KENDALA PEMBIASAAN NILAI- NILAI NASIONALISME DI SD NEGERI MINOMARTANI I KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penunjang keberhasilan pembangunan, selain itu pendidikan yang telah berkembang juga menggambarkan tingkat kemajuan yang dicapai sebuah bangsa. Indonesia salah satu negara yang sedang berupaya memajukan kualitas pendidikan, salah satu upaya pemerintah untuk memajukan kualitas pendidikan dapat dilihat dari tujuan nasional pendidikan Indonesia yang telah dicanangkan pemerintah dalam (Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1) yang berbunyi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sebagai bentuk keseriusan dalam mewujudkan tujuan pendidikan, pemerintah mengalokasikan 20% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan ini dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan, memperbaiki gedung sekolah yang rusak, membeli media belajar dan memberikan bantuan kepada siswa berprestasi yang kurang mampu. Pemerintah berharap dengan anggaran yang begitu besar ini diharapkan Indonesia dapat meningkatkan dan memperbaiki


(2)

2

sistem pendidikan nasional sehingga dapat menciptakan lulusan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pemerintah selain meningkatkan anggaran pendidikan juga telah membuat kebijakan wajib belajar sembilan tahun bagi seluruh warga Indonesia. Kebijakan Wajib Belajar Sembilan Tahun bertujuan agar seluruh rakyat Indonesia minimal dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah menegah pertama. Fungsi kebijakan pemerintah ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, hal ini dapat dilihat dari hubungan antara pendidikan dengan sumber daya manusia (SDM), semakin tinggi tingkat pendidikannya maka tingkat kesejahteraannya juga akan semakin tinggi.

Keberhasilan sebuah pendidikan nasional dipengaruhi oleh beberapa komponen, Dwi Siswoyo, dkk (2008: 33) mengungkapkan komponen-komponen pendidikan yaitu: 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) isi atau materi pendidikan, 5) metode pendidikan, 6) alat pendidikan, 7) dan lingkungan pendidikan. Setiap komponen dalam pendidikan ini saling terkait satu sama lain, sehingga antara komponen yang satu dengan komponen yang lain tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu untuk mewujudkan pendidikan nasional yang telah dicanangkan pemerintah dibutuhkan kerjasama yang kuat antara pemerintah selaku pembuat peraturan, pendidik selaku pelaksana peraturan, dan peserta didik.

Pendidikan tidak hanya berfungsi menyampaikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga digunakan untuk membiasakan nilai-nilai moral, membentuk karakter dan mengembangkan bakat serta minat siswa. Sesuai dengan


(3)

3

pernyataan tersebut pemerintah menuangkan dalam (Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 2) yang berbunyi pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntunan perubahan jaman. Sesuai dengan peraturan tersebut maka pelaksanaan pendidikan di sekolah harus berakar pada kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama.

Pendidikan formal dilaksanakan di sekolah. Sekolah mempunyai peran penting dalam membiasakan nilai-nilai karakter dan membentuk karakter siswa. Guru berperan sebagai modeling/teladan dalam pembentukan karakter siswa, apalagi bagi anak usia sekolah dasar, pada masa ini anak berada pada masa golden age/usia emas. Pada usia ini anak akan berkembang dengan sangat pesat, baik tingkat kognitif, afektif maupun psikomotorik. Oleh karena itu, pada masa ini anak membutuhkan figur untuk dijadikan teladan dalam pembentukan karakternya.

Guru selain bertugas mendidik dan mengajar peserta didik juga berperan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter yang dibutuhkan dalam proses pendidikan, yaitu disiplin, tanggung jawab, saling menghormati, jujur, demokrasi, dan nasionalisme. Azyumardi Azra (Arif Rohman, 2009: 203) mengungkapkan proses pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut. 1. Menerapkan pendekatan modeling, yakni mensosialisasikan dan

membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model/teladan.

2. Menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan buruk. Usaha ini diiringi


(4)

4

dengan langkah-langkah memberi penghargaan (prizing), menumbuh suburkan (cherishing) nilai baik, dan mengecam dan mencegah nilai-nilai yang buruk, menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara kontinu. 3. Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education).

Lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang besar dalam pembiasaan nilai-nilai karakter dan perilaku anak, oleh karena itu, sekolah harus berperan secara maksimal, pelaksanaan pendidikan di lingkungan sekolah yang salah dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi warga negara yang berperilaku menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai kepribadian bangsa, sedangkan pelaksanaan pendidikan yang benar dapat mengembangkan anak tumbuh menjadi warga negara yang memiliki karakter dan kepribadian bangsa yang kuat, salah satunya nilai nasionalisme. Noeng M & Burhan N (2011: 172) mengatakan pendidikan berperan mengembangkan pada diri peserta didik rasa cinta kepada bangsa dan tanah air, yang diekspresikan dalam perilaku mencintai hidup bersama dan bekerja sama guna kemajuan bangsanya. Jika dikaji banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan di sekolah demi menciptakan rasa nasionalisme dan persatuan di sanubari setiap siswa, misalnya pada bulan agustus banyak kegiatan dilakukan sebelum tanggal 17 agustus sekolah menyelenggarakan lomba-lomba seperti menyanyikan lagu-lagu nasional bertema kemerdekaan yang dilakukan secara berkelompok/ dalam satu kelas, kemudian lomba menghias kelas dengan berbagai atribut kemerdekaan seperti memajang foto-foto pahlawan, merangkai bendera merah putih, dan lain-lain.

Lingkungan sekolah yang selama ini menjadi salah satu tempat untuk melaksanakan pendidikan belum berjalan secara optimal. Pelaksanaan


(5)

5

pendidikan yang telah berlangsung hanya terpusat pada pengembangkan intelektual, sedangkan nilai-nilai nasionalisme, sikap dan keterampilan anak kurang mendapatkan perhatian guru. Azyumardi Azra (Nurul Zuriah, 2011: 161) mengatakan lembaga pendidikan kita umumnya cenderung lupa pada fungsinya sebagai tempat sosialisasi dan pembudayaan peserta didik (enkulturisasi). Senada dengan pendapat di atas Jamal Ma’mur A (2012: 121) mengemukakan bahwa internalisasi nasionalisme dan patriotisme harus diintensifkan di lembaga pendidikan, RT, (Rukun Warga) pada setiap desa, bahkan bisa memanfaatkan mushala dan masjid di seluruh negeri. Berdasarkan dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan mempunyai peranan penting dalam membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada siswa.

Sekolah selain berfungsi sebagai tempat menyalurkan pengetahuan (transfer of knowledge) juga berperan sebagai wadah untuk membiasakan nilai-nilai karakter pada anak, nilai-nilai-nilai-nilai karakter yang dibiasakan di sekolah misalnya kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan nasionalisme. Ilmu pengetahuan diberikan melalui kegiatan intrakurikuler (dalam pengajaran), sedangkan pembiasaan nilai-nilai karakter dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler (di luar pengajaran) seperti dalam kegiatan peringatan upacara bendera, pramuka, latihan baris berbaris, latihan tarian daerah, dan lain-lain. Kegitan-kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai sarana untuk membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada anak di lingkungan sekolah.


(6)

6

Setelah melaksanakan prapengamatan yang dilaksanakan di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY dapat ditemukan bahwa sekolah telah berupaya membuat program-program yang berfungsi sebagai sarana pembiasaan nilai-nilai nasionalisme, program yang ada di sekolah misalnya sekolah mengadakan peringatan hari-hari besar nasional, pelaksanaan ekstrakurikuler tari daerah, pramuka dan juga memberikan wawasan kebangsaan pada saat kegiatan masa orientasi sekolah (MOS), akan tetapi pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang dilaksanakan di SD Negeri Minomartani I belum berjalan maksimal karena dalam pelaksanaannya mengalami kendala.

Nilai-nilai nasionalisme yang dimiliki anak di SD Negeri Minomartani I masih rendah, hal ini dapat dilihat dari kurangnya sikap kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, kurangnyanya rasa kepedulian yang dimiliki siswa dapat diketahui dari perilaku anak yang tidak mau menjaga kebersihan lingkungan sekitar dengan menjaga dan merawat taman sekolah, selain itu kurangnya nilai-nilai nasionalisme anak juga dapat diketahui dari sedikitnya anak yang mau mengikuti latihan tari daerah, kurangnya minat anak dalam belajar gamelan, dan lain-lain.

Ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki SD negeri Minomartani I kurang memadai, seperti media pembelajaran dan kelengkapan buku-buku pelajaran masih terbatas. Sekolah juga belum mempunyai ruang untuk berlatih tari dan musik daerah, selain itu ketersediaan alat-alat untuk berlatih tari dan musik daerah juga belum memadai, misalnya perlengkapan


(7)

7

tari, kostum dan gamelan. Berdasarkan uraian di atas, pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I masih mengalami kendala, sehingga pelaksanaannya belum maksimal.

Proses pembelajaran yang berlangsung di SD Negeri Minomartani I telah berjalan dengan baik, akan tetapi dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru lebih berorientasi pada aspek pengembangan kognitif siswa, sehingga aspek nilai, sikap dan keterampilan siswa kurang diperhatikan. Selain itu, beban kurikulum yang harus diajarkan guru terlau banyak dengan alokasi waktu yang terbatas, beban kurikulum yang terlalu besar mengakibatkan guru lebih memprioritaskan untuk menyelesaikan seluruh isi kurikulum.

Kegiatan sekolah yang berupa ekstrakurikuler tari daerah dan gamelan kurang menarik minat siswa untuk mengikuti dan mempelajarinya. Sebagian besar siswa lebih menyukai kebudayaan baru yang sedang menjadi tren, sehingga program sekolah yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan daerah kurang berjalan dengan maksimal karena kurangnya kesadaran siswa akan melestarikan kebudayaan daerah sebagai identitas nasional.

Bertitik tolak dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian mengenai kendala pembiasaaan nilai-nilai nasionalisme. Dengan demikian, penelitian ini mengangkat judul “Kendala Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di Sekolah Dasar Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY”.


(8)

8 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latarbelakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I mengalami kendala.

2. Pendidikan di lingkungan sekolah terlalu menitikberatkan pada pengembangan intelektual anak, sedangkan nilai, sikap dan perilaku anak kurang mendapatkan perhatian.

3. Rendahnya minat anak untuk ikut melestarikan dan mengembangkan kebudayaan asli daerah, karena anak lebih menyukai kebudayaan baru yang datang dari luar.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih fokus dan akurat perlu dilakukan batasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. “Mengapa guru mengalami kendala dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY?”


(9)

9 E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam pembiasaaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY.

F. Manfaat Penelitian

Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengembangan nilai nasionalisme pada anak, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan, sekolah dapat mengembangkan dan menyusun kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme kebangsaan.

b. Sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut yang juga membahas tentang upaya pembiasaan nilai-nilai nasionalisme anak di sekolah.

2. Manfaat praktis a. Bagi guru

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi acuan dalam meyampaikan pembelajaran, sehingga dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya terpusat dalam pengembangan intelektual saja, tetapi juga pengembangan nilai dan keterampilan.


(10)

10 b. Bagi siswa

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi dasar dalam bersikap untuk mengembangkan nilai-nilai nasionalisme, sehingga dapat menjadi warga Negara yang mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara.

c. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan program-program yang dapat direncanakan untuk membina dan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme siswa.

G.DefinisiIstilah

Pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berulang untuk membiasakan anak didik dalam bersikap, berperilaku, dan berpikir dengan benar.

Nilai merupakan suatu kualitas, ukuran, dasar dan acuan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak yang memberikan dorongan kepada individu untuk menentukan pilihan dan tujuan tertentu. Nilai berhubungan dengan tingkah laku individu, selain itu nilai bersifat abstrak.

Nasionalisme merupakan sebuah idiologi, cara pandang, sikap dan wujud kecintaan seseorang terhadap bangsa dan tanah airnya yang diwujudkan dengan cara menempatkan kepentingan bangsanya di atas kepentingan kelompok maupun individu, rela berkorban demi mempertahankan eksistensi,


(11)

11

keberadaan, dan harkat martabat bangsanya dan juga menunjukkan sikap kecintaan pada bahasa dan budayanya sendiri.

Nilai nasionalisme merupakan acuan dan dasar yang digunakan individu dalam berperilaku yang menunjukkan rasa cinta dan bangga pada bangsa dan negara yang diwujudkan dengan cara mencintai bangsa dan budaya sendiri. Nilai nasionalisme penting dimiliki untuk tetap menjaga eksistensi sebuah bangsa agar bisa menghadapi pengaruh perkembangan jaman yang semakin maju.


(12)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Pembiasaan

Secara etimologi pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa”, berdasarkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “biasa” adalah 1) lazim, umum, 2) seperti sediakala/seperti yang sudah-sudah, 3) sudah menjadi kebiasaan, 4) sudah sering kali. Dengan adanya perfiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses, sehingga pembiasaan dapat diartikan sebagai proses membuat sesuatu/seseorang menjadi terbiasa.

Anis Ibnatul M, dkk (2013: 1) mengatakan bahwa pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berulang untuk membiasakan individu dalam bersikap, berperilaku, dan berpikir dengan benar. Dalam proses pembiasaan berintikan pengalaman, sedangkan yang dibiasakan adalah sesuatu yang diamalkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiasaan merupakan proses kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang yang bertujuan untuk membuat individu menjadi terbiasa dalam bersikap, berperilaku dan berpikir sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari proses pembiasaan di sekolah untuk membentuk sikap dan perilaku siswa yang relatif menetap karena dilakukan secara berulang-ulang baik di dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.


(13)

13 B. Pengertian Nilai Nasionalisme

1. Pengertian Nilai

Bambang Daroeso (Herimanto dan Winanarno, 2011: 126) mengungkapkan bahwa nilai merupakan suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Nilai atau value merupakan salah satu bagian penting yang diperoleh oleh seseorang melalui hasil pemerolehan pengalaman dan keterampilan yang telah didapatkan dari hasil belajar. Nilai tidak dapat dipisahkan dalam setiap bentuk kegiatan dan perilaku individu. Setiap orang bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang sudah tertulis maupun yang belum tertulis yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Nilai berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Sjakarwi (2006: 29) menyatakan nilai sebagai kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan. Nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi dan berhubungan dengan tindakan. Nilai seseorang diukur melalui tindakan yang telah dilakukan.

Fraenkel (M Daryono, 2008: 23) menjelaskan nilai sebagai standar penuntun perilaku seseorang dalam menentukan apa yang indah, efisien, dan berharga tidaknya sesuatu. Senada dengan penjelasan tentang nilai di atas Kabul Budiyono (2007: 75) menjelaskan nilai sebagai kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami melalui pikiran dan dimengerti.


(14)

14

Nilai memberikan gambaran tentang sesuatu kepada individu dalam menentukan ukuran, manfaat, dan kualitas.

Rohmat Mulyono (2004: 11) mengungkapkan nilai sebagai rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Nilai memegang peranan dalam setiap tindakan yang diambil individu. Sebelum menentukan tindakan yang akan diambil, setiap individu akan menimbang segala sesuatu yang akan ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan, karena setiap tindakan yang akan dipilih mempunyai nilai, baik berupa nilai baik maupun buruk. Senada dengan pendapat di atas Kaelan (2002: 137) menjelaskan nilai sebagai kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir atau batin. Manfaat nilai dapat ditemukan dalam setiap kehidupan manusia, nilai memberikan manusia dorongan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang definisi nilai yang telah dikemukakan oleh berbagai pakar di atas dapat disimpulkan pengertian nilai sebagai suatu kualitas, ukuran, dasar dan acuan dalam berperilaku, bersikap, bertindak dan memberikan dorongan kepada individu untuk menentukan pilihan dan tujuan tertentu. Nilai merupakan suatu acuan yang dijadikan dasar atau kriteria tertentu dalam diri individu maupun kelompok untuk menentukan suatu tujuan. Nilai penting bagi perkembangan individu karena memberikan pegangan, pedoman, dan petunjuk dalam bersikap dan bertindak untuk mencari identitas diri agar menjadi pribadi yang lebih matang. Proses internalisasi nilai melalui hubungan interaksi antar kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi internalisasi nilai yaitu, aspek psikologis, sosial, budaya,


(15)

15

dan fisik kebendaan. Sistem nilai antara kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu merupakan hal yang wajar apabila terdapat perbedaan invidual dalam suatu masyarakat tertentu.

2. Macam-macam Nilai

Notonagoro (Herimanto dan Winanarno, 2011: 128) menyatakan ada tiga macam nilai, yaitu.

a.Nilai materiil

Nilai materiil merupakan sesuatu yang berguna bagi jasmani manuisa. b.Nilai vital

Nilai vital merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.

c.Nilai kerokhanian, dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

1) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi dan cipta),

2) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia,

3) Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati, dan nurani manusia,

4) Nilai religius (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan manusia.

Herimanto dan Winanarno (2011: 128) menyatakan dalam filsafat nilai sederhana dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu.

a. Nilai logika, yaitu nilai tentang benar- salah b. Nilai etika, yaitu nilai tentang baik-buruk c. Nilai estetika, yaitu nilai tentang indah-jelek 3. Pengertian Nasionalisme

Paham nasionalisme muncul sejak jaman penjajahan. Pada jaman perjuangan melawan penjajahan perlawanan bangsa Indonesia dilakukan secara terus menerus secara silih berganti, akan tetapi setiap perlawanan yang dilakukan selalu mengalami kegagalan. Hal ini terjadi karena usaha


(16)

16

perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara lokal, ketergantungan pada pemimpin yang bersifat feodal atau penguasa setempat dan belum adanya rasa persatuan dan kesatuan.

Pada tanggal 28 oktober 1928 para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia mengadakan pertemuan, dalam pertemuan ini diputuskan bahwa untuk meningkatkan semangat perjuangan dan kebangsaan maka diadakanlah sumpah pemuda. Sumpah pemuda merupakan tonggak persatuan dan kesatuan yang diikrarkan oleh para pemuda. Sumpah pemuda merupakan momentum kebangkitan nasional yang dijadikan tekat dan komitmen yang dilakukan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam mengusir dan melawan penjajahan yang selama ini berlangsung selama berabad-abad adalah karena adanya semangat persatuan dan kesatuan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda menggambarkan betapa pentingnya memiliki sikap nasionalisme agar dapat digunakan untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa.

Muhammad Ihsan (2009: 11) Mengemukakan nasionalisme terdiri dari dua kata: nasional dan isme. Kata nasional mempunyai arti; 1) kebangsaan, 2) bersifat bangsa. Sedangkan isme adalah paham atau ajaran. Jadi nasionalisme adalah ajaran atau paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri atau kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial dan aktual bersama-sama untuk mencapai, mempertahankan, mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa.


(17)

17

Nasionalisme mempunyai peranan dalam menentukan sikap dan perilaku individu dalam menjaga, mempertahankan dan melestarikan setiap identitas bangsa yang menjadi kekuatan dan kemakmuran bersama. Identitas bangsa yang dimaksud dapat berupa bahasa, musik, tarian, dan kebudayaan daerah yang berbeda-beda sehingga dapat dijadikan sebagai kebudayaan nasional yang menjadi keanekaragaman bangsa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008: 1.068), pengertian nasionalisme adalah, “paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri”, “politik untuk membela pemerintahan sendiri”, “sifat kenasionalan. Nasionalisme berhubungan dengan semangat kebangsaan atau kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu.

Eric J Hobsbawm (Teuku Kemal Fasya, 2005: 119) mengungkapkan nasionalisme adalah fenomena yang berupa kekompakan sosial baru yang dibangun di atas aliansi bahasa, etnik, latar belakang sejarah, dan penderitaan menuju semangat persatuan bangsa melawan kekuatan luar. Sedangkan menurut Achmad Suhawi (2009: 360) nasionalisme adalah suatu idiologi yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya. Nasionalisme juga merupakan sebuah sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas dan pengabdian terhadap negara nasionalnya.


(18)

18

Senada dengan pendapat di atas Muhammad F & Lilif M.K (2013: 198) mengatakan bahwa nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Anthony D Smith (2003: 11) mengungkapkan bahwa nasionalisme merupakan suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial.

Nasionalisme menuntut kembali adanya pemulihan identitas budaya sendiri yang unik dan menuntut individu untuk kembali pada kebudayaan yang menghuni tanah leluhurnya. Oleh karena itu setap orang harus menggali kemampuan individualitas nasional mereka dalam bahasa, adat istiadat, seni dan alam daerahnya melalui kegiatan pendidikan dan institusi-institusi nasional. Melalui kegiatan ini dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kembali budaya “rakyat” sehingga dapat membangkitkan rasa cinta nasional.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang nasionalisme di atas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme merupakan sebuah idiologi, cara pandang, sikap dan wujud kecintaan seseorang terhadap bangsa dan tanah airnya yang diwujudkan dengan cara menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok maupun individu, serta rela berkorban demi


(19)

19

mempertahankan eksistensi, keberadaan, dan harkat martabat bangsa dan juga menunjukkan sikap kecintaan pada bahasa dan budayanya sendiri.

4. Pengertian Nilai-nilai Nasionalisme

Nilai nasionalisme merupakan ukuran/tingkatan individu dalam berperilaku dan bersikap yang menunjukkan rasa cinta dan bangga pada bangsa dan negara yang diwujudkan dengan cara mencintai bangsa dan budaya sendiri. Nilai nasionalisme penting dimiliki untuk tetap menjaga eksistensi sebuah bangsa agar bisa menghadapi pengaruh perkembangan jaman yang semakin maju.

Menurut Ki Supriyoko (2001:2) nilai yang terkandung dalam nasionalisme Indonesia seperti persatuan dan kesatuan, perasaan senasib, toleransi, kekeluargaan, tanggung jawab, sopan santun dan gotong royong. Hal senada juga diungkapkan oleh Lailatus Sa’diyah (2012:48) bahwa nilai -nilai pendidikan karakter yang juga berpengaruh pada pembentukan sikap nasionalisme diantaranya: nasionalisme, tanggug jawab, disiplin, toleransi, kerja keras dan peduli sosial.

C. Nasionalisme Indonesia

Bangsa Indonesia terdiri dari multi etnik dan multi kultural yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, dan etnis yang berbeda daerah, bahasa, budaya, adat istiadat dan agama yang membentang dari sabang sampai merauke. Keberagaman ini menyebabkan bangsa Indonesia memiliki ancaman terjadinya disintegrasi paling tinggi di dunia. Oleh karena itu


(20)

20

diperlukan seperangkat nilai dasar yang menjadi kesepakatan bersama yang dapat menjadi alat pemersatu bangsa. Nilai dasar tersebut dituangkan dalam sebuah idiologi nasional Indonesia yang disebut pancasila. Nor Ms. Bakry (Sunarso, dkk, 2008: 39) mengungkapkan bahwa nasionalisme Indonesia disebut juga dengan nasionalisme Pancasila, yaitu paham kebangsaan yang berdasar pada nilai-nilai Pancasila.

Arif Roman (2009: 42) mengemukakan idiologi Pancasila memiliki lima prinsip nilai yang bersifat dasar (staat fundamental norms) yang merupakan ajaran dasar yang dipedomani oleh seluruh warga bangsa baik dalam tataran individu maupun kelompok. Kelima nilai dasar itu adalah sebagai berikut.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan keyakinan pada Tuhan. Pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari misalnya saling menghormati, memberi kesempatan dan kebebasan menjalankan ibadah, serta tidak memaksakan atau kepercayaan pada orang lain. Melalui pelaksanaan sila yang pertama ini bangsa Indonesia menghendaki keutuhan dan kebersamaan dengan cara saling menghormati. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab bangsa Indonesia mengakui, menghargai dan memberikan hak dan kebebasannya yang sama pada tiap warganya, akan tetapi dalam pelaksanaannya harus tetap menghormati hak-hak orang lain untuk menjaga toleransi.


(21)

21 3. Persatuan Indonesia

Pada sila persatuan Indonesia bangsa Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Pelaksanaannya dalam kehidupan dengan cara mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan golongan, suku, atau individu. Sila yang ketiga ini menegaskan komitmen dan pendirian warga negara untuk mengutamakan, memperhatikan dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

Pada sila yang keempat bangsa Indonesia mengakui untuk mengambil keputusan yang menyangkut orang banyak dilaksanakan dengan cara musawarah mufakat. Pelaksanaan musawarah mufakat ini untuk menghargai perbedaan pendapat.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada sila yang kelima bangsa Indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan sesuai dengan hasil usahanya, tetapi dalam pelaksanaannya tidak boleh merugikan orang lain.

Pancasila memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan dikalangan warga bangsa untuk membangun pertalian batin antar warga negara dengan tanah airnya. Konsep tentang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tertuang dalam pancasila sila ketiga yang berbunyi persatuan Indonesia. Persatuan artinya bulat, tidak terpecah.


(22)

22

Rukiyati, dkk (2008: 69) menjabarkan pokok-pokok pikiran yang perlu dipahami dalam sila ketiga, yaitu:

1. Nasionalisme

2. Cinta bangsa dan tanah air

3. Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa

4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit

5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan

Rukiyati, dkk (2008:69) mengatakan bahwa nasionalisme adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang dalam masyarakat. Rasa satu yang kuat akan menimbulkan sikap cinta bangsa dan tanah air. Sikap persatuan yang kuat antar masyarakat dapat dijadikan pondasi dan dasar yang kuat dalam menghadapi setiap ancaman yang mengganggu eksistensi dan harkat martabat bangsa baik yang datang dari dalam negara sendiri maupun yang datang dari luar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme bangsa Indonesia dituangkan dalam dasar negara yaitu Pancasila yang terdiri dari lima nilai dasar yaitu ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semangat nasionalisme bangsa Indonesia dituangkan dalam pancasila sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, yang menggambarkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang


(23)

23

terdiri dari berbagai macam suku, ras, budaya, agama, adat istiadat dan kepercayaan yang berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia yang bersemboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

D. Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di Sekolah 1. Di dalam Kegiatan Pembelajaran

Darmiyati Zuchdi (2011: 172) mengungkapkan pendidikan formal memiliki peran penting dalam membangun karakter bangsa. Peran ini dilakukan dengan membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk bisa hidup layak dan terhormat ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan juga mengembangkan pada siswa rasa cinta kepada bangsa dan tanah air, yang diekspresikan dalam perilaku mencintai hidup bersama dan bekerjasama demi kemajuan bangsa.

Senada dengan pendapat di atas Sri Narwanti (2011: 83) mengemukakan Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah dengan pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan siswa menguasai materi/kompetensi yang diajarkan, dan juga berusaha untuk menjadikan siswa mengenal, menyadari, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya tingkah laku. Dalam struktur


(24)

24

kurikulum mata pelajaran yang terkait dengan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yaitu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal berperan dalam mengembangkan pengetahuan siswa, akan tetapi pendidikan formal di sekolah juga mempunyai peran penting dalam mengembangkan sikap, perilaku dan karakter siswa, salah satunya karakter tentang nilai-nilai nasionalisme. Pembentukan karakter siswa dapat dilaksanakan melalui kegiatan pembiasaan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Proses pembiasaan nilai-nilai nasionalisme dalam kegiatan pembelajaran dengan cara mengintegrasikan dalam mata pelajaran, khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

2. Di luar Kegiatan Pembelajaran

Pusat Kurikulum Kemendiknas (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2013: 146) mengungkapkan dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam pengembangan diri peserta didik, sekolah dapat melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.

a.Kegiatan rutin

Merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya melalui kegiatan upacara bendera, salam dan salim di depan pintu sekolah, melaksanakan piket kelas.


(25)

25 b.Kegiatan spontan

Merupakan kegiatan yang bersifat spontan, pada saat itu juga dan pada waktu keadaan tertentu. Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya membantu mengumpulkan bantuan korban bencana alam, mengunjungi teman yang sedang dalam kesusahan dan menjenguk teman yang sakit. c.Keteladanan

Keteladanan merupakan timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan sikap guru dan juga tenaga kependidikan di sekolah lainnya sebagai model. Misalnya kerapian baju para pengajar, guru, dan kepala sekolah, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

d.Pengkondisian

Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter. Misalnya dengan cara menjaga kerapian meja guru dan kepala sekolah, menyediakan tempat sampah yang cukup, lingkungan sekolah yang hijau.

Sri Narwanti (2011: 55) menambahkan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme melalui kegiatan ko-kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ini dilaksanakan di luar pembelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler misalnya pramuka, latihan tari dan musik daerah, Pelatihan Baris Berbaris (PBB), dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan proses pembiasaan nilai nasionalisme di sekolah dapat dilaksanakan melalui berbagai macam


(26)

26

kegiatan, seperti kegiatan rutin, spontan, keteladanan dan pengkondisian, selain itu kegiatan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme juga dapat dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler, misalnya pramuka, latihan tari dan musik daerah, Pelatihan Baris Berbaris (PBB), dan lain-lain.

Guru sebagai pendidik selain bertugas untuk menyampaikan materi pelajaran juga berperan dalam pengembangan nilai-nilai nasionalisme siswa, sebagai pendidik guru dapat mengajarkan nilai-nilai nasionalisme melalui berbagai kegiatan, salah satunya dengan memberikan contoh/teladan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak. Segala bentuk sikap dan perilaku guru harus mencerminkan nilai-nilai nasionalisme, sehingga siswa bisa menjadikan sikap dan perilaku guru sebagai teladan dalam pengembangan nilai-nilai nasionalisme.

3. Kendala Pembiasaan Nilai-Nilai Nasionalisme di Sekolah

Guru dalam melaksanakan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah mengalami beberapa kendala. Kendala yang muncul dalam kegiatan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Kendala dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme dapat diuraikan sebagai berikut.

a.Kompetensi

Tugas guru di sekolah bukan hanya mengajarkan materi pelajaran kepada siswa, tetapi juga mendidik dan membiasakan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan budaya bangsa kepada siswa, salah satunya nilai-nilai nasionalisme. Guru mempunyai peran penting dalam proses pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah. Proses pembiasaan nilai-nilai


(27)

27

nasionalisme dapat dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran dengan cara mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang akan diajarkan, oleh karena guru harus mempunyai kompetensi menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang baik untuk menunjang tugasnya sebagai seorang pendidik dan pengajar.

Oemar Hamalik (2009: 34-35) menyatakan bahwa masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi profesional guru berkaitan dengan kemampuan guru dalam menguasai materi keilmuan, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah, dan metode khusus pembelajaran bidang studi. Oleh karena itu, sebagai seorang guru dituntut untuk dapat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme agar dapat mengembangkan karakter siswa, salah satunya nilai nasionalisme.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) penting dimiliki untuk menunjang tugasnya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Tanpa memiliki kemampuan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang baik guru tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.

b.Beban Kurikulum

Mendidik tidak hanya proses memberi informasi kepada siswa (transfer of knowledge), tetapi juga membentuk kepribadian dan


(28)

28

mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa (transfer of attitude and values). Muhamad Nurdin (2005: 38) mengungkapkan beban kurikulum yang dipikul oleh guru sangat padat bahkan terjadi “pemaksaan” dalam dua hal, yaitu alokasi waktu yang terbatas dan daya serap siswa terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Alokasi waktu yang diberikan tidak sesuai dengan beban kurikulum yang harus diselesaikan guru. Hal senada juga diungkapakan Bibin Rubini (2012) mengatakan kurikulum pendidikan di Indonesia terlalu kompleks dan berat sehingga tidak hanya siswa yang merasa terbebani, tetapi juga guru merasa terbebani dalam menyampaikan materi.

Oemar Hamalik (2009: 20-21) menyatakan bahwa pada dasarnya betapapun baiknya suatu kurikulum, berhasil atau tidaknya akan sangat bergantung pada tindakan-tindakan guru di sekolah dalam melaksanakan kurikulum. Penilaian tentang baik atau buruknya suatu kurikulum pendidikan hanya dapat dilihat dari pelaksanaannya di dalam kegiatan pembelajaran, karena yang melaksanakan suatu kurikulum adalah guru.

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beban kurikulum yang terlalu berat mengakibatkan guru lebih memprioritaskan penyampaian semua materi kepada siswa tanpa memperhatikan aspek pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan. Alokasi waktu yang diberikan juga tidak sesuai dengan beban kurikulum yang harus diselesaikan guru, oleh karena itu guru lebih memprioritaskan aspek


(29)

29

pengembangan pengetahuan siswa dari pada aspek sikap dan kepribadian siswa karena beban kurikulum yang terlau berat dan kompleks.

c.Sarana dan Prasarana

Mulyasa (2009: 49) menjelaskan bahwa sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses kegiatan belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kurasi, serta alat-alat dan media pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan pra sarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah.

Depdiknas (H. Maryono, 2010: 137) mengatakan bahwa standar prasarana pendidikan mencakup persyaratan minimal dan wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan, misalnya lahan, ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang keterampilan, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar sarana pendidikan mencakup persyaratan minimal tentang perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.


(30)

30

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sarana adalah segala fasilitas yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak digunakan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran, akan tetapi sebagai penunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana sangat menunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran yang maksimal, sehingga sarana dan prasarana yang tidak lengkap dapat menghambat kegiatan pembelajaran di sekolah.

d.Lingkungan Keluarga

Oemar Hamalik (2008: 194) mengemukakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya, individu memberikan respon terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi individu menyebabkan terjadi perubahan pada lingkungan, baik positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukan faktor lingkungan merupakan faktor penting dalam proses belajar mengajar.

Lingkungan (inviroment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Oemar Hamalik (2008: 196) mengungkapkan lingkungan belajar terdiri dari berikut ini.

1) Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau kelompok kecil.

2) Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.


(31)

31

3) Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diperdayakan sebagai sumber belajar.

4) Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pelajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan.

Senada dengan pendapat di atas Dwi Siswoyo, dkk (2008: 139) mengungkapkan bahwa lingkungan pendidikan merupakan sesuatu yang ada di luar diri individu, walaupun ada juga yang mengatakan bahwa ada lingkungan yang terdapat dalam individu.

Dwi Siswoyo, dkk (2008: 139) mengungkapkan lingkungan pendidikan meliputi sebagai berikut.

1) Lingkungan fisik (keadaan iklim, keadaan alam)

2) Lingkungan budaya (bahasa, seni, ekonomi, politik, pandangan hidup, keagamaan, dan lain-lain)

3) Lingkungan sosial/masyarakat (keluarga, kelompok bermain, organisasi)

M Dalyono (2009: 130) menyatakan bahwa lingkungan keluarga berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Keadaaan ekenomi serta kemampuan orang tua merawat juga sangat besar pengaruhnya pada jasmani anak. Sedangkan tingkat pendidikan orang tua besar pengaruhnya pada perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikan anak. Kondisi ekonomi serta tingkat pendidikan orang tua berpengaruh langsung pada perkembangan anak.


(32)

32

Lingkungan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan tingkah laku siswa, lingkungan yang baik akan mengembangkan tingkah laku yang baik, sedangkan lingkungan yang buruk akan mengembangkan tingkah laku yang buruk pada siswa. oleh karena itu antara lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat harus saling mendukung dan menjalin komunikasi yang baik, sehingga lingkungan dapat berperan secara efektif dan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar mengajar dan pembentukan karakter anak. Salah satu lingkungan yang paling berpengaruh pada perkembangan karakter anak adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memberikan merupakan tempat sosialisasi yang pertama bagi anak, oleh karena itu sebagai orang tua harus bisa memberikan bimbingan dan contoh perilaku yang baik pada anaknya sehingga sikap anak juga akan berkembang dengan baik. Selain itu, anak juga lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, sehingga perhatian dan bimbingan dari orang tua sangat diperlukan bagi perkembangan sikap anak.

e.Pengaruh Perkembangan Teknologi

Pengaruh perkembangan teknologi telah sampai pada semua lapisan masyarakat, termasuk juga anak-anak. Perkembangan teknologi yang semakin modern dan maju selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif apabila tidak digunakan dengan cara dan


(33)

33

tujuan yang benar. Apalagi oleh anak-anak, maka dari itu anak harus diberikan bimbingan dan pengertian sejak dini agar kemajuan teknologi tidak disalah gunakan.

Diya Arlitawiana (2013) menyatakan bahwa perkembangan teknologi selain membawa manfaat yang besar juga mempunyai pengaruh buruk bagi perkembangan generasi anak bangsa, khususnya anak-anak. Untuk mengatasi dampak negatif dari perkembangan teknologi diperlukan kerjasama antara sekolah dengan orang tua untuk mengawasi dan membimbing anak agar tidak terpengaruh dengan dampak negatif dari perkembangan teknologi.

Suwarsih Madya (2014) menyatakan bahwa:

“keseimbangan dunia pendidikan dan teknologi harus benar-benar diperhatikan, karena tidak semua penggunaan teknologi bisa digunakan sebagai alat dalam proses belajar mengajar. Sebagai pengajar haruslah menempatkan penggunaan teknologi dengan proporsinya. Apalagi perkembangan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif tapi juga memberikan dampak negatif bagi perserta didik”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknologi mempunyai manfaat yang besar, akan tetapi juga membawa dampak negatif, apalagi bagi anak-anak. Oleh karena itu pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan guru sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak negatif dari perkembangan teknologi. Dalam menggunakan teknologi anak harus dididik dan diajarkan sejak dini tentang penggunaan teknologi yang benar, selain itu dalam menggunakan


(34)

34

teknologi anak juga perlu diberikan pengawasan dan dampingan sehingga penggunaan teknologi tidak disalah gunakan oleh anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah terdiri dari berbagai macam faktor. Peneliti membagi kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah menjadi dua, yaitu kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran dan kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di luar kegiatan pembelajaran. Kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran meliputi kompetensi, kurikulum, sarana dan prasarana sedangkan kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di luar kegiatan pembelajaran adalah lingkungan keluarga, dan juga pengaruh perkembangan teknologi.


(35)

35 E. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah belum berjalan dengan maksimal

Visi dan misi sekolah SD N Minomartani I Sleman

Kebijakan sekolah

Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah

Guru

Di luar kegiatan pembelajaran Di dalam kegiatan pembelajaran

Kendala pembiasaan nilai nasionalisme


(36)

36 F. Pertanyaan Penelitian

Apa kendala yang dihadapi dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I Sleman, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman? 1. Apa kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan

pembelajaran di SD Negeri Minomartani I Sleman, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman?

2. Apa kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di luar kegiatan pembelajaran di SD Negeri Minomartani I Sleman, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman?


(37)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Bogdan Dan Taylor (Andi Prastowo, 2011: 22) menyatakan metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada hakikatnya penelitian kualitatif merupakan suatu kegiatan sistematis yang digunakan untuk menemukan teori di lapangan, bukan untuk menguji teori/hipotesis. Senada dengan pendapat di atas M Djunaidi dan Fauzan A (2012: 25) mengungkapkan Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam suatu konteks khusus yang dialami tanpa campur tangan manusia dan dengan memanfaatkan secara optimal berbagi metode ilmiah yang lazim digunakan

Suharsimi Arikunto (2005: 234) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variable, gejala, atau keadaan. Penelitian deskriptif tidak bertujuan untuk menguji hipotesis, melainkan untuk menemukan teori di lapangan.

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan agar peneliti dapat menghasilkan data yang bersifat deskriptif mengenai penyebab pembiasaan


(38)

38

nilai nasionalisme belum berjalan maksimal di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling. Sugiyono (2012: 217) mengemukakan teknik sampling merupakan teknik dalam pengambilan sampel. Pemilihan sumber data (nara sumber, partisipan, informan) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sumber data atas dasar pertimbangan dan dasar tertentu. Pertimbangan yang digunakan yaitu orang yang dijadikan sampel mengetahui tentang apa yang diharapkan oleh peneliti.

Beberapa subjek penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah, antara lain.

1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai sumber data dipilih untuk mendapatkan data tentang deskripsi SD Negeri Minomartani I terkait visi dan misi sekolah. Selain itu, juga untuk mendapatkan data tentang program-program sekolah yang terkait dengan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

2. Guru kelas tiga

Subjek penelitian yang kedua adalah guru kelas tiga. Guru kelas tiga dipilih untuk mewakili guru kelas rendah. Data yang ingin diperoleh berupa pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang telah dilaksanakan dalam kegiatan


(39)

39

pembelajaran maupun di luar pembelajaran dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

3. Guru kelas enam

Subjek penelitian yang kedua adalah guru kelas enam. Guru kelas enam dipilih untuk mewakili guru kelas tinggi. Data yang ingin diperoleh berupa pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang telah dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar pembelajaran dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

4. Perwakilan Siswa

Siswa sebagi sumber data dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan belajar maupun di luar kegiatan pembelajaran. Pemilihan siswa berdasarkan tingkat kemampuan akademik siswa yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan. Siswa yang dijadikan subjek penelitian pada tahap observasi adalah siswa kelas tiga dan kelas enam. Subjek penelitian pada tahap wawancara sebanyak enam siswa yang terdiri dari tiga siswa kelas tiga dan tiga siswa kelas enam. Siswa kelas tiga sebagai perwakilan siswa kelas rendah, dan siswa kelas enam sebagai perwakilan siswa kelas tinggi.

Objek penelitian adalah hal yang diteliti dari subjek penelitian. Objek penelitian ini adalah kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.


(40)

40 C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SD Negeri Minomartani I, yang beralamatkan di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret-Mei tahun 2014, adapun tahapan yang akan dilaksanakan adalah persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2012: 309) menyatakan ada lima macam metode pengumpulan data, yaitu metode observasi, metode wawancara, metode angket, dokumentasi dan metode yang merupakan gabungan dari keempatnya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Uraian pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Wawancara

Lexy J Moleong (2010: 186) mengungkapkan bahwa wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua orang yaitu, pewawancara adalah orang yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara adalah orang yang bertindak untuk memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi.


(41)

41

Teknik wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi/keterangan dalam pengumpulan data tentang kendala pembiasaan nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara terstruktur dan terbuka. Peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mendapatkan data. Peneliti juga dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan data. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka. Subjek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui maksud dan tujuan wawancara.

2. Observasi (Pengamatan)

Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 220) mengungkapkan bahwa observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif dan nonpartisipatif. Observasi partisipatif, peneliti ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung, sedangkan observasi nonpartisipatif, peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan, peneliti hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan.

Observasi dalam penelitian ini menggunakan jenis observasi nonpartisipatif. Peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Observasi dilakukan peneliti dengan mengamati subjek, situasi sosial dan di mana kegiatan itu terjadi.


(42)

42

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung kemudian mencatat perilaku dan kejadian-kejadian yang terjadi dalam catatan lapangan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dan menganalisis dokumen-dokumen baik gambar, tertulis, maupun elektronik. Dokumentasi juga dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan wawancara, sehingga hasil wawancara lebih lengkap dan sahih.

Dokumentasi digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian yang dilaksanakan. Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi data tentang visi dan misi sekolah, program pembiasaan nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I, baik dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi guru, seperti kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan, dan pengaruh perkembangan teknologi.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif tidak menggunakan instrumen penelitian dalam pengumpulan data, karena dalam penelitian kualitatif peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian. Dalam hal ini peneliti bertindak sendiri untuk melakukan pengamatan, wawancara dan melakukan catatan lapangan.

Instrumen dalam penelitian ini disusun dan dikembangkan oleh peneliti dengan bimbingan dosen pembimbing. Instrumen dikembangkan menjadi beberapa indikator yang digunakan untuk mengambil data. Peneliti


(43)

43

menggunakan tiga alat bantu (instrumen) dalam pengumpulan data sebagai berikut.

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara diperlukan selama kegiatan pengumpulan data agar data yang dibutuhkan tidak melenceng dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pedoman wawancara untuk kepala sekolah, guru dan siswa. Pedoman wawancara terlampir di halaman 90, pedoman wawancara akan dijelaskan pada uraian sebagai berikut.

a. Pedoman wawancara untuk kepala sekolah bertujuan untuk mendapatkan data tentang deskripsi SD Negeri Minomartani I terkait visi dan misi sekolah. Selain itu, juga untuk mendapatkan data tentang program-program sekolah yang terkait dengan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah dan juga kendala-kendala yang dihadapi oleh sekolah.

b. Pedoman wawancara untuk guru bertujuan untuk mendapatkan data tentang pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang telah dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar pembelajaran dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

c. Pedoman wawancara untuk siswa bertujuan untuk mengungkapkan tentang pembiasaan nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran


(44)

44 2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi dibutuhkan dalam kegiatan pengumpulan data yang lebih mendalam tentang pembiasaan nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran, dan kendala yang dihadapi guru di SD Negeri Minomartani I. Pedoman observasi yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data terlampir di halaman 103.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dibutuhkan sebagai alat bantu dalam kegiatan wawancara agar pelaksanaan wawancara bisa berjalan dengan maksimal, tanpa terganggu harus melakukan pencatatan data-data pada kegiatan wawancara, selain itu dokumentasi juga bermanfaat sebagai alat pendukung dalam kegiatan pengumpulan data.

F. Teknik Analisis Data

Bogdan & Biklen (Lexy J Moleong, 2010: 248) mengatakan bahwa analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif kualitatif. Analisis data dalam penelitian dilakukan saat pengumpulan data dan setelah pengumpulan data. Analisis data


(45)

45

mendeskripsikan tentang kendala yang dihadapi dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Data yang diperoleh berupa tulisan dan gambar yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian.

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012: 334) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verfikasi data.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman digunakan untuk mengelompokkan data hasil observasi dan wawancara secara bertahap sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Penjabaran analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Reduksi Data

Kegiatan reduksi data dalam penelitian ini bertujuan untuk memilih data yang dianggap penting, merangkum dan memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian ini berlangsung.

2. Penyajian data (data display)

Setelah proses reduksi data, proses selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk grafik maupun diagram. Tujuan penyajian data dalam penelitian ini untuk


(46)

46

memudahkan peneliti mendeskripsikan suatu peristiwa/kejadian yang memberikan kemungkinan dalam penarikan kesimpulan.

3. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing/verification)

Kesimpulan awal yang ditemukan dalam penelitian ini hanya bersifat sementara, dan akan berubah apabila ditemukan data-data yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Jika kesimpulan yang ditemukan pada tahap awal didukung bukti-bukti yang valid dan konsiten, maka kesimpulan yang ditemukan adalah kesimpulan yang kredibel tentang kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Secara skematis proses analisis data menggunakan model analisis data interaktif Miles dan Huberman dapat dilihat pada bagan berikut.

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan Pengumpulan

Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan


(47)

47 G. Teknik Keabsahan Data

Lexy J Moleong (2010: 324) menyatakan bahwa untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan atas sejumlah kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Temuan atau data yang diperoleh dari penelitian kualitatif dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaannya antara yang dilaporkan peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Lexy J Moleong (2010: 330), trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memafaatkan sesuatu lain dari luar untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut.

Penelitian ini menggunakan data triangulasi sumber dan teknik. Triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan mengecek dan membandingkan data yang diperoleh dari satu informan dengan informan lain. Triangulasi teknik dilakukan dengan membandingkan data dari hasil wawancara dengan observasi dan dokumentasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang reliabel yang didasarkan pada fakta yang ada di lapangan.


(48)

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

SD Negeri Minomartani I merupakan sekolah dasar yang terletak di jalan Mlandhangan Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. Wilayah ini cukup strategis karena berada di pinggir jalan sehingga dapat dijangkau dengan angkutan umum. SD Negeri Minomartani I terletak dalam suatu kompleks perumahan. Dilihat dari segi fisik, bangunan SD Negeri Minomartani 1 cukup baik, SD Negeri Minomartani I berdiri sejak tahun 1982 SD Negeri Minomartani I terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang guru, 1 ruang mushola, dan 1 ruang kepala sekolah.

Jumlah guru dan karyawan di SD Negeri Minomartani 1 dapat dijelaskan dalam tabel di bawah.

Tabel 1. Daftar Guru dan Karyawan di SD Negeri Minomartani I

Nama Jabatan

Nugroho, S.Pd. Kepala Sekolah

Sukarweni, S.Pd. Wali Kelas VI

Suwartinah, S.Pd. Wali Kelas V

Tukinah, S.Pd. Wali Kelas IV

Suratiningsih, S.Pd. Wali Kelas III

Tiwi Wali Kelas II

Arumsari Wali Kelas I

Sindhu, S.Pd. Guru Pendidikan Agama Islam

Ning, S.Pd. Guru Penjaskes

Guru Pendidikan Agama katholik Guru Pendidikan Agama Kristen

Sri Lestari, S.Pd Guru Seni


(49)

49

Jumlah semua siswa di SD Negeri Minomartani 1 ada 161 orang. Siswa laki-laki berjumlah 79 orang, sedangkan siswa perempuan ada 82 orang. Dalam tiap kelas jumlah siswa berbeda-beda. Gambaran kondisi siswa di setiap kelas di SD Negeri Minomartani I dapat dijelaskan dalam tabel di bawah.

Tabel 2. Data Jumlah Siswa di SD Negeri Minomartani I Kelas

Siswa Laki-Laki

Jumlah Laki-laki Perempuan

Kelas I 14 17 31

Kelas II 15 11 26

Kelas III 13 12 25

Kelas IV 14 15 29

Kelas V 12 15 27

Kelas VI 11 12 23

Jumlah 79 82 161

Sekolah Dasar Negeri Minomartani 1 merupakan sekolah dasar negeri yang mengedepankan pengetahuan akademik tanpa meninggalkan karakter yang sekarang ini sangat diperlukan oleh setiap orang, khususnya oleh insan pendidikan, SD Negeri Minomartani I memiliki Visi “cerdas, terampil, berprestasi dan berbudi luhur” yang dirumuskan dalam Misi sekolah, yaitu (1) Melaksanakan bimbingan pengalaman agama dan budi pekerti; (2) Mengoptimalkan guru dan siswa dalam proses KBM; (3) melakukan bimbingan siswa secara optimal; (4) Melakukan bimbingan di bidang: olahraga, seni dan keterampilan; (5) melaksanakan suasana kerja yang kondusif dan efektif dan (6) Menciptakan sekolah yang tertib, disiplin dan berbudaya.


(50)

50 B. Hasil Penelitian

Bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian yang ditemui peneliti di lapangan. Hasil penelitian ini berpedoman pada data yang berasal dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Aspek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah kendala guru dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami. Tabel tersebut dapat dilihat pada lampiran 8. Penelitian ini menggunakan interpretasi data secara deskriptif berupa uraian kalimat sebagai berikut.

1. Pengetahuan Guru di SD Negeri Minomartani I Tentang Nilai-Nilai Nasionalisme

a. Pemahaman Guru Tentang Nilai-nilai Nasionalisme

Keberhasilan guru dalam membiasakan nilai-nilai nasionalisme tergantung dari pemahaman guru tentang nilai-nilai nasionalisme sendiri. Nilai-nilai nasionalisme yang dipahami guru akan diterapkan guru ketika berinteraksi dengan siswa ketika dalam kegiatan pembelajaran maupun saat di luar kegiatan pembelajaran. Berdasarkan analisis hasil wawancara, pemahaman guru tentang nilai-nilai nasionalisme adalah perasaan mencintai bangsa dan tanah air, bangga dengan identitas nasional, mempunyai sikap toleransi, tanggungjawab dan disiplin. Hal ini sesuai


(51)

51

dengan pendapat ibu “ST” yang menyatakan bahwa “nilai-nilai nasionalisme itu seperti mencintai bangsa dan negara dan juga mempunyai sikap toleransi dan disiplin juga mencerminkan nilai nasionalisme”.

b. Nilai-nilai Nasionalisme yang dibiasakan di SD Negeri Minomartani I Nilai-nilai yang terkandung dalam nasionalisme sangat banyak, sehingga tidak semua nilai dapat dibiasakan kepada siswa sekaligus. Oleh karena itu pihak sekolah terutama guru hanya mengambil beberapa nilai-nilai nasionalisme yang dirasa perlu dan penting bagi perkembangan siswa seusia sekolah dasar, meskipun dalam pelaksanaannya guru juga tidak jarang membiasakan nilai-nilai nasionalisme yang lain. Mencermati analisis hasil wawancara halaman 153 yaitu nilai nasionalisme yang dibiasakan kepada peserta didik di SD Negeri Minomartani I adalah disiplin, toleransi, tanggungjawab dan kejujuran.

Hasil wawancara di atas juga didukung dengan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 26 april 2014 di ruang kelas III ketika kegiatan pembelajaran, guru meminta siswa yang belum melaksanakan tugas piket untuk membersihkan ruang kelas, hal ini untuk membentuk sikap tanggungjawab siswa, selain itu guru juga menasihati dan menegur siswa agar bisa tertib dan disiplin dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil wawancara dan observasi di atas juga didukung dengan dokumentasi kegiatan pembelajaran dan juga rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran, dalam RPP yang disusun guru memuat nilai-nilai nasionalisme seperti


(52)

52

disiplin, tanggungjawab, toleransi dan kejujuran, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai nasionalisme yang dibiasakan pada siswa di SD Negeri Minomartani I adalah disiplin, toleransi, tanggungjawab dan kejujuran.

c. Pentingnya Nilai-nilai Nasionalisme

Nilai-nilai nasionalisme penting dimiliki untuk membentuk sikap, karakter dan perilaku siswa yang mencerminkan nilai-nilai nasionalisme, seperti disiplin, tanggungjawab, toleransi, dan kejujuran sehingga siswa bisa menerapkannya di mana saja. Mencermati analisis hasil wawancara pada lampiran 7 halaman 153 tentang pentingnya nilai-nilai nasionalisme adalah agar siswa dapat mengembangkan karakter dan sikap cinta dan bangga pada bangsa dan negara sehingga menumbuhkan nasionalisme yang tinggi dan kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari bapak “N” yang menyatakan bahwa:

“Bukan hanya penting mas, tetapi harus. Harus ditanamkan sejak dini pada anak tentang nilai-nilai nasionalisme, karena dengan adanya kemajuan teknologi dan globalisasi seperti sekarang ini tidak mungkin dihadapi tanpa nilai-nilai nasionalisme, karena nanti nilai-nilai kebangsaan kita akan habis ditelan oleh arus globalisasi, oleh karena itu dalam rangka wawasan kebangsaan anak memang harus ditanamkan tentang nilai-nilai nasionalisme.”

Pernyataan di atas juga didukung oleh hasil observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari senin tanggal 07 april 2014, saat peringatan upacara bendera, kepala sekolah mengingatkan kepada siswanya agar mau meneladani sikap para pahlawan, selain itu siswa-siswa juga diingatkan agar mau ikut melestarikan kebudayaan Indonesia agar


(53)

53

tidak tergusur oleh budaya dari luar. Siswa-siswa juga diingatkan untuk selalu bersikap jujur dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi foto yang dilaksanakan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai nasionalisme penting dimiliki agar siswa dapat membentengi diri untuk menghadapi arus perkembangan teknologi dan globalisasi yang semakin berkembang dengan cepat, sehingga tidak melunturkan nilai-nilai kebangsaan dengan cara membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada siswa sejak dini. Nilai-nilai nasionalisme juga penting dimiliki agar siswa bisa mengetahui cara bersikap, berperilaku, sopan santun dan mengembangkan sikap/perilaku yang mencerminkan nilai-nilai nasionalisme seperti disiplin, tanggungjawab, toleransi dan kejujuran di mana saja.

2. Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di SD Negeri Minomartani I

a. Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di dalam Kegiatan Pembelajaran Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I dilaksanakan guru dalam berbagai kegiatan, baik ketika dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis hasil wawancara pada lampiran 7 halaman 154 saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga membentuk dan mengembangkan karakter siswa, salah satunya nasionalisme. Guru membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada siswa dengan memberikan pesan-pesan moral, bercerita, meneladani para pahlawan, dan


(54)

54

menyanyikan lagu-lagu wajib dan lagu daerah. Pernyataan di atas juga didukung oleh pendapat dari ibu “ST” selaku wali kelas III yang mengungkapkan bahwa:

“Iya mas, contohnya dengan cara menyanyikan lagu-lagu wajib dan juga lagu-lagu daerah untuk melestarikan kebudayaan Indonesia, selain itu juga dengan cara menasihati dan mengingatkan anak-anak untuk berpakaian rapi dan sopan”.

Hasil wawancara di atas juga didukung dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 9, 15 dan 16 april 2014, di ruang kelas III dan ruang kelas VI. Pada saat memasuki kelas siswa-siswa dibiasakan untuk berbaris dengan tertib dan saling bersalaman, kemudian siswa masuk ke dalam kelas dengan tertib, sebelum memulai kegiatan pembelajaran siswa memulai dengan do’a seperti dengan kepercayaan masing-masing, guru juga meminta siswa untuk menyanyikan lagu wajib dan lagu nasional di sela-sela pembelajaran untuk meningkatkan semangat siswa, selain itu sebelum mengakhiri pembelajaran guru juga memberikan pesan-pesan moral kepada siswa.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, observasi yang dilakukan peneliti di lapangan dan dokumentasi foto kegiatan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang ada di SD Negeri Minomartani I juga dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Pelaksanaannya dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya dengan memberikan apersepsi, menyanyikan lagu-lagu nasional dan lagu daerah dan juga mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme ke dalam mata pelajaran yang diajarkan. Guru selain mengjarkan materi pelajaran juga


(55)

55

membentuk dan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme siswa, seperti kedisiplinan, tanggungjawab, toleransi dan kejujuran.

b. Pembiasaan Nilai-Nilai Nasionalisme di luar Kegiatan Pembelajaran Saat di luar kegiatan pembelajaran pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan, mencermati analisis hasil wawancara pada lampiran 7 halaman 155 tentang pembiasan nilai-nilai nasionlisme di luar kegiatan pembelajaran di SD Negeri Minomartani I dilakukan dalam peringatan upacara bendera setiap hari senin, pelaksanaan ekstra kurikuler pramuka, tari daerah dan peringatan hari-hari besar nasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari ibu “ST” yang menyatakan bahwa:

“Oh iya mas, kalau disini untuk membiasakan nilai-nilai nasionalisme sekolah mengadakan ekstrakurikuler pramuka, tari jathilan, peringatan hari-hari besar nasional dan pemilihan mas/diajeng dengan memakai busana pakaian daerah, selain itu pada saat istirahat kalau ada siswa yang sedang makan/minum dinasihati untuk mencuci tangan terlebih dahulu dan juga menasihati untuk membuang sampah pada tempatnya agar siswa-siswa terbiasa untuk hidup tertib. Selain itu pada saat melaksanakan upacara bendera menegur siswa yang tidak serius melaksanakan upacara, selain itu juga dengan memberikan contoh untuk bersikap siap, hormat, dan istirahat.”

Pernyataan di atas juga didukung oleh pendapat dari “FN” salah satu siswa dari kelas III yang menyatakan bahwa: “Di sekolah setiap hari senin selalu diadakan peringatan upacara bendera”.

Hasil wawancara di atas juga didukung oleh observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 7, 8, dan 11 april 2014. Sekolah mengadakan peringatan upacara bendera setiap hari senin, guru juga memberikan teladan pada siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan, hal


(1)

80

SD Negeri Minomartani I tidak dilarang, akan tetapi ketika jam pelajaran hand phone harus dimatikan.

Pihak sekolah telah menganjurkan kepada siswa-siswanya untuk tidak membawa hand phone ke lingkungan sekolah, akan tetapi sekolah tidak bisa memaksa siswa, hal ini karena sebagian siswa membutuhkan hand phone untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. Pengawasan dari pihak keluarga siswa dibutuhkan untuk mengawasi anak, sehingga anak tidak terpengaruh dampak negatif dari teknologi. Dampak dari kecanduan teknologi dapat menurunkan prestasi belajar anak di sekolah dan juga memunculkan sifat individualistis anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknologi yang semakin berkembang cepat mempengaruhi pembiasaan nilai-nilai nasionalisme pada siswa, hal ini dapat dilihat pada saat istirahat di mana sebagian siswa menghabiskan waktunya untuk bermain dengan hand phone, sehingga mengurangi interaksi dan sosialisasi dengan teman-temannya, selain itu pada saat pelajaran ada beberapa siswa yang sibuk bermin-main dengan hand phone sehingga menurunkan prestasi anak di sekolah.


(2)

81 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang di lakukan di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman, dapat disimpulkan bahwa guru masih mengalami kendala dalam melaksanakan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang dihadapi berasal dari dalam kegiatan pembelajaran dan di luar kegiatan pembelajaran.

Kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang berasal dari dalam kegiatan pembelajaran berupa, (1) kurangnya kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme, seperti disiplin, tanggungjawab, toleransi dan kejujuran (2) beban kurikulum yang harus diajarkan guru terlalu banyak dan tidak semua materi pelajaran dalam kurikulum memuat nilai-nilai nasionalisme (3) ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pembiasaan nilai-nilai nasionalisme masih kurang memadai, yang meliputi ruang perpustakaan, ruangan dan peralatan untuk berlatih tari daerah.

Kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang berasal dari luar kegiatan pembelajaran berupa, (1) kurangnya dukungan dan perhatian dari oran tua siswa untuk membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada anak dan (2)


(3)

82

dampak negatif pengaruh perkembangan teknologi yang melunturkan nilai-nilai nasionalisme siswa.

B. Saran

Saran yang penulis ajukan berdasarkan simpulan di atas adalah sebagai berikut.

1. Kepala Sekolah hendaknya membuat kebijakan untuk guru agar bisa meningkatkan kemampuan dalam membuat RPP yang mengintegrasikan nilai-nilai naasionalisme dan kemampuan penggunaan media belajar.

2. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan dalam penyusunan kurikulum pendidikan dengan alokasi waku yang tersedia, sehingga tidak membebani guru dan siswa.

3. Sekolah hendaknya lebih memperhatikan pada kelengkapan sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme.

4. Orang tua siswa hendaknya memberikan perhatian dan dukungan yang lebih pada anak, sehingga afektif anak bisa berkembang dengan baik.

5. Lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga siswa hendaknya saling memberikan perhatian, pengawasan dan bimbingan pada anak saat menggunakan teknologi, sehingga anak tidak terkena dampak buruk dari penggunaan teknologi yang salah.


(4)

84

DAFTAR PUSTAKA

Andi Prastowo. (2011). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Achmad Suhawai. (2009). Gymnastic Politik Nasionalis Radikal Fluktuasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo.

Anis Ibnatul M, dkk. (2013). Pendidikan Nasionalisme melalui Pembiasaan di SD Negeri Kuningan 02 Semarang Utara. Jurnal: UNES.

Anthony D Smith. (2003). Nasionalisme Teori, Ideologi , Sejarah. Jakarta: Erlangga.

Arif Rohman. (2009). Politik Idiologi Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

Bibin Rubini. (2012). Kurikulum Pendidikan di Indonesia Terlalu Kompleks. Diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/174808. pada hari kamis tanggal 15 mei 2014 jam 10.56.

Darmiyati Zuchdi. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.

Diya Arlitawiana. (2013). Pengaruh Perkembangan Teknologi. Diakses dari http://bunghatta.ac.id/berita/1136/ajarkan-sejak-sekolah-penggunaan-teknologi-.html pada tanggal 4 april 2014 jam 09.00.

Dwi Siswoyo, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Herimanto dan Winanarno. (2011). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

H. Maryono. (2010). Menakar Kebijakan RSBI: Analisis Kritis Studi Implementasi. Yogyakarta: Magnum pustaka.

Jamal Ma’mur A. (2012). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.

Kabul Budiyono. (2007). Nilai-nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.


(5)

85

Ki Supriyoko. (2001). Menggugat Nilai-Nilai Nasionalisme. Diakses dari jurnal.amikom.ac.id/index.php/Koma/article/viewFile/3007/pdf_734. Pada hari rabu tanggal 21 mei 2014 jam 22.00.

Lailatus Sa’diyah. (2012). Peranan Guru Sejarah dan Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Sikap Nasionalisme Siswa. Skripsi: UNES.

Lexy J Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. rev.ed. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

M Dalyono. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

M Daryono. (2008). Pengantar Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. Jakarta: Rineka Cipta.

M Djunaidi dan Fauzan A. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media.

Muchlas Samani dan Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Rosdakarya.

Muhamad Nurdin. (2005). Pendidikan yang Menyebalkan. Yogyakarta: Arr-Ruzz. Muhammad F & Lilif M K. (2013). Pendidikan Karakter Anak Usia Dini.

Yogyakarta: Arr-Ruzz Media.

Muhammad Ihsan . (2009). Nasionalisme dalam Pandangan Partai Politik Keadilan Sejahtera. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Mulyasa. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep Startegi dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Noeng M & Burhan N. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.

Nurul zuriah. (2011). Pendidikan moral dan budi pekerti. Jakarta: Bumi aksara. Oemar Hamalik. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. . (2009). Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rohmat Mulyono. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.


(6)

86

Rukiyati, dkk. (2008). Pendidikan pancasila. Yogyakarta: UNY Press.

Sjarkawi. (2006). Pembentukan Kepribadian melalui Peningkatan Pertimbangan Moral. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sri Narwanti. (2011). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2005). Manajemen Penelitian. Rev.ed. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwarsih Madya. (2014). Efektifitas Teknologi dalam Pendidikan. diakses dari http://uad.ac.id/id/content/seminar-nasional-uad-efektivitas-teknologi-dalam-dunia-pendidikan pada tanggal 05 april 2014, jam 12.00.

Teuku Kemal Fasya. (2005). Ritus kekuasaan dan Libido Nasionalisme. Yogyakarta: Buku baik.

Tim. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas. Undang-Undang Dasar 1945 Nonor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang sistem

pendidikan nasional diambil dari http://www.dikti.go.id/files/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf pada tanggal 22 january 2014 jam 21.53 wib.