Agraria-Januari 2009

VOLUME VII JANUARI 2009

AGRARIA

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

Da ft a r I si

HPP keluar, pendapatan petani dijamin naik -------------------------------------------------------

1


Padi Terendam Banjir -------------------------------------------------------------------------------------

3

Petani Strowbery Telan Kerugian ----------------------------------------------------------------------

5

Petani Protes Kehadiran Pengembang --------------------------------------------------------------

6

Sulteng butuh urea 60.000 ton -------------------------------------------------------------------------

7

Sulteng Butuh Pupuk Urea Bersubsidi 60.000 Ton -----------------------------------------------

8


Beri Petani Kompensasi Lain ---------------------------------------------------------------------------

9

Masalah Pupuk Belum Teratasi ------------------------------------------------------------------------ 11
Beras Karawang Menjadi Primadona ----------------------------------------------------------------- 13
Mentan: Industri benih agar dampingi petani ------------------------------------------------------- 14
Nilai tukar petani makin turun --------------------------------------------------------------------------- 15
Sektor pertanian butuh proteksi ------------------------------------------------------------------------ 17
2,4 Juta Petani Tak Bisa Mengakses Pupuk Bersubsidi ---------------------------------------- 19
Akhir Bulan, Bisa Ekspor Beras Super --------------------------------------------------------------- 20
Petani Sulit Prediksi Musim------------------------------------------------------------------------------ 21
Pertanian Sulut Dikembangkan ------------------------------------------------------------------------ 22
Pertanian: Petani Sambut Gembira Kenaikan HPP Gabah ------------------------------------ 23
Harga Beras Turun----------------------------------------------------------------------------------------- 24
Hujan Berkurang, Petani Kembali Pakai Pompa -------------------------------------------------- 25
Lahan Sawah Produktif Tak Akan Dikorbankan --------------------------------------------------- 26
Petani Lampung Nikmati Harga Tinggi --------------------------------------------------------------- 27
Produksi padi Kediri Turun 40 Persen ---------------------------------------------------------------- 28

Petani Harus Dibantu Kurangi Susut Gabah dan Beras----------------------------------------- 29
Pengadaan Beras Bulog Dinaikkan 20 Persen ---------------------------------------------------- 30
Petani Belum Rasakan Jaminan Ketersediaan ---------------------------------------------------- 32
Petani Mulai Menjual Kebun ---------------------------------------------------------------------------- 33
Sebagian Petani Beralih ke Pupuk Organik--------------------------------------------------------- 34
Beras, Impor atau Ekspor? ------------------------------------------------------------------------------ 35
Ketahanan Vs Kedaulatan Pangan-------------------------------------------------------------------- 37
Ribuan Hektar Tanaman Padi Terendam------------------------------------------------------------ 39
Sistem Puri Tani Diterapkan ---------------------------------------------------------------------------- 40

Mungkinkah HPP Dongkrak Kesejahteraan Petani? --------------------------------------------- 41
Perlu Upaya Nyata Lindungi Petani ------------------------------------------------------------------- 44
Distribusi Pupuk Tertutup Belum Berjalan Penuh ------------------------------------------------- 45
Pupuk Bersubsidi Belum Disalurkan ------------------------------------------------------------------ 47
KTNA: Bulog agar fokus pengadaan beras --------------------------------------------------------- 48
Petani di Padang Cemaskan Kelangkaan Pupuk ------------------------------------------------- 49
Petani Sawit dan Karet Masih Terpuruk ------------------------------------------------------------- 50
6.090 Hektar Lahan Masih Kritis ----------------------------------------------------------------------- 51
Beras Jateng Tersedot Bulog Divre Jabar ---------------------------------------------------------- 52
Petani Singkong Bingung Jual Hasil Produksi ----------------------------------------------------- 53

Monopoli pedagang dianggap rugikan petani ------------------------------------------------------ 54
15.000 Hektar Padi Puso--------------------------------------------------------------------------------- 56
Spekulasi Petani yang Berujung Rugi ---------------------------------------------------------------- 57
Ratusan Hektar Padi Diserang Hama ---------------------------------------------------------------- 58
Sulut Sediakan Dana Untuk Sukseskan Revitalisasi Pertanian ------------------------------- 59
Bulog Mulai Membeli Beras ----------------------------------------------------------------------------- 60
Kelangkaan Pupuk Merata di Sumut------------------------------------------------------------------ 61
Masyarakat Karawang Masih Trauma ---------------------------------------------------------------- 62
Produksi Padi Jabar Ditargetkan 10,78 Juta Ton ------------------------------------------------- 64
Ribuan Hektar Padi Gagal Panen --------------------------------------------------------------------- 65
Harga BBM Tak Pengaruhi Biaya Produksi Pertanian ------------------------------------------- 66
Kredit Petani Tak Dibatasi ------------------------------------------------------------------------------- 67
Mayoritas Petani Memakai Benih Palsu ------------------------------------------------------------- 68
Panen Dimulai, Harga GKP Rp 2.700 ---------------------------------------------------------------- 69
114 Hektar Lahan Pertanian di Jember Puso ------------------------------------------------------ 70
Ekspor Beras Tunggu Izin Depdag -------------------------------------------------------------------- 71
Bulog Tunggu Izin Ekspor Beras Super -------------------------------------------------------------- 72
Sumatera Utara Targetkan Produksi Padi Sebanyak3,5 Juta Ton --------------------------- 73
Petani Tembakau Terancam Menganggur ---------------------------------------------------------- 74
Mentan: Pemerintah Bertekad Terus Sejahterakan Petani ------------------------------------- 75

Pemerintah Diminta Selesaikan Kasus Penyerobotan Tanah --------------------------------- 76
Produksi Pupuk Organik Jadi Alternatif -------------------------------------------------------------- 77
Produksi Jagung Naik ------------------------------------------------------------------------------------- 78

Bisnis I ndonesia

Jumat, 02 Januari 2009

H PP k e lu a r , pe n da pa t a n pe t a n i dij a m in n a ik
JAKARTA: Pemerintah menjamin peningkatan pendapatan petani menyusul kenaikan harga
pembelian pemerintah (HPP) baru untuk gabah dan beras rata-rata 7,76% per 1 Januari 2009
dalam Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2008.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono menegaskan peningkatan HPP komoditas spesifik itu telah
memperhitungkan biaya produksi petani yang tinggi dan tingkat inflasi ekonomi di dalam negeri.
"Besaran kenaikan HPP sudah cukup bagus. Sudah bisa meningkatkan pendapatan petani padi,"
kata Anton menanggapi penerbitan Inpres No.8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan
pekan ini.
Kebijakan baru yang diumumkan Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan
Bayu Krisnamurthi memutuskan kenaikan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani
sebesar 9,1% dari Rp2.240 per kilogram (kg) menjadi Rp2.400 per kg mulai 1 Januari 2009.

Selain itu, HPP gabah kering giling (GKG) di penggilingan naik 7,2% dari Rp2.400 per kg menjadi
Rp3.000 per kg. Sementara HPP beras di gudang Bulog naik 7% menjadi Rp4.600 per kg dari
sebelumnya Rp4.300 per kg.
Meskipun biaya produksi pertanian tinggi, Anton menyatakan pemerintah masih mengalokasikan
subsidi pertanian pada 2009, a.l. dalam bentuk subsidi pupuk dan subsidi benih.
Diperluas
Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir sebelumnya menyatakan
pemerintah seharusnya juga memperluas perhitungan kebutuhan produksi pertanian padi, selain
pupuk dan benih.
"Sekarang ini petani juga harus membeli air. Padahal, selama ini kebutuhan air tidak masuk
dalam perhitungan biaya produksi. Untuk mendapatkan pengairan, selain mengandalkan irigasi,
petani juga harus menggunakan pompa yang butuh BBM."
Di lain pihak, pengamat perberasan M. Husein Sawit menuturkan pemerintah semestinya mulai
mengkaji penerapan HPP multikualitas untuk, sehingga lebih menguntungkan untuk petani yang
dapat memproduksi beras atau gabah yang lebih berkualitas.
Namun, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi
mengatakan pemerintah belum akan mengubah skema perhitungan HPP yang selama ini
ditetapkan.
Selain kenaikan HPP, Bayu menambahkan kebijakan perberasan juga akan mengatur upaya
peningkatan penggunaan benih padi unggul bersertifikat, pupuk organik dan anorganik secara

imbang dalam usaha tani padi.
"Inpres ini juga memasukkan upaya untuk mendorong dan memfasilitasi pengurangan kehilangan
paska panen padi, pengendalian pengurangan luas lahan irigasi teknis, rehabilitasi lahan dan
penghijauan daerah tangkapan air dan rehabilitasi jaringan irigasi, mendorong peningkatan
investasi bidang usaha padi," kata Bayu.

Bisnis I ndonesia

Jumat, 02 Januari 2009

Terkait dengan ekspor impor beras, Bayu menyatakan inpres tersebut juga mengatur
pengendalian perdagangan komoditas itu agar terkendali, sehingga menjaga kepentingan petani
dan konsumen sekaligus menjaga stabilitas harga beras dalam negeri. (19)
(aprika.hernanda@bisnis.co.id)
Oleh Aprika R. Hernanda
Bisnis Indonesia

Kompas

Jumat, 02 Januari 2009


Pa di Te r e n da m Ba n j ir
Longsor Ambil Lima Korban Jiwa di Jawa Barat
Jumat, 2 Januari 2009 | 01:36 WIB
KUDUS, KOMPAS - Puluhan hektar tanaman padi dan tebu di Kabupaten Kudus, Demak, Pati,
dan Jepara, Jawa Tengah, hingga Kamis (1/1) masih terendam air sedalam 15-30 sentimeter.
Beberapa hari terakhir turun hujan lebat sehingga sejumlah anak sungai meluap, sementara Laut
Jawa pasang.
Sunarto (45), warga Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, mengeluh karena tigaempat tahun terakhir setiap awal musim hujan seluruh areal pertanian hingga pekarangan warga
tergenang air selama 3-4 bulan. ”Kali ini tampaknya akan lebih parah karena ada peninggian
jalan, gorong-gorong di bawah jembatan tersumbat batu, kerikil, pasir, dan tanah,” katanya.
Melihat kondisi itu, lembaga swadaya masyarakat Society for Health, Education, Environment,
and Peace Jawa Tengah bersama Pemerintah Kabupaten Pati membangun gedung serbaguna
untuk menampung pengungsi.
Bupati Demak Tafta Zani khawatir terhadap tanggul kiri Sungai Wulan yang berhulu di pintu
pembagi banjir Wilalung dan melintas di Kecamatan Karanganyar, Mijen, Wedung, yang belum
ditinggikan. Padahal, sebagian besar tanggul kanan yang berada di Kudus sudah ditinggikan dari
dari 8 meter menjadi 11 meter. Untuk itu, Pemkab Demak menganggarkan Rp 2 miliar untuk
bantuan penanganan bencana alam.
Sebaliknya, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Pati Desmon Hastiono menyatakan

tidak bisa menganggarkan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk biaya
penanggulangan bencana karena belum bisa diprediksi kapan terjadi bencana dan berapa besar
tingkat kerusakan.
Sementara itu, di Jawa Barat, yakni di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Kuningan, terjadi
longsor yang menewaskan lima orang.
Empat warga Kampung Kawungluwuh, Desa Sirnaraja, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten
Tasikmalaya, tertimbun longsor ketika membuat saluran irigasi hari Rabu (31/12) pukul 11.30.
Menurut Encas, warga yang ikut membuat saluran irigasi, lokasi longsor ada di sebelah bukit
yang berjarak sekitar 2 kilometer dari perkampungan warga. ”Kami berniat membuat saluran
irigasi baru sepanjang 200 meter untuk sawah baru,” katanya.
Sembilan orang warga Kawungwuluh bergotong royong membangun saluran irigasi di bawah
tebing setinggi 15 meter. Mereka bekerja setiap hari mulai pukul 07.30 sejak Minggu (28/12).
Empat korban meninggal tertimbun adalah Domo (58), Sa’an (55), Ateng (50), dan Empud (60).
Satu korban luka, Atep (50), dirawat di Rumah Sakit Tinewati, Singaparna.
Evakuasi korban dilakukan puluhan warga selama dua jam. Korban tewas langsung dimakamkan
pada sore harinya.
Camat Cigalontang Jamaludin Malik menduga, retakan pada tebing terjadi setelah hujan
mengguyur daerah tersebut beberapa hari terakhir.
Kepala Kantor Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya Wawan Ridwan
menyatakan, Cigalontang termasuk daerah yang rawan bencana longsor.


Di Kuningan, Widia (1), anak balita di Kampung Wangun, Kelurahan Citangtu, meninggal akibat
tertimbun longsoran tanah yang menghantam dinding rumah pamannya. Longsor itu dipicu hujan
deras selama tiga jam pada malam sebelumnya.

Kompas

Jumat, 02 Januari 2009

Menurut Suhri (41), Ketua RT 21 RW 5, Kelurahan Citangtu, longsor terjadi pada Rabu pukul
10.30 di tebing sisi kiri rumah Bambang (35), paman korban. Tembok yang tertimpa tanah
longsoran jebol dan menimpa Widia yang sedang tidur.
Menurut Kepala Bagian Humas Kabupaten Kuningan Lili Suherli, wilayah bagian selatan
Kuningan rawan longsor pada musim hujan.(SUP/ADH/CHE/THT)

Pikiran Rakyat

Jumat, 02 Januari 2009

Pe t a n i St r ow be r y Te la n Ke r u gia n

Jum'at, 02 Januari 2009 , 00:10:00
GARUT, (PRLM).- Sedikitnya 324 orang petani Strowbery di Desa Barudua dan Karang Mulya
Kec. Malangbong, sejak memasuki musim hujan mengalami kerugian cukup besar. Sebagian
besar tanaman strowbery mereka rusak parah akibat terjadinya pembusukan diterpa air hujan.
Seorang petani strowbery, Mulyadi (52) yang juga Ketua RW setempat mengatakan, strowbery
merupakan salah satu jenis tanaman yang tidak tahan gempuran air hujan. Jangankan sudah
berbuah, yang baru berbunga saja jika hujan turun tak hentinya, pohon itu langsung layu. Yang
sudah menjadi buah juga bisa busuk.
Dia mengungkapkan, dari sebanyak 18.000 batang tanaman strowbery miliknya yang tumbuh di
lahan seluas 350 tumbak atau setengah hektarw, saat musim kemarau bisa menghasilkan
keuntungan tak kurang dari Rp 10 juta. ”Ya kalau kotornya sampai Rp 15 juta. Setelah dikurangi
bekas pengeluaran pembiayaan keuntungannya tak kurang dari Rp 10 juta. Itu baru dari seluas
350 tumbak,” kata Mulyadi.
Namun lain lagi dengan sekarang ini, menurut Mulyadi, keuntungannya mengalami penurunan
cukup drastis. Bahkan sampai ada para petani yang menelan kerugian cukup besar. ”Kalau bagi
saya rugi sih tidak. Hanya keuntungannya sangat tipis, yatu sebesar Rp 120.000,00. Jika
dibandingkan pada musim kemarau jauh sekali. Itu sudah risiko bagi para petani strowbery,” ujar
Mulyadi.
Pendapat yang sama juga diungkapkan petani asal Desa Karang Mulya, Yayan Sofiyan. Menurut
dia, jumlah petani yang kini menekuni tanaman strowbery di desanya tak kurang dari 118 orang.
Sedangkan lahan yang sudah baku ditanami tanaman primadona bagi warga Kec. Malangbong
luasnya mencapai 25 hektare.
”Setiap musim kemarau dari seluas 25 hektare tanaman strowbery keuntungan yang diperoleh
petani di Desa Barudua ini tak kurang Rp 500 juta,” ungkap Yayan.
Namun, karena buah strowbery mudah busuk ketika musim hujan, kata Yayan, para petani
kini terancam kerugian yang cukup besar. ”Jika buah Strobery mampu bertahan dari terjangan air
hujan, maka nasib kehidupan para petani yang berada di Desa Barudua ini akan lebih baik lagi
dibandingkan warga lainnya di Kec. Malangbong. Pada musim hujan kita hanya bisa pasrah saja.
Mau beralih menanam padi lagi sudah kurang tertarik,” ucapnya.
Camat Kec. Malangbong, Drs. Nadang Sulaksana, M.Si. membenarkan atas adanya keluhan
para petani strowbery yang terdapat di Desa Barudua dan Karangmulya. ”Dua hari kemarin kita
dari Desa Barudua dan Karang Mulya. Para petani di sana mengeluhkan tentang tak mampu
bertahannya buah strowbery pada musim penghujan sekarang ini,” tutur Nandang.
Dia mengaku sudah meminta kepada pihak BPP dan UPTD Pertanian yang berada di wilayah
kerjanya untuk turun ke lapangan. ”Hampir seluas 50 hektare lebih lahan tanaman strowbery
yang terdapat di dua desa itu kini nyaris dilanda busuk. Sedangkan petaninya berjumlah sekitar
324 orang. Kita berharap dalam waktu dekat ini ada jalan keluar untuk menyelamatkan buah
stroebery dari pembusukan,” ujar Nandang. (E-18/A-147)***

Pikiran Rakyat

Senin, 02 Januari 2009

Pe t a n i Pr ot e s Ke h a dir a n Pe n ge m ba n g
Jum'at, 02 Januari 2009 , 00:07:00
BANDUNG, (PRLM).- Petani dan pembudi daya ikan air tawar di Kab. Bandung bagian selatan,
memprotes kehadiran sejumlah perusahaan pengembang yang berniat membangun projek
perumahan di sentra produksi.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kab. Bandung H. Nono Sambas mengatakan,
para petani yang menolak kehadiran perusahaan pengembang tersebut, di antaranya berasal
dari sekitar Katapang, Majalaya, Ciparay, Cangkuang, dan Soreang. Daerah-daerah
bersangkutan belakangan sering diganggu dan diintimidasi sejumlah pihak untuk
mengalihfungsikan lahan pertanian bagi kepentingan lain, terutama bisnis perumahan.
"Semakin banyak pemilik lahan pertanian, petani, dan para pembudi daya ikan di Kab. Bandung
bagian selatan menyadari pentingnya eksistensi lahan dan usaha mereka. Mereka kini menilai
semakin pentingnya usaha pertanian demi generasi mendatang, yang memiliki keterkaitan
sumber pangan, sumber pendapatan, kelestarian lingkungan, dan sosial-budaya lokal, sebagai
peluang lolos dari imbas krisis ekonomi pada 2009," kata Nono, yang juga pengurus Asosiasi
Pengusaha Ikan Air Tawar Indonesia (Aspatindo) Kab. Bandung.
Disebutkan pula, banyak golongan petani dan pembudi daya ikan belakangan ini "tak mempan"
lagi dengan bujukan pengusaha pengembang dan para calo tanah, dengan iming-iming akan
disalurkan menjadi tenaga kerja pada projek mereka. Para petani dan pembudi daya ikan lebih
melihat jaminan kelanjutan mata pencaharian yang sudah digeluti selama ini, dibandingkan
dengan beralih mata pencaharian menjadi buruh bangunan yang sifatnya hanya sampai projek
habis.
Menurut Nono, Kab. Bandung bagian selatan selama ini sebagai salah satu dari dua sentra
produksi beras kelas premium, yang memiliki pasaran sangat tinggi di kota-kota besar, terutama
Jakarta dan Bandung, misalnya ciparay wangi dan jembar. Bahkan, belakangan dikembangkan
produk beras organik, sebagai salah satu usaha produksi padi yang mampu mendukung usaha
pemulihan lingkungan.
Mengenai produksi ikan air tawar, dikatakan, salah satu faktor terus menyusutnya populasi,
adalah gangguan kepada lahan-lahan pembenihan, terutama dari pasokan air bersih. Kondisi
demikian, menjadi keluhan lama dari para pembudi daya ikan, akibat kehadiran industri dan
projek perumahan. (A-81/a-147)***

Bisnis I ndonesia

Senin, 05 Januari 2009

Su lt e n g bu t u h u r e a 6 0 .0 0 0 t on

PALU: Provinsi Sulawesi Tengah membutuhkan sedikitnya 60.000 ton pupuk urea bersubsidi
pada 2009 guna mempertahankan swasembada beras yang sudah dicapai selama beberapa
tahun terakhir.
"Kebutuhan pupuk sebanyak itu untuk meningkatkan produktivitas lebih 200.000 hektare areal
tanam padi milik petani selama musim tanam 2009," kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia (HKTI) Sulteng, Abdul Rauf Toramai, di Palu pekan lalu.
Dia menjelaskan 1 hektare areal tanam padi di daerahnya dalam satu kali musim tanam
membutuhkan pupuk urea sebanyak 300 kg. (Antara)

Jurnal Nasional

Senin, 05 Januari 2009

Nusantara | Palu | Minggu, 04 Jan 2009 17:58:09 WIB

Su lt e n g Bu t u h Pu pu k Ur e a Be r su bsidi 6 0 .0 0 0 Ton
PROVINSI Sulawesi Tengah (Sulteng) membutuhkan sedikitnya 60.000 ton pupuk urea
bersubsidi tahun 2009, guna mempertahankan swasembada beras yang sudah dicapai selama
beberapa tahun terakhir.
"Kebutuhan pupuk sebanyak itu untuk meningkatkan produktivitas lebih 200.000 hektar areal
tanam padi milik petani selama musim tanam 2009," kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia (HKTI) Sulteng, Abdul Rauf Toramai, di Palu.
Ia menjelaskan, untuk satu hektare luas areal tanam padi di daerahnya dalam satu kali musim
tanam, membutuhkan pupuk urea sebanyak 300 kilogram.
Dengan demikian, bila target produksi padi yang direncanakan Pemprov Sulteng di tahun 2009
masih tetap lebih 200.000 hektare seperti yang diprogramkan tahun 2008 lalu, maka pupuk urea
bersubsidi yang dibutuhkan paling sedikit 60.000 ton.
Menjawab pertanyaan, Toramai yang mantan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi
Sulteng itu mengatakan, perlu instansi teknis setempat melakukan lobi ke pemerintah pusat
untuk memperbesar jatah pupuk urea bersubsidi untuk Sulteng pada tahun 2009.
"Jatah 35.000 ton yang dialokasikan ke Sulteng dan didistribusikan oleh PT Pupuk Kaltim pada
tahun ini terlalu sedikit, sebab sebagian besar petani padi dan palawija di daerah kami masih
sangat bergantung pada ketersediaan pupuk bersubsidi karena kondisinya belum mapan,"
ujarnya.
Ia menambahkan, kebutuhan pupuk urea 60.000 ton itu belum termasuk untuk padi ladang,
palawija, sayur-sayuran, serta tanaman perkebunan yang tentunya memerlukan tambahan stok
hingga sekitar 30 persen.
Menurutnya, apabila pasokan pupuk urea bersubsidi di daerahnya hanya separuh dari total
kebutuhan petani, maka dapat dipastikan produksi padi Sulteng pada tahun ini terancam
menurun tajam.
Bahkan, lanjut dia, pencapaian swasembada beras lebih 170.000 ton yang diperkirakan pada
tahun 2008, tidak akan terpenuhi.(Ant)

Kompas

Senin, 05 Januari 2009

Be r i Pe t a n i Kom pe n sa si La in
Turunnya Harga BBM Tidak Berdampak pada Biaya Produksi Padi
Senin, 5 Januari 2009 | 00:52 WIB
Jakarta, Kompas - Rendahnya kenaikan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras
tahun 2009 harus dikompensasi dengan berbagai bantuan. Ini untuk mendorong petani menjual
hasil panennya bukan dalam bentuk gabah, tetapi beras. Cara ini dinilai efektif untuk menambah
pendapatan petani.
Melalui Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, pemerintah
menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering giling (GKG) di tingkat
penggilingan tahun 2009 sebesar Rp 3.000 per kilogram, atau naik 7,2 persen dibanding 2008.
Adapun harga pembelian beras di gudang Perum Bulog naik 7 persen menjadi Rp 4.600 per kg.
Menurut anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
Jacobus Mayong Padang, Minggu (4/1) di Jakarta, kenaikan HPP itu tidak mampu meningkatkan
daya beli petani. Ini karena laju inflasi 2008 mencapai dua digit, dan itu menggerus daya beli
petani.
HPP yang ideal sesuai harapan petani, menurut Jacobus, seharusnya untuk GKG Rp 3.250 per
kg dan beras Rp 5.100 kg. Namun, karena pemerintah tidak bersedia menaikkan setinggi itu,
maka pemerintah harus memberi kompensasi agar kesejahteraan petani dapat meningkat.
Kompensasi itu antara lain berupa sarana pengeringan, agar pada panen musim rendeng
kualitas gabah petani dapat ditingkatkan, sehingga harga jual berasnya menjadi relatif tinggi.
Selain itu, petani membutuhkan peralatan pascapanen seperti alat perontok, terpal, dan fasilitas
penyimpanan.
Jacobus juga menyarankan agar diberikan subsidi dalam jumlah besar dan bersifat langsung,
khususnya kepada petani dengan lahan garapan 0,25 hektar ke bawah. Subsidi itu berupa benih,
pupuk, dan obat-obatan yang diberikan gratis. ”Semua itu harus didapatkan petani dengan sistem
yang tertata sehingga mudah diakses,” tuturnya.
Kenaikan HPP yang tidak sesuai harapan petani juga diakui oleh Direktur Utama Perum Bulog
Mustafa Abubakar. Namun, menurut Mustafa, di tengah situasi ekonomi yang tidak terlalu baik
saat ini, kenaikan HPP rata-rata 6-7 persen cukup layak.
Dikatakan, saat ini harga beras di pasar dunia terus menurun. Harga beras kualitas medium dari
Vietnam di bawah 400 dollar AS per ton, sedangkan dari Thailand sekitar 500 dollar AS. ”Harga
beras Myanmar bahkan sekitar 300 dollar AS per ton,” katanya.
Namun, Mustafa mengakui, sulit untuk memprediksi apakah harga beras saat ini sudah berada
pada level terendah. Saat ini Indonesia mengalami surplus beras, untuk mengekspor kelebihan
beras itu Indonesia harus melihat tren harga beras dunia.
”Apabila harga beras Indonesia terlalu tinggi akibat tingginya HPP, akan sulit bagi kita mencari
pasar ekspor karena harga jadi kurang kompetitif,” katanya.
Mustafa menegaskan, turunnya harga bahan bakar minyak diharapkan dapat memberi insentif
bagi petani. ”Harapannya tentu turunnya (harga) BBM bisa menurunkan biaya produksi,” katanya.

Kompas

Senin, 05 Januari 2009

Namun, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir berpendapat sulit
mengharapkan turunnya harga BBM bisa menurunkan biaya produksi. ”Kenyataannya sekarang,
upah buruh tani tidak mungkin turun. Biaya sewa dan mengolah lahan juga tidak turun,” ujarnya.
Ekspor beras super
Menurut Mustafa, pihaknya tengah melakukan pendekatan kepada para pemangku kepentingan
perberasan nasional agar Bulog bisa mulai mengekspor beras pada Januari 2009. Beras yang
diekspor adalah beras kualitas super dengan kadar patahan 0-5 persen. ”Volume beras yang
diekspor 5.000-10.000 ton per bulan. Kami akan membicarakannya dengan Departemen
Pertanian,” katanya.
Ia menjelaskan, pertimbangan melakukan ekspor perdana pada Januari 2009 karena di berbagai
daerah panen mulai Januari.
Tahun 2009, kata Mustafa, target pembelian beras Bulog dari produksi dalam negeri 3,8 juta ton,
naik 800.000 ton dibandingkan 2008. Dengan kenaikan HPP gabah dan beras 6-7 persen, Bulog
optimistis pengadaan beras mencapai target. (MAS)

Kompas

Senin, 05 Januari 2009

M a sa la h Pu pu k Be lu m Te r a t a si
Alokasi Pupuk Bersubdisi di Jateng Sudah Lebih
Senin, 5 Januari 2009 | 00:59 WIB
Brebes, Kompas - Kelangkaan dan tingginya harga pupuk urea bersubsidi di Jawa Tengah
hingga Minggu (4/1) belum teratasi. Sejumlah petani di Kabupaten Brebes dan Kabupaten
Demak, misalnya, masih sulit mendapat pupuk untuk memulai musim tanam tahun 2009 ini.
Kondisi itu berbeda dengan yang dialami petani di Kabupaten Banyumas. Mereka tidak sulit
mendapatkan urea, tetapi harganya di atas harga eceran tertinggi.
Petani di Brebes yang tidak tergabung dalam kelompok tani masih kesulitan memperoleh pupuk.
Itu terjadi karena mereka tidak memiliki Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK).
Oleh karena itu, kelompok tani yang aktif harus ikut mendukung mereka dengan membantu
proses pendataan.
Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Brebes Masrukhi Bachro, Minggu,
mengatakan, dari laporan yang diterimanya, sejumlah petani yang tidak tergabung dalam
kelompok tani kesulitan mendapatkan pupuk dari distributor.
Wagimin (48), petani di Desa Ploso, Kecamatan Karangtengah, Demak, juga mengaku kesulitan
memperoleh pupuk. Akibatnya, pemupukan tanaman padi miliknya terlambat hingga 20 hari.
”Seharusnya, padi dengan usia tanam 8-10 hari sudah dipupuk, tetapi saya baru bisa memupuk
ketika tanaman sudah berusia sebulan,” ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya pada musim tanam padi sebelumnya, Wagimin memperkirakan
produktivitas panen dari lahan sawahnya seluas 7.500 meter persegi bakal turun hingga 30
persen. ”Hasil panen saya biasanya sekitar 7 ton gabah kering panen (GKP), tetapi kalau
memupuknya terlambat seperti sekarang ini, hasilnya akan turun menjadi 5 ton,” keluhnya.
Sudiro (39), petani di Desa Cilongok, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, mengaku
merasa cukup diringankan dengan kelancaran distribusi pupuk di daerahnya selama setengah
bulan belakangan ini. Dia langsung diberi jatah dua zak pupuk urea dari kepala desa setempat
karena lahan sawah miliknya hanya 700 meter persegi.
Meskipun distribusinya sekarang ini lancar, ungkap Sudiro, hargan pupuk masih di atas harga
eceran tertinggi (HET), yakni Rp 75.000 per zak (isi 50 kilogram). Dengan harga pupuk sebesar
itu, hasil penjualan gabah pada musim panen belum bisa memberikan keuntungan buat petani.
”Prinsipnya, petani masih rugi karena biasanya harga gabah di musim panen selalu anjlok,” ujar
Sudiro.
Terus berupaya
Untuk memperlancar distribusi pupuk ini, PT Pupuk Sriwidjadja terus mengupayakan kelancaran
distribusi. Manajer Area Pemasaran PT Pusri Jawa Tengah Eddy Hamim mengatakan, pihaknya
tetap berpatokan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Rayonisasi dan Sistem Distribusi yang melibatkan pihak distributor dan penyalur (pengecer) di
tiap wilayah.

”PT Pusri hanya sebagai operator untuk menyalurkan pupuk. Selama pola distribusi tertutup
menjamin petani melalui kelompok tani untuk mendapatkan pupuk sesuai alokasi, maka kami
hanya mengikuti,” kata Eddy.

Kompas

Senin, 05 Januari 2009

Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi 2008 di Jateng tercatat 920.000 ton. Jumlah itu melebih
kebutuhan sesuai keputusan Menteri Pertanian, yang hanya memperoleh alokasi 841.000 ton.
Pusri sudah menambah hingga 79.000 ton. Pusri hanya melayani 24 kabupaten dan kota di
Jateng. Beberapa kabupaten dan kota. Sisanya dilayani Petrokimia Gresik dan PT Kujang.
(WIE/WHO/ILO/GAL/MDN)

Pikiran Rakyat

Senin, 05 Januari 2009

Be r a s Ka r a w a n g M e n j a di Pr im a don a
Senin, 05 Januari 2009 , 12:10:00
KARAWANG, (PRLM). - Kendati Karawang disebut sebagai daerah lumbung padi Jawa Barat,
namun Bulog hanya mampu menyerap 6 persen dari keseluruhan hasil panen di Karawang.
Hal itu dikarenakan kompetisi yang cukup ketat di Karawang sebagai daerah yang strategis.
Kepala Bulog Sub Divre Karawang Dadang Edi Jumana, Senin (5/1), mengatakan beras-beras di
Karawang menjadi primadona. Lokasinya yang strategis dimungkinkan banyak kompetitor
merebut gabah-gabah yang dihasilkan petani.
"Mereka berani membeli kualitas bagus tanpa mengurangi keuntungan karena ongkos
pengiriman yang relatif murah dari Karawang," katanya.
Sementara itu, Bulog bergerak dengan dibatasi harga yang ditentukan pemerintah. (A-153/kur)***

Bisnis I ndonesia

Selasa, 06 Januari 2009

M e n t a n : I n du st r i be n ih a ga r da m pin gi pe t a n i
JAKARTA: Pemerintah meminta industri benih tanaman pangan melakukan pendampingan
kepada petani untuk mengamankan program pertanian 2009.
Permintaan yang diajukan oleh Mentan Anton Apriyantono itu lantaran petani belum terbiasa
dengan padi hibrida. "Perlu teknologi tersendiri. Bahkan penyuluh pertanian, harus diajari
produsen benih," tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, kemarin.
Seruan ini terutama untuk petani pengguna padi hibrida. Pasalnya, tahun ini, pemerintah
menargetkan luasan areal padi hibrida di seluruh Indonesia mencapai 500.000 hektare.
Karena itu, katanya, yang dimintakan kepada produsen padi hibrida adalah mendampingi petani
dalam penggunaan padi hibrida.
Namun, selain itu, produsen diminta untuk memperbesar produksi benih padi hibrida di dalam
negeri.
Dalam rangka mewujudkan swasembada beras lestari pemerintah telah mencanangkan program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan target peningkatan produksi beras 2 juta
ton atau setara dengan peningkatan 6,4 % pada 2007 dan 5% untuk tahun-tahun selanjutnya
sampai dengan 2009.
Hingga saat ini Departemen Pertanian telah melepas 31 varietas unggul padi hibrida, 6 varietas
dirakit oleh BB Padi, 25 varietas padi hibrida lainnya dimiliki oleh perusahaan berupa dua padi
hibrida rakitan Indonesia, 14 padi hibrida introduksi dari China, lima dari Jepang, dan empat dari
India.
Sejumlah produsen benih padi hibrida terus melakukan aksinya. PT Dupont Indonesia, misalnya,
2008 menargetkan memproduksi benih padi hibrida varietas Pioneer P1 (PP1) 500-1.000 ton
untuk memenuhi tingginya permintaan pasar dalam negeri sejak diluncurkan 2005.
Kemudian PT Sang Hyang Seri (Persero), selaku BUMN produsen benih utama di Indonesia,
sukses melakukan uji coba produksi benih padi hibrida SL-8 pada musim kemarau 2007.
Produksi benih padi hibrida SL-8 pada musim tanam kemarau 2008 mencapai lebih dari 2 ton per
hektare. Pada uji coba penanaman musim tanam kemarau 2007 hanya 1,4-1,7 ton per ha.
Lainnya PT Agribisnis Center (PT ABC), yang beberapa waktu lalu panen perdana jenis long
ping. Perusahaan ini melakukan kemitraan yang bersifat konsorsium dengan Kelompok Tani
Suryadi di Kampung Pakancilan, Desa Batubantar, Kecamatan Cimanuk, Jawa Barat.
Pada saat ini padi hibrida jenis long ping pusaka hanya dipasarkan oleh PT. ABC di mana
potensi produksi padi hibrida jenis long ping pusaka ini bisa mencapai 8-10 ton per hektare.
Oleh Martin Sihombing
Bisnis Indonesia

Bisnis I ndonesia

Selasa, 06 Januari 2009

Selasa, 06/01/2009

N ila i t u k a r pe t a n i m a k in t u r u n
Harga barang kebutuhan naik lebih cepat
JAKARTA: Nilai tukar petani selama November 2008 sebesar 98,36 atau turun sebesar 0,84%
dibandingkan dengan Oktober 99,20. Harga produk pertanian cenderung stabil bahkan turun,
sedangkan barang-barang kebutuhan yang harus dibayar petani naik lebih cepat.
Nilai tukar petani (NTP) adalah perbandingan harga yang diterima petani terhadap harga yang
dibayar petani dalam persentase, yang menjadi indikator untuk melihat kemampuan atau daya
beli petani dan menunjukkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang
dikonsumsi ataupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi nilai tukar petani, semakin kuat pula
tingkat kemampuan dan daya beli mereka.
Penurunan NTP selama November disebabkan oleh indeks yang harus dibayar petani naik
0,09% menjadi 116,77 dibandingkan dengan bulan sebelumnya 116,68. Padahal, indeks yang
diterima petani turun sebesar 0,76% dari 115,74 menjadi 114,86.
Direktur Statistik Keuangan dan Harga Badan Pusat Statistik (BPS) Ali Rosidi mengatakan NTP
selama November turun disebabkan oleh persentase kenaikan harga-harga barang dan jasa
yang harus dibayar petani lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga yang
diterima petani.
Kenaikan harga-harga barang konsumsi dan barang lainnya yang harus dibayar petani naik lebih
cepat dibandingkan dengan kenaikan produk-produk pertanian. Harga beras dan gabah relatif
stabil, sedangkan barang-barang kebutuhan pokok cenderung naik. "Jelas, nilai tukar petani
turun," ujarnya kepada Bisnis, seusai konferensi pers, kemarin.
Ali menjelaskan NTP mengalami kenaikan di 10 provinsi, sedangkan 22 provinsi lainnya turun.
Kualitas gabah
Data BPS menunjukkan NTP tertinggi selama November terjadi di Sumatra Selatan, sedangkan
Yogyakarta sebagai provinsi yang penurunan NTP-nya terbesar.
Sementara itu, harga rata-rata gabah di tingkat petani selama Desember 2008 untuk kualitas
gabah kering giling (GKG) naik 1,76% dan gabah kering panen (GKP) turun 2,34% dibandingkan
dengan bulan sebelumnya. (lihat tabel)
Berdasarkan observasi sebanyak 735 transaksi gabah di 14 provinsi, rata-rata harga GKG di
tingkat petani mencapai Rp3.017 per kg, berada di atas harga pembelian pemerintah sebesar
Rp2.840 per kg.
Harga GKP sebesar Rp2.638 per kg di tingkat petani dan Rp2.698 di tingkat penggilingan,
sedangkan HPP sebesar Rp2.200 per kg. HPP itu mengacu pada HPP 2008, sedangkan HPP
yang baru berdasarkan Instruksi Presiden No. 8/2008, mulai berlaku 1 Januari 2009.
Ali Rosidi mengatakan harga gabah dan beras berada di atas HPP lama dan tentu akan semakin
besar selisihnya jika dibandingkan dengan HPP yang baru.

Winarno Tohir, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan penurunan nilai
tukar petani menunjukkan kenaikan HPP seharusnya lebih besar atau sama dengan inflasi
selama 2008 sebesar 11,06%.

Bisnis I ndonesia

Selasa, 06 Januari 2009

"HPP beras dan gabah naik sekitar 7%-9%. Seharusnya, sama dengan inflasi selama 2008 atau
lebih besar yakni 11,06%. Meskipun bahan bakar minyak turun, ongkos produksi dan barang
kebutuhan petani naik," ujarnya.
Menurut dia, saat ini harga gabah dan beras berada di atas HPP, karena sudah mulai sedikit
yang panen. Namun, saat panen raya, harga beras dan gabah akan turun, sehingga HPP sangat
penting untuk menjaga harga tetap stabil.
Winarno menuturkan, HPP telah diputuskan, tetapi pemerintah harus membantu petani dalam
sarana pertanian seperti benih unggul dan menjamin ketersediaan pupuk. (19)
(redaksi@bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia

Bisnis I ndonesia

Selasa, 06 Januari 2009

Se k t or pe r t a n ia n bu t u h pr ot e k si
"Ranca bana..." Begitu penilaian untuk kinerja sektor pertanian pada 2008. Pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB) sektor pertanian melampaui target. Pertumbuhan 5,3%, lebih baik dari
rekor 2007 yang mencapai 4,6%. Dalam Rencana Kegiatan Pembangunan (RKP) 2008,
Departemen Pertanian mencantumkan target pertumbuhan 3,6%.
Atas dasar harga berlaku, pada triwulan II/2008, sektor pertanian penghasil nilai tambah bruto
sebesar Rp180,6 triliun atau 14,7% dari total PDB nasional, yang mencapai Rp1.230,9 triliun.
Secara nilai, PDB triwulan II itu, naik 9,65% dari nilai PDB pertanian triwulan I yang mencapai
164,7 triliun. Bila di-ranking, posisi pertanian hanya kalah dari PDB sektor industri pengolahan
yang mencapai Rp335,9 triliun atau 27,3% dari total PDB.
Kinerja setinggi itu, diakui, nyaris tak pernah terjadi. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman
Heriawan, saat menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi triwulan III/2007, menuturkan dalam
20 tahun terakhir, pertumbuhan sektor pertanian di atas 3% baru tiga kali.
Selain itu, pada 2 tahun terakhir, secara berturut-turut, tumbuh bagus. Pada 2007, produksi padi
naik 4,96% dan 2008, angka produksi padi diprediksi kembali naik sampai 5,4% dari tahun lalu.
Hal itu terpapar pada 3 November 2008, setelah BPS merilis angka ramalan (aram) III produksi
pangan 2008. Produksi padi diperkirakan 60,28 juta ton GKG atau naik 5,46% dibandingkan
dengan produksi 2007. Produksi jagung mencapai 15,86 juta ton (naik 19,36%), dan produksi
kedelai 761.210 ton (naik 28,47%).
Angka yang dilaporkan BPS itu perkiraan yang bisa dicapai berdasarkan pantauan terhadap
realisasi panen Januari-Agustus 2008 plus ramalan pada periode September-Desember 2008.
Aram III biasanya selalu lebih kecil dari angka sementara (asem) dan angka tetap (atap) yang
telah memperhitungkan realisasi periode Januari-Desember.
Begitu pun ekspor. Selama periode Januari-September 2008, ekspor pertanian meningkat
42,64% dibandingkan dengan periode yang sama 2007. Angka ini lebih tinggi dari capaian sektor
industri dan sektor pertambangan.
Hasil mengesankan juga dicatat dari hasil ekspor. Pada 1 Agustus 2008, BPS melaporkan ekspor
hasil pertanian Januari-Juni 2008 meningkat 50,13% dibandingkan dengan periode yang sama
tahun lalu. Penyumbang utama kenaikan ekspor hasil pertanian adalah minyak sawit mentah
yang mencapai 16,85% dan karet 7,18% dari nilai total ekspor nonmigas.
Secara kumulatif, sampai Juni 2008, ekspor nonmigas Indonesia mencapai 54,38% atau naik
sekitar 23,2% dibandingkan dengan capaian Januari-Juni 2007. Bila ekspor komoditas lemak
hewan dan minyak nabati serta karet dan barang dari karet dijumlahkan, nilai ekspor selama
periode semester I 2008 mencapai US$13.105,9 juta atau naik 92,11% dari hasil ekspor periode
yang sama 2007 yang mencapai US$6.821,9 juta.
Pertanyaan kemudian adalah bagaimana 2009? Sudah terlihat jelas, pemerintah hendak
menggenjot sektor ini agar membuahkan hasil yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Langkah ke arah itu dilakukan dengan meningkatkan anggaran subsidi pertanian 2009 menjadi
Rp20 triliun. Pemerintah dan DPR sepakat soal subsidi pertanian pada 2009, di luar raskin, untuk

meningkatkan efektivitas. Angka itu naik signifikan dibandingkan dengan angka pada tahun lalu,
terutama subsidi pupuk dan benih yang paling besar.

Bisnis I ndonesia

Selasa, 06 Januari 2009

Subsidi pertanian dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009
ditetapkan Rp 32 triliun. Anggaran itu dibagi untuk subsidi pangan, benih, dan pupuk. Subsidi
pertanian itu untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan di pedesaan.
Adapun nilai subsidi pertanian 2008 mencapai Rp19 triliun. Naiknya anggaran subsidi antara lain
karena harga pupuk naik.
Pemberian subsidi untuk benih dan pupuk dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi
beras, jagung, dan kedelai nasional.
Dalam rencana kerja Deptan 2009, terungkap sasaran pencapaian PDB sektor pertanian 2009
sebesar 4,6% atau naik 0,40% dibandingkan dengan 2008.
Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian diharapkan mencapai 44,2 juta jiwa, dari
sebelumnya 43,4 juta jiwa, atau meningkat 800.000 tenaga kerja. Adapun tingkat rawan pangan
ditargetkan turun 1%, nilai tukar petani menjadi 115-120, dan neraca perdagangan pertanian
mencapai US$16,22 miliar, dari sebelumnya US$12,41 miliar.
Total alokasi anggaran untuk subsidi pertanian itu di luar anggaran yang dialokasikan ke Deptan
sebesar Rp8,3 triliun. Dari total subsidi Rp 32 triliun, sebesar Rp20,4 triliun untuk pupuk, Rp1,5
triliun untuk benih, dan sisanya untuk pangan, antara lain beras untuk rakyat miskin.
Target tetap
Bahkan, meski pembangunan pertanian 2009 butuh Rp9,20 triliun dan RAPBN 2009, Deptan
hanya mendapat sekitar Rp8,3 triliun, Deptan, konon, tidak akan mengubah target. Khusus
tanaman pangan, ditargetkan produksi gabah 63 juta-64 juta ton gabah kering giling, jagung 18
juta ton, dan kedelai 1,5 juta ton.
Untuk meningkatkan produksi beras, pemerintah fokus pada penyediaan benih unggul bermutu
bersertifikat dan perluasan pelaksanaan sekolah lapang. Apabila tahun ini pelaksanaan sekolah
lapang pengelolaan tanaman terpadu 1,5 juta hektare, 2009 menjadi 2 juta hektare. Arah utama
kebijakan pembangunan pertanian 2009 antara lain peningkatan ketahanan pangan nasional,
kualitas pertumbuhan pertanian, penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan
berbasis masyarakat pertanian.
Namun, yang mungkin masih sedikit merisaukan produsen dalam negeri adalah akankah pasar
dalam negeri terlindungi? Pasalnya, akibat krisis keuangan global, mendorong produsen
pertanian dari negera lain akan mengalihkan pasar ke kawasan yang bukan pasar tradisionalnya,
salah satunya, mungkin ke Indonesia. Terutama produk dari China, lantaran pasar utama mereka
seperti Jepang, AS, Eropa mengalami penurunan daya beli.
Kita belum melihat program perlindungan seperti apa untuk pelaku di sektor pertanian di Tanah
Air? Seyogianya Indonesia bukan pasar untuk produk pertanian asing, dan bukan keranjang
sampah produk impor. (martin.sihombing@bisnis.co.id)
Oleh Martin Sihombing
Wartawan Bisnis Indonesia

Kompas

Selasa, 06 Januari 2009

Pertanian

2 ,4 Ju t a Pe t a n i Ta k Bisa M e n ga k se s Pu pu k Be r su bsidi
Selasa, 6 Januari 2009 | 00:52 WIB
Jakarta, Kompas - Sekitar 2,4 juta petani dengan lahan garapan maksimum 2 hektar tidak bisa
mengakses pupuk bersubsidi. Ini karena mereka belum tergabung dalam kelompok tani.
Mulai 1 Januari 2009, pemerintah menetapkan sistem distribusi tertutup untuk pupuk bersubsidi.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus tergabung dalam kelompok
tani dan mengisi kebutuhan pupuknya dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Hanya petani dengan lahan garapan maksimum 2 hektar yang mendapatkan pupuk bersubsidi.
Menurut Kontak Tani Nelayan Andalan, jumlah itu merupakan 10 persen dari total rumah tangga
petani di Indonesia. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan,
banyak petani yang belum tahu tentang kebijakan sistem distribusi tertutup untuk pupuk
bersubsidi itu.
”Sekitar 80 persen petani berpendidikan SD dan sudah tua sehingga tidak langsung bisa
merespons kalau ada kebijakan baru,” kata Winarno, Senin (5/1), saat dihubungi di Yogyakarta.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Pertanian Ato Suprapto
mengakui belum semua petani tergabung dalam kelompok tani. Para petani itu, menurut Ato,
umumnya di luar Jawa atau di daerah terpencil yang sulit dijangkau. ”Kalau petani di Jawa,
semuanya sudah tergabung dalam kelompok tani,” ujarnya.
Tahun 2009, pemerintah menetapkan jumlah pupuk urea bersubsidi sebanyak 5,5 juta ton.
Jumlah ini meningkat 700.000 ton dibandingkan dengan jumlah pupuk urea bersubsidi tahun
2008.
Berdasarkan pengamatan Kompas, dalam masa transisi distribusi pupuk dari sistem terbuka ke
tertutup, yaitu September-Desember 2008, banyak menimbulkan masalah. Banyak petani yang
tidak kebagian pupuk. Kalaupun mendapatkan, jumlahnya tidak sesuai dengan kebutuhan.
Akibatnya, banyak tanaman padi yang pertumbuhannya terhambat. Hal ini berpotensi
menurunkan produktivitas padi.
Cepat bergabung
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Deptan Mulyono Machmur, hingga
saat ini jumlah kelompok tani yang sudah didata sebanyak 200.000-300.000. Kelompokkelompok tani ini tergabung dalam 20.000 gabungan kelompok tani.
Sistem pendataan dilakukan mulai dari nama petani, nama kelompok tani, luas lahan garapan,
hingga komoditas usaha taninya.
Bila ada petani yang belum tergabung dalam kelompok tani, Mulyono mengimbau agar cepat
bergabung. ”Sekarang ini petani dituntut aktif. Kalau tidak, mereka akan rugi,” ujarnya. (MAS)

Pikiran Rakyat

Selasa, 06 Januari 2009

Ak h ir Bu la n , Bisa Ek spor Be r a s Su pe r
Selasa, 06 Januari 2009 , 00:11:00
JAKARTA, (PRLM).- Pemerintah akan mengekspor beras dalam negeri pada akhir Januari ini.
Ekspor dilakukan untuk beras jenis super, seperti Pandanwangi, Cianjur, Padi Mulia, beras
organik super quality. Beras dengan kerusakan di bawah 5 persen.
Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, beberapa perusahaan
telah menyatakan kesiapannya untuk mengekspor beras jenis itu. Saat ini perusahaanperusahaan tersebut sedang dikaji oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Bulog.
"Mudah-mudahan akhir bulan ini sudah bisa ekspor. Kalau tidak, awal bulan depan," katanya usai
menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Jakarta, Senin (5/1).
Dia mengatakan, pemerintah memilih beras super karena beras jenis ini lebih fleksibel tidak
sensitif terhadap stok beras nasional. Selain itu, harga beras jenis ini sangat tinggi, di Jepang
mencapai US$ 1 - 2 per kilogram. Diperkirakan, Indonesia mampu mengeskpor beras jenis ini
sebanyak 10.000 – 20.000 ton per bulan.
Sedangkan untuk beras medium, pemerintah belum bisa menentukan besaran ekpsor itu. Paling
tidak menunggu pertengahan 2009. Untuk itu, pemerintah menargetkan produksi beras nasional
sebesar 3,8 juta ton. Angka ini meningkat 600.000 ton dibandingkan perolehan tahun lalu
sebesar 3,2 juta ton.
"Perhitungan Departemen Pertanian, ekspor baru dilakukan setelah cadangan beras mencapai 5
juta ton," kata Mustafa. Jika angka itu tercapai, ekspor beras kualitas medium bisa mencapai 1
juta – 1,5 juta ton.
Rencananya, untuk beras medum akan diekspor ke Filipina, Malaysia, Timor Leste, dan Brunei
Darusalam. Sedangkan untuk beras super dipasarkan ke Jepang, Hongkong, Singapura, dan
juga Malaysia. (das)***

Pikiran Rakyat

Selasa,06 Januari 2009

Pe t a n i Su lit Pr e dik si M u sim
Selasa, 06 Januari 2009 , 11:47:00
KARAWANG, (PRLM).- Pertanian di enam kecamatan Kab. Karawang menghadapi masalah
sulitnya air, pengadaan pupuk, dan sulitnya petani menduga pergantian musim. Akibatnya, masa
panen sering terganggu dan pada akhirnya mempengaruhi harga jual. Hal itu mencuat dalam
lokakarya dan penyuluhan kepada petani di Kecamatan Tempuran, Kab. Karawang, Selasa (6/1).
Penyuluhan tersebut terselenggara atas kerja sama, LSM Nastari, CSF, Dina Pertanian dan
petugas penyuluhan lapangan (PPL). Sementara, peserta loka karya terdiri atas 35 petani.
Said Abdulah dari LSM Nastari mengatakan, hasil riset yang telah dilakukan, enam kecamatan di
Kab. Karawang yang menghadapi masalah pertanian, yakni Cilamaya, Cilebar, Tempuran,
Pedes, Cibuaya, dan Tirtajaya. Lahan pertanian yang selalu bermasalah, yakni pada golongan IV
dan V. Petani juga sekarang sulit memprediksi pergantian musim, akibatnya hasil tanam sering
gagal. "Saat sudah tanam, ternyata tidak turun hujan. Akibatnya, tanaman padi kekurangan air
dan banyak yang mati," tuturnya. (A-153/A-147)***

Suara Pembaruan

Selasa, 06 Januari 2009

Pe r t a n ia n Su lu t D ik e m ba n gk a n
Sektor pertanian akan terus dikembangkan dalam pembangunan Sulawesi Utara (Sulut) 2009.
Pertanian menjadi andalan daerah ini, karena memang sebagian besar masyarakatnya adalah
petani dan tersedia lahan pertanian cukup subur.
"Jadi, ini menjadi prioritas tahun 2009, karena sudah terbukti rakyat bisa meningkat pendapatan
bila pertanian maju," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, Herry Rotinsulu, di
Manado, Senin (5/1).
Khusus untuk tanaman jagung, itu menjadi perhatian pemerintah daerah dan lahan terus dibuka,
bahkan pegawai negeri sipil diberikan kesempatan berkebun. Ada 50 hektare lahan yang sudah
dikembangkan, termasuk di Universitas Negeri Manado. [136]

Kompas

Rabu,07 Januari 2009

Pe r t a n ia n : Pe t a n i Sa m bu t Ge m bir a Ke n a ik a n H PP
Ga ba h
Rabu, 7 Januari 2009 | 12:31 WIB
Cilacap, Kompas - Kenaikan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras per 1 Januari
2009 disambut gembira para petani di Cilacap. Kenaikan tersebut dianggap tepat ketika harga
pupuk urea bersubsidi tidak menentu dan beban hidup masyarakat, khususnya petani, terus naik.
"Sebagai petani yang bergantung pada panen padi, saya senang sekali. Harga gabah sudah
waktunya