya yang berada di Kota Tangerang Selatan, Banten dengan segala
kebijakannya dalam membangun daerahnya baik dari segi infrastruktur maupun
masyarakatnya sendiri. Harian Tangsel Pos harus dapat memberitakan yang
berkaitan dengan masalah pemerintahan politik maupun kebijakan di Tangsel
sebagai kota baru dengan pemerintahan yang baru. Pers dalam perananya sebagai
mata dan telinga idealnya dapat terus menjalankan fungsinya secara maksimal.
Adalah fungsi pers seperti yang dikemukakan oleh Harold D, Laswell adalah
sebagai pengawas sosial (social surveillance).12 Usaha penyebaran informasi dan
interpretasi objekif mengenai hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat. Dan
biasanya media lokal dengan sengaja mengemas pemberitaan daerahnya tersendiri
atau bahkan hampir semua halamannya menampung informasi pemberitaan
mengenai pemerintahan politik dan kebijakan di wilayahnya.
Kota Tangerang Selatan atau yang sering disebut Kota Tangsel adalah kota
baru dengan pemerintahan yang baru terbentuk usai dari pemekaran Kota
Tangerang Provinsi Banten. Dalam kondisinya yang baru tersebut kian menjadi
daya tarik untuk diamati atau diperbincangkan agar Harian Tangsel Pos tidak
hanya menjadi media pencitraan pemerintah daerahnya.
Kejahatan adalah kenyataan sosial yangmenganggu kehidupan manusia.
Tindak kekerasan dan kejahatan makin marak di tanah air ini, baik disadari
ataupun tidak, moral bangsapun ikut merosot dibuatnya. Salah satu penyebabnya
adalah banyak para generasi bangsa masa kini yang mengkonsumsi minuman
keras yang mengandung alkohol, sehingga banyak pula dari mereka yang
terjerumus dalam dunia kejahatan.
12

Harold D Laswel dari Bryson, L. (1964), The Comunication of Ideals, Cooper Square
Publisher: New Yor. Dalam Gun Gun Heriyanto, Opini “Pilkada Media dan Citra Politik”, h. 4.

5

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia memandang minuman keras
atau khamar sebagai faktor utama timbulnya segala kejahatan, seperti
menimbulkan permusuhan dan kebencian antara sesama manusia, menghalangi
seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT, menghalangi sinar hikmat dan
merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu secara esensi maupun penggunaanya
khamar diharamkan dalam Al-Qur‟an maupun dalam Sunnah Nabi SAW secara
tegas.13 Hal ini sangat jelas dikatakan dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219

           
             
   
“Mereka bertanya kepada mu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka
bertanya kepada mu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada mu
supaya kamu berfikir.”(QS. Al Baqarah: 219)
Di negara kita sendiri sudah banyak peraturan dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan minuman keras, diantaranya dibahas dalam KUHP.
Walaupun demikian, pada prinsipnya minuman keras tidak dilarang dan orang
yang mengkonsumsinya tidak diancam dengan hukuman kecuali apabila ia mabuk
dan mengganggu ketertiban masyarakat umum.14
Sebagai kota yang berpenduduk padat serta berdekatan dengan ibu kota, tak
menutup kemungkinan ada berbagai kegiatan haram lain di Kota Tangerang
13

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam (As-syamil, 2000).
Ahmad Zaeburi Ardi. 2010. Analisis Politik Hukum Terhadap Perda Kota Depok no 6
tahun 2008 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Skripsi. Jakarta:
Program Strata Satu Universitas UIN Jakarta.
14

6

Selatan, seperti pelacuran, perjudian yang tak kalah marak dengan banyaknya
peredaran minuman keras yang selalu mengiringi kegiatan tersebut.
Tangerang Selatan sebagai kota yang berpredikat kota religius, Pemkot
Tangerang Selatan baru-baru ini memberikan wacana tentang pelegalan miras,
dimana minuman keras ini akan dilegalkan di kota Tangerang Selatan dengan
ketentuan yang jelas tentunya. Wacana ini masi digodog dalam Rapat Daerah
tentang Retribusi Daerah. Perda yang berisi peredaran minuman keras itu sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 23 ayat (8) dan ayat (9) Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang ketentuan pengadaan,
peredaran, penjualan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/MDAG/PER/8/2012.15
Wacana ini pula di dukung oleh MUI, Sekretaris MUI Tangsel Abdul Rajak
berpendapat, dengan melegalkan miras, tidak semua wilayah atau toko-toko
minimarket yang memiliki kewenangan menjual miras. MUI menekankan, dalam
rencana melegalkan miras itu, aturan tentang miras harus betul-betul mengatur
hingga detil, seperti umur pembeli miras, toko penjual miras dan pihak-pihak
yang boleh mengkonsumsi miras, “...harus betul-betul jelas regulasinya. Dimana
yang diperbolehkan untuk menjual, konsumen yang boleh beli usia berapa, ini
harus diatur.Sehingga tidak semua orang bisa mengkonsumsi dan membeli miras
tersebut. Jadi harus jelas seperti di negara-negara maju...”16
Dalam rencana ini MUI juga meminta Pemkot Tangerang Selatan untuk
mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan kelembagaan Islam sebelum
15
16

Ima, MUI Dukung Miras Dilegalkan, Harian Tangsel Pos, 22 Mei 2013, h. 7.
Ibid, h. 7.

7

meresmikan keputusan ini. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Islam pun
melarang kita untuk meminum minuman beralkohol karena dapat merusak akal
dan membuat lupa diri serta tidak baik untuk kesehatan.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka penelitian ini dibuat dengan
judul Konstruksi Berita Pelegalan Miras pada Harian Tangsel Pos.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih mudah dan terarah maka
penulisan skripsi ini dibatasi berdasarkan hanya pada berita terkait pelegalan
miras di Harian Tangsel Pos dengan judul “MUI Dukung Miras Dilegalkan”
edisi 22 Mei 2013.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah: Bagaimanakah isu pelegalan miras dibingkai oleh Harian
Tangsel Pos?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah

untuk

mengetahui

bagaimana

Harian

Tangsel

Pos

mengkonstruksi berita tentang isu pelegalan miras di Tangerang Selatan.

dalam

8

2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi maanfaat, diantaranya:
a. Manfaat Akademis
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi bagi para akademisi terutama mahasiswa Universitas Islam
Negeri Jakarta agar lebih mengetahui apa dan bagaimana pembingkaian
media massa, dalam mengkontruksi isu melalui pemberitaannya.

b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran
kepada khalayak mengenai fenomena bagaimana kekuatan Harian
Tangsel Pos memproduksi teks tentang isu pelegalan miras oleh MUI
Tangerang Selatan agar khalayak kritis terhadap berita-berita yang
dimunculkan oleh media.

D. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi) Karya Hamid Nasuhi dkk. yang
Diterbitkan oleh Ceqda (Center for Quality Development And Assurance).

E. Tinjauan Pustaka
Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku
yang membahas tentang analisis framing. Ada beberapa tulisan yang
membicarakan mengenai analisis framing dan menjadi acuan dalam penelitian ini,
diantaranya yaitu:

9

Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Buku ini ditulis
oleh Eriyanto dan diterbitkan PT LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta tahun 2002.
Buku ini menjelaskan dengan lengkap tentang konstruksi framing, ideologi, dan
politik media.
Skripsi dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Waria pada
Majalah Waria @Information Group Rubrik Under Cover” karya Ika Sari
Nur Laili Romadlon, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih skripsi tersebut karena analisis
yang digunakan adalah analisis framing dengan model Zhongdang Pan dan Gerald
M. Kosicki dan sama-sama melihat pandangan dari satu media, perbedaannya
yaitu pada isu yang diangkat dan medianya.
Serta Artikel Jurnal Oleh Prakoso Febrianto dengan judul “Analisis
Framing Pada Pemberitaan Mengenai Pidato Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono Tentang Polemik Antara KPK dengan Polri di Website
Suarasurabaya.net dan RRI.co.id”, dalam jurnal ini terdapat kesamaan yaitu
dalam penggunaan metode analisis framing Zhondang Pan dan Gerald M, Kosicki
yang membedakan Prakoso mengkomparasi dari dua artikel dan dua media online.

F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pedoman penulisan, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.

10

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
Bab ini menguraikan kajian teoritis mengenai konstruksi realitas sosial,
dan dijelaskan tentang apa itu framing beserta model Zhongdang Pan dan
Gerald M. Kosicki, media massa, media cetak, dan berita.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang paradigma penelitian, jenis penelitian, tempat dan
waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data,
sumber data, serta model analisis data.

BAB IV PROFIL HARIAN TANGSEL POS DAN TEMUAN ANALISIS
DATA
Bab ini berisi tentang sejarah singkat Harian Tangsel Pos, Visi-Misi,
Struktur Organisasi dari Harian Tangsel Pos, temuan dan analisis framing
terhadap Harian Tangsel Pos edisi 22 Mei 2013 yang membahas isu pelegalan
miras menggunakan model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, dan
Interpretasi penelitian.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran penulis.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Teori Konstruksi Realitas
Konstruksi artinya pembuat, rancang bangun-bangunan, penyusunan,
pembangunan (bagunan), melukiskan, merancang dan lain sebagainya.

1

Sementara media adalah perantara (informasi), sarana yang dipergunakan oleh
komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan
apabila komunikasi jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. Sebuah realitas sosial
tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar
realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi
dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas
itu

secara

subjektif.

Individu

mengkonstruksi

realitas

sosial

dan

mengkonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan
subjektifitas individu lain dalam institusi sosialnya. 2
Pengetahuan atau pandangan manusia dibentuk oleh kemampuan tubuh
inderawi dan intelektual, asumsi-asumsi kebudayaan dan bahasa tanpa kita sadari.
Bahasa dan ilmu pengetahuan bukanlah cerminan semesta, melainkan bahasa
membentuk semesta, bahwa setiap bahasa mengkonstruksi aspek-aspek tertentu
dari semesta dengan caranya sendiri. Peter Dahlgren mengatakan realitas sosial

1

Alex. MA, Kamus Ilmiah Populer Kontenporer,(Surabaya: PT. Karya Harapan), h. 334.
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, Dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002) , h. 90.
2

11

12

setidaknya sebagian adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk
penggunaan bahasa.3
Mengenai pentingnya bahasa dalam berkomunikasi, Ibnu hamad pun
memberikan pendapatnya bahwa dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur
utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah
alat konseptual dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita,
cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa.4
Menurut Ibnu Hamad, bahasa terdiri dari: “Bahasa verbal (kata-kata tertulis
dan lisan) maupun non verbal (bukan kata-kata dalam bentuk gambar, foto, gerakgerik, grafis, angka, dan tabel)”. Keberadaan bahasa sebagai elemen utama
berkomunikasi, diungkapkan Ibnu Hamad tidak lagi sebagai alat semata untuk
menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menemukan gambaran (citra)
yang akan dimunculkan di benak khalayak, terutama dalam media massa.
Jadi, dapat dikatakan bahasa yang digunakan media massa memiliki
kekuatan untuk membentuk pikiran masyarakat. Bahasa dengan unsur utama kata
memiliki kekuatan yang besar dalam berinteraksi antara komunitas sosial. Bahasa
adalah cermin budaya masyarakat pemakainya.
Peter L. Berger dan Thomas Luckman memperkenalkan konsep
konstruksionisme melalui tesisnya tentang konstruksi atas realitas. Teori
konstruksi sosial Peter L. Berger menyatakan bahwa, realitas kehidupan seharihari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen
dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses esternalisasi,

3

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. Xi.
4
Ibnu Hamad, Agus Sudibyo, Moh Qodari, Kabar-kabar Kebencian: Prasangka Agama di
Media Massa (Jakarta: ISAI, 2001), h. 69.

13

sebagaimana

ia

mempengaruhinya

melalui

proses

internalisasi

(yang

mencerminkan realitas subjektif). Masyarakat merupakan produk manusia dan
manusia merupakan produk masyarakat. Baik manusia dan masyarakat saling
berdialektika diantara keduanya. Masyarakat tidak pernah sebagai produk akhir,
tetapi tetap sebagai proses yang sedang terbentuk proses dialektika tersebut
mempunyai tiga tahapan, Berger dalam Eriyanto menyebutkannya sebagai
momen. Ada tiga tahap peristiwa5 :
a. Eksternalisasi, yaitu pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia,
baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Hal ini sudah menjadi sifat dasar
dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada.
Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari
dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah
dihasilkan suatu dunia, dengan kata lain manusia menemukan dirinya
sendiri dalam suatu dunia.
b. Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik
dari kegiatan esternalisasi manusia tersebut. Hal itu menghasilkan realitas
objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai
suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang
menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu
realitas sui generis. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya,
manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non
materil dalam bentuk bahasa. Baik alat maupun bahasa tadi adalah kegiatan
esternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari
5

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 16-17.

14

kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai
produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia
dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan.
Kebudayaan yang telah berstatus realitas objektif, ada di luar kesadaran
manusia, ada “disana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berada dengan
kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa
dialami setiap orang.
c. Internalisasi, proses internalisasi merupakan penyerapan kembali dunia
objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia
yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala di realitas
luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Bagunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif,
subjektif, dan simbolis atau intersubjektif. Realitas objektif adalah realitas yang
terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luat diri individu, dan
realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi
simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif
adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali ealitas objektif
dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.6
Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah dan juga tidak
diturunkan oleh Tuhan. Melainkan dibentuk dan dikonstruksi. Dengan

6

Burhan Bugin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Mayarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 202.

15

pemahaman seperti ini, realitas berwajah ganda plural. Setiap orang mempunyai
konstruksi yang berbeda terhadap suatu realitas.7
Bagi kaum konstruksionis, realita itu bersifat subjektif. Realitas itu
dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Saat wartawan melakukan wawancara
dengan narasumber disana terjadi interaksi antara wartawan dan narasumber dan
ditulis untuk dijadikan berita. Tetapi terdapat pula proses eksternalisasi:
pernyataan yang diajukan oleh pewawancara membatasi pandangan narsumber.
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media,
wartawan, dan berita dapat dilihat, seperti:8
a. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi.
Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari
pandangan tertentu. Karena fakta itu diproduksi dan ditampilkan secara
simbolik, maka realitas tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana
fakta tersebut dikonstruksi.
b. Media adalah agen Konstruksi.
Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebagai subjek yang
mengkonstruksi

realitas,

lengkap

dengan

pandangan,

bias

dan

pemihakannya. Melalui berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut
membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan.
c. Berita bukan reflesi dari realitas.
Dalam pandangan positivis, berita adalah informasi yang dihadirkan
kepada khalayak sebagai representasi kenyataan. Sedangkan menurut
pandangan konstruksionis berita itu bukan menggambarkan realitas yang
7

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 13-15.
8
Ibid, h. 19.

16

ada, tetapi hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan,
ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Realitas yang sama bisa
menghasilkan berita yang berbeda dan cara pandang seseorang juga
berbeda.
d. Berita bersifat subjektif (konstruksi atas realitas).
Hasil kerja jurnalistik dalam pandangan konstruksionis tidak bisa
dinilai dengan menggunakan dtandar yang rigif. Hal ini dikarenakan berita
adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan
orang atas realita jadi berbeda dengan orang lainyang tentunya
menghasilkan “realitas” yang berbeda juga.
e. Wartawan bukan pelapor, ia agen konstruksi realitas.
Dalam

pandangan

konstruksionis

wartawan

tidak

bisa

menyembunyikan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian intrinsik
dalam pembentukan berita. Selain itu wartawan juga dipandang sebagai
agen konstruksi. Karena wartawan bukan hanya melaporkan fakta,
melainkan turut mendefinisikan peristiwa.
f. Etika, pilohan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang
integral dalam produksi berita.
Dalam pandangan konstruksionis aspek etika, moral dan nilai-nilai
tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan
bukan hanya pelapor, karena disadari atau tidak ia menjadi partisipan dari
keragaman penafsiran dan subjektivitas dalam publik. Karena fungsinya
tersebut, wartawan menulis berita bukan hanya sebagai penjelas tetapi
mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.

17

g. Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam
penelitian.
Sifat dasar dari penelitian yang bertipe konstruksionis adalah
pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai.
Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari progres penelitian.
h. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.
Dalam pandangan konstruksionis khalaya dilihat sebagai subjek yang
aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Makna dari suatu teks bukan
terdapat dari suatu pesan yang dibaca oleh pembaca karena makna selalu
mempunyai banyak arti. Setiap orang memiliki pemaknaan yang berbeda
atas teks yang sama.
Peristiwa yang sering diberitakan media massa baik media elektronik
maupun media cetak seringkali berbeda dengan peristiwa sebenarnya. Mengapa
demikian?, sebab media tidak semata-mata sebagai saluran pesan yang pasif tetapi
media juga aktif dalam melakukan konstruksi terhadap peristiwa.
Menurut Burhan Bugin, proses kelahiran konstruksi sosial media massa
berlangsung dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:9
a. Tahapan Menyiapkan Materi Konstuksi
Isu-isu penting yang setiap hari menjadi fokus media massa,
berhubungan dengan tiga hal, yaitu kedudukan (tahta), harta, dan
perempuan. Selain tiga hal itu ada juga fokus-fokus lain, seperti informasi

9

Burhan Bugin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Mayarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 204-212.

18

yang sifatnya menyentuh perasaan banyak orang, yaitu persoalan-persoalan
sensitivitas, sensualitas, maupun ketakutan atau kengerian.
Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial, yaitu:
1; Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Artinya, media massa
digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapitalis untuk dijadikan sebagai mesin
pencipta uang atau pelipatgandaan modal. 2; Keberpihakan semu kepada
masyarakat. Artinya, bersikap seolah-olah simpati, empati, dan berbagai
partisipasi kepada masyarakat. 3; Keberpihakan kepada kepentingan umum.
Artinya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini
visi tersebut tak pernah menunjukan jati dirinya, namun slogan-slogan
tentang visi ini tetap terdengar.
b. Tahap Sebaran Konstruksi
Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua
informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya
berdasarkan pada agenda media. Apakah yang dipandang penting oleh
media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas
1) Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan
(penceritaan) telah sampai pada pembaca dan pemirsanya yaitu terjadi
pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga yang berlangsung
secara genetik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua,
kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan
konsumtif.

19

2) Pembentukan Konstruksi Citra
Pembentukan teori citra adalah bangunan yang diinginkan oleh
tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun
oleh media massa terbentuk dalam dua model; (1) model good news
(stoy) dan (2) model bad news (story).
d. Tahap Konfimasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan
pemirsa (penonton) memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media,
tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap
alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi pembaca, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadi
dalam proses konstruksi sosial.

B. Konsep Framing
Gagasan tentang framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun
1955. 10 Awalnya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta
yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep
ini kemudian dikembangkan oleh Goffman di tahun 1974, yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strios of behavior) yang membimbing
individu dalam membaca realitas.11

10

Agus Sudibyo, Citra Bung Karno, Analisis Berita Pers Orde Baru, (Yogyakarta: Lkis,
1999), h. 23.
11
Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, h. 219.

20

Sebagai sebuah konsep, framing atau frame sendiri bukan murni konsep
ilmu komunikasi, melainkan pinjaman dari ilmu kognitif (psikologi). Dalam
praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsepkonsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi,
sehingga suatu fenomena dapat dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan
konteks sosiologis, politis atau kultural yang melingkupinya. 12 Dalam prespektif
komunikasi, analisis

framing

dipakai untuk membedah cara-cara

atau

ideologimedia saat mengkonstruk fakta. Berikut beberapa definisi framing
menurut para ahli:13
Tabel 1
Definisi Framing Menurut Para Ahli
Tokoh

Definisi

Robert N. Entman

Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga
bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol
dibandingkan aspek lain. Ia

juga

menyertakan

penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih
besar dari pada sisi yang lain.
William A. Gamson

Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah
kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau
struktur pemahaman yang digunakan individu untuk
mengkonstruksi

12

makna

pesan-pesan

yang

ia

Alex Sobur, Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana Semiotika,
Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 162.
13
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 67-68.

21

sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesanpesan yang ia terima.
Todd Gitlin

Srategi

bagaimana

realitas/dunia

dibentuk

dan

disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan
kepada

khalayak

pembaca.

Peristiwa-peristiwa

ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol
dan menarik perhatian khalaya pembaca. Itu dilakukan
dengan

seleksi,

pengulangan,

penekanan,

dan

presentasi aspek tertentu dari realitas.
David E. Snow and
Robert Benfort

Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan
kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan
sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci
tertentu, anak kamlimat, citra tertentu, sumber
informasi, dan kalimat tertentu.

Amy Binder

Skema interpretasi yang digunakan oleh individu
untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi,
dan melabeli peristiwa secara langsung. Frame
mengorganisir peristiwa yang komples ke dalam
bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu
individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhondang Pan and
Gerald M. Kosicki

Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat
kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan
rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Dari definisi diatas, definisi framing mengacu pada suatu cara untuk
menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedemikian rupa dengan
menggunakan simbol-simbol yang terpilih, diseleksi, ditekankan, dan ditonjolan
sehingga peristiwa tertentu dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspetif

22

tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang
disampaikan bukanlah realitas yang utuh. Agus Sudibyo (2001) mengatakan
bahwa media massa dilihat sebagai media diskusi antara pihak-pihak dengan
ideologi

dan kepentingan

yang berbeda-beda. Mereka

berusaha

untuk

menonjolkan kerangka pemikiran, perspektif, konsep dan klam interpretatif
masing-masing dalam rangka memaknai objek wacana. Ketertibatan mereka
dalam suatu diskusi sangat dipengaruhi oleh status, wawasan, dan pengalaman
sosial masing-masing.14

C. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Dalam prespektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah
cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati
strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan faktah ke dalam berita agar lebih
bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring
interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.15
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun
1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir politik, kebijakan, dan wacana serta yang
menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing

14

Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta, 2001), h . 63.
Alex Sobur, Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana Semiotika,
Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 161-162.
15

23

individu dalam membaca realitas.16 Pada intinya framing merupakan penempatan
berbagai informasi dalam konteks yang khas sehingga elemen isu tertentu
memilikki alokasi yang lebih besar dalam kognisi individu dibandingkan dengan
elemen isu yang lainya.17
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mengoperasionalisasikan empat
dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing. Keempat dimensi
struktural tersebut membentuk semacam tema yang mempertautkan elemenelemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi
bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi
ide. Keempat struktur itu adalah:
Tabel 2
Kerangka Framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki
Struktur
SINTAKSIS
(Cara wartawan
menyusun fakta)
SKRIP
(Cara wartawan
mengisahkan fakta)
TEMATIK
(Cara wartawan
menulis fakta)

RETORIS
(Cara wartawan
menekankan fakta)

16

Perangkat Framing

Skema berita

Kelengkapan berita

Unit Yang Diamati
Headline, lead, latar informasi,
kutipan, sumber, pernyataan,
penutup.
Unsur 5W+1H (What, Where,
When, Who, Why, danWhy).

Detail
Koherensi
Bentuk kalimat
Kata ganti

Paragraf, preposisi, kalimat,
hubungan antara Kalimat.

Leksikon
Grafis
Metafor

Kata, idiom, gambar atau foto,
grafik, kiasan.

Ibid,Alex Sobur, Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana
Semiotika, Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h..162.
17
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004). h. 181

24

1. Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian
berita (headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, dan
penutup) dalam suatu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Pe