Pedoman Teknis Penanganan OPT Tanaman Perkebunan
DUKUNGAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
PEDOMAN TEKNIS
PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU
TUMBUHAN (OPT) TANAMAN PERKEBUNAN
(2)
KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Daerah tahun 2014 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, Tujuan dan Pengertian Umum; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup.
Pedoman Teknis ini sebagai acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik berdasarkan kondisi daerah setempat.
(3)
(4)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Sasaran Kegiatan ... 4
C. Tujuan ... 4
D. Pengertian Umum... 4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 9
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 9
B. Spesifikasi Teknis ... 19
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 48
A. Ruang Lingkup ... 48
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 54
C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 57
D. Simpul Kritis ... 66
IV. PENGADAAN BARANG ... 68
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,
PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN . 69
(5)
VI. MONITORING, EVALUASI DAN
PELAPORAN ... 72
VII. PEMBIAYAAN ... 76
VIII. PENUTUP ... 77
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi 78 2. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Cengkeh... 78 3. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada 79 4. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kakao... 79 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Tebu... 80 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Tembakau... 83 7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kapas... 84 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kelapa... 85 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Karet... 87 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Jambu Mete... 87 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kelapa Sawit... 87 12. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Kopi (PBKo)... 88 13. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Kakao (PBK)... 88 14. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Lada (Jamur Pirang)... 88 15. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
(7)
16. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Jambu Mete (JAP)... 89 17. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Kelapa (Aceria sp.)... 89 18. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Tebu (Uret)... 89 19. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
OPT Lada (Busuk Pangkal Batang)... 90 20. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
OPT Kopi (PBKo)... 90 21. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
Penggerek Batang/Pucuk Tebu... 90 22. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
Tikus dengan Burung Hantu pada Tebu. 90 23. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
OPT Nilam... 90 24. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
OPT Karet... 91 25. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Kopi per Hektar... 92 26. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Cengkeh per Hektar 93 27. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Lada per Hektar... 94 28. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Kakao per Hektar.... 95 29. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Tebu per Hektar... 96 30. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Tembakau perHektar 97 31. Jenis dan Volume Komponen
(8)
32. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Nilam per Hektar ... 99 33. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Kelapa per Hektar... 100 34. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Karet per Hektar.... 104 35. Jenis dan Volume Komponen
Pengendalian OPT Jambu Mete per
Hektar... 105 36. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT Kopi per Hektar... 106 37. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT Kakao per Hektar.... 107 38. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT Cengkeh per Hektar. 108 39. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT Lada per Hektar... 109 40. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT Uret Tebu perHektar 110 41. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT Aceria sp. pada
tanaman Kelapa per Hektar... 111 42. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT JAP pada tanaman Karet per Hektar...
112 43. Jenis dan Volume Komponen Demfarm
Pengendalian OPT JAP pada tanaman Jambu Mete per Hektar...
113 44. Jenis dan Volume Komponen Demplot
Pengendalian OPT Kopi per Hektar... 114 45. Jenis dan Volume Komponen Demplot
(9)
46. Jenis dan Volume Komponen Demplot Pengendalian OPT Penggerek
Pucuk/Batang Tebu per Hektar...
116 47. Jenis dan Volume Komponen Demplot
Pengendalian Tikus dengan Burung Hantu pada Tebu per Hektar...
117 48. Spesifikasi Teknis Sex Feromon... 118 49. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon.. 121 50. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan
Kegiatan Pengendalian/Demfarm/
Demplot OPT... 134 51. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan
Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT. 135 52. Form Laporan Perkembnagan Realisasi
Fisik dan Keuangan Kegiatan
Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT. 136 53 Out Line Laporan Akhir... 137
(10)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rata-rata serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada komoditi utama tanaman perkebunan 3-5 tahun terakhir 1,25 juta Ha dari luas areal perkebunan Indonesia sampai dengan tahun 2012 sekitar 21,49 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70 % dari total areal perkebunan. Produktivitas baru mencapai 58% dari potensi.
Rendahnya produktivitas antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul masih sekitar 40%, penerapan GAP ditingkat petani masih rendah dan adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan hasil dan penurunan kualitas produk.
Kehilangan hasil dan penurunan kualitas produk juga dapat disebabkan oleh faktor dampak perubahan iklim seperti banjir, kekeringan dan kebakaran lahan.
Kerugian akibat serangan OPT pada 13 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau, nilam dan kapas pada tahun 2012 berdasarkan data
(11)
perhitungan taksasi kerugian hasil diperkirakan sekitar Rp. 2,017 trilyun.
Jenis OPT utama yang masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil, antara lain: hama Penggerek Buah Kakao (PBK), penyakit
Vascular Streak Dieback (VSD), dan busuk
buah pada kakao; hama Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); penyakit busuk pangkal batang dan jamur pirang pada lada; penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Kering Alur Sadap (KAS) pada karet; hama Sexava sp.,
Oryctes sp., Rhyncophorus sp., Brontispa
sp., tungau (Aceria sp.) dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; hama Helopeltis sp., penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Jamur Akar Coklat (JAC) pada jambu mete; hama ulat api dan penyakit busuk pangkal batang
(Ganoderma sp.) pada kelapa sawit; hama
uret, tikus, penggerek batang dan pucuk pada tebu; hama Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora sp. pada tembakau; penyakit layu bakteri, budok dan nematoda pada nilam; hama penggerek buah
Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx
sp. dan Spodoptera sp. pada kapas; hama
Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada
teh; hama penggerek batang Nothopeus sp. dan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) pada cengkeh; hama
(12)
penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang pada pala.
Sesuai dengan UU No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97 tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian hama dan penyakit masih belum optimal karena peran dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT masih relatif rendah. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian, diperlukan bantuan pengendalian oleh pemerintah sebagai stimulasi untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT tersebut. Karena terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, kegiatan pengendalian OPT dilaksanakan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun anggaran 2014 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman tahunan di 18 provinsi; pengendalian OPT tanaman
(13)
semusim di 15 provinsi; serta pengendalian OPT tanaman rempah dan penyegar di 18 provinsi.
B. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan pada tahun 2014 berdasarkan Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2013 adalah terkendalinya serangan OPT seluas 15.728 Ha sehingga dapat mendukung peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan adalah memberikan bantuan pengendalian OPT pada pusat-pusat serangan dan mendorong petani untuk melakukan pengendalian secara bersama agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas ke areal tanaman lainnya.
D. Pengertian Umum
Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :
(14)
1. Kelompok Tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.
2. Calon Petani/Calon Lahan (CP/CL) adalah petani/tempat yang akan diusulkan menjadi peserta kegiatan yang akan dilaksanakan.
3. Hamparan yang relatif kompak yaitu hamparan tanaman dengan umur tanaman yang hampir sama.
4. Sosialisasi adalah penyampaian/ penjelasan lebih rinci tentang kegiatan penanganan OPT perkebunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan petani.
5. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tanaman adalah jenis serangga, tumbuhan (gulma), jamur, bakteri, nematoda, virus dan jasad renik lainnya yang dapat merusak, mengganggu kehidupan sehingga menyebabkan berkurang/hilangnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. 6. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah
organisme yang ditemukan di alam yang dapat melemahkan sekaligus membunuh
(15)
OPT. APH terdiri dari predator, parasitoid dan patogen.
7. Predator adalah golongan serangga yang hidupnya memburu dan membunuh serangga inang (OPT). Serangga predator biasanya ukuran tubuhnya lebih besar dari pada inangnya.
8. Parasitoid adalah serangga musuh alami yang hidupnya menempel di/pada dan menghisap cairan sehingga menyebabkan kematian pada inangnya. 9. Patogen adalah golongan jasad renik
(jamur, bakteri, nematoda, virus dll) yang hidupnya melemahkan/membuat sakit/kompetisi makanan inang (OPT) sehingga menyebabkan kematian inangnya.
10. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari bagian tumbuhan yang bersifat racun (toxic) untuk menghambat/membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan.
11. Efikasi yaitu efektifitas, kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 12. Demonstrasi plot (Demplot)
pengendalian OPT, yaitu model percontohan pengendalian OPT
(16)
perkebunan dengan luas areal 1-5 hektar.
13. Demonstrasi farm (Demfarm) yaitu model percontohan pengendalian OPT pada lahan usahatani perkebunan dengan luas areal 5-25 hektar.
14. Tanaman perangkap adalah jenis tanaman yang digunakan untuk mengalihkan serangan /memerangkap OPT dari tanaman inangnya.
15. APH spesifik lokasi adalah APH yang mempunyai kekhususan terhadap lingkungan sehingga hanya bisa digunakan pada lokasi tertentu.
16. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
17. Pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengawasi populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya secara berkala pada tempat tertentu.
18. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pengendalian OPT dengan cara menggabungkan berbagai tindakan pengendalian yang kompatibel dalam
(17)
suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
19. Pengambilan keputusan adalah penentuan dilakukan atau tidaknya tindakan pengendalian OPT berdasarkan hasil analis data pengamatan dan pemantauan.
20. Luas serangan adalah luas tanaman yang mengalami kerusakan akibat gangguan/serangan OPT.
21. Luas Pengendalian adalah luas tanaman terserang yang dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian.
22. Sanitasi/eradikasi adalah tindakan pembersihan/pemusnahan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.
23. Eksplosi adalah serangan OPT yang bersifat mendadak, dengan populasi dan perkembangan secara cepat.
24. Dampak perubahan iklim adalah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim/variabilitas iklim, yang menyebabkan banjir, kekeringan, peningkatan suhu dan serangan OPT.
(18)
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Pendekatan Umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
1.1 SK Tim Pelaksana Kegiatan
a.Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. b.Penanggung jawab dan pelaksana
kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.
c.Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.
1.2 Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan
(19)
mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
1.3 Juklak, Juknis
Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
1.4 Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan pengendalian/pihak terkait.
1.5 Pelelangan/pengadaan
Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan kontrak diupayakan
(20)
ditandatangani paling lambat bulan Maret 2014. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.
1.6 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali.
1.7 Laporan
a.Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.
b.Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2014.
(21)
2. Prinsip Pendekatan Teknis
2.1 Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan
a. CP/CL
1) Calon petani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. Calon lokasi pengendalian OPT merupakan satu hamparan yang relatif kompak dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan. 2) CP/CL untuk kegiatan TP
Provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. 3) CP/CL untuk kegiatan TP
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan. b. Sosialisasi kepada petani dan
pihak terkait lainnya dilakukan sebelum kegiatan pelaksanaan pengendalian.
(22)
c. Pengamatan
1) Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan.
2) Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan pengendalian sesuai dengan kondisi teknis efikasi bahan pengendali yang digunakan (kondisi tanaman dan keadaan OPT).
3) Pengamatan dilakukan oleh petugas lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT. d. Bahan Pengendali
1) Agens pengendali hayati (APH) berupa parasitoid, predator dan tanaman antagonis/pestisida nabati. 2) Agens pengendali hayati /APH
(23)
Nematoda patogen, yang digunakan harus telah terdaftar dan mendapat ijin dari Menteri Pertanian.
3) Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan telah terdaftar dan mendapat ijin dari Menteri Pertanian.
e. Penerapan PHT yaitu memadukan cara dan teknik pengendalian OPT sesuai kondisi daerah masing-masing, aman terhadap lingkungan, ekonomis, dan diterima secara sosial maupun budaya.
f. Waktu pelaksanaan pengendalian disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.
2.2 Demfarm Pengendalian OPT
a. Demfarm pengendalian OPT dilaksanakan oleh kelompok, untuk 8 (delapan) komoditi yaitu kopi, kakao, cengkeh lada, karet, jambu mete, kelapa dan tebu.
b. Kegiatan bertujuan untuk memberikan contoh kepada
(24)
hama PBKo pada tanaman kopi, PBK pada tanaman kakao, BPKC pada tanaman cengkeh, Jamur pirang pada tanaman lada, JAP pada tanaman karet dan mete, Aceria pada tanaman kelapa dan uret pada tanaman tebu.
c. Demfarm dilaksanakan di kebun petani dan mudah dijangkau. Pelaksana kegiatan adalah Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota.
2.3 Demplot Pengendalian OPT
Demplot pengendalian OPT dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan, di lahan petani pada 5 (lima) komoditi yaitu: lada, kopi, karet, tebu dan nilam. a. Demplot OPT lada
Menerapkan teknologi pengendalian OPT pada tanaman lada dengan menggunakan APH (Trichoderma sp).
b. Demplot OPT kopi
Menerapkan teknologi pengendalian OPT pada tanaman kopi dengan pemasangan perangkap feromon.
(25)
c. Demplot OPT karet
Menerapkan teknologi pengendalian OPT Karet dengan mengkombinasikan cara biologis, mekanis, sanitasi dan kimiawi. d. Demplot OPT tebu
- Menerapkan teknologi pengendalian hama penggerek batang/pucuk pada tebu dengan pemasangan perangkap feromon.
- Menerapkan teknologi pengendalian hama tikus pada tebu dengan cara biologis yaitu menggunakan predator burung hantu.
e. Demplot OPT nilam
Menerapkan teknologi pengendalian OPT nilam dengan mengkombinasikan cara biologis, mekanis, sanitasi dan kimiawi. Penggunaan APH skala terbatas untuk perkebunan rakyat diprioritaskan APH spesifik lokasi yang sudah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/ Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan/Surabaya/
(26)
Ambon) dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.
Demplot dilaksanakan di kebun petani dan mudah dijangkau. Pelaksana kegiatan adalah Dinas yang membidang perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota.
3. Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
3.1. Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan
a. Kelompok tani yang telah melaksanakan pengendalian OPT diharapkan agar melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi pengendalian OPT kepada petani disekitarnya. b. Petani agar melakukan
pengamatan kebunnya secara rutin dalam rangka membangun sistem peringatan dini. Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan
(27)
pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi.
c. Petugas perlindungan dinas kabupaten/kota agar melakukan pengawalan/pendampingan secara intensif kepada petani. d. Dinas kabupaten/kota
diharapkan melakukan upaya yang dapat mendorong petani mau melaksanakan pengendalian OPT secara mandiri.
3.2. Demfarm Pengendalian OPT
Kelompok tani di sekitar lokasi demfarm diharapkan mau mencontoh teknologi pengendalian OPT yang telah dilaksanakan. Provinsi pelaksana demfarm diharapkan melanjutkan dan mengembangkan hasil demfarm di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkembangan demfarm, dan petani melakukan pemeliharaan demfarm.
3.3. Demplot Pengendalian OPT
Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara multi years (3
(28)
tahun). Provinsi pelaksana demplot diharapkan mengembangkan hasil demplot di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkembangan demplot, dan petani melakukan pemeliharaan demplot.
B. Spesifikasi Teknis
1. Kriteria
1.1. Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan
Kriteria pengendalian sebagai berikut:
a. Luas pengendalian OPT minimal 25 ha/kelompok tani dengan perhitungan populasi tanaman sesuai standar baku.
b. Calon lokasi merupakan satu hamparan yang relatif kompak dengan kondisi tanaman terserang OPT yang masih dapat dipulihkan.
c. Calon petani/kelompok tani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. d. Teknologi pengendalian OPT yang
(29)
rekomendasi Puslit/Balit/Perti/ BBPPTP (Medan/ Surabaya/ Ambon)/BPTP Pontianak atau pedoman pengenalan dan pengendalian OPT yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan.
1.2. Demfarm Pengendalian OPT
a. Demfarm dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan bekerja sama dengan kelompok tani/petani.
b. Demfarm dilaksanakan pada satu hamparan yang kompak minimal seluas 5 (lima) hektar.
c. Lokasi demfarm mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. d. Demfarm berada pada pusat
serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: PBKo pada kopi, PBK pada kakao, BPKC pada cengkeh, Jamur pirang pada lada, JAP pada karet dan jambu mete, Aceria pada kelapa, Uret pada tebu.
(30)
1.3. Demplot Pengendalian OPT
a. Demplot dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan bekerja sama dengan kelompok tani/petani.
b. Demplot dilaksanakan pada satu hamparan yang kompak minimal seluas 1 (satu) hektar.
c. Lokasi demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. d. Demplot berada pada pada pusat
serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: penyakit kuning/busuk pangkal batang pada lada; hama PBKo pada kopi; penyakit JAP/KAS pada karet; hama penggerek batang/pucuk dan tikus pada tebu; penyakit budok, nematoda, ulat/kutu daun pada nilam.
2. Metode
2.1. Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan
(31)
Pengendalian OPT pada tanaman kopi (hama PBKo) dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok tani pelaksana dengan menerapkan PHT, antara lain: 1) Kultur teknis melalui
pengaturan naungan.
2) Mekanis melalui petik bubuk, lelesan, dan rampasan.
3) Biologis dengan pemasangan atraktan sebanyak 25 set/hektar/ tahun.
b.Pengendalian OPT Cengkeh
Pengendalian OPT pada tanaman cengkeh dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:
1) Hama penggerek batang
(Nothopeus sp. dan
Hexamitodera sp.) adalah :
a) Kultur Teknis
- Sanitasi kebun
- Pemupukan dan pemeliharaan tanaman
(32)
b) Kimiawi
- Memasukkan insektisida berbahan aktif asefat atau carbofuran ke dalam lubang gerekan yang masih aktif.
2) Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) adalah :
a) Kultur Teknis
- Sanitasi kebun
- Pembuatan parit isolasi di sekeliling tanaman terserang
b) Mekanis
- Tananam cengkeh yang terserang berat dilakukan eradikasi dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.
- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.
c) Biologis
Aplikasi agens pengendali hayati.
(33)
d) Kimiawi
Melakukan infuse batang dengan bakterisida dan penyemprotan insektisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.
3) Penyakit Jamur Akar Putih
(Rigidophorus lignosus)
adalah :
a) Kultur Teknis
- Membersihkan sisa tanaman (tunggul).
- Pengendalian gulma disekitar piringan tanaman
- Perbaikan saluran drainase.
b) Mekanis
- Penjarangan tanaman
- Membongkar tanaman mati/tumbang.
c) Biologis
Aplikasi Trichoderma sp. Dengan dosis 100 g/pohon diulang 2 (dua) kali Aplikasi diiringi dengan pemberian pupuk organik dengan dosis 400 kg/hektar.
(34)
Aplikasi pestisida nabati sebanyak 2 l/hektar.
c. Pengendalian OPT Lada
Pengendalian OPT pada tanaman lada dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain :
1) Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada a)Kultur Teknis, dengan cara :
- Membuat parit isolasi di sekeliling tanaman terserang.
- Melakukan sanitasi kebun dan tidak melakukan penyiangan secara bersih (terbatas disekeliling piringan tanaman lada).
- Melakukan pemupukan berimbang sesuai jenis dan dosis yang dianjurkan.
b)Mekanis, dengan cara :
- Memangkas sulur tanaman dekat permukaan tanah untuk menghindari
(35)
penyebaran spora oleh percikan air hujan.
- Mencabut tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan dengan membakar tanaman.
- Memangkas tajar hidup secara teratur pada awal dan menjelang akhir musim hujan.
- Membuat saluran drainase.
- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.
c)Kimiawi
- Aplikasi fungisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida. 2) Pengendalian penyakit jamur
pirang pada tanaman lada a) Kultur Teknis
- Sanitasi kebun
- Pembuatan parit isolasi di sekeliling tanaman terserang
(36)
b). Mekanis
- Tananam lada yang terserang berat dilakukan eradikasi dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.
- Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat.
c)Biologis
Dengan aplikasi agens pengendali hayati.
d)Kimiawi
Aplikasi fungisida dan penyemprotan insektisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.
d. Pengendalian OPT Kakao
Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK)
a) Kultur Teknis
- Pemangkasan
(37)
- Panen sering
- Pemupukan (gunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar)
b) Biologis
Pemasangan sex feromon sebanyak 6 set/hektar.
e. Pengendalian OPT Tebu
Pengendalian OPT pada tanaman tebu dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian Hama uret
- Mekanis
Pengambilan, pengumpulan dan pemusnahan uret pada saat pengolahan tanah. - Perangkap
Pemasangan perangkap imago dengan lampu petromak/neon sebanyak 1 unit/ha atau pemasangan jaring/barrier trap di sekitar pertanaman tebu.
(38)
2) Pengendalian Hama tikus - Gropyokan
Penangkapan/pemburuan tikus secara serentak. - Pengumpanan/racun tikus Umpan/racun tikus yang
digunakan berbahan aktif bromadiolon atau coumatetralyl.
3) Pengendalian Hama Penggerek Batang/pucuk
- Biologis
Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% untuk penggerek batang dan
Hexsadsenal 100% untuk
penggerek pucuk.
-Pemasangan feromon
sebanyak 10-20 set/ ha/th. Setiap 1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 4 sachet feromon. Pemilihan jenis feromon tergantung jenis penggerek yang ada di lapangan (penggerek batang/pucuk) Pemasangan feromon sebaiknya pada sore hari dan
(39)
feromon diganti setiap 3 bulan sekali.
f. Pengendalian OPT Tembakau Pengendalian penyakit lanas dan ulat daun.
- Biologis
Penggunaan pestisida nabati mimba sebanyak + 10 kg/ hektar dan agens hayati jamur
Beauveria bassiana sebanyak 2 kg/ha (tergantung intensitas serangan).
Aplikasi APH dilakukan setelah aplikasi pestisida nabati.
g. Pengendalian OPT Kapas
Pengendalian penggerek buah kapas, ulat daun dan wereng kapas.
- Kultur Teknis
Penanaman jagung sebagai tanaman perangkap sebanyak 2 kg/hektar dengan cara menanam 1 baris jagung diantara 3 baris tanaman kapas.
(40)
- Biologis
Aplikasi agens pengendali hayati Beauveria bassiana
sebanyak 2 kg/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali.
Aplikasi Pestisida nabati sebanyak 10 kg/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali.
Aplikasi APH dilakukan setelah aplikasi pestisida nabati.
h. Pengendalian OPT Kelapa
Pengendalian OPT pada tanaman kelapa dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:
1)Pengendalian hama Oryctes
sp./Rhyncophorus sp.
- Sanitasi
Membersihkan kebun atau memusnahkan semua tempat perkembangbiakan Oryctes
sp. seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji,
(41)
dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dibakar atau ditimbun tanah.
- Biologis
Pemasangan feromon untuk memerangkap imago Oryctes
sp./ Rhyncophorus sp. sebanyak 1-3 sachet/ha/ aplikasi dan diaplikasikan sebanyak 2 kali dalam setahun.
2) Pengendalianhama Sexava sp.
- Kultur teknis
Sanitasi kebun dan intercroping dengan menanam tanaman sela seperti kacang tanah, jagung dan lainnya.
- Biologis
Pelepasan parasitoid
Leefmansia bicolor sebanyak
25 butir telur terparasit per hektar untuk dua kali aplikasi.
- Kimiawi
Penggunaan insektisida dengan dosis 1 liter/Ha.
(42)
3) Pengendalian hama Brontispa
sp.
- Mekanis
Memotong janur dan diturunkan dengan tali, kemudian dikumpulkan dan dibakar untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp.
- Biologis
Menggunakan Tetrastichus
brontispae sebanyak 25 butir
telur terparasit per hektar.
- Kimia
Penggunaan herbisida dengan dosis 1 lt/ha
4) Pengendalian hama tungau (Aceria guerreronis)
a. Mekanis
Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah kelapa terserang yang berserakan disekitar pohon. b. Kimiawi
Aplikasi insektisida sistemik melalui injeksi batang/infuse akar sesuai dosis 1.5 lt/ha.
(43)
i. Pengendalian OPT Karet
Pengendalian OPT pada tanaman karet dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:
1) Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP)
- Mekanis
Eradikasi tanaman terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang);
- Sanitasi
Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;
- Biologis
Aplikasi agens hayati
Trichoderma sp. pada
tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi sebanyak 10 Kg/ha;
(44)
- Pemberian pupuk organik sebanyak 100 Kg/ha.
- Kimia
Menggunakan fungisida berbahan aktif triadimefon dengan dosis 1 lt/ha.
2) Pengendalian Penyakit Kering Alur Sadap (KAS)
- Pemupukan sesuai dengan anjuran;
- Menghentikan penyadapan berat dan pemberian stimulan yang berlebihan;
- Waktu dan intensitas penyadapan sesuai anjuran dengan kedalaman sadap 1-1,5 mm dari kambium, ketebalan irisan sadap 1,66-2 mm tiap kali penyadapan, sudut kemiringan irisan sadap 30°-40° untuk bidang sadap bawah;
- Mengikis/ mengerok kulit bidang sadap (Bark
scrapping) yang bergejala
KAS menggunakan pisau sadap hingga kedalaman 3-4 mm dari kambium pada hari pertama sadap. Teknik
(45)
pengikisan sama dengan prinsip penyadapan;
- Segera dilakukan aplikasi dengan mengoles formula oleokimia sesuai dosis anjuran;
- Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai, yaitu mulai hari ke 90.
j. Pengendalian OPT Jambu Mete Pengendalian OPT pada tanaman jambu mete dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain:
1) Pengendalian penyakit JAP
- Kultur Teknis
Eradikasi dengan cara menebang, membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;
(46)
pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sebanyak 100 Kg/ha. Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH.
- Biologis
Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp. pada tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;
Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan feromon sex disajikan pada lampiran 1, 2, 3 dan 4.
2.2. Demfarm Pengendalian OPT
a. Demfarm Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi
- Kultur teknis melalui pengaturan naungan.
- Mekanis melalui petik bubuk, lelesan, dan rampasan.
(47)
- Biologis dengan pemasangan attraktan sebanyak 25 set/hektar/ tahun.
b. Demfarm Pengendalian Hama PBK pada Tanaman Kakao
- Kultur Teknis (Pemangkasan dan Sanitasi)
- Biologis
Pemasangan sex feromon dan pemanfaatan musuh alami semut rangrang atau semut hitam.
c. Demfarm Pengendalian Penyakit BPKC Pada Tanaman Cengkeh
- Kultur teknis dengan melakukan Sanitasi kebun
- Mekanis; tananam cengkeh yang terserang berat dilakukan eradikasi dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.
- Kimiawi
Melakukan infuse batang dengan bakterisida dan penyemprotan insektisida
(48)
yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.
d. Demfarm Pengendalian Penyakit Jamur Pirang Pada Tanaman Lada
- Kultur Teknis dengan melakukan sanitasi kebun
- Kimiawi
Aplikasi fungisida dan penyemprotan insektisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.
e. Demfarm JAP karet
- Kultur Teknis
Eradikasi dengan cara menebang, membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sebanyak 100 Kg/ha. Aplikasi pupuk
(49)
organik dilakukan bersamaan dengan APH.
- Biologis
Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp. pada tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;
- Kimiawi
Aplikasi fungisida dan penyemprotan insektisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.
f. Demfarm JAP pada mete
- Kultur Teknis
Eradikasi dengan cara menebang, membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sebanyak 100 Kg/ha. Aplikasi pupuk
(50)
organik dilakukan bersamaan dengan APH. - Biologis
Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp. pada tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi;
- Kimiawi
Aplikasi fungisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida.
g. Demfarm Aceria pada kelapa
- Kultur Teknis
Dengan cara mengumpulkan dan membakar buah terserang
- Kimiawi
Aplikasi insektisida yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida dengan cara infuse batang.
(51)
e. Demfarm Pengendalian Hama uret pada tebu
- Pengamatan awal untuk mengetahui intensitas serangan.
- Pengambilan, pengumpulan dan pemusnahan uret bersamaan dengan pengolahan tanah.
- Aplikasi pupuk organik dicampur dengan APH jamur
Metarhizium sp./ nematoda Steinernema sp. sebelum
tanam, atau pada saat
pembuatan juringan
- Pemasangan perangkap
(lampu perangkap/trap
barrier/jaring perangkap)
untuk imago pada awal musim hujan.
- Pengamatan rutin dan
pengamatan akhir untuk
mengetahui tingkat serangan
setelah dilakukan aplikasi
(52)
2.3. Demplot Pengendalian OPT
a. Demplot Pengendalian Penyakit Kuning dan BPB pada Tanaman Lada melalui Sambung Akar
- Kultur Teknis
Penggunakan pupuk anorganik dengan ditambahkan zat suplemen.
- Biologis
Menggunakan Agen Pengendali Hayati Trichoderma sp. untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang.
- Mekanis
Memangkas pertumbuhan bagian batang bawah (tanaman sirih) yang tidak dikehendaki.
- Melakukan pemeliharaan bahan tanaman yang telah dilakukan penyambungan, seperti penyiraman secara berkala, penaungan dan pemupukan sesuai standard teknis.
- Menyulam tanaman yang gagal disambung (tidak tumbuh).
(53)
- Mengamati dan mencatat pertumbuhan tanaman dan ekosistem setempat.
b. Demplot Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi di Kabupaten Kepahyang.
- Pemupukan;
- Pemasangan attraktan;
- Pembuatan rorak;
- Perbaikan saluran drainase, teras sering;
- Pengendalian OPT
c. Demplot Pengendalian penyakit JAP dan KAS pada Tanaman Karet
- Persiapan lahan;
- Penyediaan bibit; Bibit diambil dari sumber benih yang dihasilkan oleh petani yang telah mengembangkan teknologi penyambungan batang bawah yang tahan terhadap penyakit JAP dan batang atas yang tahan terhadap KAS serta produksi lateksnya tinggi.
- Penanaman dengan jarak tanam sesuai anjuran.
(54)
- Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik, anorganik dan zat suplemen.
- Pemeliharaan tanaman sesuai anjuran budidaya karet.
- Penggunaan APH (Trichoderma
sp.)
d. Demplot Pengendalian Hama Penggerek batang/pucuk pada tebu.
- Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat 100% untuk penggerek batang dan Hexsadsenal 100%
untuk penggerek pucuk.
Pemasangan feromon sebanyak 10-20 set/ ha/th. Setiap 1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 4 sachet feromon.
Pemilihan jenis feromon tergantung jenis penggerek yang ada di lapangan (penggerek batang/pucuk) Pemasangan feromon sebaiknya pada sore hari dan feromon diganti setiap 3 bulan sekali.
(55)
- Aplikasi parasitoid
Trichogramma sp. sebanyak
100 pias/ha (8 kali aplikasi interval 1 minggu, aplikasi pertama 16 pias dan berikutnya 12 pias).
e. Demplot Pengendalian Hama tikus pada tebu dengan burung hantu sebagai predator
- Pembuatan dan pemasangan pagupon/rumah burung hantu (rubuha) di pertanaman.
- Mengkarantina burung hantu didekat lahan tebu untuk adaptasi lingkungan dengan diberi pakan marmut.
- Pelepasan burung hantu pada saat awal tanam/mulai ada serangan sebanyak 2 pasang burung hantu untuk 5 ha lahan.
f. Demplot Pengendalian OPT nilam (budok, nematoda, ulat/kutu daun dll)
- Penggunaan pestisida nabati bubuk biji nimba, dosis 15 kg/ha. aplikasi dilakukan 3 kali dengan interval 2 minggu, di mulai dari tanaman umur 2
(56)
minggu. Pengendalian dapat juga menggunakan pestisida nabati berbahan aktif Azadiractin yang sudah terdaftar, dengan dosis sesuai aturan pemakaian.
- Penggunaan APH Beauveria
bassiana dengan dosis 1 kg/ha,
diaplikasikan 3-4 kali dengan interval 1-2 minggu.
- Penggunaan bubur bordo dengan dosis 1 kg/ha, diaplikasikan seminggu setelah tanam.
(57)
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)
a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani pada komoditas kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, jambu mete, kelapa sawit, tebu, tembakau dan kapas.
b. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL, sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan pengendalian, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.
(58)
c. Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM
- Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya
pengendalian OPT tanaman kopi 900 ha, lada 300 ha, cengkeh 525 ha, pala 800 ha, kakao 2.125 ha, karet 660 ha, kelapa 5.350 ha, kelapa sawit 200 ha, jambu mete 205 ha, tebu 5.005 ha, tembakau 100 ha dan kapas 150 ha.
3 Outcome/hasil Menurunnya luas serangan OPT pada tanaman tanaman kopi 900 ha, lada 300 ha, cengkeh 525 ha, pala 800 ha, kakao 2.125 ha, karet 660 ha, kelapa 5.350 ha, kelapa sawit 200 ha, jambu mete 205 ha, tebu 5.005 ha, tembakau 100 ha dan kapas 150 ha.
(59)
2. Demfarm Pengendalian OPT
a. Demfarm pengendalian OPT pada tanaman kopi, kakao, cengkeh, lada, karet, jambu mete, kelapa dan tebu dilakukan di kebun petani.
b. Tahapan kegiatan demfarm pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demfarm pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air), pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendamping- an serta monitoring/evaluasi dan pelaporan.
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya demfarm pengendalian PBKo pada kopi 30 ha, PBK pada kakao 20 ha, BPKC
(60)
pada cengkeh 10 ha, Jamur pirang pada lada 10 ha, JAP pada karet 70 ha, JAP pada mete 10 ha, Aceria sp. pada kelapa 20 ha, uret pada tebu 10 ha.
3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi
pengendalian PBKo pada kopi 30 ha, PBK pada kakao 20 ha, BPKC pada cengkeh 10 ha, Jamur pirang pada lada 10 ha, JAP pada karet 70 ha, JAP pada mete 10 ha, Aceria sp. pada kelapa 20 ha, uret pada tebu 10 ha. - Diperolehnya
rekomendasi teknologi
pengendalian PBKo pada kopi 30 ha, PBK pada kakao 20 ha, BPKC pada cengkeh 10 ha, Jamur pirang pada lada 10 ha, JAP pada karet 70 ha, JAP pada mete 10 ha, Aceria sp. pada kelapa 20 ha, uret pada tebu 10 ha.
(61)
3. Demplot Pengendalian OPT
a.Demplot pengendalian OPT pada tanaman lada, kopi, karet, tebu dan nilam dilakukan di kebun petani
b.Tahapan kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demplot pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air, pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.
c.Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi 2 Output/Keluaran Terlaksananya
demplot pengendalian OPT pada Lada 1 ha,
(62)
OPT pada kopi 1 ha, OPT pada karet 1 ha, penggerek batang/ pucuk pada tebu 1 ha, tikus dengan burung hantu pada tebu 10 ha dan OPT pada nilam 12 ha.
3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi pengen-dalian hama OPT pada Lada 1 ha, OPT pada kopi 1 ha, OPT pada karet 1 ha, penggerek batang/pucuk pada tebu 1 ha, tikus dengan burung hantu pada tebu 10 ha dan OPT pada nilam 12 ha.
- Diperolehnya reko-mendasi teknologi pengendalian OPT pada Lada 1 ha, OPT pada kopi 1 ha, OPT pada karet 1 ha, penggerek batang/pucuk pada tebu 1 ha, tikus dengan burung hantu pada tebu 10 ha dan OPT pada nilam 12 ha.
(63)
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi. Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/Demplot pengendalian OPT pada tanaman kopi, kakao, cengkeh, lada, karet, jambu mete, kelapa dan tebu adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. 2. Dinas yang membidangi perkebunan
provinsi/kabupaten/kota dalam melaksa-nakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Kewenangan dan tanggung jawab :
3.1 Direktorat Perlindungan Perkebunan a. Menyiapkan Terms of Reference
(TOR) dan Pedoman Teknis; b. Melakukan bimbingan,
pembinaan, monitoring dan evaluasi.
3.2 Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
(64)
a. Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT/ demfarm/demplot pengendalian OPT perkebunan tingkat provinsi; b. Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, BBPPTP Medan/Surabaya/ Ambon/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;
c. Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pengendalian OPT/Demfarm/Demplot
pengendalian OPT perkebunan; d. Melakukan verifikasi CP/CL
bersama Dinas Kabupaten;
e. Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi;
f. Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;
(65)
g. Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot
pengendalian OPT bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;
h. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
3.3 Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan
a. Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT untuk TP kabupaten;
b. Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon), BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;
c. Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan; d. Melakukan verifikasi dan
(66)
e. Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev kegiatan pengendalian OPT perkebunan; f. Menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
3.4 Kelompok Tani/Petani :
a. Mengikuti sosialisasi pengendali-an OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT.
b. Melakukan seluruh tahapan kegiatan pengendalian OPT/ demfarm/demplot pengendalian OPT.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan
(Tanaman Rempah dan Penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)
1.1 Pengendalian OPT Kopi
Kegiatan pengendalian OPT kopi seluas 900 ha, di 3 provinsi, 5 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 1.
(67)
1.2 Pengendalian OPT Cengkeh
Kegiatan pengendalian OPT tanaman cengkeh seluas 525 ha di 4 provinsi 5 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 2.
1.3 Pengendalian OPT Lada
Kegiatan pengendalian OPT pada lada seluas 300 ha di 2 provinsi 3 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 3.
1.4 Pengendalian OPT Kakao
Kegiatan pengendalian OPT pada kakao seluas 2.125 ha di 9 provinsi 13 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 4.
1.5 Pengendalian OPT Tebu
Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tebu seluas 5.005 ha di 9 Provinsi 40 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5.
(68)
1.6 Pengendalian OPT Tembakau
Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tembakau seluas 100 ha di 4 Provinsi 4 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 6.
1.7 Pengendalian OPT Kapas
Kegiatan pengendalian OPT tanaman kapas seluas 150 ha di 4 provinsi 6 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 7.
1.8 Pengendalian OPT Kelapa
Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman kelapa seluas 5.350 ha di 13 Provinsi 27 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada
Lampiran 8.
1.9 Pengendalian OPT Karet
Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman karet seluas 660 ha di 6 provinsi 7 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 9.
(69)
1.10 Pengendalian OPT Jambu Mete
Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman jambu mete seluas 205 ha di 2 Provinsi 2 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada
Lampiran 10.
1.11 Pengendalian OPT Kelapa Sawit Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman kelapa sawit seluas 200 ha di 1 Provinsi 1 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada
Lampiran 11.
2. Demfarm Pengendalian OPT Perkebunan 2.1 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman
Kopi (PBKo)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT kopi seluas 30 ha di Provinsi Aceh (Kabupaten Aceh Tengah), Bengkulu (Kabupaten Kepahiang), dan NTB (Kabupaten Lombok Timur). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 12.
(70)
2.2 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Kakao (PBK)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT kakao seluas 30 ha di Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Soppeng) dan Sulawesi Tenggara (Kabupaten Bombana). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 13.
2.3 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Cengkeh (BPKC)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT cengkeh seluas 10 ha di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Karanganyar). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 14.
2.4 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Lada (Jamur Pirang)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT lada seluas 10 ha di Provinsi Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 15.
(71)
2.5 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Karet (JAP)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT karet seluas 70 ha di Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Asahan), Riau (Kabupaten Pelalawan dan Kuantan Singingi), Sumatera Selatan (OKU), Kalimantan Barat (Sambas), Kalimantan Selatan (Kabupaten Tabalong), dan Jawa Barat (Kabupaten Garut). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 16.
2.6 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Jambu Mete (JAP)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT jambu mete seluas 10 ha di Provinsi Bali (Kabupaten Karangasem). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 17.
2.7 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Kelapa (Aceria sp.)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT kelapa seluas 20 ha di Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten Bitung dan Minahasa Utara). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 18.
(72)
2.8 Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Tebu (Uret)
Kegiatan demfarm pengendalian OPT tebu seluas 10 ha di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Purworejo) dan DIY (Kabupaten Sleman). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 19.
3. Demplot Pengendalian OPT Perkebunan 3.1 Demplot Pengendalian OPT Lada.
Kegiatan demplot pengendalian OPT lada seluas 1 ha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Bangka). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 20.
3.2 Demplot Pengendalian OPT Kopi. Kegiatan demplot pengendalian OPT Kopi seluas 1 ha di Provinsi Bengkulu (Kabupaten Kepahiang). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 21.
(73)
3.3 Demplot Pengendalian Penggerek Batang/Pucuk Tebu.
Kegiatan demplot pengendalian Penggerek Batang/Pucuk Tebu seluas 1 ha di Provinsi Papua. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 22.
3.4 Demplot Pengendalian Tikus dengan Burung Hantu pada Tanaman Tebu Kegiatan Demplot Pengendalian Tikus dengan Burung Hantu pada Tanaman Tebu seluas 10 ha di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Pati 5 ha dan Kabupaten Brebes 5 Ha). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 23.
3.5 Demplot Pengendalian OPT Nilam Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Nilam seluas 12 Ha di 6 Provinsi Sumbar (Kabupaten Pasaman Barat 2 Ha), Aceh (Kabupaten Aceh Selatan 2 Ha), Jambi (Kabupaten Sarolangun 2 Ha), Jabar (Kabupaten Kuningan 2 Ha), Jateng (Kabupaten Purbalingga 2 Ha) dan Sultra (Kabupaten Kolaka Utara 2 Ha). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 24.
(74)
3.6 Demplot Pengendalian OPT Karet Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Lada seluas 1 Ha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Bangka). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 25.
4. Jenis dan Volume Kegiatan
4.1 Komponen biaya kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi :
Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.
4.2 Komponen biaya kegiatan Demfarm pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi :
Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.
(75)
4.3 Komponen biaya kegiatan Demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi :
Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.
Rincian Jenis dan Volume Komponen Pengendalian/demfarm
dan demplot OPT tanaman
perkebunan disajikan pada
Lampiran 26-48.
D. Simpul Kritis
Simpul Kritis Pengendalian OPT, Demfarm dan Demplot Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan sebagai berikut :
a. Penetapan SK pelaksana kegiatan terlambat, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. SK pelaksana kegiatan ditetapkan paling lambat seminggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.
b. Terlambatnya pengusulan revisi, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. Penelaahan dan usulan revisi agar dilakukan sejak awal setelah diterimanya Pedoman
(76)
Teknis, paling lambat bulan Februari 2014.
c. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.
d. Penetapan CP/CL tidak akurat sehingga terjadi revisi CP/CL atau tetap dilaksanakan pada CP/CL yang tidak tepat yang mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat/ tidak tepat sasaran. Verifikasi penetapan CP/CL dilakukan secara bersama antara dinas provinsi dengan dinas kabupaten sebelum pengusulan kegiatan.
e. Terlambatnya pengadaan bahan dan alat pengendalian akibat proses lelang/pengadaan sehingga aplikasi tidak tepat waktu. Lelang/pengadaan bahan pengendalian dilakukan awal tahun dan penyediaan bahan pengendalian disesuaikan dengan spesifikasi teknis pelaksanaan aplikasi di lapangan.
(77)
IV. PENGADAAN BARANG
Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada Perpres No.70 tahun 2012. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.
(78)
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan
Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/kabupaten/ kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Pusat, BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak, dan pihak terkait lainnya.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan
(79)
sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian,
Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Pendampingan terhadap kelompok tani peserta pengendalian OPT/demfarm/ demplot dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan.
Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan
(80)
pendampingan kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat provinsi.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat kabupaten/kota.
(81)
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring
Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/ penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan.
(82)
Laporan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyu-sunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1. Jenis Laporan :
1.1 Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
1.1.1 Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Persiapan meliputi : penetapan tim
pelaksana kegiatan; penyusunan juklak/juknis; penetapan CP/CL; persiapan administrasi; pengadaan alat dan bahan; sosialisasi; Dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.
1.1.2 Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan meliputi pengamatan awal, aplikasi pengendalian, pemantauan, pengamatan akhir. Dilaporkan sebanyak 3 kali selama pelaksanaan kegiatan.
1.2 Laporan Fisik dan Keuangan 1.2.1 Laporan Mingguan
(83)
Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan
setiap minggu hari Jum’at. 1.2.2 Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.
1.2.3 Laporan Triwulan
Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.
1.3 Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai
(84)
dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail 2. Format Laporan Perkembangan Persiapan
Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 51-54.
(85)
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan fasilitasi pengendalian OPT perkebunan di daerah didanai dari APBN tahun anggaran 2014 melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan.
(86)
VIII. PENUTUP
Pelaksanaan pengendalian OPT diharapkan mampu menstimulasi untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan gangguan OPT pada tingkat lahan usaha tani secara mandiri, gradual dan berkesinambungan dan pada akhirnya dapat berkontribusi dalam menurunkan tingkat serangan OPT terutama pada pusat-pusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas.
Untuk keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.
(87)
Lampiran 1. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 NTT Flores Timur PBKo 200 Ha
2 Jabar Garut PBKo 200 Ha
Bandung PBKo 100 Ha
3 Bali Tabanan PBKo 200 Ha
Bangli PBKo 200 Ha
Lampiran 2. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Cengkeh
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jateng Semarang Penyakit
BPKC 150 Ha
2 Jatim Jombang Penyakit
BPKC 25 Ha
3 Sulut Minahasa Tenggara
Penggerek
Batang 150 Ha 4 Maluku
Maluku Tengah Penggerek
Batang 100 Ha Buru Selatan Penggerek
(88)
Lampiran 3. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Babel Bangka Selatan
Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada
100 Ha
2
Kalbar Sambas Jamur Pirang 100 Ha Bengkayang Jamur Pirang 100 Ha
Lampiran 4. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kakao
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Bali
Tabanan Penggerek
Buah Kakao 150 Ha Jembrana Penggerek
Buah Kakao 100 Ha Badung Penggerek
Buah Kakao 50 Ha 2 NTB Lombok Utara Penggerek
Buah Kakao 150 Ha 3 Sulbar Polman Penggerek
Buah Kakao 250 Ha 4 Sulsel
Maros Penggerek
Buah Kakao 150 Ha
Wajo Penggerek
Buah Kakao 300 Ha 5 Sumbar Solok Penggerek
Buah Kakao 200 Ha 6 Sulteng
Sigi Penggerek
Buah Kakao 300 Ha Parigimoutong Penggerek
Buah Kakao 300 Ha 7 Jateng Wonogiri Penggerek
(89)
8 Aceh Bireun Penggerek
Buah Kakao 100 Ha 9 DIY Gunung Kidul Penggerek
Buah Kakao 50 Ha
Lampiran 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 DIY Sleman Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha 2 Jateng
Sragen Penggerek
Batang/Pucuk 250 Ha Boyolali Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha Jepara Penggerek
Batang/Pucuk 125 Ha Rembang Penggerek
Batang/Pucuk 250 Ha Blora Penggerek
Batang/Pucuk 200 Ha Pemalang Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha Pekalongan Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha Purbalingga Penggerek
Batang/Pucuk 150 Ha Batang Penggerek
Batang/Pucuk 150 Ha Karanganyar Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha Tegal Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha Brebes Penggerek
(90)
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume Purwodadi Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha Kendal
Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha 3 Jatim
Sidoarjo Penggerek
Batang/Pucuk 200 Ha Mojokerto Penggerek
Batang/Pucuk 200 Ha Ngawi Penggerek
Batang/Pucuk 150 Ha Malang Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha Probolinggo Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha Tulungagung Penggerek
Batang/Pucuk 150 Ha Jombang Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha Kediri Penggerek
Batang/Pucuk 85 Ha 4 Sumsel Ogan Ilir Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha 5 Lampung Lampung
Utara
Penggerek
Batang/Pucuk 100 Ha 6 Gorontalo
Gorontalo Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha Boalemo Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha 7 Sulsel
Bone Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha Takalar Penggerek
Batang/Pucuk 20 Ha
(91)
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume 8 Papua Merauke Penggerek
Batang/Pucuk 50 Ha
9 DIY Sleman Hama Uret 150 Ha
10 Jateng Purworejo Hama Uret 100 Ha Kebumen Hama Uret 100 Ha Pemalang Hama Uret 50 Ha Magelang Hama Uret 50 Ha 11 Jatim Bondowoso Hama Uret 100 Ha Kediri Hama Uret 100 Ha Malang Hama Uret 100 Ha Tulungagung Hama Uret 50 Ha Situbondo Hama Uret 100 Ha Jombang Hama Uret 100 Ha 12 Jateng Tegal Hama Tikus 100 Ha Purbalingga Hama Tikus 100 Ha 13 Jatim Sidoarjo Hama Tikus 100 Ha Jombang Hama Tikus 50 Ha Mojokerto Hama Tikus 30 Ha 14 Jabar Majalengka Hama Tikus 50 Ha Subang Hama Tikus 50 Ha Indramayu Hama Tikus 200 Ha
15 Sulsel Bone Hama Tikus 75 Ha
Takalar Hama Tikus 25 Ha
Gowa Hama Tikus 30 Ha
(92)
Lampiran 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jateng
Temanggung
Seluruh OPT Tembakau
25 Ha
2 Jabar Bandung
Seluruh OPT Tembakau
25 Ha
3 Jatim Jember
Seluruh OPT Tembakau
25 Ha
4 NTB Lombok Tengah
Seluruh OPT Tembakau
(93)
Lampiran 7.Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kapas
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jatim
Lamongan Seluruh
OPT Kapas 25 Ha Pacitan Seluruh
OPT Kapas 25 Ha 2 Sulsel
Bantaeng Seluruh
OPT Kapas 25 Ha Bulukumba Seluruh
OPT Kapas 25 Ha 3 NTB Lombok
Utara
Seluruh
OPT Kapas 25 Ha 4 Bali Karangasem Seluruh
(94)
Lampiran 8.Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Sulteng Toli-Toli Brontispa sp. 100 Ha Banggai Brontispa sp. 100 Ha 2 Riau Indragiri
Hilir Brontispa sp. 100 Ha 3 Sulut Bolmong Brontispa sp. 100 Ha 4 NTB Lombok
Barat Brontispa sp. 100 Ha 5 Kalteng Kotim Brontispa sp. 100 Ha 6 DIY Gunung
Kidul
Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 150 Ha
Kulonprogo Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 150 Ha
7 Jabar Tasikmalaya Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 250 Ha
8 NTB Lombok Barat
Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 400 Ha
Lombok Timur
Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 350 Ha
9 NTT Flores Timur
Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 400 Ha
10 Kalbar Kuburaya Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 300 Ha
11 Sulsel
Bone Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 400 Ha
Sidrap Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 200 Ha
12 Lampung Lampung Selatan
Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 200 Ha
13 Jateng
Rembang Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 100 Ha
(95)
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
Rhyncophorus sp.
Grobogan Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 100 Ha
14 Sulteng Parimo Oryctes sp./
Rhyncophorus sp. 175 Ha
15 Sulut Kep. Talaud Hama Sexava 150 Ha 16 Malut Halmahera
Selatan Hama Sexava 150 Ha
Halmahera
Barat Hama Sexava 150 Ha
Morotai Hama Sexava 150 Ha
Halmahera
Tengah Hama Sexava 200 Ha Halmahera
Utara Hama Sexava 150 Ha
17 Sulut Bitung Hama Aceria sp. 250 Ha Minahasa
(96)
Lampiran 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Karet
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1. Sumut Asahan JAP 100 Ha
2. Riau Pelalawan JAP 100 Ha
Kuantan Singingi
JAP
100 Ha
3. Sumsel OKU JAP 100 Ha
4. Kalbar Sekadau JAP 100 Ha
5. Kalsel Tabalong JAP 100 Ha
6. Jabar Garut JAP 60 Ha
Lampiran 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Jambu Mete
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Bali Karangasem JAP 130 Ha
2 NTT Sumba Timur JAP 75 Ha
Lampiran 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kelapa Sawit
No. Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Riau Kampar Oryctes
(97)
Lampiran 12. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Kopi (PBKo)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Aceh Aceh Tengah 10 Ha
2 Bengkulu Kepahiang 10 Ha
3 NTB Lombok
Timur 10 Ha
Lampiran 13.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Kakao (PBK)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Sulsel Soppeng 10 Ha
2 Sultra Bombana 10 Ha
Lampiran 14.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Cengkeh (BPKC)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Jateng Karanganyar 10 Ha
Lampiran 15.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Lada (Jamur Pirang)
No. Provinsi Kabupaten Volume
(98)
Lampiran 16.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Karet (JAP)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Sumut Asahan 10 Ha
2 Riau Pelalawan 10 Ha
Kuantan Singingi 10 Ha
3 Sumsel OKU 10 Ha
4 Kalbar Sambas 10 Ha
5 Kalsel Tabalong 10 Ha
6 Jabar Garut 10 Ha
Lampiran 17.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Jambu Mete (JAP)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Bali Karangasem 10 Ha
Lampiran 18.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Kelapa (Aceria sp.)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Sulut Bitung 10 Ha
Minahasa Utara 10 Ha Lampiran 19. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Tebu (Uret)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Jateng Purworejo 5 Ha
(99)
Lampiran 20. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Lada (Busuk Pangkal Batang)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Kep.Babel Bangka 1 Ha
Lampiran 21. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Kopi (PBKo)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Bengkulu Kepahiang 1 Ha
Lampiran 22. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian Penggerek Batang/Pucuk Tebu
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Papua Merauke 1 Ha
Lampiran 23. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian Tikus dengan Burung Hantu Pada Tebu
No. Provinsi Kabupaten Volume
1 Jateng Pati 5 Ha
(1)
128
Aktif Aplikasi/frekuensi
upayakan selalu
tersedia air di
wadah perangkap;
- Perangkap
dipasang diantara tanaman tebu
4. - Sex Feromon khusus
untuk hama
kumbang nyiur - Bahan Aktif:
etil-4 metil oktanoat
- Siapkan ember
plastik
berkapasitas 12
liter yang akan
digunakan sebagai perangkap;
- Buat lubang pada
bagian dasar
ember sebanyak 5
buah dengan
diameter 2 mm
untuk pembuangan air hujan;
- Aplikasi feromon
dilakukan minimal dua kali dalam satu tahun
atau menyesuaikan
dengan kondisi
lapangan.
- Interval waktu
aplikasi paling lambat 3 bulan.
- Pemasangan feromon
dilakukan pada sore hari.
- Pemasangan
feromon harus
memenuhi 5 T
(Tepat dosis,
waktu, cara, lokasi
dan sasaran),
sesuai dengan
pedoman penggunaan.
- Sebelum aplikasi
perlu dilakukan
pengamatan untuk menentukan waktu
(2)
129
- Tutup ember
dilubangi sebanyak
5 buah lubang
dengan diameter
55 mm;
- Balik tutup ember
yang sudah
dilubangi, kemudian
gantungkan satu
kantong feromon
pada bagian tengah
tutup ember
dengan menggunakan kawat;
- Tutup ember yang
telah digantungi
feromon dipasang
pemasangan yang tepat, yaitu pada
saat ditemukan
adanya serangan
kumbang pada
(3)
130
Aktif Aplikasi/frekuensi
kan pada ember perangkap;
- Ember perangkap
digantung pada
tiang kayu/bambu
penyanggah yang
berukuran 2-3 m
dari permukaan
tanah;
- Tiang penyanggah
ditancapkan di
pinggir kebun pada tempat terbuka;
- pengumpulan dan
pemusnahan
kumbang yang
terperangkap dilakukan maksimal setiap satu minggu
(4)
131
satu kali;- Akan lebih efektif jika ember diisi
dengan serbuk
gergaji/tanah yang
dicampur dengan
insektisida dengan
tujuan agar
kumbang yang
terperangkap mati.
5. - Sex Feromon khusus
untuk hama
kumbang sagu
- Bahan aktif 4–5 meti –5- nonanol
- Siapkan ember
plastik
berkapasitas 18
liter yang akan
digunakan sebagai perangkap;
- Pada bagian dasar
ember untuk
perangkap dibuat
- Aplikasi feromon
dilakukan minimal dua kali dalam satu tahun
atau menyesuaikan
dengan kondisi
lapangan.
- Interval waktu
aplikasi feromon
paling lambat 3
- Pemasangan
feromon harus
memenuhi 5 T
(Tepat dosis,
waktu, cara, lokasi
dan sasaran),
sesuai dengan
pedoman penggunaan.
(5)
132
Aktif Aplikasi/frekuensi
lubang sebanyak 23
buah dengan
diameter 2 mm; - Seng Plat sebanyak
dua buah disatukan
dengan bambu
yang ujungnya
telah dibelah silang sehingga berbentuk kipas baling-baling;
- Seng plat yang
telah disatukan
dengan bambu
dimasukkan ke
dalam ember
plastik;
- Buat gantungan
dari kawat dan pasang pada seng
bulan.
- Pemasangan feromon
dilakukan pada sore hari.
- Sebelum aplikasi
perlu dilakukan
pengamatan untuk menentukan waktu pemasangan yang tepat, yaitu pada
saat ditemukan
adanya gejala
serangan kumbang sagu pada tanaman kelapa
(6)
133
plat baling-baling;- Gantungkan
feromon pada
gantungan kawat
tersebut;
- Ember perangkap
digantung pada
bambu/kayu penyanggah berukuran ± 1 m;
- Kayu penyanggah
tersebut dipasang pada pohon kelapa dengan ketinggian
2 meter dari