PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2016

(1)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PEDOMAN TEKNIS

PENANGANAN GANGGUAN DAN

KONFLIK USAHA PERKEBUNAN


(2)

i

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis kegiatan Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan di daerah tahun 2016 disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 8 (delapan) Bab, yaitu: Bab I. Pendahuluan, Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, Bab IV. Proses Pengadaan Barang, Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan, Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, Bab VII. Pembiayaan, serta Bab VIII. Penutup.

Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/ Kabupaten/Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.

Jakarta, 31 Maret 2016 Direktur Jenderal Perkebunan

Ir. Gamal Nasir, MS. Nip.195607281986031001


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Sasaran Nasional... 2

C. Tujuan... 2

D. Pengertian Umum... 3

II PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN... 4 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan... 4 B. Spesifikasi Teknis... 7

III PELAKSANAAN KEGIATAN... 10

A. Ruang Lingkup... 10

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan... 12 C. Lokasi, Jenis dan Volume... 13

D. Simpul Kritis... 14

IV PROSES PENGADAAN BARANG... 16

V PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN...

17 A. Pembinaan, Pengendalian,

Pengawalan dan Pendampingan ... 17 B. Pelaksanaan Pembinaan,

Pengendalian, Pengawalan dan

Pendampingan... 18


(4)

iii

VI MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN...

19

A. Monitoring... 19

B. Evaluasi... 19

C. Pelaporan... 19

VII PEMBIAYAAN... 22

VIII PENUTUP... 23


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Form Penanganan Kasus Gangguan Usaha Dan Konflik Perkebunan... 25 2. Lokasi dan volume kegiatan Fasilitasi,

Inventarisasi, Identifikasi, Serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan...

27 3. Lokasi dan volume Kegiatan pertemuan

di 21 Provinsi dengan rincian sebagai berikut ... 28


(6)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kasus gangguan usaha perkebunan terus meningkat jumlah dan kualitasnya baik dalam bentuk penjarahan produksi, pengrusakan asset perusahaan, penyerobotan lahan dan tuntutan masyarakat terhadap lahan, kebun dan posisi pimpinan perusahaan. Dampak terjadinya gangguan dan konflik usaha perkebunan yaitu terganggunya keberlanjutan usaha perkebunan yang akan berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi serta gangguan keamanan masyarakat dan wilayah.

Permasalahan gangguan dan konflik usaha perkebunan memiliki karakter multidimensi yaitu ekonomi, politik, hukum, sosial dan lingkungan, sehingga dengan demikian penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara parsial dan kuratif serta harus melibatkan berbagai pihak terkait.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas dalam rangka meningkatkan sinergitas antara Pusat dan Daerah dalam upaya penanganan gangguan dan konflik usaha perkebunan maka perlu dilakukan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan serta Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (Bedah Kasus).


(7)

.

B.Sasaran Nasional

1) Terfasilitasi, terinventarisasi dan teridentifikasinya gangguan dan konflik usaha perkebunan.

2) Terlaksananya Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan di daerah.

C.Tujuan

Tujuan kegiatan adalah:

1) Melakukan inventarisasi dan identifikasi kondisi dan jenis gangguan dan konflik usaha perkebunan yang ada di daerah; 2) Membantu upaya dalam penyelesaian

gangguan usaha perkebunan dan berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penanganan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan;

3) Meningkatkan kesadaran pekebun dan masyarakat serta perusahaan perkebunan dalam penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.

4) Meningkatkan koordinasi penanganan gangguan dan konflik usaha perkebunan antar instansi terkait di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota.


(8)

3 5) Meningkatkan persamaan persepsi antar pihak terkait mengenai penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan.

D.Pengertian Umum

1) Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan.

2) Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan.

3) Gangguan Usaha Perkebunan adalah suatu keadaan yang menyebabkan terganggunya Usaha Perkebunan.

4) Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintaha terkait perkebunan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.

5) Pelaku usaha perkebunan adalah pekebun dan perusahaan perkebunan.


(9)

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan Umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

a. SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan gangguan usaha perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

b. Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.

c. Juklak, Juknis

Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis yang mengacu kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen.Perkebunan. Penyusunan Juklak/Juknis untuk kegiatan TP


(10)

5 Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana.

d. Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan dengan melibatkan instansi terkait dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.

Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepada pelaku usaha perkebunan, masyarakat dan aparat pemerintah.

e. Pelelangan/pengadaan

Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelelangan/pengadaan barang dan jasa harus selesai pada bulan Februari 2016.

f. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung.

g. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.


(11)

2) Laporan akhir kegiatan disampai kan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2016.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

a. Melakukan Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan dengan mengundang instansi terkait, pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

b. Melakukan koordinasi dan musyawarah untuk mufakat dengan masyarakat, pelaku usaha perkebunan dan instansi terkait untuk mendapatkan penyelesaian yang adil.

3. Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

1) Perencanaan kegiatan/Jadual kegiatan. 2) Pembuatan Juklak Juknis setiap kegiatan. 3) Menunjuk penanggung jawab dan

pelaksana kegiatan. 4) Survei lokasi kegiatan.


(12)

7 6) Menindaklanjuti rekomendasi hasil

pembinaan.

b. Tahap Pasca Pelaksanaan Kegiatan

Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan.

Dinas provinsi/kabupaten/kota melakukan pembinaan dan inventarisasi gangguan usaha perkebunan serta terus meningkatkan koordinasi dengan pelaku usaha perkebunan dan instansi terkait lainnya baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

B. Spesifikasi Teknis

1. Kriteria

a. Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan

1) Kegiatan dilaksanakan di provinsi atau kabupaten/kota yang rawan terjadinya gangguan usaha perkebunan;

2) Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdapat usaha perkebunan.

b. Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi

Penanganan Gangguan Usaha

Perkebunan (bedah kasus)

1) Kegiatan dilaksanakan di provinsi atau kabupaten/kota yang rawan


(13)

terjadinya gangguan usaha perkebunan;

2) Peserta berasal dari pelaku usaha perkebunan, Dinas yangmenangani perkebunan, masyarakat, praktisi dan instansi lainnya.

3) Materi pertemuan dapat berupa kebijakan penanganan gangguan usaha perkebunan, peraturan di bidang perkebunan dan lainnya. 2. Metode

a. Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan

1) Melakukan inventarisasi kasus gangguan usaha perkebunan di wilayah kerja masing-masing;

2) Melakukan identifikasi dengan mengelompokan jenis kasus gangguan usaha perkebunan (GUP- Lahan, GUP-Non Lahan dan GUP Kehutanan);

3) Membuat data rekapitulasi kasus GUP di wilayah kerjanya sesuai Format 1 yang terdapat dalam lampiran 1;

4) Membuat notulen rapat/berita acara hasil pertemuan/rapat (bedah kasus) sesuai.


(14)

9 5) Melakukan monitoring tindak lanjut

hasil dari point 4.

b. Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (bedah kasus)

1) Melakukan pembahasan berbagai materi dan masukan dari instansi terkait.

2) Penyusunan rumusan hasil pertemuan.


(15)

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

1) Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan sebagai berikut:

a.Inventarisasi data dan informasi, terkait dengan gangguan usaha perkebunan antara lain berdasarkan pengaduan;

b.Mengidentifikasi kondisi dan jenis gangguan usaha perkebunan;

c.Groundcheck ke lokasi terjadinya GUP

untuk dilakukan pembinaan pada pihak terkait;

d.Indikator Kinerja;

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi 2 Output/Keluaran Terselenggaranya

kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi,

Identifikasi dan Penanganan

Gangguan Usaha Perkebunan

3 Outcome/hasil Tersedianya data dan informasi terkait kasus GUP dari pihak-pihak terkait sebagai bahan


(16)

11

untuk memberikan rekomendasi

penyelesaian kasus GUP

2) Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (Bedah Kasus), sebagai berikut:

1) Persiapan pertemuan 2) Pelaksanaan Pertemuan

3) Penyusunan rumusan hasil pertemuan. 4) Penyusunan laporan kegiatan pertemuan 5) Indikator Kinerja;

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi 2 Output/Keluaran Terselenggaranya

kegiatan Koordinasi /Rapat Fasilitasi Penanganan

Gangguan Usaha Perkebunan

3 Outcome/hasil Saran,

pertimbangan, atau rekomendasi

penyelesaian kasus

GUP yang

dituangkan dalam bentuk rumusan, notulen, atau berita


(17)

acara yang ditandatangani oleh

pejabat yang

berwenang

dan/atau pihak-pihak yang terkait kasus GUP.

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan. 2. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan 1)Menyiapkan Terms of Reference (TOR)

dan Pedoman Teknis;

2)Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.

b.Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

1)Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan di tingkat provinsi; 2)Melakukan koordinasi dengan


(18)

13

Dinas Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan serta institusi terkait lainnya;

3)Membuat petunjuk pelaksanaan kegiatan Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan;

4)Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan;

5)Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan.

C.Lokasi, Jenis dan Volume

1) Kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan dilaksanakan di 21 provinsi dengan sasaran 21 kasus gangguan usaha perkebunan dan dengan rincian pada

lampiran 2.

2) Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (Bedah Kasus) dilaksanakan di 21 provinsi dengan rincian pada lampiran 3.


(19)

D.Simpul Kritis

1) Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan: - Kasus Gangguan Usaha Perkebunan

pada umumnya sudah terjadi dan berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu dan penanganannya melibatkan berbagai pihak yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah;

- Koordinasi antar instansi terkait belum berjalan optimal;

- Penanganan kasus gangguan usaha perkebunan umumnya masih bersifat parsial;

- Belum semua Provinsi/Kabupaten/ Kota membentuk Tim penanganan kasus Gangguan Usaha Perkebunan; - Terdapat perbedaan pemahaman baik

petugas, masyarakat, atau pelaku usaha perkebunan tentang peraturan

perundang-undangan bidang

perkebunan.

- Penyelesaian gangguan usaha perkebunan adalah pejabat pemberi izin usaha perkebunan yaitu bupati/walikota sementara dinas perkebunan yang menangani hanya


(20)

15 sebagai perangkat kerja pejabat tersebut.

2) Kegiatan Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (Bedah Kasus). dilaksanakan pada triwulan I sedangkan pelaksanaan dilapangan tidak sesuai dengan rencana kerja.


(21)

IV. PROSES PENGADAAN BARANG

Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada Perpres No 54 tahun 2010 dan Perpres No.70 tahun 2012. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.


(22)

17

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan

dan Pendampingan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.

Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi


(23)

kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian,

Pengawalan dan Pendampingan

Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.

Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pemberdayaan perangkat pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan tingkat provinsi.


(24)

19

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring

Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.

Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.

Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.

C. Pelaporan

Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline


(25)

penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 1. Jenis Laporan :

a. Laporan Mingguan

Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum’at.

b. Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.

c. Laporan Triwulan

Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan fisik dan keuangan (Lampiran 4) pelaksanaan kegiatan setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya .

d. Laporan Akhir

Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan


(26)

21 kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail

2. Out Line Laporan

Out line laporan akhir kegiatan seperti dalam lampiran 5.


(27)

VII. PEMBIAYAAN

Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan di daerah antara lain didanai dari APBN tahun anggaran 2016 melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Ditjen. Perkebunan.


(28)

23

VIII. PENUTUP

Pedoman Teknis kegiatan Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih operasional. Diharapkan dengan pedoman teknis ini, pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.


(29)

(30)

25

Lampiran I.

FORM PENANGANAN KASUS GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN

PROVINSI ...

SAMPAI DENGAN BULAN ... TAHUN 2016

No Lokasi

Terjadi nya GUP Pihak yang terlibat kasus GUP

Jenis GUP Uraian

Singkat Permas alahan Upaya Penanganan Keterangan

Lahan Non

Lahan Kehut anan

1. *) dimediasi

oleh... pada tanggal....

*) proses

peradilan

*) Kasus

selesai, dalam proses, pending, belum ditangani

CATATAN: Tipologi Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan 1. Tipologi GUKP – Lahan, a.l:

a. Penggunaan tanah adat/ulayat tanpa persetujuan pemuka adat/masyarakat;

b. Belum selesainya penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota;

c. Okupasi/penyerobotan lahan pelaku usaha perkebunan oleh masyarakat; d. Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan; e. Terjadinya tumpang tindih lahan karena izin baru;

f. Proses penerbitan HGU tidak sesuai peraturan perundangan; g. Tuntutan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses HGU h. Belum dilakukannya ganti rugi lahan/ganti rugi tanam tumbuh, tetapi

usaha perkebunan sudah operasional;


(31)

j. Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank;

k. Tuntutan masyarakat terhadap kebun plasma yang telah dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan;

l. Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan ganti rugi perusahaan;

m. Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/perpanjangan;

n. Terhadap HGU yang diperpanjang, masyarakat menuntut pengembalian kembali lahannya;

o. Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai; p. Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon petani

peserta oleh Bupati;

q. Lahan yang ditelantarkan oleh perusahaan;

r. Pelaku usaha perkebunan tidak menyelesaikan perolehan hak atas tanah;

s. Tanah-tanah perkebunan HGU dituntut untuk diserahkan kepada kelompok masyarakat tertentu dengan dasar tanah ulayatnya. 2. Tipologi GUKP – Kehutanan, a.l:

a. Pelaku usaha perkebunan diberikan Izin usaha perkebunan berdasarkan RTRWP/RTRWK, namun lokasi usaha perkebunan berdasarkan Peta Kawasan Hutan berada pada Kawasan Budidaya Kehutanan; b. Pelaku usaha perkebunan membuka Kawasan Hutan sebelum ada

Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan;

c. Pelaku usaha perkebunan memperoleh hak atas tanah sesuai peraturan, namun lokasi usaha perkebunan berdasarkan Peta Kawasan Hutan berada pada Kawasan Hutan.

3. Tipologi GUKP – Non Lahan, a.l:

a. Pelaku usaha perkebunan tidak memiliki izin usaha perkebunan; b. Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma 20% dari areal

yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No.26 Th.2007 jo Permentan 98/2013)

c. Petani/pekebun tidak mampu dan/atau tidak ada keinginan membayar/melunasi kredit;

d. Penetapan harga/pembelian hasil panen tidak sesuai keinginan pekebun; e. Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit karena

dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum); f. Pengerusakan tanaman dan aset perkebunan;


(32)

27

i. Keterlambatan konversi kebun petani peserta/plasma;

j. Wanprestasi/ingkar janji kemitraan usaha perkebunan antar pelaku usaha perkebunan;

k. Penerbitan Izin Usaha Perkebunan yang belum/tidak sesuai ketentuan; l. Pembangunan kebun melebihi areal yang diizinkan.

m. Pembagian sisa hasil usaha tidak proporsional.

Lampiran 2.Lokasi dan volume kegiatan Fasilitasi,

Inventarisasi, Identifikasi, Serta

Penanganan Kasus Gangguan Usaha

Perkebunan

NO PROPINSI JUMLAH KASUS

1. ACEH 1 KASUS

2. SUMATERA UTARA 1 KASUS

3. RIAU 1 KASUS

4. JAMBI 1 KASUS

5. SUMATERA BARAT 1 KASUS 6. BENGKULU 1 KASUS 7. SUMATERA SELATAN 1 KASUS 8. LAMPUNG 1 KASUS 9. KEPULAUAN BABEL 1 KASUS 10. BANTEN 1 KASUS 11. JAWA TENGAH 1 KASUS 12. KALIMANTAN BARAT 1 KASUS 13. KALIMANTAN TIMUR 1 KASUS 14. KALIMANTAN SELATAN 1 KASUS 15. KALIMANTAN TENGAH 1 KASUS 16. SULAWESI TENGGARA 1 KASUS 17. SULAWESI BARAT 1 KASUS 18. SULAWESI SELATAN 1 KASUS 19. NUSA TENGGARA BARAT 1 KASUS 20. NUSA TENGGARA TIMUR 1 KASUS 21. MALUKU UTARA 1 KASUS


(33)

Lampiran 3. Lokasi dan volume Kegiatan pertemuan di 21 Provinsi dengan rincian sebagai berikut.

No. PROVINSI JUMLAH KEGIATAN

1. ACEH 1 KEGIATAN

2. SUMATERA UTARA 1 KEGIATAN

3. RIAU 1 KEGIATAN

4. JAMBI 1 KEGIATAN

5. SUMATERA SELATAN 1 KEGIATAN 6. SUMATERA BARAT 1 KEGIATAN 7. BENGKULU 1 KEGIATAN 8. KEPULAUAN BABEL 1 KEGIATAN 9. LAMPUNG 1 KEGIATAN 10. BANTEN 1 KEGIATAN 11. JAWA TENGAH 1 KEGIATAN 12. KALIMANTAN BARAT 1 KEGIATAN 13. KALIMANTAN TENGAH 1 KEGIATAN 14. KALIMANTAN SELATAN 1 KEGIATAN 15. KALIMANTAN TIMUR 1 KEGIATAN 16. SULAWESI BARAT 1 KEGIATAN 17. SULAWESI TENGGARA 1 KEGIATAN 18. SULAWESI SELATAN 1 KEGIATAN 19. NUSA TENGGARA BARAT 1 KEGIATAN 20. NUSA TENGGARA TIMUR 1 KEGIATAN 21. MALUKU UTARA 1 KEGIATAN


(34)

29

Lampiran 4. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan KeuanganKegiatan Penanganan Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran Lahan/Kebun

KEGIATAN : PROVINSI : KABUPATEN : LUAS :

POSISI : (Tanggal/bulan/tahun)

NO URAIAN PAGU (Rp)

REALISASI KEUANGAN

REALISASI FISIK (%)

PERMAS ALAHAN

RTL


(35)

Lampiran 5. Out Line Laporan Akhir Laporan akhir dibuat sesuai out line sebagai berikut:

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja

II. TINJAUAN PUSTAKA III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode

D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan

F. Pelaksana G. Pembiayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA


(1)

25

Lampiran I.

FORM PENANGANAN KASUS GANGGUAN USAHA DAN

KONFLIK PERKEBUNAN

PROVINSI ...

SAMPAI DENGAN BULAN ... TAHUN 2016

No Lokasi Terjadi nya GUP Pihak yang terlibat kasus GUP

Jenis GUP Uraian

Singkat Permas alahan Upaya Penanganan Keterangan Lahan Non

Lahan Kehut anan

1. *) dimediasi

oleh... pada tanggal.... *) proses peradilan

*) Kasus selesai, dalam proses, pending, belum ditangani

CATATAN: Tipologi Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan

1. Tipologi GUKP – Lahan, a.l:

a. Penggunaan tanah adat/ulayat tanpa persetujuan pemuka adat/masyarakat;

b. Belum selesainya penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota;

c. Okupasi/penyerobotan lahan pelaku usaha perkebunan oleh masyarakat; d. Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan; e. Terjadinya tumpang tindih lahan karena izin baru;

f. Proses penerbitan HGU tidak sesuai peraturan perundangan; g. Tuntutan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses HGU h. Belum dilakukannya ganti rugi lahan/ganti rugi tanam tumbuh, tetapi

usaha perkebunan sudah operasional;


(2)

26

j. Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank;

k. Tuntutan masyarakat terhadap kebun plasma yang telah dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan;

l. Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan ganti rugi perusahaan;

m. Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/perpanjangan;

n. Terhadap HGU yang diperpanjang, masyarakat menuntut pengembalian kembali lahannya;

o. Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai; p. Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon petani

peserta oleh Bupati;

q. Lahan yang ditelantarkan oleh perusahaan;

r. Pelaku usaha perkebunan tidak menyelesaikan perolehan hak atas tanah;

s. Tanah-tanah perkebunan HGU dituntut untuk diserahkan kepada kelompok masyarakat tertentu dengan dasar tanah ulayatnya. 2. Tipologi GUKP – Kehutanan, a.l:

a. Pelaku usaha perkebunan diberikan Izin usaha perkebunan berdasarkan RTRWP/RTRWK, namun lokasi usaha perkebunan berdasarkan Peta Kawasan Hutan berada pada Kawasan Budidaya Kehutanan; b. Pelaku usaha perkebunan membuka Kawasan Hutan sebelum ada

Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan;

c. Pelaku usaha perkebunan memperoleh hak atas tanah sesuai peraturan, namun lokasi usaha perkebunan berdasarkan Peta Kawasan Hutan berada pada Kawasan Hutan.

3. Tipologi GUKP – Non Lahan, a.l:

a. Pelaku usaha perkebunan tidak memiliki izin usaha perkebunan; b. Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma 20% dari areal

yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No.26 Th.2007 jo Permentan 98/2013)

c. Petani/pekebun tidak mampu dan/atau tidak ada keinginan membayar/melunasi kredit;

d. Penetapan harga/pembelian hasil panen tidak sesuai keinginan pekebun; e. Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit karena

dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum); f. Pengerusakan tanaman dan aset perkebunan;

g. Penjarahan dan pencurian produksi;


(3)

27

i. Keterlambatan konversi kebun petani peserta/plasma;

j. Wanprestasi/ingkar janji kemitraan usaha perkebunan antar pelaku usaha perkebunan;

k. Penerbitan Izin Usaha Perkebunan yang belum/tidak sesuai ketentuan; l. Pembangunan kebun melebihi areal yang diizinkan.

m. Pembagian sisa hasil usaha tidak proporsional.

Lampiran 2.Lokasi dan volume kegiatan Fasilitasi,

Inventarisasi,

Identifikasi,

Serta

Penanganan

Kasus

Gangguan

Usaha

Perkebunan

NO PROPINSI

JUMLAH KASUS

1.

ACEH

1 KASUS

2.

SUMATERA UTARA

1 KASUS

3.

RIAU

1 KASUS

4.

JAMBI

1 KASUS

5.

SUMATERA BARAT

1 KASUS

6.

BENGKULU

1 KASUS

7.

SUMATERA SELATAN

1 KASUS

8.

LAMPUNG

1 KASUS

9.

KEPULAUAN BABEL

1 KASUS

10. BANTEN

1 KASUS

11. JAWA TENGAH

1 KASUS

12. KALIMANTAN BARAT

1 KASUS

13. KALIMANTAN TIMUR

1 KASUS

14. KALIMANTAN SELATAN

1 KASUS

15. KALIMANTAN TENGAH

1 KASUS

16. SULAWESI TENGGARA

1 KASUS

17. SULAWESI BARAT

1 KASUS

18. SULAWESI SELATAN

1 KASUS

19. NUSA TENGGARA BARAT

1 KASUS

20. NUSA TENGGARA TIMUR

1 KASUS


(4)

28

Lampiran 3. Lokasi dan volume

Kegiatan pertemuan di

21 Provinsi dengan rincian sebagai

berikut

.

No. PROVINSI

JUMLAH KEGIATAN

1.

ACEH

1 KEGIATAN

2.

SUMATERA UTARA

1 KEGIATAN

3.

RIAU

1 KEGIATAN

4.

JAMBI

1 KEGIATAN

5.

SUMATERA SELATAN

1 KEGIATAN

6.

SUMATERA BARAT

1 KEGIATAN

7.

BENGKULU

1 KEGIATAN

8.

KEPULAUAN BABEL

1 KEGIATAN

9.

LAMPUNG

1 KEGIATAN

10. BANTEN

1 KEGIATAN

11. JAWA TENGAH

1 KEGIATAN

12. KALIMANTAN BARAT

1 KEGIATAN

13. KALIMANTAN TENGAH

1 KEGIATAN

14. KALIMANTAN SELATAN

1 KEGIATAN

15. KALIMANTAN TIMUR

1 KEGIATAN

16. SULAWESI BARAT

1 KEGIATAN

17. SULAWESI TENGGARA

1 KEGIATAN

18. SULAWESI SELATAN

1 KEGIATAN

19. NUSA TENGGARA BARAT

1 KEGIATAN

20. NUSA TENGGARA TIMUR

1 KEGIATAN


(5)

29

Lampiran 4. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik

Dan KeuanganKegiatan Penanganan Dampak

Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran

Lahan/Kebun

KEGIATAN

:

PROVINSI

:

KABUPATEN

:

LUAS

:

POSISI

: (Tanggal/bulan/tahun)

NO URAIAN PAGU

(Rp)

REALISASI

KEUANGAN

REALISASI

FISIK (%)

PERMAS

ALAHAN

RTL


(6)

30

Lampiran 5. Out Line Laporan Akhir Laporan akhir

dibuat

sesuai out line sebagai berikut:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (jika ada)

DAFTAR GAMBAR (jika ada)

DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar belakang

B.

Tujuan dan Sasaran

C.

Ruang Lingkup Kegiatan

D.

Indikator Kinerja

II.

TINJAUAN PUSTAKA

III.

PELAKSANAAN KEGIATAN

A.

Waktu dan Lokasi

B.

Alat dan Bahan

C.

Metode

D.

Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan

E.

Simpul Kritis Kegiatan

F.

Pelaksana

G.

Pembiayaan

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

B.

Saran/rekomendasi

C.

Rencana Tindak Lanjut

VI.

DAFTAR PUSTAKA