MUNASABAH SURAT DALAM AL-QUR’AN : TELAAH ATAS KITAB NAZM AL-DURAR FI TANASUB AL-AYAT WA AL-SUWAR KARYA BURHAN AL-DIN AL-BIQA’I.

MUNASABAH SURAT DALAM AL-QUR’AN
(Telaah atas kitab Naz}m al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar
karya Burhan al-Din al-Biqa’i)

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh
Abd. Basid
NIM : F1.521.2222

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016

i

ABSTRAK
Judul


: Munasabah Surat dalam Al-Qur’an (Telaah atas Kitab Naz}m
al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karya Burhan al-Din
al-Biqa’i)
Peneliti
: Abd. Basid (F1.521.2222)
Pembimbing : Prof. DR. H. Burhan Djamaluddin, MA.
Kata Kunci : Formulasi, Munasabah Surat, Burhan al-Din al-Biqa’i
Dalam (kajian) ilmu al-Qur’an dan tafsir, ilmu munasabah merupakan
bagian tak terpisahkan untuk dibahas. Ia merupakan alat bantu untuk memahami
kandungan al-Qur’an. Beragamnya pembahasan yang ada dalam al-Qur’an semakin
memposisikan akan pentingnya ilmu munasabah. Akan hal ini, M. Quraish Shihab,
mufassir terkemuka asal Indonesia, menganalogikan beragamnya pembahasan alQur’an dalam satu surat dan kaitannya dengan surat yang satu dengan surat lainnya
(munasabah), ibarat kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan
pangkalnya.
Karenanya ada beberapa mufassir yang lebih menekankan karya tafsirnya
pada persoalan munasabah ini, seperti Fakhr al-Din al-Razi dengan Mafatih} alGhaib-nya, al-Suyut}i dengan Asrar Tartib al-Qur’an-nya, Burhan al-Din al-Biqa’i
dengan Naz}m al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar-nya, dan belakangan
Muhammad Abduh dan Rasyid Rid}a dengan al-Manar-nya. Dari beberapa
mufassir yang disebutkan di atas, Burhan al-Din al-Biqa’i yang paling utuh dan

menfokuskan kitabnya pada munasabah—hingga pada akhirnya kitabnya dikenal
sebagai ensiklopedi munasabah. Untuk itu, peneliti tertarik untuk meneliti teori
munasabah Burhan al-Din al-Biqa’i yang ia gunakan, khususnya munasabah surat.
Hal ini, di samping karena pembahasan munasabah surat jarang dibahas oleh
banyak ulama’, juga untuk memilah dan menghasilkan formulasi tersendiri
(khusus) dari keserasian antara surat dengan surat versi Burhan al-Din al-Biqa’i.
Untuk itu, penelitian ini fokus untuk menjawab dua masalah; pertama,
bagaimana formulasi munasabah surat yang digunakan Burhan al-Din al-Biqa’i
dalam kitab Naz}m al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar?; dan kedua,
bagaimana aplikasi formulasi munasabah surat dalam kitab Naz}m al-Durar fi
Tanasub al-Ayat wa al-Suwar?, yang nantinya diharapkan pembaca bisa
mengetahui formulasi dan aplikasi munasabah surat dalam kitab Naz}m al-Durar fi
Tanasub al-Ayat wa al-Suwar.
Penelitian ini didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research)
yang menggunakan sumber data dari bahan-bahan primer maupun sekunder yang
telah dipublikasikan, baik dalam bentuk buku, majalah, jurnal maupun dalam
bentuk lainnya yang dianggap representatif dan relevan, dengan analisa diskriptif
analisis dan konten analisis.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan; ada 3 formulasi yang digunakan
Burhan al-Din al-Biqa’i yang ia aplikasikan dalam tafsirnya yaitu; a) Menyebut dan

menjelaskan nama-nama surat, b) menetapkan tujuan atau tema utama surat
berdasarkan nama-nama surat yang ada, dan c) memperhatikan kandungan surat.
Pada aplikasinya, formulasi tersebut lebih ringkas dan fokus dibanding para
mufassir lainnya.

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman Depan .......................................................................................
Pernyataan Keaslian .................................................................................
Persetujuan Pembimbing ..........................................................................
Pengesahan Penguji .................................................................................
Pedoman Transliterasi ..............................................................................
Motto .......................................................................................................
Persembahan ............................................................................................
Kata Pengantar .........................................................................................
Abstrak ....................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................


i
ii
iii
iv
v
vi
vi
viii
x
xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...........................................
C. Rumusan Masalah..................................................................
D. Tujuan Penelitian ...................................................................
E. Kegunaan Penelitian ..............................................................
F. Penelitian Terdahulu ..............................................................
G. Metode Penelitian ..................................................................

H. Sistematika Pembahasan ........................................................

01
10
11
11
12
12
13
14

BAB II MUNASABAH DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Munasabah...........................................................
B. Pandangan Ulama’ tentang Munasabah .................................
C. Jenis-jenis Munasabah ...........................................................

16
21
27


BAB III BIOGRAGFI, PROFIL KITAB, DAN METODE & SUMBER
PENFSIRAN BURHAN AL-DIN AL-BIQA’I
A. Biografi Burhan al-Din Al-Biqa’i
1. Latar Belakang dan Sosial Budaya ....................................
2. Latar Belakang Pedidikan ..................................................
3. Guru-guru Burhan al-Din al-Biqa'i ....................................
4. Karya-karya Burhan al-Din al-Biqa’i .................................
B. Profil Kitab Naz}m al-Durar fi Tanasub al-Ayat
wal al-Suwar .........................................................................
1. Deskripsi Fisik Kitab .........................................................
2. Latar Belakang Penulisan ..................................................
3. Sumber Tulisan .................................................................
C. Metode dan Sumber Penafsiran Burhan al-Din al-Biqa’i dalam
Menafsirkan al-Qur’an ...........................................................
1. Metode Penafsiran.............................................................
2. Sumber Penafsiran ............................................................

50
53
56

57

58
59
61
61
67
68

BAB IV MUNASABAH DAN FORMULASINYA DALAM TAFSIR NAZ{M

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

AL-DURAR FI TANASUB AL-AYAT WA AL-SUWAR
A. Munasabah dan Jenis-jenisnya dalam Tafsir Naz}m
al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar ..............................
B. Formulasi Munasabah Surat Burhan al-Din Al-Biqa’i ...........
C. Aplikasi Formulasi Munasabah Surat dalam Tafsir Naz}m

al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar ..............................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................
B. Saran .....................................................................................

70
76
84

88
88

DAFTAR RUJUKAN

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat berbagai macam hal. Ia menjadi
petunjuk bagi umat manusia dan pedoman hidup untuk mencapai kebahagian,
baik di dunia maupun di akhirat. Al-Qur’an menerangkan segala perintah dan
larangan, halal dan haram, baik dan buruk, dan bahkan kisah-kisah umat
terdahulu—tak terkecuali sesuatu yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan
oleh manusia.
Meskipun demikian, untuk mengungkap semua itu, ia tidak cukup hanya
dibaca dan dilantunkan, karena al-Qur’an itu sendiri bukanlah rangkaian hurufhuruf mati. Lebih dari itu, setiap kalimat, kata, bahkan setiap hurufnya
memiliki jiwa. Jika meminjam bahasa Quraish Shihab, al-Qur’an bukanlah
kitab ilmiah seperti kitab ilmiah yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan,
tetapi al-Qur’an adalah kitab yang mempunyai misi, yaitu mengajak manusia
menuju jalan yang terbaik.1
Mengungkap isi al-Qur’an diperlukan pembacaan dan penghayatan
mendalam, dan perangkat-perangkat khusus dan disiplin keilmuan yang
mumpuni. Di sinilah ilmu tafsir mempunyai peran penting. Karenanya, ‘Ali>
al-Sha>buni> menyebut tafsir sebagai kunci untuk membuka gudang simpanan

yang tertimbun di dalam al-Qur’an2. Seseorang tidak akan bisa membuka dan

1

Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an (Bandung : Mizan, 2004), cet.XIV, 242.
Ali al-Sha>buni>, Ikhtishar ‘Ulu>m al-Qur’a>n Praktis, terj. Qodirun Nur (Jakarta:
Pustaka Amani, 1988), 85.
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

mengungkap kandungan al-Qur’an tanpa mengantongi kunci gudang, yaitu
dengan menafsirkannya.
Abu> Hayya>n mendefinisikan tafsir sebagai ilmu yang membahas
tentang cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, tentang petunjuknya, hukumhukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun, dan maknamakna yang dimungkinkan baginya serta hal-hal lain yang melengkapinya. 3
Pentingnya ilmu tafsir ini sangat terasa setelah wafanya Rasulullah saw.
Jika pada masa Rasulullah saw. para sahabat bisa langsung bertanya perihal
maksud dan makna al-Qur’an, tapi setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan

tersebut tidak bisa lagi dilakukan. Sejak itulah para sahabat mulai berbeda
pendapat dalam memahmi teks suci al-Qur’an.
Perbedaan pendapat para sahabat dalam memahami al-Qur’an dikarenakan
perbedaan tingkat penguasaan bahasa antar satu sama lainnya dan perbedaan
tingkat pergaulan mereka bersama Rasulullah saw. ketika masih hidup. Hal itu
terus berlanjut hingga era tabi’i>n, tabi’it tabi’i>n, dan bahkan hingga dewasa
ini.
Selain itu, ada keistimewaan dan keunikan tersendiri dalam al-Qur’an,
yaitu ia bisa disorot dari berbagai sudut manapun. Hasilnya pun akan beragam
antara sudut satu dengan sudut lainnya. Muhammad Abdullah Darra>z
mengumpamakannya, seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab, bahwa ayat
al-Qur’an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya:

3

Manna>’ Khali>l Al-Qat}a>n, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’a>n, terj. Mudzakir AS
(Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2012), 324.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

“Apabila Anda membaca al-Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan
Anda. Tetapi bila Anda membacanya sekali lagi, akan Anda temukan pula
makna-makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya. Demikian
seterusnya sampai Anda (dapat) menemukan kata atau kalimat yang
mempunyai arti bermacam-macam, yang semuanya benar atau mungkin benar.
Ayat-ayat al-Qur’an itu bagaikan intan: setiap sudutnya memancarkan cahaya
yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak
mustahil, jika Anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan
melihat lebih banyak ketimbang yang anda lihat”.4

Dengan demikian, wajar jika kemudian muncul aliran-aliran tafsir yang
dalam sejarahnya dimulai dan dipelopori oleh para sahabat, seperti sahabat Ibn
‘Abba>s, Ibnu Mas’u>d, Ubay bin Ka’ab, dan sahabat-sahabat lainnya.
Cara para sahabat dalam memahami al-Qur’an pasca wafatnya Rasulullah
saw. berbeda-beda. Sebagian dari mereka ada yang hanya berpatokan pada
hadis Rasulullah saw. dan ijtihad pribadinya dan sebagian lainnya ada yang
mengimbanginya—dalam hal-hal tertentu—dengan bertanya kepada Ahli
Kita>b perihal riwayat nabi-nabi terdahulu. Riwayat-riwayat dari ahli kitab
inilah yang kemudian dikenal dengan istilah isra>iliya>t.
Sejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk mengetahui seluruh
kandungan al-Qur’an dan intensitas perhatian ulama’ terhadap tafsir al-Qur’an,
maka bermunculanlah berbagai penafsiran yang beraneka ragam coraknya,
baik pada masa ulama’ salaf hingga ulama’ khalaf, hingga seperti sekarang ini.
Keberadaan seseorang pada lingkungan, budaya, kondisi sosial, dan
perkembangan ilmu juga berpengaruh besar dalam mengungkap pesan dan isi
al-Qur’an. Oleh karena itu, satu mufassir dengan mufassir lainnya bila
“membaca” al-Qur’an akan menghasilkan pembacaan yang berbeda-beda
4

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013), 23.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing. Seorang mufassir
yang mempunyai kecenderungan hukum, maka tafsirnya akan bercorak hukum.
Mufassir yang mempunyai kecenderungan filsafat, maka tafsirnya akan
bercorak filosofis. Mufassir yang mempunyai kecenderungan bahasa, maka
tafsirnya akan bercorak bahasa, dan demikian seterusnya.
Tidak hanya coraknya saja, metode dan sumber yang digunakannya pun
juga beragam. Dari waktu ke waktu dan masa ke masa perkembangan metode
tafsir terus berkembang. Jika pada masa sahabat hanya terkenal tafsir bi alma’thu>r, maka pada masa setelah sahabat mulai ada ulama’ yang berani
mengimbanginya dengan nalar akal, yang kemudian disebut dengan tafsir bi alra’yi. Jika pada masa sahabat didominasi metode tah}li>li> dan ijma>li>,
seiring berjalannya waktu lahir metode tematik (mawd}u>’i>) untuk merespon
zaman yang terus berkembang dan berubah.
Keragaman corak, sumber, metode dan berbagai pembahasan ilmu tafsir
yang terus berkembang dari waktu ke waktu tersebut oleh ulama’ dikumpulkan
dalam sebuah disiplin keilmuan yang disebut ‘Ulu>m al-Qur’a>n.
Di antara sekian banyak pembahasan ‘ulu>m al-Qur’a>n, salah satunya
adalah tentang muna>sabah. Pembahasan tentang muna>sabah ini pertama
kali diperkenalkan oleh al-Ima>m Abu> Bakr al-Nisa>bu>ri> (w. 324 H).
Apabila al-Qur’an dibacakan kepadanya, ia bertanya mengapa ayat ini
ditempatkan di samping ayat sebelahnya. Bahkan ia mencela para ulama’

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Baghdad waktu itu karena mereka tidak memperhatikan ilmu muna>sabah
ini.5
Keberadaan muna>sabah dalam al-Qur’an didasarkan pada pendapat
bahwa tertib ayat-ayat al-Qur’an adalah tawqi>fi>, sesuai petunjuk Allah yang
disampaikan pada Rasul-Nya melalui malaikat Jibril, termasuk susunan suratsuratnya. Pendapat ini didasarkan pada keadaan Nabi yang setiap tahun
melakukan mu’a>rad}ah} (memperdengarkan bacaannya) kepada Jibril—
termasuk mu’a>rad}ah} susunan surat-suratnya.6
Selain itu, setiap kali ayat al-Qur’an turun, Rasulullah saw. memberi tahu
sahabat tempat ayat-ayat itu dari segi sistematika urutannya dengan ayat-ayat
atau surat-surat yang lain. Dari sini, semua ulama’ sepakat bahwa sistematika
dan urutan ayat dan surat al-Qur’an adalah tawqi>fi>. Seandainya semua itu
tidak tawqi>fi>, niscaya lima ayat pertama surat al-‘Alaq akan menempati
lembaran pertama mushaf al-Qur’an, disusul awal surat al-Qalam dan alMuddaththir, yang menurut sekian riwayat merupakan wahyu kedua dan ketiga
yang Rasulullah saw. terima.7
Menurut Shekh Izz al-Di>n Ibn Abd al-Sala>m (w. 660 H) antara satu ayat
dengan ayat lainnya dan surat dengan surat lainnya pasti ada muna>sabah. Izz
al-Di>n memberikan penjelasan dengan sebuah pertanyaan bahwa al-Qur’an
itu turun selama dua puluh tahun lebih. Ia berisi berbagai hukum dengan sebab
yang berbeda-beda, apa tidak perlu ada pertalian antara satu dengan lainnya?

5

Al-Zarkashi, Al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Dar al-Fikr, 1957), 36.
Muhammad Abdu al-Az}i>m al-Zarqa>ni, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m alQur’a>n I (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), 348.
7
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishba>h (Jakarta: Lentera Hati, 2012), x.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Lantas apa artinya Tuhan menciptakan hukum dan makhluknya? Perbedaan
‘illah dan sebab, upaya manusia tentang hal-hal yang disepakati, dan
diperselisihkan tentu tidak akan ada orang yang mencari-cari hubungan
tersebut bila tidak ada artinya.8
Al-Shatibi> menjelaskan bahwa satu surat walaupun banyak mengandung
masalah, masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan lainnya,
sehingga seseorang jangan hanya mengarahkan pandangannya pada awal surat,
tetapi harus diperhatikan juga akhir surat atau sebaliknya. Apabila tidak, maka
maksud ayat yang diturunkan akan terabaikan.9
Al-Khat}t}a>bi> memberikan alasan, seperti yang dikutip Quraish Shihab
dalam tafsirnya, Tafsir al-Misbah, bahwa tujuan bergabungnya berbagai
persoalan yang dibahas dalam satu surat adalah agar pembaca al-Qur’an dapat
memperoleh sekian banyak petunjuk dalam waktu singkat, tanpa harus
membaca al-Qur’an keseluruhan. 10
Dari sini, bisa disimpulkan bahwa al-Qur’an telah disusun secara rapi dan
sistematis. Kelompok ayat yang satu tidak dapat dipisahkan dengan kelompok
ayat berikutnya, antara satu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya
mempunyai hubungan organik dan mata rantai yang bersambung, sehingga alQur’an menjadi rangkaian yang utuh dan integral.
M. Quraish Shihab menganalogikan beragamnya pembahasan al-Qur’an
dalam satu surat dan kaitannya dengan surat yang satu dengan surat lainnya,
ibarat kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya.
8

Al-Suyut}i, Asra>r Tarti>b Al-Qur’a>n, (Kairo: Dar al-‘Itis}am, 1978), 108.
Al-Shat}i>bi>, Al-Muwa>faqa>t (Beiru>t: Dar al-Fikr, 1975), 144.
10
Shihab, Tafsir ....., xiv
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Atau seperti vas bunga yang dihiasi oleh aneka kembang yang berbeda-beda
dan warna-warni tapi pada akhirnya menghasilkan pemandangan yang sangat
indah.11
Muna>sabah secara bahasa adalah mushta>q dari kata na>sab-yuna>sibmuna>sabatan yang berarti dekat (qari>b) dan menyerupai (mithal). AlMuna>sabah artinya sama dengan al-muqa>rabah yang berarti mendekatkan
dan menyesuaikan.12
Menurut al-Suyut}i, seperti yang peneliti kutip dari Endad Musaddad,
apabila pengertian kata di atas dihubungkan dengan ayat, kalimat, dan surat
dalam al-Qur’an, maka bisa berarti adanya keserupaan, kedekatakan di antara
berbagai ayat, surat, dan kalimat yang diakibatkan oleh adanya hubungan
makna yang muncul, misalnya yang satu ‘am dan lainnya khas. Hubungan itu
bisa muncul melalui penalaran (‘aqli>), penginderaan (hissi>), atau kemestian
dalam pikiran (al-tala>zum al-dhihni>) seperti hubungan sebab-akibat, illat
dan ma’lu>l, dua hal yang serupa atau dua hal yang berlainan. 13
Abd al-Qa>dir Ahmad ‘Atha dalam pengantar buku Asra>r Tarti>b alQur’a>n mengutip tentang keterangan berbagai cara atau tahapan yang perlu
diketahui untuk menemukan muna>sabah dalam al-Qur’an:
1. Melihat tema sentral dari surat tertentu
2. Melihat premis-premis yang diperlukan untuk mendukung tema sentral
tersebut
11

Ibid., xv.
Lois Ma’luf, Qamu>s al-Munjid fi> al-Lughah wa al-‘Ala>m (Beirut: Dar al-Sharqi>,
1976), 803.
13
Endad Musaddad, “Muna>sabah dalam Tafsir Mafa>tih al-Ghaib” (Tesis--UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2005), 9.
12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

3. Mengelompokkan premis-premis yang ada berdasarkan jauh dan dekatnya
pada tujuan
4. Melihat kalimat-kalimat (pernyataan-pernyataan yang saling mendukung
dalam premis).14
Dari penjelasan di atas, jelas sekali bahwa muna>sabah merupakan bagian
tak terpisahkan dari pembahasan

tafsir. Ia merupakan alat bantu untuk

memahami kandungan al-Qur’an. Dengan demikian, wajar jika ada mufassir
yang lebih menekankan karya tafsirnya pada persoalan muna>sabah, seperti
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> dalam kitab Mafa>tih} al-Ghaib, Al-Suyut}i dalam
kitab Asra>r Tarti>b al-Qur’a>n, Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i> dalam kitab
Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At wa al-Suwar, dan belakangan
Muhammad Abduh dan Rashid Rid}a dalam kitab al-Mana>r, dan Mahmud
Syalt}ut dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Karim.
Dari beberapa karya yang disebutkan di atas, karya Burha>n al-Di>n alBiqa>’i> dinilai sebagai kitab ensiklopedi muna>sabah al-Qur’an. Burha>n alDi>n Al-Biqa>’i> sebagaimana dikenal sejarah merupakan ulama’ pertama
yang khusus menfokuskan karya tafsirnya pada muna>sabah. Bahkan untuk
menemukan dan memikirkan hubungan perurutan ayat kadang membutuhkan
waktu yang tidak singkat, seperti ketika memikirkan muna>sabah surat S{ad
ayat 29.15
Menurut Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i> muna>sabah merupakan ilmu yang
sangat agung. Ia adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di
14

Al-Suyut}i, Asrar......, 4.
Burha>n al-Di>n Abi al-Hasan Ibra>hi>m Ibn ‘Umar al-Biqa>’i>, Naz}m al-Durar fi>
Tana>sub al-At wa al-Suwar I (Kairo: Dar al-Kita>b al-Isla>mi>, t.th), 2.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

balik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat atau
surat dengan surat.16
Dalam kitabnya tersebut, Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i> tidak sekedar
menghubungkan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, seperti yang
biasa dilakukan oleh mufassir lain. Lebih dari itu, Burha>n al-Di>n alBiqa>’i> memberikan penjelasan tentang hubungan kata demi kata dalam satu
ayat. Seperti lafal al-Rahma>n yang diletakkan di depan lafal al-Rahi>m.
Sejauh penelusuran peneliti selama penelitian ini dituliskan, setidaknya
ada beberapa macam muna>sabah menurut Burha>n al-Din> al-Biqa’i>:
1. Muna>sabah antara kata demi kata dalam satu ayat
2. Muna>sabah antara kandungan satu ayat dan penutup ayat
3. Muna>sabah antara satu ayat dan ayat sebelumnya
4. Muna>sabah antara awal uraian satu surat dan akhir uraiannya
5. Muna>sabah antara akhir uraian satu surat dengan uraian surat berikutnya
6. Muna>sabah antara tema sentral setiap surat dan nama surat
7. Muna>sabah antara satu surat dan surat sebelumnya
Dari uraian latar belakang di atas, jelaslah bahwa muna>sabah sebagai
bagian dari alat bantu memahami al-Qur’an yang difokuskan Burha>n al-Di>n
al-Biqa>’i> dalam kitabnya Naz}m al-D{urar fi Tana>sub al-At wa alSuwar, menarik untuk diteliti khususnya dalam formulasi muna>sabah> surat
sekaligus menjawab tuduhan kaum orientalis yang menganggap al-Qur’an
tidak sistematis dan tidak koheren.

16

Ibid., 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari deskripsi latar belakang penelitian ini, dapat diidentifikasi beberapa
masalah:
1. Terdapat muna>sabah antara kata demi kata dalam satu ayat
2. Terdapat muna>sabah antara kandungan satu ayat dan penutup ayat
3. Terdapat muna>sabah antara satu ayat dan ayat sebelumnya
4. Terdapat muna>sabah antara awal uraian satu surat dan akhir uraianya
5. Terdapat muna>sabah antara akhir uraian satu surat dengan uraian surat
berikutnya
6. Terdapat muna>sabah antara tema sentral setiap surat dan nama surat
7. Terdapat muna>sabah antara satu surat dan surat sebelumnya
Dari tujuh permasalahan tersebut, peneliti kemudian memetakan lagi—
khusus permasalahan surat saja, yaitu:
1. Muna>sabah antara awal uraian satu surat dan akhir uraianya
2. Muna>sabah antara akhir uraian satu surat dengan uraian surat berikutnya
3. Muna>sabah antara tema sentral setiap surat dan nama surat
4. Muna>sabah antara satu surat dan surat sebelumnya
Dari empat pemetaan masalah tersebut, dapat dibatasi pada dua masalah,
yaitu:
1. Formulasi muna>sabah surat antar surat
2. Aplikasi formulasi muna>sabah surat antar surat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana formulasi muna>sabah surat yang digunakan Burha>n al-Di>n
al-Biqa>’i> dalam kitab Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At wa alSuwar?
2. Bagaimana aplikasi formulasi muna>sabah surat dalam kitab Naz}m alDurar fi> Tana>sub al-At wa al-Suwar?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Mengetahui formulasi muna>sabah surat yang digunakan Burha>n al-Di>n
al-Baqa>’i> dalam kitab Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At wa alSuwar
2. Menemukan aplikasi formulasi muna>sabah surat yang diterapkan Burha>n
al-Di>n al-Biqa>’i> dalam kitab Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At
wa al-Suwar

E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk hal-hal, di antaranya,
sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

1. Secara teoritik, penelitian ini berguna sebagai sumbangsih akademik bagi
kaum terpelajar, khususnya dalam bidang ilmu tafsir, sebagai kelanjutan
dari bahasan ‘ulu>m al-Qur’a>n yang fokus pada muna>sabah surat dan
mungkin bisa menjadi bahan pijakan untuk peneliti selanjutnya.
2. Secara praktis, sebagai referensi tentang formulasi muna>sabah surat dalam
al-Qur’an dan juga sebagai usaha lebih mengenal keistimewaan dan
keunikan al-Qur’an lewat surat-surat yang bertali temali.

F. Penelitian Terdahulu
Penelitian atau buku yang membahas tentang muna>sabah banyak kita
temukan, karena tema ini bukanlah hal baru dalam ilmu tafsir. Akan tetapi,
sejauh penelusuran peneliti, belum ditemukan buku atau hasil penelitian
akademis (skripsi, tesis ataupun desertasi) yang membahas tentang formulasi
muna>sabah surat versi Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i>.
Hasil penelitian atau buku yang membahas tentang muna>sabah dan
perhatian mufassir terhadapnya secara umum akan gampang kita temui, di
antaranya:
1. Fahr al-Di>n al-Ra>zi> dengan kitab Mafa>tih} al-Ghaib yang merupakan
orang pertama yang berbicara tentang tema surat-surat al-Qur’an. Namun
perhatian al-Ra>zi> tertuju pada aneka persoalan sehingga uraiannya
tentang tujuan atau tema surat hampir tidak terasa.
2. Ibn Zubair dengan kitab al-Mu’allim bi al-Burha>n fi> Tarti>b Suwar alQur’a>n berbicara tentang hubungan antar surat demi surat dalam al-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Qur’an, tapi ia tidak menjelaskan tema pokok dari surat-surat yang
dibahasnya, sehingga formulasinya tidak jelas.
3. Endad Musaddad dengan penelitian tesisnya di UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, pada tahun 2005, yang berjudul “Muna>sabah dalam Tafsir
Mafa>tih} al-Ghaib” fokus pada muna>sabah, akan tetapi Endad
Musaddad

tidak

menformulasikan

muna>sabah

surat

dan

fokus

penelitiannya pada muna>sabah secara umum dalam kitab Mafa>tih} alGhaib karya Fahr al-Di>n al-Ra>zi>.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk menjawab beberapa rumusan masalah di atas, penelitian ini
menggunakan studi pustaka. Studi pustaka17 dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi yang banyak tentang objek penelitian, baik bukubuku ataupun beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi
langsung dan tidak langsung. Di samping itu, pengumpulan data serta
informasi dilakukan dengan merujuk pada dokumentasi tertulis,
ensiklopedi, dan beberapa literatur yang dapat mendukung penelitian ini,
yang peneliti sertakan catatan kaki (footnote).
2. Sumber Data
Sumber data sebagai bahan dasar dalam penelitian ini, adalah
kitab Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At wa al-Suwar, sebagai
17

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin,1998),

159.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

data primer. Selain itu, peneliiti juga merujuk pada kitab-kitab dan buku
‘ulu>m al-Qur’a>n sebagai perbandingan dan pengayaan data—hal itu
yang kemudian disebut sebagai data sekunder. Seperti, Asra>r Tarti>b
al- Qur’a>n karya al-Suyu>t}i>, Mab>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n
karya Manna>’ Khalil al-Qat}t}a>n, Mab>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n
karya al-Zarkashi>, dan kitab-kitab ‘ulu>m al-Qur’a>n sejenis, Jurnal,
dan Tesis, yang bisa dilihat di daftar rujukan pada akhir halaman
penelitian ini.
3. Metode Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam menganlisis data adalah metode
diskriptif analisis dan konten analisis. Diskriptif analitis digunakan untuk
memaparkan formulasi Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i> dalam mengungkap
muna>sabah surat dalam al-Qur’an. Sedangkan metode konten analisis
digunakan untuk membahas secara mendalam tentang cara kerja atau
aplikasi formulasi muna>sabah yang dipakai Burha>n al-Di>n alBiqa>’i> dalam kitab Naz}m al-D{urar fi Tana>sub al-At wa alSuwar.

H. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah penelitian ini.
Selain itu, pada bab ini dijelaskan batasan, rumusan masalah, dan tujuan serta
manfaat penelitian ini dan sistematika pembahasan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Bab II berisi landasan teori menyangkut muna>sabah secara umum, yang
meliputi

pengertian

muna>sabah,

pandangan

ulama

dan

jenis-jenis

muna>sabah.
Bab III biorgrafi dan perjalanan intelektual Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i>,
meliputi biografi Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i>, latar belakang dan sosial
budaya, pendidikan, guru, dan karya-karyanya; dan profil kitab Naz}m alDurar fi> Tana>sub al-At wa al-Suwar, meliputi deskripsi fisik kitab,
latar belakang penulisan, metode dan sumber penafsiran, dan sumber tulisan
yang digunakan Burha>n al-Di>n al-Biqa>’i>.
Bab IV formulasi muna>sabah surat dan aplikasinya dalam tafsir Naz}m
al-Durar fi> Tana>sub al-At wa al-Suwar, meliputi muna>sabah dan
jenis-jenisnya dalam tafsir Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At wal alSuwar, formulasi, dan aplikasi muna>sabah surat dalam tafsir Burha>n alDi>n al-Biqa>’i>.
Bab V penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

BAB II
MUNAsabah
Secara bahasa muna>sabah berasal dari kata na>saba-yuna>sibumuna>sabatan yang artinya dekat (qari>b)18. Al-Muna>sabah satu arti dengan
al-muqa>rabah yang berarti mendekatkan dan juga al-musya>kalah yang
bararti menyesuaikan. Sementara kata al-nasi>b menurut al-Zarkashi> (w. 794
H) satu arti dengan al-qari>b al-muttas}il yang bararti dekat dan
bersambungan. Sebagai contoh, dua orang bersaudara dan putra paman, keduaduanya saling berdekatan dalam artian ada ikatan atau hubungan. Karenanya,
al-nasi>b berarti juga al-rabi>t}, yang berarti ikatan pertalian dan hubungan.19
Istilah muna>sabah ini juga sama artinya dengan ‘illah hukum dalam bab
qiya>s, yakni sifat-sifat yang berdekatan dengan hukum. Maksud pengertian
‘illah hukum di sini adalah kesamaan antara hukum asal dengan cabang
(far’un).20
Sejalan dengan hal tersebut, kaitannya dengan muna>sabah yang dibahas
di sini adalah muna>sabah surat dengan surat dalam al-Qur’an. Menurut alSuyut}i> muna>sabah (kedekatan) itu harus dikembalikan kepada makna
korelatif, baik secara khusus, umum, konkrit, maupun seperti hubungan sebab

18

Ibrahim Mustafa dkk, Qamu>s Mu’jam al-Wasi>t} , (Madinah: Al-Maktab al-Ilmiah,

t.th), 924.
19

Badr al-Di>n Muhammad bin Abdillah Al-Zarkashi>, Al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-

Qur’a>n (Bairut: Dar al-Ma’rifah, 1972), 35.
20
Mana>’ Khalil al-Qat{t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Al-‘Ash al-Hadis,
1973), 97

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

dengan musabbab, ‘illlah dan ma’lul, perbandingan dan perlawanan. 21
Menurutnya, muna>sabah adalah ilmu yang mulia tapi sedikit sekali perhatian
mufassir terhadapnya lantaran “kehalusan” ilmu ini.22
Secara istilah muna>sabah mempunyai banyak redaksi dan ungkapan.
Menurut Manna>’ Khalil al-Qat}t}a>n, muna>sabah adalah sisi keterikatan
antara satu kalimat dalam ayat, satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat
atau antara satu surat dengan surat lain.23
Menurut Ibn ‘Arabi>, muna>sabah adalah keterikatan ayat-ayat al-Qur’an
sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan
makna dan keteraturan redaksi. 24 Sedangkan menurut Burha>n al-Di>n alBiqa>’i> muna>sabah adalah suatu ilmu yang mencoba untuk mengetahui
alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat
dengan ayat atau surat dengan surat dengan surat.25
Dari beberapa pengertian istilah para pakar di atas, muna>sabah berarti
menjelaskan hubungan makna ayat atau antar surat, baik secara umum maupun
khusus, sehingga pada akhirnya para ulama merinci muna>sabah menjadi
delapan macam, yaitu:
1. Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya;
2. Hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat;

21

Jalal al-Di>n Abd al-Rahma>n al-Suyu>t}i,> Asra>r Tarti>b al-Qur’a>n (Kairo: Daral-I’tis}a>m, t.th), 108.
22
Nurahman, al-Muna>sabah dalam al-Qur’an, dalam Mimbar Studi, (Bandung: IAIN
SGD Bandung, 1994), 3.
23
al-Qatt}a>n, Mabahith..., 97.
24
Ibid., 97.
25
Burha>n al-Di>n Abi> al-Hasan Ibra>hi>m bin ‘Umar al-Biqa>’i>>, Naz}m al-D{urar
fi Tanasub al-Aya>t wa al-Suwar (Kairo: Dar al-Kita>b al-Isla>mi>, t.th), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

3. Hubungan antara fawatih al-suwar ayat pertama yang terdiri dari
beberapa huruf dengan isi surat;
4. Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat;
5. Hubungan antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surat;
6. Hubungan antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat;
7. Hubungan antara fas}ilah dengan isi ayat;
8. Hubungan antara penutup surat dengan awal surat berikutnya.26
Dari penjelasan di atas, perlu digaris bawahi, bahwa muna>sabah berbeda
dengan ilmu asbab al-nuzu>l. Meskipun ilmu asbab al-nuzu>l juga membahas
sebuah hubungan dalam al-Qur’an, perbedaannya adalah bahwa ilmu asbab alnuzul membahas hubungan dan kaitan sejumlah ayat dengan konteks
sejarahnya, sedangkan ilmu muna>sabah fokus perhatiannya terletak pada
aspek pertautan antara ayat dan surat menurut urutan teks, yaitu yang disebut
dengan “urutan bacaan”, sebagai bentuk lain dari “urutan turunnya ayat”.27
Adanya pengetahuan tentang muna>sabah di dalam al-Qur’an didasarkan
pada suatu pendapat bahwa susunan ayat, urutan kalimat dan surat-surat dalam
al-Qur’an disusun secara tawqi>fi> bukan ijtiha>di>. Karena penempatan
ayat, kalimat, dan surat tersebut berdasarkan tawqi>fi>28 itulah yang hendak
kita cari, sebab di balik penempatan ayat dan surat seperti itu tentu ada hikmah
26

Azyumardi Azra (ed), Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000),

76-78.
27

Nas}r Ha>mid Abu> Zaid, Mafhum al-Na>s}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n,
terjemah Khoiron
Nahdliyin (Yogyakarta: LKiS, 1993), 197.
28
Ulama kontemporer menurut Abu> Zaid cenderung menjadikan urutan surat dalam
mushaf sebagai tauqi>fi> karena pemahaman seperti itu sejalan dengan konsep tentang eksistensi
teks azali> yang ada di Lauh al-Mahfud}. Perbedaan antara urutan turun dan urutan bacaan
terletak pada susunan dan penataan. Melalui perbedaan susunan dan penataan ini, “persesuaian”
antara ayat dan antara berbagai surat, sisi lain dari aspek-aspek i’jaz dapat diungkapkan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

yang terkandung di dalamnya. Sebaliknya, pendapat yang mengatakan bahwa
susunan ayat, urutan kalimat dan surat-surat dalam al-Qur’an itu disusun secara
ijtiha>di> jelas akan meruntuhkan teori muna>sabah dalam al-Qur’an.
Sejalan dengan pendapat di atas Nas}r H{amid Abu> Zaid dalam bukunya
Mafhu>m al-Nas} mengatakan bahwa dasar muna>sabah antar ayat dan suratsurat adalah bahwa teks29 merupakan kesatuan struktural yang bagianbagiannya saling berkaitan. Tugas mufassir adalah berusaha menemukan
hubungan-hubungan tersebut atau muna>sabah-muna>sabah yang mengaitkan
antara ayat dengan ayat pada satu sisi, dan antara surat dengan surat di sisi
yang lain. Oleh karena itu, mengungkapkan hubungan-hubungan tersebut
dibutuhkan kemampuan dan ketajaman pandangan mufassir dalam menangkap
cakrawala teks.30
Sebagaimana al-Suyu>t}i>, Nas}r H{a>mid Abu> Zaid mengungkapkan
bahwa muna>sabah ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus, ada
yang rasional, perspektif, atau imajinatif. Ini menurut Abu> Zaid menunjukkan
bahwa “hubungan-hubungan” atau muna>sabah-muna>sabah merupakan
kemungkinan-kemungkinan.
Kemungkinan-kemungkinan ini harus diungkap dan ditentukan pada setiap
bagian teks oleh mufassir. Mengungkapkan hubungan-hubungan antara ayat
dengan ayat dan antara surat dengan surat bukan berarti menjelaskan

29

Yang dimaksud dengan teks di sini adalah al-Qur’an. Abu> Zaid menggunakan kata ini
untuk menunjukkan baik pada al-Qur'an secara keseluruhan ataupun unit paling kecil dari alQur’an yang masih dapat disebut dengan teks. Penggunaan istilah teks untuk “al-Qur’an” pernah
mendapat sorotan tajam dari para ulama khususnya Mesir ketika itu (Abu> Zaid, Mafhum alNa>s}..., 197).
30
Ibid., 199.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

hubungan-hubungan yang memang ada secara inhern dalam teks, tetapi
membuat hubungan-hubungan antara akal mufassir dengan teks. Melalui
hubungan inilah hubungan antara bagian teks dapat diungkapkan. 31
Sekalipun demikian, pengetahuan mengenai muna>sabah antara ayat-ayat
dan surat-surat bukanlah berdasarkan tawqi>fi> melainkan berdasarkan ijtihad
seorang mufassir dan tingkat pengetahuannya terhadap kemukjizatan alQur’an. Apabila muna>sabah itu “halus” maknanya dan sesuai dengan asasasas kebahasaan dalam bahasa Arab, maka korelasi tersebut dapat diterima,
sebaliknya bila korelasi itu bertentangan dengan kaidah-kaidah kebahasaan
maka ia tertolak.
Dari keterangan di atas, dapatlah dipahami bahwa diterima tidaknya
muna>sabah harus sejalan dengan asas-asas kebahasaan. Karena dalam
persoalan muna>sabah kekuatan pemikiranlah yang berusaha mencari dan
menemukan hubungan pertalian atau persamaan antara rangkaian suatu
pembicaraan. Karena muna>sabah merupakan persoalan yang menyangkut
tafsir, maka bila sesuatu muncul dan disampaikan berdasarkan rasionalisasi
akal, tentu ia akan diterima, tetapi jika sebaliknya tentu ia akan ditolak. Hal ini
sejalan dengan kaidah yang dikemukakan para mufassir:

‫ﺎ ﻮل‬

‫ﻮل ﺐذﺒ ﺮض ﻰ ﺒ ﻮل‬

‫ﺒ ﺎ ﺔﺒﺮ‬

“Muna>sabah ialah soal akal, jika ia masuk akal ia akan diterima”.

B. Pandangan Ulama’ tentang Muna>sabah
31

Ibid., 199.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Dalam memandang muna>sabah dalam al-Qur’an, para ulama’ berbeda
pendapat. Pendapat mereka terbagi pada dua bagian. Pertama, pihak yang
menyatakan pasti ada pertalian antara ayat dengan ayat dan antara surat dengan
surat dalam al-Qur’an. Pendapat ini antara lain diwakili ‘Izz al-Di>n bin ‘Abd
al-Sala>m (w. 660 H). Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa muna>sabah
adalah ilmu yang menjelaskan persyaratan baiknya pembicaraan (irtiba>t}} alkala>m) itu apabila ada hubungan keterkaitan antara permulaan pembicaraan
dengan akhir pembicaraan yang tersusun menjadi satu32.
‘Izz al-Di>n memberikan alasan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam masa
dua puluh tahun lebih. Al-Qur’an berisi berbagai hukum dengan sebab yang
berbeda pula, maka dengan demikian apa tidak perlu ada pertalian satu sama
lainnya? Selanjutnya ia memberikan alasan dengan mengajukan pertanyaan
pula, apakah artinya Tuhan menciptakan hukum dan makhluk-Nya? Perbedaan
‘illah dan sebab, upaya para mufti dan penguasa, upaya manusia tentang halhal yang disepakati, diperselisihkan dan bahkan dipertentangkan, sudah tentu
tidak akan ada orang yang mau mencari-cari hubungan tersebut bila tidak ada
artinya (hikmah).33
Sebagaimana ulama klasik, ‘Izz al-Di>n pun juga berkhayal bukan hanya
karena al-Qur’an “disusun berdasarkan hikmah” semata, tetapi karena ia
mencampuradukkan antara regulasi umum dan regulasi kebahasaan. Bahasa
memiliki mekanisme sendiri.

32
33

Al-Suyu>t}i>, Asra>r...., 108.
Al-Zarkashi>, Al-Burha>n...., 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Melalui

mekanisme

tersebut,

menurut

Abu>

Zaid,

bahasa

merepresentasikan realitas. Ia tidak merepresentasikan realitas secara literal,
tetapi membentuknya secara simbolik sesuai dengan mekanisme dan hukumhukum tertentu. Dari sini, hubungan-hubungan antara “realitas” eksternal bisa
jadi tidak ada, tetapi bahasa membentuk “realitas-realitas” ini di dalam realisasi
kebahasaan. Teks al-Qur’an, meskipun bagian-bagiannya merupakan ekspresi
dari realitas-realitas yang terpisah-pisah, adalah teks bahasa yang memiliki
kemampuan menumbuhkan dan menciptakan hubungan-hubungan khusus
antara bagian, yaitu hubungan-hubungan atau muna>sabah-muna>sabah yang
menjadi fokus kajian ilmu ini.
Realiatas-realitas eksternal menurut Abu> Zaid dalam teks al-Qur’an
mungkin mirip dengan “tujuan” atau “tema” eksternal yang bermacam-macam
dalam kasidah puisi “jahiliah”. Jika tujuan dan tema tersebut (yang berbedabeda) tidak menutup kemungkinan kasidah tersebut merupakan kesatuan
hubungan, yang harus disingkapkan oleh kritikus dan pembaca, maka
“kesatauan” teks al-Qur’an sebagai “struktur yang bagian-bagiannya saling
terkait secara integral” adalah fokus kajian ilmu ini (muna>sabah).34
Ulama’

yang

dianggap

pertama

kali

memperkenalkan

konsep

muna>sabah, adalah Abu> Bakr Abdullah ibn Muhamad al-Nisabu>ri> (w.
324 H.), seorang ulama’ yang mempunyai spesifikasi di bidang ilmu syari’ah
dan bahasa. Ia mengakui eksistensi ilmu muna>sabah sehingga melakukan
kritik kepada ulama Baghdad yang tidak mau menyokong peran dan kehadiran

34

Abu> Zaid, Mafhu>m...., 200.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

muna>sabah dalam al-Qur’an. Salah satu kepekaannya adalah bila dibacakan
kepadanya ayat-ayat al-Qur’an, ia selalu menganalisis hubungan ayat itu,
“mengapa ayat ini ditempatkan atau dibuat dekat dengan ayat itu”? dan “apa
hikmahnya meletakkan surat ini dengan surat itu”?35
Pendapat lainnya juga dikemukakan Izah Darwajah. Menurutnya, semula
orang mengira bahwa tidak ada hubungan antara ayat dengan ayat dan antara
surat dengan surat dalam al-Qur’an. Ternyata setelah mereka melakukan
penelitian, sebagian besar ayat dengan ayat dan surat dengan surat itu ada
hubungannya.36
Usaha yang dilakukan al-Nisabu>ri> kemudian dilanjutkan oleh para
ulama’ sesudahnya antara lain bisa kita sebutkan misalnya, Burha>n al-Di>n
al-Biqa>’i> dengan karyanya “Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-At wa
al-Suwar”, al-Suyu>t}i> (w. 911 H.) juga menyusun kitab “Asra>r alTanzi>l” yang kemudian diringkas dan diberi nama “Tana>suq al-Durar fi
Tana>sub al-Suwar”37 atau kitab lainnya “Asra>r Tarti>b al-Suwar”.
Mufassir-mufassir lainnya juga hampir tak ketinggalan mengetengahkan aspek
muna>sabah dalam setiap pembahasan tafsirnya sekalipun mereka tidak secara
khusus menuyusun kitabnya melalui pendekatan ini, misalnya tafsir al-Mana>r
karya Muhammad Abduh dan Rashid Rid}a, Tafsi>r al-Mara>ghi> karya
Muhammad Must}afa> al-Mara>ghi>. Juga tak ketinggalan mufassir yang
banyak mengetengahkan aspek muna>sabah dalam tafsirnya adalah Fakhr alDi>n al-Razi> dengan tafsirnya “Mafa>tih} al-Ghaib”.
35

Al-Zarkashi, al-Burha>n...., 36.
Masyfuk Zuhdi, Pengantar ‘Ulum al-Qur’an (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), 168.
37
Kitab ini ditahqiq oleh Abd al-Qa>dir Ahmad Atha’.

36

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa tidak perlu adanya muna>sabah
karena peristiwa-peristiwa yang terjadi saling berlainan, karena al-Qur’an
diturunkan dan diberi hikmah secara tawqi>fi> (atas petunjuk dan kehendak
Allah swt.). Terhadap persoalan ini ‘Izz al-Di>n (w. 660 H.) memberikan
pendapat bahwa tidak semua urutan ayat dan surat dalam al-Qur’an
mengandung muna>sabah. Kriteria yang ia ajukan mengenai urutan ayat atau
surat itu mengandung muna>sabah, apabila ada persesuaian hubungan kalimat
dalam kesatuan antara bagian awal dan bagian akhirnya saling terkait,
sedangkankan yang tidak menunjukkan hal itu, merupakan sebuah pemaksaan
(takalluf) dan tidak disebut dengan muna>sabah.38
Terhadap persoalan ini ‘Izz al-Di>n bin Abd al-Sala>m tampaknya ingin
menyatakan bahwa urutan ayat dan surat dalam al-Qur’an boleh jadi
mengandung muna>sabah dan upaya mendapatkannya tergantung pada
kemampuan nalar seseorang (mufassir) dalam mencarinya dan sebab turunnya
ayat merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan.
Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh S{ubh}i> S{alih}, menurutnya
mencari hubungan antara satu surat dengan surat lainnya adalah sesuatu yang
sulit dan dicari-cari tanpa ada pedoman dan petunjuk dari tertib surat dan ayatayat tawqi>fi>. Karena itu, menurut S{ubh}i> S{alih} tidak semua yang
tawqi>fi> dapat dicari muna>sabah-nya jika ayat-ayat itu mengandung asbab

38

Fauzul Iman, “Muna>sabah al-Qur’a>n”, Panji Masyarakat, No. 843, edisi 15-30
(November, 1995), 37.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

al-nuzu>l yang berbeda-beda, terkecuali hal itu mempunyai mawd}u>’ yang
menonjol yang bersifat umum, yang ada hubungan antara semua bagiannya.39
Pendapat S{ubh}i> S{alih} di atas nampaknya didasarkan pada pendapat
sebagaian ulama, bahwa urutan ayat dan surat dalam al-Qur’an bersifat
ijtiha>di>. Hal ini berbeda dengan pendapat mereka terhadap susunan ayat
yang hampir secara keseluruhan mengatakan tawqi>fi>. Sehingga menurutnya
sekalipun ada kesatuan mawd}u>’ pada tiap-tiap surat itu tidaklah berarti ada
kesatuan atau ada persamaan pada semua surat dalam al-Qur’an. Ulama’ tafsir
tidak sampai membuat kesimpulan sejauh itu, mereka hanya menunjukkan
antara ayat terakhir dengan ayat pertama surat berikutnya. 40
Selanjutnya neraca yang harus dipegang dalam menerangkan macammacam muna>sabah antara ayat dan surat, menurut Hasbi> al-S{iddiqi41
kembali ke derajat tama>thul dan tasha>buh antara mawd}u’-mawd}u’-nya
(topik-topiknya). Maksud dari tama>thul dan tasha>buh di sini adalah tingkat
kimiripan subjek.
Sejalan dengan pendapat di atas, Subh}i> S{alih mengatakan: jika
persesuaian itu mengenai hal yang sama, dan ayat-ayat terakhir suatu surat
terdapat kaitan dengan ayat-ayat permulaan surat berikutnya, maka persesuaian
itu adalah masuk akal dan dapat diterima, tetapi sebaliknya menurut Subh}i>
S{alih jika muna>sabah itu dilakukan terhadap ayat-ayat yang berbeda sebab

39

Masfuk Zuhdi, Pengantar...., 169.
Subh}i> S{a>lih, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terjemah Tim Pustaka Firdaus
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), 187.
41
Hasbi al-Shiddiqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), 40.
40

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

nuzu>l-nya dan urusannya yang tidak ada keserasian antara satu dengan
lainnya, maka tidak dikatakan tana>sub.42
Dengan

demikian,

ukuran

ketelitian

sekurang-kurangnya

harus

memperhatikan segi-segi persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang
lain, atau antara surat yang satu dengan surat yang lainnya. Sebab sebagaimana
dikatakan al-S{uyut}i muna>sabah itu terkadang ada yang jelas dan terkadang
juga ada yang samar. Inilah yang menjadi keriteria atau ukuran untuk
menetapkan ada dan tidak adanya muna>sabah antara ayat-ayat dan surat-surat
dalam al-Qur’an.43
Dengan demikian, dapatlah dibayangkan bahwa letak titik persesuaian
(muna>sabah) antara ayat-ayat itu sedikit sekali kemungkinannya. Sebaliknya
terlihat dengan jelas letak muna>sabah antara surat-surat itu jarang sekali
kemungkinannya. Hal ini disebabkan pembicaraan mengenai satu hal, jarang
bisa sempurna hanya dengan melihat satu ayat saja.44
Alangkah baiknya apa yang dikemukakan Abd al-Qa>dir Ahmad ‘At}a’
dalam pengantar buku al-S{uyut}i